• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN - PRASASTI PRADNYA DEWANTARA BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN - PRASASTI PRADNYA DEWANTARA BAB II"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar

prostat yang dapat menyebabkan uretra pars prostatika dan menyebabkan

terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli(Basuki B Purnomo,2008).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran progresif dari

kelenjar prostat , bersifat jinak disebabkan oleh hypertrophi beberapa

atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra

pars prostatika (Arif mutakin dan kumala sari,2011).

Hiperplasia prostat jinak (BPH)adalah pembesanan prostat yang

jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia

fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi

prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia

(Sabiston, David C,2008).

BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana

kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam

kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium

uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria.

(Smeltzer dan Bare, 2007).

Kesimpulan dari beberapa pengertian BPH diatas adalah pembesaran

(2)

kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutup orifisium uretra

disebabkan oleh penuaan.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada

hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah

proses penuaan (Purnomo , 2007).

Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

1. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3. Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi

stroma dan epitel.

4. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup

(3)

5. Teori sel stem

Menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi sel stoma dan sel epitel kelenjar prostat

menjadi berlebihan (Basuki B Purnomo,2008).

C. TANDA DAN GEJALA

Obstruki prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih

maupun keluhan di luar saluran kemih (Arora P. Et al,2006).

1. Gejala iritatif meliputi :

a. Peningkatan frekuensi berkemih

b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)

c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda

(urgensi)

d. Nyeri pada saat miksi (disuria)

2. Gejala obstruktif meliputi :

a. Pancaran urin melemah

b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong

dengan baik

c. Kalau mau miksi harus menunggu lama

d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih

e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus

f. Urin terus menetes setelah berkemih

g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

(4)

h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi

produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin

kronis dan volume residu yang besar.

3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan

muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :

a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,

kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada

malam hari

b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita

akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing

malam bertambah hebat.

c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini

maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden

menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,

(5)

D. ANATOMI

Gambar 2.1. Sistem Reproduksi Pria.

Gambar 2.2. Pembesaran Prostat

Gambar 3.3. Kelenjar Prostat

(6)

E. FISIOLOGI

1. Testis

Testis dibentuk di dalam abdomen fetus kira-kira 28

minggu kehidupan intrauteri, dan turun ke dalam scrotum dan

ditopang oleh funiculus spermaticus sebelum lahir. Kegagalan

testis untuk turun disebut cryporchismus, dan keadaan ini

merupakan penyebab sterilitas pada pria, karena produksi sperma

memerlukan suhu yang lebih rendah daripada suhu tubuh normal.

Testes baru akan berfungsi penuh sampai ada rangsangan oleh

glandula pituitaria anterior pada saat pubertas. (Syaifuddin. 2006).

2. Epididimis

Epididymis merupakan pipa halus yang berkelok-kelok,

masing-masing panjangnya 6 meter, yang menghubungkan testis

dengan vas deferens. Tubulus tadi mempunyai epitel bercilia yang

melapisi bagian dalam guna membantu spermatozoa bergerak

menuju vas deferens. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

perjalanan sperma dari testis ke luar tubuh melalui sistem saluran.

Dalam rangka (proksimal distal) saluran acessory adalah

epididimis, duktus deferens, saluran ejakulasi, dan uretra.

(Verrals, Sylvia. 2011).

3. Vas Deferens

Vas deferens berbentuk tabung yang masing-masing

(7)

ke urethra pars prostatica. Tidak seperti epididymis, vas deferens

tidak mempunyai pelapis epitel bercilia karena sekresi vesicula

seminalis dan prostat merupakan medium untuk membantu

pengangkutan spermatozoa. Spermatozoa disimpan di dalam vas

deferens, disini terjadi pemasakan dan peningkatan motilitasnya

(Evelyn C, 2009).

4. Vesikel Seminalis

Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong

terkonvusi (berkelok-kelok) yang bermuara ke dalam duktus

ejaculator menghasilkan secret berupa cairan kental dan basa yang

kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk melindungi dan memberi

nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan mengandung

prostaglandin yang menyebabkan gerakn spermatozoa lebih cepat,

sehingga lebih cepat sampi ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi

vesik seminalis dalah semen (Wibowo, 2012).

