• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diare - CUCU SITA WATI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diare - CUCU SITA WATI BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Diare

Menurut WHO Pengertian diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair (mencret) sebanyak 3 kali atau lebih dalam satu hari (24 jam). Ingat, dua kriteria penting harus ada yaitu BAB cair dan sering, jadi misalnya buang air besar sehari tiga kali tapi tidak cair, maka tidak bisa disebut daire. Begitu juga apabila buang air besar dengan tinja cair tapi tidak sampai tiga kali dalam sehari, maka itu bukan diare. Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009).

Hidayat (2008) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak Iebih dan 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah.

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selama dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes,

(2)

2009). Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya frekuensi defekasi lebih dan 3 kali perhari pada bayi dan lebih dari 6 kali perhari pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer.

B. Penyebab Diare

Mekanisme diare (Juffrie, 2011) Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu gangguan pada proses absorpsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare :

1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan a. Absorpsi

b. Gangguan sekresi

3. Pembagian diare menurut lamanya diare

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

(3)

sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.

Komplikasi kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Komplikasi paling penting wlaupun jarang diantaranya yaitu: hipernatremia, hiponatremia, demam, edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal ginjal.

Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja (Sodikin, 2011).

Jenis Diare Bayi Anak-anak Remaja

Akut

Kronik

Gastroenteritis Infeksi sistemik Akibat pemakaian antibiotik

Pascainfeksi

Defisiensi disakaridase sekunder

Intoleransi protein susu

Sindrom iritabilitas colon

Fibrosis kistik Penyakit seliakus Sindrom usus pendek buatan

Gastroenteritis Keracunan makanan Infeksi sistemik Akibat pemakaian antibiotik

Pascainfeksi

Defisiensi disakaridase sekunder

Sindrom iritabilitas kolon Penyakit seliak Intoleransi laktosa Giardiasis Gastroenteritis Keracunan makanan Akibat pemakaian antibiotik

Penyakit radang usus Intoleransi laktosa Giardiasis Penyalahgunaan laksatif (anoreksia nervosa)

(4)

Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri patogen yang paling sering diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut (Wong dkk., 2009). Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk virus. Virus ini lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak (Suharyono, 2008). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan lewat jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat (Wong dkk., 2009).

C. Cara Penularan Dan Faktor Resiko

Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, files, fluid, field).

(5)

lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.

1. Faktor umur

Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik

(6)

Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu dan bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria coli (Alan & Mulya, 2013).

3. Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

D. Tanda-Tanda Dehidrasi

Tabel 2.2 Skor Maurice King (Juffrie & Mulyani, 2011). Bagian tubuh yang

diperiksa

Nilai untuk gejala yang ditemukan

0 1 2

Keadaan umum Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar Mulut Denyut nadi/menit Sehat Normal Normal Normal Normal Kuat >120

Gelisah, cengeng. Apatis, ngantuk Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sedang (120-140)

Mengigau, koma atau syok

Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering & sianosis Lebih dari 140 Catatan :

1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik

kemudian dilepas.

(7)

a. 2-5 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan) b. 5-10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang) c. >10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

2. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya :

a. Skor 0-2 : dehidrasi ringan b. Skor 3-6 : dehidrasi sedang c. Skor >7 : dehidrasi berat

Berdasarkan MTBS (manajemen terpadu balita sakit) 1. Dehidrasi berat

a. Gelisah rewel/muntah b. Mata cekung

c. Haus, minum dengan lahap

d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat

Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut : a. Lateragis atau tidak sadar

b. Mata cekung

c. Tidak bisa minum atau malas minum

d. Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat 2. Dehidrasi Ringan/Sedang

Terdapat duat atau lebih tanda-tanda sebagai berikut : 3. Tanpa dehidrasi

(8)

E. Penanganan Pertama Balita Diare di Rumah

Sesuai rekomendasi WHO/UNICEF dan IDAI, sejak tahun 2008 Departemen Kesehatan Republik Indonesia memperbaharui tatalaksana diare yang dikenal dengan istilah lima langkah tuntaskan diare (Lintas diare) sebagai salah satu strategi pengendalian penyakit diare di Indonesia. Lintas diare meliputi pemberian oralit, zinc selama 10 hari, pemberian ASI dan makanan sesuai umur, antibiotika selektif dan nasihat bagi penggunaan zinc untuk penderita diare dapat mengurangi lama dan keparahan diare, mengurangi frekuensi dan volume buang air besar, serta mencegah kekambuhan kejadian diare sampai 3 bulan berikutnya. Berdasarkan laporan Susenas (2007), sebanyak 58,9% keluarga membawa balita sakitnya untuk rawat jalan, sebagian besarnya dibawa ke puskesmas (45%) dan 31,7 % dibawa ke praktek tenaga kesehatan. Berdasarkan studi awal yang dilakukan oleh Pouzn (point of use water disinfection zinc treatment) project yang dilaksanakan oleh Nielsen (2009) di Bandung, dalam perilaku mendapatkan saran kesehatan atau care seeking behavior maka ibu yang anaknya diare akan mencari nasehat dari tetangga (69%), dari bidan (31%), puskesmas (16%), posyandu (6%) dan dokter (6%).

Saat ini WHO menganjurkan empat hal utama yang efektif dalam menangani anak-anak yang menderita diare akut, yaitu:

1. Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang sudah terjadi.

(9)

3. Tidak menggunakan obat anti diare

Antibiotika hanya diberikan pada kasus kolera dan disentri yang disebabkan oleh shingella, sedangkan metrodinazole diberikan pada kasus giardiasis dan amebiasis.

4. Petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang :

a. Bagaimana merawat anak yang sakit di rumah, terutama tentang bagaimana membuat oralit dan cara memberikannya.

b. Tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak kembali berobat dan mendapat pengawasan medik yang lebih baik.

c. Metoda yang efektif untuk mencegah kejadian diare. Algoritme pengobatan diare (Sudrajat, 2010).

1. Rencana pengobatan A (pencegahan dehidrasi)

Diare tanpa dehidrasi, bila terdapat dua tanda atau lebih, yaitu :keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum biasa, tidak haus, cubitan kulit perut/turgor kembali segera. Untuk diare tanpa dehidrasi menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah :

a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya 1) Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama

2) Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan

(10)

4) Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit.

a) Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak. b) Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak. 5) Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:

a) Telah diobati dengan rencana terapi B atau C.

b) Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk. 6) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit

b. Beri obat zinc

Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.

1) Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari 2) Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari. c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi

1) Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat.

2) Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan.

3) Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.

(11)

5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu

d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi, misal: disenteri dan kolera. e. Nasihati ibu/pengasuh

Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila: 1) Berak cair lebih sering

2) Muntah berulang 3) Sangat haus

4) Makan dan minum sangat sedikit 5) Timbul demam

6) Berak berdarah

7) Tidak membaik dalam 3 hari 2. Rencana pengobatan B

Diare dehidrasi ringan/sedang bila terdapat dua tanda atau lebih: Gelisah, rewel, mata cekung, ingin minum terus, ada rasa haus, cubitan kulit perut/turgor kembali lambat. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang jumlah oralit yang diberikan dalam tiga jam pertama sarana kesehatan.

a. Oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak: 1) Bila BB tidak diketahui berikan oralit

Tabel 2.3 pemberian oralit (juffrie & Mulyani, 2011).

(12)

2) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah. 3) Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.

4) Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini.

5) Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit.

6) Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut.

b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit, yaitu: 1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.

2) Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas. 3) Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.

4) Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan telah hilang.

c. Setelah 3-4 Jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian, pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi:

1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.

2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapiB 3) Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.

(13)

1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah.

2) Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah

3) Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah 3. Rencana pengobatan C (pengobatan dehidrasi berat)

Rencana pengobatan C digunakan terutama untuk penderita dehidrasi berat, maksud rencana pengobatan ini adalah memberikan sejumlah cairan yang banyak dengan cepat untuk mengganti cairan yang hilang yang mengakibatkan dehidrasi berat.

Cara pemberian biasanya dengan cairan intravena, cairan yang dianjurkan adalah ringer laktat karena cairan ini memberikan natrium dan laktat yang cukup dimetabolisme menjadi bikarbonat untuk mengatasi

asidosis, cairan lain yang dapat diterima adalah normal salin setengah. Cairan lain yang dapat diberikan untuk penderita dehidrasi berat adalah dengan rehidrasi oral dengan pipa nasogastrik. Cara ini dapat dipakai hanya sebagai tindakan derajat yaitu bilamana pemberian secara intravena tidak dapat dilakukan. Cairan yang dibutuhkan dalam rehidrasi oral pipa nasogastrikadalah larutan oralit. Setelah tanda-tanda dehidrasi penderita membaik, cairan harus diberikan menurut rencana terapi B dan bila dehidrasi telah hilang, cairan dapat diberikan menurut rencana pengobatan A.

(14)

b. Memperhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang untuk pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 4 bulan.

c. Menjaga kebersihan tangan, menjadikan kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga, cuci tangan sebelum atau menyediakan makanan untuk si kecil.

d. Menjaga kebersihan dari makanan atau minuman yang dimakan, juga kebersihan perabot makan atau minuman si kecil.

F. Persepsi

1. Definisi

Menurut Setiadi (2008) yang mengutip Weber, bahwa persepsi adalah proses bagaimana rangsangan-rangsangan itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Rangsangan adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat memengaruhi tanggapan individu. Proses persepsi terdiri dari :

a. Seleksi perseptual yang terdiri dari: perhatian yang dilakukan dapat secara sengaja atau tidak sengaja, persepsi selektif, terjadi ketika seseorang melakukan perhatian yang secara sengaja atau aktif mencari informasi yang mempunyai relevansi pribadi.

(15)

c. Interpretasi perseptual, setiap rangsangan yang menarik perhatian seseorang baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh seseorang. Dalam proses interpretasi seseorang akan membuka kembali berbagai informasi dalam memori yang telah tersimpan dalam waktu yang lama yang berhubungan dengan rangsangan yang diterima.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang adalah kondisi psikologis, keluarga, dan kebudayaan yang dianut. Berbagai macam faktor perhatian yang berasal dari luar diri seseorang dapat mempengaruhi proses seleksi persepsi, yaitu gerakan, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, dan hal-hal yang baru berikut ketidak asingan dari rangsangan. Selanjutnya, beberapa faktor dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi proses seleksi persepsi antara lain: proses belajar, motivasi, dan kepribadiannya (Rakhmat, 2005).

(16)

Diantara pengaruh-pengaruh psikologis ini meliputi rasa membutuhkan, keinginan, perasaan, pendirian, dan asumsi (Severin, 2008).

Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang perlu diperhatikan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara subtansi bisa sangat berbeda dengan realitas (Setiadi, 2008).

Aspek sosial persepsi berperan penting dalam perilaku seseorang. Persepsi sosial berhubungan dengan bagaimana individu menanggapi individu lain. Karakteristik penilai dan orang yang dinilai menunjukkan kompleksitas persepsi sosial. Seseorang harus menyadari bahwa persepsi mereka terhadap seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik mereka sendiri dan karakteristik orang lain (Luthans, 2006).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku (overt behavior) kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni (Notoatmodjo, 2003):

1) Tindakan (Praktek) sehubungan dengan penyakit, tindakan ini mencakup: pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit.

(17)

3) Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan.

Tindakan sehubungan dengan penyakit yang mencakup pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit dalam hal ini adalah penyakit diare, dapat dilakukan tindakan pencegahannya sebagai berikut: (1) penggunaan dot dan botol susu yang steril; (2) mencuci tangan dengan sabun; (3) menggunakan air bersih yang cukup; (4) berdasarkan rangkaian penjelasan di atas, maka sangat penting dikaji persepsi ibu mengenai pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare (melalui ukuran tujuan program, kegiatan program, pemantauan dan penilaian program). Berdasarkan teori persepsi, maka pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare dapat dikategorikan sebagai rangsangan. Selanjutnya, dampak dari persepsi adalah bentuk atau tingkat tindakan ibu, dalam konteks penelitian ini adalah tindakan ibu melakukan pencegahan penyakit diare pada balita (meliputi: tindakan penyembuhan penyakit dalam hal ini adalah tatalaksana diare di rumah tangga, dapat dilakukan tatalaksananya sebagai berikut: (1) mencegah terjadinya dehidrasi; (2) pemberian ASI (susu formula)/makanan; dan (3) membawa penderita ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2007). Pemberian air susu ibu, pemberian makanan pendamping ASI, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan air bersih yang cukup, penggunaan jamban, membuang tinja balita, imunisasi campak.

G. Tingkat Pendidikan

(18)

bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan pengajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Ikhsan, 2005).

1. Pendidikan dasar

Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan dasar adalah sekolah dasar.

2. Pendidikan menengah

(19)

kejuruan diselenggarakan untuk memasuki lapangan kerja atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Tingkat pendidikan menengah adalah SMP,SMA dan SMK.

3. Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan senidalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan tinggi terdiri dari Strata 1, Strata 2, Strata 3 (Ikhsan, 2005).

H. Sosial Ekonomi

(20)

orang lain; (3) sumber daya ekonomi yang berbeda; (4) tingkat kekuasaan untuk mempengaruhi institusi masyarakat. Perbedaan dalam kemampuan mengontrol sumber daya dan berpartisipasi dalam ganjaran masyarakat menghasilkan kesempatan yang tidak setara.

Suryani (2006), menyatakan bahwa kondisi ekonomi adalah keadaan atau kenyataan yang terlihat atau terasakan oleh indra manusia tentang keadaan orang dan kemampuan orang dalam memenuhi kebutuhannya. Kondisi ekonomi meliputi: tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan pemenuhan kebutuhan hidup serta kepemilikan harta yang bernilai ekonomi.

(21)

I. Kerangka Teori

Gambar 3.1 Kerangka teori modifikasi menurut Notoatmodjo, 2010, Sntrock, 2007 dan Setiadi, 2008.

Faktor Predisposisi : - Persepsi

- Tingkat pengetahuan - Tingkat pendidikan - Keyakinan

- Nilai

Faktor pendukung : - Sosial ekonomi - Fasilitas

- Ketersediaan sumber-sumber

- Keadaan wilayah

Faktor pendorong :

- Perilaku petugas atau kader

- Sikap keluarga - Sikap tetangga

(22)

J. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya banyak faktor yang mempengaruhi kejadian dehidrasi pada anak yang menderita penyakit diare. Dalam penelitian ini tidak semua faktor diteliti, faktor-faktor yang akan diteliti adalah faktor predisposisi persepsi dan tingkat pendidikan, dan faktor pendukung sosial ekonomi dalam penanganan pertama balita diare di rumah. Pada penelitian ini persepsi, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi dalam menangani kasus diare pada balita di rumah merupakan variabel bebas (independent variable), sedangkan penanganan ibu di rumah pada balita diare merupakan variabel terkait (dependent variable).

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Persepsi, Tingkat Pendidikan, dan Sosial Ekonomi dengan Penanganan Pertama Diare pada Balita di rumah

(Notoatmodjo, 2010 & Sntrock, 2007) Persepsi ibu dalam

penanganan pertama balita diare di rumah

Tingkat pendidikan Ibu

Sosial ekonomi keluarga

(23)

K. Hipotesis

Berdasarkan rumusan tujuan penelitian, maka hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara persepsi dengan penanganan pertama ibu dalam mengenai balita diare di rumah.

Gambar

Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja
Tabel 2.2 Skor Maurice King (Juffrie & Mulyani, 2011).
Tabel 2.3 pemberian oralit (juffrie & Mulyani, 2011).
Gambar 3.1 Kerangka teori modifikasi menurut Notoatmodjo, 2010,
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa persepsi ibu tentang kerentanan terhadap pencegahan penyakit diare mempunyai pengaruh

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN TINDAKAN IBU TENTANG PENCEGAHAN DIARE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI POSYANDU DESA NATAR.. KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

Dalam pasal tersebut dikata kan: “Satuan Reserse Kriminal yang selanjutnya disingkat Sat Reskrim adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi reserse kriminal pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit diare dengan perilaku ibu dalam mengatasi dan mencegah

Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses , sedangkan diare akut sendiri didefinisikan dengan

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang spesifik. 2) Jelaskan pathofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan

Cara sederhana yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit adalah pemahaman tentang pencegahan penyakit merupakan faktor penting untuk mencapai hidup sehat yang dibangun

Pada pencegahan demam tifoid, pengetahuan yang harus dimiliki oleh Ibu adalah : (1) pengetahuan tentang vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari