• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONTRIBUSI BEBAN GLIKEMIK MAKANAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN GIZI LEBIH PADA REMAJA DI SMP FULL DAY SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONTRIBUSI BEBAN GLIKEMIK MAKANAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN GIZI LEBIH PADA REMAJA DI SMP FULL DAY SURABAYA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

66

PADA REMAJA DI SMP FULL DAY SURABAYA

Nurul Hanifah1, Triska Susila Nindya2

1Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Airlangga, Surabaya

2Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK

Gizi lebih terjadi karena pola makan berlebihan dan kurang beraktivitas fi sik. Beban glikemik pangan memegang peranan penting dalam kejadian gizi lebih karena dapat menaikkan gula darah dengan cepat. Beban glikemik ini dapat memberi dampak terhadap rasa kenyang dan lapar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontribusi beban glikemik makanan dan aktivitas fi sik terhadap kejadian gizi lebih pada remaja. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan studi case control. Populasi penelitian adalah semua siswa yang berumur 12–14 tahun di SMP Islam Al-Azhar 13, SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading dan Sekolah Alam Insan Mulia. Sampel penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kasus memiliki IMT/U > 1 SD sampai dengan > 3 SD, sedangkan kelompok kontrol dengan kriteria memiliki IMT -2 SD sampai dengan 1 SD. Besar sampel sebanyak 70 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Data dianalisis dengan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan status gizi adalah tingkat konsumsi energi (p = 0,004, OR = 5,06, 95% CI = 1,79 < OR < 14,31), tingkat konsumsi protein (p = 0,020, OR = 5,57, 95% CI = 1,41 < OR < 21,99), beban glikemik (p = 0,007, OR = 4,5, 95% CI = 1,59 < OR < 12,66) dan aktivitas fi sik (p = 0,042, OR = 3,37, 95% CI = 1,164 < OR < 9,744). Besarnya beban glikemik makanan dan tingkat aktivitas fi sik berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih. Pencegahan yang dapat dilakukan remaja adalah menjaga pola makan dengan memperhatikan beban glikemik dan mengubah kebiasaan hidup santai dengan berolahraga secara rutin selama 60 menit setiap hari.

Kata kunci: gizi lebih, beban glikemik, aktivitas fi sik dan remaja ABSTRACT

Over consumption and lack of physical activity lead to overweight and obesity. Glycemic load plays an important role in overweight and obesity because it can increase blood glucose rapidly. It will bring impact on catisfy feeling. The aim of this study was to assess glycemic load and physical activity level to nutrition status in adolescent. This research was an observational analytic study with case control design. Population was all student aged 12–14 year at SMP Islam Al-Azhar 13, SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading and Insan Mulia school. The sample was devided in two groups, criteria for case group was BMI for Age > 1 SD up to > 3 SD, whereas criteria control group and BMI for Age -2 SD up to 1 SD. The sample size used in case and control group was 35 people respectively and it selected with simple random sampling technique. Chi square test was performed to determine the correlation between independent and dependent variable. The result showed that variables in correlation with overweight status in full day junior high school Surabaya were energy level (p= 0.004, OR = 5.06, 95% CI = 1.79 < OR < 14.31), protein intake (p = 0.02, OR=5.57, 95% CI = 1.41< OR < 21.99), glycemic load (p = 0.007, OR = 4.5, 95% CI= 1.59 < OR < 12.66) and physical activity level (p = 0.042, OR = 3.37, 95% CI = 1.164 < OR < 9.744). The study conclude that there were correlation between glycemic load and physical activity level to overweight or obesity. Eating healthy diet that considered glycemic load and changing sedentary lifestyle with doing some exercise regularly at least 60 minute/day will help to prevent the overweight or obesity.

Keywords: overweight, glicemic load, phisycal activity and adolescent PENDAHULUAN

Masalah gizi lebih terjadi baik di negara maju dan negara berkembang sebagai dampak keberhasilan di bidang ekonomi. Almatsier

(2003) menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan masyarakat di perkotaan menyebabkan perubahan gaya hidup. Gizi lebih terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk

(2)

ke dalam tubuh dengan energi yang dikeluarkan (Arisman, 2004). Dampak terjadinya gizi lebih dapat meningkatkan penyakit degeneratif misalnya diabetes mellitus 2, hipertensi, kanker dan penyakit kardiovaskuler. Dampak lainnya adalah keletihan, rendah diri dan depresi (Barasi, 2007).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 (Departemen Kesehatan RI, 2007) prevalensi gizi lebih pada remaja usia 12–14 tahun di Jawa Timur pada remaja laki-laki sebanyak 11,1%, sedangkan pada remaja perempuan sebanyak 6,5%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi lebih (overweight) pada remaja usia 13–15 tahun di propinsi Jawa Timur sebesar 2%. Prevalensi gizi lebih di Surabaya tahun 2007 pada remaja laki-laki sebesar 17,4% sedangkan pada remaja perempuan sebesar 8,2%.

Masalah gizi lebih terjadi karena multifaktorial antara lain faktor genetik, pola makan berlebihan, kurang beraktivitas fisik, faktor psikologi dan lingkungan (Santoso, 2003). Pola makan berkarbohidrat tinggi dapat memicu terjadinya overweight. Makanan sumber karbohidrat dapat dikelompokkan berdasarkan indeks glikemik (GI). Makanan GI tinggi menyebabkan peningkatan glukosa darah dengan cepat dan mempengaruhi rasa lapar. Rasa lapar ini yang menyebabkan makan terus menerus dan terjadi penimbunan lemak akibat asupan makanan yang berlebihan (Shreeve, 2005). Mengonsumsi karbohidrat kompleks, tingkat insulinnya meningkat dan turun secara bertahap, sedangkan mengonsumsi karbohidrat sederhana seperti kudapan manis dan coke, tingkat insulinnya meningkat dan menurun secara cepat (Santrock, 2003).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di beberapa Sekolah Menegah Pertama (SMP) full day, yaitu SMP Islam Al-Azhar, SMP Islam Al-Azhar Kelapa Gading dan Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya, menunjukkan bahwa kejadian gizi lebih yang terjadi adalah sebanyak 42 orang yang terdiri dari kelas 7 dan kelas 8 atau sebesar 31%. Kejadian gizi lebih (overweight) terjadi pada siswa laki-laki sebanyak 32 orang (76,20%) sedangkan pada siswa perempuan sebanyak 10 orang (23,80%).

Golongan remaja merupakan kelompok yang perlu diperhatikan dalam pola konsumsi

makanannya. Selain masih dalam proses pertumbuhan dan pengenalan lingkungan serta dirinya, mereka termasuk kelompok yang rawan terhadap pengaruh makanan dan minuman modern. Mereka biasanya lebih memilih makanan kudapan serta makanan tinggi energi dan lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kadang kala mereka memiliki pola makan yang tidak teratur yang biasanya ditentukan sendiri oleh keinginanya sendiri tanpa memperhatikan keseimbangan gizi (Suhendra, 2002). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontribusi beban glikemik makanan dan aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada remaja.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancang bangun penelitian adalah case control. Sampel penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kriteria sampel kelompok kasus adalah siswa yang berumur 12–14 tahun, memiliki IMT/U > 1 SD sampai dengan > 3 SD. Kriteria sampel kelompok kontrol adalah siswa yang berumur 12–14 tahun, memiliki IMT/U -2 SD sampai dengan 1 SD. Besar sampel dalam penelitian didapatkan 70 orang, yang terdiri dari 35 orang responden kelompok kasus dan 35 orang responden kelompok kontrol (Lemeshow dan Lwanga, 1998). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Al-Azhar 13, SMP Islam Al-Al-Azhar Kelapa Gading dan Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya. Penelitian ini dimulai bulan April-Juni 2011. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, form food recall, form activity record dan berbagai alat bantu bathroom scale dan microtoise.

Variabel independen yaitu usia, jenis kelamin, besar uang saku, aktivitas fi sik, pola konsumsi makanan, beban glikemik, tingkat konsumsi zat gizi (energi, karbohidrat, lemak dan protein) sedangkan variabel dependent adalah gizi lebih.

Karakteristik responden (besar uang saku) dikelompokkan berdasarkan besarnya rata-rata. Aktivitas fi sik dikategorikan menjadi tiga kelompok, pengambilan data aktivitas fi sik dengan

(3)

menggunakan form activity record. Pengukuran aktivitas fi sik dilakukan selama 2 kali kemudian dikategorikan berdasarkan Physical Activity Level (PAL) dan dianalisis antara responden kelompok kasus dan kelompok kontrol menggunakan uji statistik Chi Square dengan α = 5% dan didapatkan Odd Ratio (OR). Data beban glikemik diperoleh dengan cara mengalikan indeks glikemik makanan (%) dengan total karbohidrat dalam makanan. Beban glikemik dikategorikan menjadi dua kelompok berdasarkan rata-rata dan dianalisis antara responden kelompok kasus dan kelompok kontrol menggunakan uji statistik Chi Square dengan α = 5% dan didapatkan Odd Ratio (OR). Tingkat konsumsi diperoleh dengan menggunakan form food recall 24 hours, dilakukan selama 2 kali pengukuran. Tingkat konsumsi energi responden dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004, sedangkan tingkat konsumsi karbohidrat, lemak dan protein dibandingkan dengan menu seimbang, kemudian dianalisis antara responden kelompok kasus dan kelompok kontrol

menggunakan uji statistik Chi Square dengan

α = 5% dan didapatkan Odd Ratio (OR). HASIL PENELITIAN

Distribusi karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin dan uang saku dapat dilihat pada Tabel 1.

Sebagian besar responden kelompok kasus berumur 13 tahun sebanyak 17 orang (48,6%) sedangkan sebagian besar responden kelompok kontrol berumur 14 tahun sebanyak 16 orang (45,7%). Sebagian besar responden kelompok kasus berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (71,4%) sedangkan sebagian besar responden kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 orang (60%). Sebagian besar responden kelompok kasus memiliki uang saku sebesar ≤ Rp11.000 sebanyak 28 orang (80%), sedangkan sebagian besar responden kelompok kontrol memiliki uang saku sebesar ≤ Rp11.000 sebanyak 26 orang (74,3%).

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di SMP Full Day Surabaya Tahun 2011

Variabel Klasifi kasi Kasus Kontrol

n % n %

Umur 12 tahun 10 28,6 7 20

13 tahun 17 48,6 12 34,4

14 tahun 8 22,9 16 45,7

Jenis Kelamin Laki-laki 25 71,4 21 60

Perempuan 10 28,6 14 40

Uang Saku ≤ Rp11.000 28 80 26 74,3

> Rp11.000 7 20 9 25,7

Tabel 2. Distribusi Tingkat Konsumsi Responden di SMP Full Day Surabaya Tahun 2011

Variabel Klasifi kasi Kasus Kontrol p value OR

n % n %

Energi < AKG 27 77,1 14 40 0,004 5,06

Sesuai AKG 8 22,9 21 60

Karbohidrat Tidak seimbang 19 54,3 17 48,6 0,811

Seimbang 16 45,7 18 51,4

Lemak Tidak seimbang 31 88,6 28 80 0,511

Seimbang 4 11,4 7 20

Protein Tidak seimbang 12 34,3 3 8,6 0,020 5,57

Seimbang 23 65,7 32 91,4

Susunan Menu Seimbang Tidak seimbang 34 97,1 28 80 0,06

(4)

Distribusi responden menurut tingkat konsumsi zat gizi (energi, karbohidrat, lemak dan protein) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tingkat konsumsi energi sebagian besar responden kelompok kasus tergolong kurang dari AKG sebanyak 27 orang (77,1%) sedangkan tingkat konsumsi energi sebagian besar responden kelompok kontrol tergolong sesuai AKG sebanyak 21 orang (60%). Tingkat konsumsi karbohidrat sebagian besar responden kelompok kasus tergolong tidak seimbang sebanyak 19 orang (54,3%) sedangkan tingkat konsumsi karbohidrat sebagian besar responden kelompok kontrol tergolong seimbang sebanyak 18 orang (51,4%). Tingkat konsumsi lemak sebagian besar responden kelompok kasus tergolong tidak seimbang sebanyak 31 orang (88,6%) sedangkan tingkat konsumsi lemak sebagian besar responden kelompok kontrol tergolong tidak seimbang sebanyak 28 orang (80%). Tingkat konsumsi protein sebagian besar kelompok kasus tergolong seimbang sebanyak 23 orang (65,7%) sedangkan tingkat konsumsi protein sebagian besar kelompok kontrol tergolong seimbang sebanyak 32 orang (91,4%). Tingkat konsumsi menurut menu seimbang sebagian besar responden kelompok kasus tergolong tidak seimbang sebanyak 34 orang (97,1%) sedangkan tingkat konsumsi menurut gizi seimbang sebagian besar kelompok kontrol tergolong tidak seimbang sebanyak 28 orang (80%).

Distribusi beban glikemik dan tingkat aktivitas fisik makanan responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Sebagian besar responden kelompok kasus memiliki beban glikemik diatas rata-rata (> 181,44) sebanyak 20 orang (57,1%) sedangkan sebagian besar responden kelompok kontrol memiliki beban glikemik di bawah rata-rata (≤ 181,44) sebanyak

27 orang (77,1%). Tingkat aktivitas fi sik sebagian besar responden kelompok kasus tergolong ringan sebanyak 28 orang (80%) sedangkan tingkat aktivitas fisik responden kelompok kontrol tergolong ringan sebanyak 19 orang (54,3%). PEMBAHASAN

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan yang pesat, perubahan kematangan fisiologis dan pertambahan berat badan karena adanya perubahan otot pada remaja putra dan penambahan lemak pada remaja putri. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden kelompok kasus dan kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki. Konsumsi gizi pada remaja dipengaruhi oleh kebutuhan, tingkat pertumbuhan dan tingkat olahraga remaja. Remaja putra memiliki kebutuhan energi yang lebih besar daripada remaja putri (Aryani, 2010).

Besar uang saku akan mempengaruhi frekuensi jajan pada remaja usia sekolah. Banyak jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan. Sebagian besar makanan jajanan hanya mengandung karbohidrat yang dapat menimbulkan rasa kenyang (Khomsan, 2002). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden kelompok kasus dan kontrol memiliki uang saku harian di bawah rata-rata (≤ Rp. 11.000).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi (energi dan protein), beban glikemik dan aktivitas fi sik dengan status gizi responden. Kekurangan energi dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara konsumsi energi melalui makanan dengan energi yang dikeluarkan. Pada usia remaja, energi dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan Tabel 3. Distribusi Beban Glikemik Makanan dan Tingkat Aktivitas Fisik Responden di SMP Full DaySurabaya Tahun 2011

Variabel Klasifi kasi Kasus Kontrol

n % n % p value OR

Beban glikemik > 181,44 20 57,1 8 22,9 0,007 4,5

≤ 181, 44 15 42,9 27 77,1

Aktivitas fi sik Ringan 28 80 19 54,3 0,042 3,37

(5)

sebagai sumber energi dalam melakukan berbagai aktivitas. Almatsier (2003) menjelaskan bahwa remaja yang mengonsumsi energi lebih sedikit dari yang dibutuhkan dapat menghambat pertumbuhan dan dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Makanan-makanan yang kaya protein adalah makanan kaya akan lemak yang menyumbang peningkatan berat badan disertai dengan risiko kesehatan yang dapat terjadi seperti obesitas. Dalam penelitian ini beban glikemik berhubungan dengan kejadian gizi lebih, hal ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu menyatakan bahwa dengan menurunkan beban glikemik dalam pola makan lebih efektif menurunkan berat tubuh dan lemak tubuh dibanding dengan pola makan yang rendah lemak (McMillan-Price dan Brand-Miller, 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa sekelompok laki-laki yang diberi perlakuan diet rendah indeks glikemik akan terjadi penurunan lemak tubuh sebesar 0,7 kg dibanding dengan yang diberi perlakuan diet tinggi indeks glikemik selama 5 minggu (Sloth dan Astrup, 2006).

Rimbawan (2004) menyatakan bahwa kebiasaan hidup santai dan kemudahan dalam hal transportasi serta kecanggihan alat dapat menurunkan aktivitas fi sik yang berarti energi yang digunakan sangat sedikit sedangkan energi yang ditimbun dalam tubuh semakin banyak. Penelitian sebelumnya menunjukkan kebiasaan hidup santai berhubungan dengan meningkatnya berat badan tubuh dan meningkatkan lemak tubuh (Elgar et al., 2005).

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan tingkat konsumsi (karbohidrat dan lemak), susunan menu seimbang, kebiasaan olahraga dan lamanya menonton TV dengan status gizi responden. Karbohidrat dalam pengklasifi kasiannya dibagi menjadi dua golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks (Almatsier, 2003). Peneliti psikologi kesehatan Amerika mengemukakan bahwa mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks dapat memperlambat rasa lapar dibanding dengan mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat sederhana, sehingga dapat mengurangi makan secara berlebihan (Santrock, 2003).

Tidak semua lemak dapat berpengaruh buruk terhadap tubuh, terdapat golongan lemak yang baik yaitu golongan lemak tidak jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah dan menaikkan kadar high density lipoprotein (HDL) (Rimbawan, 2004). Menurut Barasi (2007), lemak dalam jumlah tertentu sekitar 30% dari energi total diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh dengan baik.

Besar energi yang masuk ke dalam tubuh berasal dari tiga zat gizi yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Besarnya komposisi ketiga zat gizi tersebut merupakan komposisi dari energi total sehari. Tingkat konsumsi zat gizi seseorang yang sesuai dengan menu seimbang dapat mencukupi kebutuhan energinya. Besarnya energi yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan tubuh akan menghasilkan keseimbangan dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya gizi lebih.

Tidak adanya keterkaitan antara kebiasaan olahraga dan status gizi dalam penelitian ini dapat disebabkan kebiasaan olahraga tidak dispesifi kkan dalam 4 aspek yang meliputi tipe, frekuensi, durasi dan intensitas fi sik. Melakukan aktivitas fi sik perlu memperhatikan 4 aspek yaitu tipe, frekuensi, durasi dan intensitas aktivitas fi sik. Olahraga yang efektif dilakukan secara teratur minimum 30 menit/hari (Rimbawan, 2004).

Kegiatan berolahraga dapat membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi tinggi tanpa diimbangi dengan aktivitas fi sik akan memudahkan seseorang menjadi gemuk. Masti (2009) menyebutkan bahwa keadaan modernisasi menyebabkan segala urusan dimudahkan dengan fasilitas teknologi yang dapat berakibat pada terbatasnya gerak dan aktivitas, sehingga hidup terasa lebih santai.

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian di China yang menunjukkan hasil bahwa anak yang menonton TV 3 jam/hari lebih berisiko terkena obesitas dibanding dengan anak yang menonton TV kurang dari 3 jam/hari (Elgar et al., 2005). Penelitian di Yogyakarta juga menunjukkan adanya hubungan menonton TV dengan kejadian obesitas. Remaja yang menonton TV selama 5 jam/hari berisiko mengalami obesitas 2,2 kali lebih besar dari pada remaja yang menonton TV selama 2 jam/hari (Huriyati, 2004).

(6)

Dalam penelitian ini, sebagian besar waktu responden dihabiskan untuk kegiatan di sekolah dan belajar karena waktu belajar mengajar di sekolah tersebut berakhir hingga sore hari. Responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol lebih banyak menonton TV kurang dari 3 jam/hari dibanding yang menonton TV lebih dari 3 jam/hari.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa ada hubungan antara beban glikemik makanan dan tingkat aktivitas fi sik terhadap gizi lebih pada remaja.

SARAN

Dengan demikian, pencegahan masalah gizi lebih disarankan kepada remaja untuk menjaga pola makanan dengan memperhatikan beban glikemik makanan. Mengonsumsi makanan rendah indeks glikemik seperti sayur-sayuran, golongan biji-bijian utuh (gandum) dapat menunda rasa lapar dan mengendalikan nafsu makan. Selain menjaga pola makanan, remaja sebaiknya melakukan aktivitas fisik baik di lingkungan sekolah dan di lingkungan luar sekolah secara rutin selama 60 menit setiap hari. Di dalam lingkungan sekolah, remaja dapat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler terutama kegiatan olahraga.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakata: Buku Kedokteran ECG.

Aryani, R. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusi. Jakarta: Salemba Medika.

Barasi, M. 2007. Nutrition at Glance. Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Timur. Jakarta.

Elgar, F.J., Roberts, C., Moore, L., Tudor-Smith, C. 2005. Sedentary Behaviour, Physical Activity and Weight Problem in Adolescents in Wales. Journal of The Royal Institute of Public Health 119: 518–524.

Huriyati, Hadi. 2004. Aktivitas Fisik pada Remaja SLTP Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul Serta Hubungannya dengan Kejadian Obesitas. Jurnal Klinik Indonesia Volume 1(2).

Khomsan, A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lemeshow, S., Lwanga, S.K. 1998. Adequency of Sample Size in Health Studies. Geneva: John Wiley and Sons on Behalf of the World Health Organization.

Masti, S. 2009. Keragaman Status Gizi, Aktivitas Fisik, Konsumsi Pangan serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian: 20–21.

McMillan-Price, J dan Brand-Miller, J. 2006. Low-Glycaemic Index Diets and Body Weight Regulation. International Journal of Obesity 30: S40–S46.

Rimbawan, Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Depok: Penebar Swadaya.

Santoso, H. 2003. Obesitas Bukan Lagi Tanda Kemakmuran. Yogyakarta: Kanisius.

Santrock, J. 2003. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Shreeve, C. 2005. Makanan Pembakar Lemak. Jakarta: Erlangga.

Sloth, B dan Astrup, A. 2006. Low Glycemic Index Diets and Body Weight. International Journal of Obesity 30: S47–S51.

Suhendra, R. 2002. Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik pada Remaja SMU Berstatus Gizi Lebih di Kota Mataram. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Gambar

Tabel 2.  Distribusi Tingkat Konsumsi Responden di SMP Full Day Surabaya Tahun 2011
Tabel 3.  Distribusi Beban Glikemik Makanan dan Tingkat Aktivitas Fisik Responden di SMP Full Day Surabaya Tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

MERUJUK Pernyataan Kehendak antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Republik Indonesia dan Pemerintah Rakyat Kota Jinan, Provinsi Shandong,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di masa produksi kopra yang begitu massif, kelapa menjadi komoditi yang disembah bagi masyarakat Selayar dan memiliki makna

Terdiri atas pusat-pusat permukiman, baik yang bersifat desa urban dan desa rural yang terletak di wilayah bagian timur Kabupaten Sarolangun, yang akan berorientasi ke kota Pauh

sebagai Pribadi yang berbeda dengan manusia akan senatiasa berada dalam hubungan

Effect of pH and Storage Temperatures on Antibacterial Activity of Bacteriocin Produced by Lactic Acid Bacteria Isolated from OGI.. British Microbiology

b) Financial ratio analisys , yaitu analisa dengan cara mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca.. atau laporan laba rugi untuk

Results from feature reduction analyses suggested that four spectral regions were important for wetland species discrimination. In terms of feature reduction