5. Kelenjar Prostat

Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang

panjangnya 4 cm, lebarnya 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat

kira-kira 8 gram. Prostat mengelilingi bagian atas urethra dan

terletak dalam hubungan langsung dengan cervix vesicae urinaria.

Prostattersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-serabut otot

(8)

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang

persik. Ini mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung

kemih. Tertutup oleh kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari

20-30 senyawa kelenjar tubuloalveolar diembed dalam massa (stroma)

dari otot polos dan jaringan ikat padat (Wibowo, 2012).

6. Glandula Bulbourethtalis (Cowper)

Kelenjar bulbouretral (cowper) adalah sepasang kelenjar

yang ukuran dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar

ini mensekresi cairan basa yang mengandung mucus kedalam

uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta ditambahkan

pada semen (spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

7. Skrotum

Adalah kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan

otot polos yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh

yang pada suhu optimum untuk produksi spermatozoa. Ada otot

dartos yaitu suatu lapisan serat dalam fasia dasar yang berkontraksi

untuk membentuk kerutan pada kulit scrotal sebagai respon

terhadap udara dingin atau eksitasi seksual. Ada dua kantong

scrotal, yang setiap scrotal berisis satu testis tunggal yang

(9)

8. Penis

Penis adalah organ yang berfungsi untuk tempat keluar

urine, semen serta sebagian organ kopulasi. Untuk sebagian besar

waktunya, penis tergantung linglai antara kedua paha, tergantung

ke bawah di depan scrotum. Penis memanjang pada ujung distalnya

membentuk bangunan seperti buah jati Belanda, yang disebut glans

penis (Verrals, sylvia. 2011)

9. Corpora Cavernosa

Corpora cavernosa adalah dua ruangan yang mengisi

sebagian besar penis. Ruang – ruang ini terisi jaringan spons yang

mencakup otot, ruang terbuka, pembuluh darah dan arteri. Ereksi

terjadi ketika corpora cavernosa terisi dengan darah dan

berkembang.Ereksi ini mengancangkan pembuluh darah sehingga

darah terjebak dan tidak bisa meninggalkan penis, memungkinkan

penis untuk tetap tegak selama beberapa menit. Setelah ejakulasi

terjadi atau jika gairah seks memudar, proses detumescence terjadi,

di mana otak akan mengurimkan sinyal yang memungkinkan darah

meninggalkan penis, akibatnya penis menjadi lemas kembali

(Verrals, Sylvia. 2011).

10.Selaput Albugin

Adalah sebuah membran yang mengelilingi corpora

cavernosa. Membran ini berfungsi untuk menjaga darah tetap

(10)

11.Uretra

Uretra adalah tabung yang menjadi saluran tempat urin

keluar. Proses ejakulasi juga melalui uretra. Letaknya menyusun

batang penis di bawah corpora cavernosa dan melebar pada ujung

uretra yang disebut meatus. Meatus terletak di glans (kepala penis)

(Verrals, Sylvia. 2011).

12. Corpus Spongiosum

Corpus spongiosum adalah salah satu bagian anatomi penis

ruang yang engelilingi uretra. Ruangan ini menjadi penuh dengan

darah selama ereksi (Verrals, Sylvia. 2011).

13. Glans (kepala penis)

Kepala penis berbentuk seperti kerucut. Kepala penis

sangat sensitif dan biasanya tertutup oleh kulup kecuali pada penis

yang ereksi. Kepala penis memiliki beberapa fungsi yaitu

meningkatkan peluang untuk pembuahan telur, menciptakan

gesekan saat berhubungan seks, dan bertindak sebagai penumbuk

atau penekan di dalam vagina selama hubungan seksual

(Verrals, Sylvia. 2011).

14.Kulup

Kulup adalah selubung kulit yang dapat terbuka di bagian

atas. Saat bayi, kulup sangat ketat dan biasanya tidak bisa ditarik.

Kulup akan mengandur setelah usia bayi bertambah. Saat ereksi,

(11)

kepala penis secara polos. Kulit kepala penis sangat sensitif, dan

(kepala penis) (Verrals, Sylvia. 2011).

16.Smegma

Yaitu cairan pelumas alami yang dikeluarkan untuk

membuat penis tetap lembab. Smegma ditemukan di bawah kulup

penis (Verrals, Sylvia. 2011).

F. PATOFISIOLOGI

Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia

30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi

perubahan patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan.

Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga

stromal dan elemen glandular pada prostat.

Teori-teori tentang terjadinya BPH :

1. Teori Dehidrosteron (DHT)

Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi

dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya

(12)

RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.

(Mitchell, 2009).

2. Teori hormon

Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami

hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang

berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen

berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.

3. Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic

fibroblast growth factor (-FGF) dapat menstimulasi sel stroma

dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien

dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi

oleh enzim 5-a-reduktase. -FGF dapat dicetuskan oleh

mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.

4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari

kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan

membentuk jaringan prostat.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan

sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara

perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,

resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,

serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul

(13)

kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi

lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi

untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya

dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :

a. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi

uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi

akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang

membesar.

b. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi

karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

melawan resistensi uretra.

c. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor

tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi.

Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi

karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.

d. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena

pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga

interval antar miksi lebih pendek.

e. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena

hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan

(14)

f. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria

(nyeri pada saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh

ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,

g. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan

berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara

berkala karena setelah buli-buli mencapai complience

maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi

tekanan spingter.

h. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh

darah submukosa pada prostat yang membesar.

i. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum

vesikal atau uretra prostatik, sehingga menyebabkan

pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya

terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis)

secara bertahap, serta gagal ginjal.

j. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana

sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi

sebagai media untuk organisme infektif.

k. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan

dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan

(15)

l. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama

kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.

Hiperplasi prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul

fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai

dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh

dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik

terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang

jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostad terjadi secara

perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi

secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran

prostad, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat,

serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi

atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi,

keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya

mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk

berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien

tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan

terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri (Baradero, dkk 2007).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat

mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada

urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya

(16)

(hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika

urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan

didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak

menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap

berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala

iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/

urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria (Purnomo, 2011).

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan

obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik 16

menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal

ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu

miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan

hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat

menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu

ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu

tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan

(17)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisa

Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat

adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila

terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti

keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,

walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri. Elektrolit,

kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari

fungsi ginjal dan status metabolik (Wibowo, 2012).

Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan

sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini

keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.

Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific

antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume

prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat,

demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml

2. Pemeriksaan darah lengkap

Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca

operatif maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi

jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena

usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan

harus dikaji.Pemeriksaan darah mencakup Hb(normal),

(18)

golongan darah, Hmt, trombosit(normal), BUN, kreatinin serum

(Wibowo, 2012).

3. Pemeriksaan radiologis

Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi

intravena, USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk

memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan volume

residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus

urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi

osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta

osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena

dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan

hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria,

residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,

memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.

BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal

apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP

untuk melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis.

Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan

sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk

melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding

cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah

(19)

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering

dengan semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih,

karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan

infeksisaluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan

gagal ginjal (Wibowo, 2012).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik

mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan

hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu

endapan yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis

urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan

mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks

menyebabkan pyelonefritis (Wibowo, 2012).

I. PENATALAKSANAAN UMUM

Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi

darurat karena ia tidak dapat berkemih maka kateterisasi segera

dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter logam

dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam

kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.

(20)

1.Observasi (watchfull waiting)

Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.

Nasehat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan

malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat

dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan

minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan

dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok

dubur.

2.Terapi medikamentosa

a. Penghambat adrenergik  (prazosin, tetrazosin) :

menghambat reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat

sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan tekanan

pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni

dan gejala-gejala berkurang.

b. Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat

pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan

mengecil.

3.Terapi bedah

a. TURP (Transurethral resection of the prostate)

adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat

lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana

resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F

(21)

pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus

listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun

spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih

dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta

tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi

kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang

mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian

dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara

terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah

dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi

dan reepitelisasi uretra pars prostatika .

(Anonim,FK UI,2005).

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley

tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk

memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung

kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan

setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi.

Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih.

Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien

harus sudah dapat berkemih dengan lancar

(22)

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi

TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume

prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk

menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah

perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena

bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang

adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),

impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati

penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul

kembali 8-10 tahun kemudian.

b. TUIP (Transurethral incision of the prostate)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara

memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah

insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk

mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi

kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat

berukuran kecil (30 gram/kurang) dan efektif dalam

mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di

klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih

(23)

c. Prostatektomi terbuka

Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi.

Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu : Retensi urin

berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi

saluran kemih berulang, tanda obstruksi berat seperti

(24)

J. PATHWAY

Perubahan usia

Ketidakseimbangan produksi esterogen dan testosterone

Kadar testeron menurun kadar testosterone meningkat

Mempengaruhi DNA dalam inti sel hyperplasia sel stoma pada jaringan prostat

Proliferasi sel prostat

BPH

Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria

Retensi urin

Prosedur pembedahan

pre op post op

kurang informasi tentang operasi

(25)

K. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN

1. PRE OP

a. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau

menghadapi proses bedah.

Tujuan : pasien tampak rileks.

Kriteria Hasil :

NOC :

anxiety self control

anxiety level

coping

1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala

cemas.

2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik

untuk mengontol cemas.

3) Vital sign dalam batas normal.

4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan.

Intervensi :

NIC :

Anxiety reduction

1) Gunakan pendekatan yang menenangkan

(26)

3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama

prosedur

4) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan

prognosis

5) Identifikasi tingkat kecemasan

6) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

7) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,

persepsi

8) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

9) Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

b. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : pengetahuan pasien bertamabah

NOC :

Kowlwdge : disease process

Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis dan program pengobatan.

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang

(27)

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

NIC :

Teaching : disease Process

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang

tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat.

4) Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.

5) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat.

6) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara

yang tepat.

7) Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien

(28)

2. Post operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi sekunder

pada TURP).

Tujuan : nyeri berkurang/hilang

NOC :

Pain Level,

Pain control,

Comfort level

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri).

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

(29)

NIC :

Pain Management

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

5) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal).

6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.

8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

9) Tingkatkan istirahat.

10)Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan

Tujuan : agar tidak terjadi infeksi

NOC :

Immune Status

(30)

Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang

mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

4) Jumlah leukosit dalam batas normal

5) Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

Infection Control (Kontrol infeksi)

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

2) Pertahankan teknik isolasi

3) Batasi pengunjung bila perlu

4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

5) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan

6) Tingktkan intake nutrisi

(31)

c. Intoleransi aktifitas berhubungn dengan hambatan fisik

Tujuan : agar aktifitas normal

NOC :

1) Energy conservation

2) Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan RR

2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :

Energy Management

1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

2) Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

3) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara

berlebihan

4) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

5) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan

6) Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek

7) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

8) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

Gambar

Gambar 3.3. Kelenjar Prostat

Referensi

Dokumen terkait

Teori Fisiologis Terdiri dari teori oksidasi stres (penyebab terjadinya stress oksidasi adalah penyakit degenerasi basal ganglion yang menyebabkan terjadinya

7.1 Pasien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan dengan meminta dengan baik, menolak dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik. 7.2

Menurut world health organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair

adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.. 2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

Penyebab DRP yang berkaitan dengan cara pasien mendapat obat dari tenaga kesehatan profesional, terlepas dari instruksi dosis yang tepat (pada

Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: indikasi, cara dan waktu pemakaian obat yang tepat, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, efek samping,

e) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat. Ansietas berhubung an dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan pasien gelisah

Cara yang tepat guna dalam pembersihan penyakit demam berdarah dengue adalah melaksanakan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu : kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat