• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERAT ISMAIL DAN JAKA MAIL: SUATU PERBANDINGAN TEKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SERAT ISMAIL DAN JAKA MAIL: SUATU PERBANDINGAN TEKS"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SERAT ISMAIL DAN JAKA MAIL:

SUATU PERBANDINGAN TEKS

Skripsi

diajukan untuk melengkapi

persyaratan mencapai gelar

Sarjana Humaniora

Oleh:

NOPIANTI

0704020229

PROGRAM STUDI JAWA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2008

(2)

SERAT ISMAIL DAN JAKA MAIL:

SUATU PERBANDINGAN TEKS

SKRIPSI

Oleh:

NOPIANTI

0704020229

PROGRAM STUDI JAWA

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2008

(3)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya seiring terselesaikannya skripsi ini.

Betapa daya dan usaha tiada guna bila tanpa izin-Nya dan kehendak-Nya. Skripsi

yang berjudul Serat Ismail dan Jaka Mail: Suatu Perbandingan Teks ini adalah

untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi persyaratan guna mencapai gelar

Sarjana Humaniora pada Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia.

Berbagai hambatan, keterbatasan dan kemampuan penulis menyebabkan

penulis sering menemukan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak,

akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan juga. Oleh karena itu, pada kesempatan

yang berbahagia ini dengan keikhlasan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Murni Widyastuti, M.Hum., selaku dosen pembimbing filologi yang

selaku membina, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menyusun

skripsi ini. “Maaf ya bu, kalau janjian ndak pernah pas waktunya.”

2. Amyrna Leandra Saleh, M.Hum., selaku dosen pembimbing sastra yang

dengan teliti dan sabar membina penulis dalam menyusun skripsi ini.

“Makasi bu bantuan penyusunan kalimatnya.”

3. Darmoko, M.Hum., selaku Koordinator Program Studi Jawa, Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

4. Nanny Sri Lestari, M.Hum., dan Dyah Widjayanti, M.Hum., selaku

penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis

mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia.

5. Dr. Bambang Wibawarta, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya, Universitas Indonesia.

6. Dr. Titik Pudjiastuti, selaku ketua sidang dalam pelaksanaan pengujian

skripsi. “Makasi bu atas saran dan kritik yang diberikan.”

7. Novika Stri Wrihatmi, M.Hum., selaku panitera dalam pelaksanaan

pengujian skripsi. “Makasi untuk semuanya ya Teh Novi, hehehe”

(4)

8. Munawar Holil, M.Hum., selaku pembaca dalam pelaksaan pengujian

skripsi. “Maaf Kang Mumu, merepotkan harus membaca tugas akhir

Opie.”

9. Ibu dan bapak dosen pengajar Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Berkat mereka, penulis

semakin bertambah wawasan dan memahami studi Jawa.

10. Keluarga tercinta, Mamah, Bapak, Teh Neneng, Teh Yuyun, ade yang

gendut, Wanti atas doa dan semua bantuannya yang tak terhingga. “Mah,

akhirnya Opie lulus juga.”

11. Resta Agung Susilo, atas bantuan jasa dan peminjaman sarana

elektroniknya. “Makasi ndol, bantuannya, hehehe”

12. Seluruh teman-teman angkatan 2004: Exa, Tia, Dipi, Vivi, Siwi, Agnes,

Tika, Rini, Astri, Shinta, Feny, Ajie, Oscar, Singgih, Rizki, Yudi, Jc,

Bayu, Otien, Eko, dan Pino. Teman-teman satu peminatan filologi Mba

Nur, Ari dan Icha. “Ayo berjuang, kapan kalian menyusul daku? hehehe”.

Untuk Joko, “thanx buat saran dan kritknya di detik-detik terakhir.”

13. Staf Perpustakaan Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,

khususnya Mas Rusdi, Mas Hari.

14. Seluruh teman-teman angkatan 2004 program studi lain.

Semoga mereka tercatat sebagai pembawa amal shaleh yang tak pernah

putus. Robbana slamatan fidduniah wal akhiroh, amin ya robbal alamin.

Penulis sangat menyadari bahwa tulisan ini baru merupakan kulit luarnya

saja, belum menyentuh kepada isinya apalagi akarnya. Oleh karena itu, hadirnya

saran dan kritik sangat penulis harapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca.

Depok, Juli 2008

(5)

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR

i

ABSTRAK

iii

DAFTAR ISI

iv

BAB

1

PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan

Masalah

5

1.3 Tujuan

Penelitian

5

1.4 Metodologi

Penelitian

5

1.5 Sistematika

Penulisan

6

BAB

2

KHAZANAH

NASKAH

7

2.1

Inventarisasi

Naskah

7

2.2

Deskripsi

Naskah

8

2.2.1 Naskah A (Serat Ismail)

8

2.2.2 Naskah B (Jaka Mail)

13

BAB III PERBANDINGAN TEKS

20

3.1 Perbandingan Tembang

20

3.2 Perbandingan Cariyos

24

3.2.1

Alur

24

3.2.2

Tokoh

54

BAB IV SIMPULAN

64

DAFTAR

PUSTAKA 67

(6)

LAMPIRAN

Ringkasan Cerita

Ringkasan

cerita

Serat Ismail

Ringkasan

cerita

Jaka Mail

Alih Aksara

Alih

aksara

Serat Ismail

Alih

aksara

Jaka Mail

(7)

ABSTRAK

Nopianti. Serat Ismail dan Jaka Mail: Suatu Perbandingan Teks, di bawah

bimbingan Murni Widyastuti, M.Hum., dan Amyrna Leandra Saleh, M.Hum.

Skripsi. Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia.

Penelitian ini membahas perbandingan dua teks, yaitu Serat Ismail dan

Jaka Mail. Perbandingan teks ini difokuskan pada alur cerita dan tokoh dari kedua

naskah. Permasalahan dari penelitian ini melihat persamaan dan perbedaan teks

yang difokuskan pada alur dan tokoh yang dihadirkan kedua teks tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dalam penyajian peritiwa

penting dan perbedaan dalam penyajian detail-detail peristiwa dari kedua teks.

Dari hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan kedua penulis menyalin

dari sumber yang berbeda. Namun secara keseluruhan, alur utama, tokoh utama

serta beberapa tokoh bawahan yang dihadirkan sama.

(8)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

tertuang dalam bentuk naskah sejak abad IX

1

. Berkaitan dengan tulisan dalam

bentuk naskah, Saputra (t.t.: 1--2) mengemukakan bahwa naskah dalam

pengertian pengkajian sastra lama berarti tulisan tangan di atas

lembaran-lembaran alas tulis setempat, seperti lontar dan dluwang dengan bahasa dan aksara

setempat, sementara teks adalah isinya. Adapun menurut Robson (1994: 1) naskah

adalah kesusastraan tertulis dalam bentuk buku tulisan tangan yang dipergunakan

untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting.

Menurut Baried dkk. (1985: 55) naskah adalah semua bahan tulisan tangan

yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya

masa lampau. Dapat dikatakan naskah adalah benda konkret yang dapat dilihat

dan dipegang. Teks yang ditulis dalam bentuk naskah sangat beragam isinya,

antara lain religi, sejarah, ilmu pengetahuan, kemanusiaan, kesenian,

undang-undang, foklor, adat istiadat dan susastra.

2

Teks naskah dalam khazanah kesusastraan, khususnya Jawa, dapat dibagi

dalam periode-periode. Menurut Pigeaud (1967) kesusastraan Jawa dapat dibagi

dalam 4 periode, yaitu (1) periode sebelum Islam, dimulai sekitar tahun 900-1500

1

.Zoetmulder (1985: 21). Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.

2

Pigeaud (1967: 2). Literature of Java Volume. I. Sinopsis of Javanese Literature. Leiden: The

(9)

M. Pada masa ini disebut juga masa Jawa Kuno. Umumnya naskah-naskah ini

ditulis di Jawa Timur, di wilayah sekitar Sungai Brantas. (2) periode Jawa-Bali,

periode ini sekitar tahun 1500 M. Sejak abad XIII bahkan lebih tua, karya-karya

Bali mendapatkan pengaruh dari Jawa Timur. Di kerajaan Bali Selatan, pada masa

pemerintahan raja Gelgel dan Klungkung abad XVI dan XVII kesusastraan Jawa

Kuno berkembang menjadi Jawa-Bali dengan karakteristik sendiri. (3) periode

selanjutnya yaitu era Jawa Pesisir, sekitar tahun 1500 M, masa ini hadir pada

pertengahan masa Jawa-Bali. Pada abad XV dan XVI Islam mulai masuk di Pulau

Jawa, sehingga sangat mempengaruhi karya-karya kesusastraan Jawa pada masa

itu. Teks-teks pada era Jawa Pesisir, umumnya ditulis di daerah Jawa Timur, dan

Madura tepatnya di pesantren-pesantren atau kalangan muslim. Terdapat tiga

pusat penulisan masa Jawa Pesisir yaitu Surabaya (Gresik), Demak (Jepara), dan

Cirebon (Banten). Sejak masuknya Islam memberikan pengaruh yang kuat pada

karya-karya di Jawa. (4) periode yang terakhir yaitu era kebangkitan Jawa klasik

sekitar abad VIII dan IX. Pada masa ini kebudayaan berpusat di Surakarta dan

Yogyakarta.

Selain itu pada masa Jawa baru atau masa di mana adanya pengaruh Islam,

terdapat kisah-kisah yang dapat digolongkan ke dalam genre roman. Menurut

Pigeaud (1967: 212), diperkirakan di daerah Pesisir Pantai Utara pulau Jawa

berkembang roman-roman bernafaskan Islam, yaitu sekitar abad XV dan XVI

bersamaan dengan Islam masuk ke Pulau Jawa. Diperkirakan pada masa-masa

tersebut penulis Jawa menggubah cerita atau menyalin kembali cerita–cerita Islam

ke dalam kesusastraan Jawa. Diperkirakan cerita–cerita Islam tersebut masuk ke

(10)

dalam khazanah kesusastraan Jawa melalui kesusastraan Melayu atau langsung

dibawa oleh para pedagang Islam ke Pulau Jawa.

Cerita-cerita yang bernafaskan Islam yang populer di masyarakat Jawa,

antara lain Serat Menak, Ambiya/Anbiya dan Johar Manik. Dalam Literature of

Java (1967: 213) Pigeaud mengemukakan bahwa Serat Menak diperkirakan telah

dikenal di Jawa pada abad XVII. Serat Menak merupakan hasil karya sastra Jawa

yang muncul pada masa masuknya pengaruh Islam ke Jawa.

Menurut Pigeaud (1967: 220) cerita Johar Manik (Jowhar

Manikam-Melayu) adalah roman yang sangat populer di Jawa. Pada tahun 1886, cerita

Johar Manik telah diterbitkan di Semarang. Cerita Johar Manik dalam

kesusastraan Jawa diperkirakan ditulis di daerah Pesisir Timur, yaitu Gresik dan

Madura.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, di samping Serat Menak dan Johar

Manik terdapat sebuah cerita lagi yang juga cukup populer dalam khazanah

kesusastraan Jawa, yaitu Serat Anbiya atau Serat Ambiya. Penyebutan nama Serat

Anbiya atau Ambiya dalam kesusastraan Jawa berasal dari Melayu lama yaitu An

Nabiya yang kemudian disesuaikan dengan pelafalan Jawa menjadi Anbiya atau

lebih sering disebut sebagai Ambiya

3

.

Serat Anbiya merupakan kumpulan cerita–cerita atau urutan para nabi,

buku para nabi atau biasa disebut pula dengan Tapel Adam. Serat Anbiya

3

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kisasu L-Anbiya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(11)

menceritakan para nabi mulai dari Nabi Adam a.s. sampai Nabi Muhammad

SAW, hingga Wali Sanga.

Dari ketiga cerita Islam yang populer tersebut, Serat Menak dan Johar

Manik dapat digolongkan dalam satu jenis (genre) kesusastraan yaitu roman

(Islam). Sementara menurut Pigeaud (1967: 217) Serat Anbiya tidak termasuk

dalam genre yang sama dengan Serat Manik dan Johar Manik. Serat Anbiya

termasuk dalam genre sejarah. Bila dilihat dari pola ceritanya, memang Serat

Menak dan Johar Manik dapat dikatakan memiliki pola cerita yang kurang lebih

sama yaitu menceritakan seorang putra kerajaan yang berkelana dan dalam

pengelanaannya bertemu dengan para wanita dan akhirnya menjadi seorang raja.

Dalam penelitian ini diteliti naskah Jawa, yaitu Serat Ismail dan Jaka

Mail.

4

Kedua cerita tersebut merupakan cerita bernafaskan Islam yang terdapat

dalam khazanah kesusatraan Jawa. Cerita ini dapat digolongkan ke dalam pola

seperti Serat Menak dan Johar Manik. Serat Ismail dan Jaka Mail mengisahkan

tentang seorang laki-laki (Mail) yang mengembara, dalam pengembaraannya ia

bertemu dengan sejumlah wanita dan akhirnya menjadi seorang raja.

Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan, ditemukan naskah dengan

cerita mengenai tokoh Mail sebanyak dua naskah. Dua naskah tersebut merupakan

Koleksi Perpustakaan Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, tetapi

dengan judul yang berbeda yaitu Serat Ismail dan Jaka Mail. Kedua naskah

tersebut ditulis dengan aksara dan bahasa Jawa dalam bentuk macapat

5

.

4

Tokoh utama dalam Serat Ismail dan Jaka Mail tidak sama dengan tokoh Nabi Ismail a.s. putra Nabi Ibrahim a.s.

5

Saputra (2001: 12). Macapat adalah suatu bentuk puisi Jawa yang menggunakan bahasa Jawa baru, diikat oleh persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.

(12)

Penelitian filologis yang dilakukan terhadap kedua naskah ini, yaitu Serat

Ismail dan Jaka Mail, mengacu pada langkah kerja filologi yaitu tahap

perbandingan. Pada penelitian ini berfokus pada perbandingan teks yang dilihat

dari segi tokoh dan alur cerita.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Serat Ismail dan Jaka Mail adalah dua naskah yang mengandung teks

yang berkenaan dengan tokoh Mail. Bagaimanakah perbedaan dan persamaan teks

yang disajikan dalam kedua naskah?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah menyajikan hasil perbandingan teks sehingga

dapat dilihat perbedaan dan persamaan yang muncul dalam Serat Ismail maupun

Jaka Mail.

1.4 METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Baried (1985: 67) untuk meneliti suatu naskah, langkah yang harus

dilakukan, yaitu pengumpulan (inventarisasi) dan mencatat naskah dan teks

cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama. Apabila teks terdapat

dalam jumlah yang banyak, maka perlu dilakukan perbandingan.

Tahap inventarisari dan deskripsi dapat menunjukan apakah objek penelitian

merupakan objek tunggal atau jamak. Objek tunggal tidak memerlukan lagi tahap

perbandingan naskah, sedangkan objek jamak memerlukan perbandingan guna

(13)

melihat sifat teks yang meliputi varian dan versi korpus teks yang menjadi objek

penelitian.

Berdasarkan langkah kerja filologi tersebut maka penelitian ini melakukan

perbandingan naskah dan perbandingan teks

6

. Kriteria yang diperbandingkan

dalam penelitian ini mengacu pada Behrend (1995) meliputi tembang dan cariyos,

atau aspek puisi dan narasi. Dalam penelitian ini hal yang diperbandingkan

difokuskan pada tokoh dan alur peristiwa. Dalam aspek tembang dilihat pola

tembang yang membingkai jalan cerita, sedangkan unsur alur dan tokoh yang

berperan dalam cerita dibandingkan dalam cariyos. Adapun Panuti Sudjiman

dalam bukunya memahami cerita rekaan digunakan dalam penelitian tokoh dan

alur cerita yang diperbandingkan.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika yang disajikan terbagi dalam empat bab. Bab I Pendahuluan

berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian,

dan sistematika penulisan. Bab II Khazanah Naskah berisi inventarisasi naskah

dan deskripsi naskah. Bab III berisi Perbandingan Teks, sedangkan Bab IV berisi

Simpulan dari penelitian ini. Disertai pula lampiran yang berisi ringkasan cerita

dan alih aksara dari kedua teks.

6

Menurut Nabilah Lubis (2001: 76--77) perbandingan teks adalah proses mengolah teks yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan bacaan di antara masing-masing naskah yang diperbandingkan. Perbandingan naskah adalah proses mengolah naskah yang dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan secara fisik naskah yang diperbandingkan. Ciri fisik naskah seperti hal-hal yang diutarakan dalam deskripsi naskah.

(14)

BAB 2

KHAZANAH NASKAH

2. 1 Inventarisasi Naskah

Menurut Baried (1985: 67) langkah pertama dalam penelitian naskah

adalah inventarisasi naskah. Dalam langkah ini yang harus dilakukan adalah

mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang

sama, yang memuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan dan koleksi-koleksi

pribadi.

Inventarisasi naskah Serat Ismail yang berada di dalam negeri ditelusuri

dengan mempergunakan Katalog Sonobudoyo (1990), Katalog Surakarta (1993),

Katalog Mangkunegara (1994), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara, jilid

3A-B, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1997), Katalog Perpustakaan

Nasional (PNRI) (1998), dan Katalog Pakualaman (2005), sedangkan

inventarisasi naskah Serat Ismail yang berada di luar negeri dengan

mempergunakan katalog naskah Literature of Java (1967).

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, naskah Serat Ismail yang

memiliki kemiripan cerita ada dua naskah, yaitu Serat Ismail dan Jaka Mail.

Keduanya merupakan koleksi Perpustakan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia.

(15)

2.2 Deskripsi Naskah

Tahap deskripsi naskah bertujuan untuk memberikan gambaran rinci

kepada pembaca tentang keadaan fisik naskah dan hal-hal lain yang penting

diketahui sehubungan dengan naskah yang menjadi objek penelitian. Tahap ini

terlebih dahulu diawali dengan inventarisasi naskah yang akan diteliti. Proses

penginventarisasian naskah ditelusuri melalui sejumlah katalog.

Deskripsi naskah yang dilakukan terhadap kedua naskah tersebut,

ditekankan pada unsur-unsur yang sama, yaitu bahan, umur, tempat penyalinan,

dan perkiraan penulisan naskah. Deskripsi bahan naskah meliputi sampul, alas

tulis, dan jilid. Perkiraan umur naskah, tempat penulisan dan waktu penulisan

naskah dilihat melalui cap kertas, manggala, kolofon, dan catatan-catatan yang

ada pada naskah. Bahasa, aksara, pada, pupuh, koreksi, rubrikasi, iluminasi, dan

ilustrasi juga dideskripsikan. Keterangan tempat penyimpanan, nomor, judul, dan

keterangan lain mengenai naskah disertakan pula pada bagian ini.

Berikut deskripsi naskah-naskah tersebut:

2.2.1 Naskah A (Serat Ismail)

Naskah A, Serat Ismail dengan nomor naskah NR Thp (Hs Thp) 280,

merupakan koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia. Berdasarkan katalog naskah Serat Ismail merupakan bagian dari cerita

Islam (CI). Jumlah teks pada naskah Serat Ismail ada tiga, yaitu a) Serat Ismail, b)

penjelasan mengenai 20 sifat yang dimiliki oleh Allah SWT dalam ajaran agama

Islam, dan c) urut–urutan nama putra Paku Buwana III. Adapun Serat Ismail

(selanjutnya disingkat dengan SI) ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara

(16)

Jawa yang disajikan dalam bentuk macapat. Dalam naskah ini tidak terdapat

tanggal awal dan akhir penulisan maupun penyalinannya, begitu pula dengan

nama penulis atau penyalinnya.

Ukuran naskah SI adalah panjang naskah 21,8 cm dan lebar naskah 33,7

cm. Ukuran isi

7

naskah dengan panjang isi 17,1 cm sedangkan lebar isi naskah 28

cm. Naskah SI ditulis di atas kertas folio bergaris dengan tinta berwarna hitam.

Penulisan teks dilakukan pada tiap halaman kertas. Pada beberapa bagian halaman

teks terdapat beberapa tulisan yang agak sulit dibaca. Hal tersebut mungkin

disebabkan oleh tinta yang dipergunakan di beberapa halaman menembus dari

halaman satu ke halaman lainnya (mlobor). Penomoran di tengah halaman pada

naskah ini tidak teratur, seperti pada halaman 51 hingga akhir. Awal penulisan

nomor mengulang pada angka 41, tetapi nomor halaman telah diperbaiki dan

diurutkan mengikuti nomor sebelumnya.

Jika melihat keadaan fisik naskah ini dapat dikatakan bahwa kondisi naskah

cukup baik, hanya saja ada beberapa kertas yang berlubang–lubang kecil, seperti

pada bagian bawah halaman naskah. SI terdiri dari 107 halaman, tiap halaman

terdiri dari 35–37 baris, tetapi pada halaman 102 hanya 29 baris. Penulisan

halaman dilakukan secara konsisten, diletakkan pada bagian tengah atas halaman.

Isi cerita mengenai Ismail/Mail dalam naskah ini hanya sampai pada halaman 102,

halaman selanjutnya sudah masuk ke teks yang lain, yaitu keterangan 20 sifat

Allah SWT dalam agama Islam pada halaman 103-105. Teks terakhir mengenai

urut–urutan putra Paku Buwana III pada halaman 106. Pada naskah SI terdapat 3

7

(17)

lembar akhir yang tidak ditulisi teks. Dalam naskah ini, pada bagian awal dan

akhir naskah terdapat 2 lembar kertas pelindung

8

.

Teks SI ini terdiri dari 54 pupuh yang disajikan dalam bentuk macapat,

setiap pergantian pupuh hanya diberi tanda

dan masih

dalam 1 baris dengan kalimat sebelumnya. Pada pergantian pupuh diberi tinta

berwarna merah.

Daftar pupuh SI adalah sebagai berikut:

No PUPUH

No PUPUH

1 Sinom

2 Dhandhanggula

3 Gambuh

4 Asmarandana

5 Pangkur

6 Mijil

7 Kinanthi

8 Mas

Kumambang

9 Pucung

10

Mijil

11 Pangkur

12 Sinom

13 Dhandhanggula

14 Asmarandana

15 Durma

16 Mas

Kumambang

17 Mijil

18 Sinom

19 Dhandhanggula

20 Asmarandana

21 Megatruh

22 Sinom

23 Asmarandana

24 Kinanthi

25 Pangkur

26 Sinom

8

Kertas pelindung adalah kertas pembatas antara cover dengan isi. Biasanya 1 lembar pada bagian awal dan 1 lembar pada bagian akhir.

(18)

27 Durma

28 Pangkur

29 Dhandhanggula

30 Sinom

31 Asmarandana

32 Mijil

33 Sinom

34 Dhandhanggula

35 Asmarandana

36 Sinom

37 Kinanthi

38 Megatruh

39 Mijil

40 Pangkur

41 Dhandhanggula

42 Sinom

43 Mijil

44 Asmarandana

45 Pucung

46 Pangkur

47 Sinom

48 Mijil

49 Sinom

50 Pangkur

51 Dhandhanggula

52 Asmarandana

53 Sinom

54 Dhandhanggula

Naskah SI menggunakan aksara Jawa. Naskah ini ditulis oleh satu orang,

karena dilihat dari jenis tulisan yang sama dari awal hingga akhir teks. Jenis

tulisan dalam naskah ini termasuk dalam jenis tulisan kursif

9

. Dilihat dari ciri–ciri

tulisan dalam naskah ini, agak sulit untuk menentukan kursif lama/kecil atau

kursif baru, karena dapat dikatakan tulisan Jawa cetakan yang secara tegas dapat

9

Pudjiastuti. (2006: 17). Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.

Jenis tulisan kursif atau miring, seperti ciri suku, bentuknya runcing dan panjang ke bawah. Cakra, naik dengan gerakan membentuk bulatan setinggi aksaranya.

(19)

membedakannya

10

. Berdasarkan pepet, suku dan cakra dalam naskah SI jenis

tulisannya dapat digolongkan dalam bentuk kursif.

Dalam naskah ini juga terdapat rubrikasi. Menurut Rujiati (1994: 69)

rubrikasi adalah pewarnaan dengan tinta merah pada kata atau kalimat yang

dianggap penting. Dalam naskah SI kata–kata yang diberikan tinta merah terdapat

pada kata Allah SWT, yang ditulis dengan menggunakan huruf Arab.

Seperti pada contoh potongan teks berikut:

Penjilidan pada naskah ini dengan menggunakan bahan sampul (cover)

kertas tebal (karton) berwarna coklat. Sampul naskah yang dipergunakan SI rapi.

Naskah ini terdiri dari 4 kuras

11

, tetapi pada setiap kuras jumlah kertasnya tidak

sama, kuras pertama 5 lembar kertas folio, kuras kedua 10 lembar dan kuras

ketiga dan keempat terdiri dari 8 lembar kertas folio.

Pada kertas pelindung lembar pertama naskah SI posisi di pojok kanan atas

terdapat tulisan:

Uittreksel Mandrasatra

10

Molen. (hlm. 69). Huruf cetakan Jawa. Perbedaannya dapat dilihat dari bentuknya. Ciri kursif lama/kecil adalah bentuk kursif, ukuran kecil, tanda suku tidak membelok ke bawah, pepet berbentuk bulat yang besar dan terbuka, dan cakra tidak melewati aksara. Adapun ciri-ciri kursif baru adalah ukuran besar dan tebal, pepet berbentuk bulat panjang bukan bulan purnama, cakra lebih besar dan berakhir tepat di atas tinggi aksara.

11

Pudjiastuti. (2006: 14). Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.

Kuras istilah untuk menyebut sejumlah lembar kertas yang dilipat dua dan dijahit tengahnya dengan benang. Bentuknya seperti buku dan dapat menyatakan jumlah halaman.

(20)

Arti dari tulisan tersebut adalah diringkas oleh Mandrasastra. Pada bagian

pojok kiri atas, bertuliskan kode naskah SI.

Hs. ThP. No. 280

Kode naskah ini sesuai dengan kode naskah yang terdapat dalam Katalog

Induk Naskah Nusantara Fakultas Sastra jilid 3A. Di lembar pertama kertas

pelindung naskah SI, pada bagian tengah terdapat tulisan dengan menggunakan

aksara latin:

Serat

Ismail

Surakarta Jan’35

R. M. Admo Sutirto

Seluruh tulisan pada lembar kertas pelindung dengan menggunakan aksara

latin. Naskah SI juga sudah dibuat dalam bentuk mikrofilm dengan nomor

Rol.117.03.

2.2.2 Naskah B (Jaka Mail)

Naskah B dengan nomor naskah NR Thp (Hs Thp) 286, Jaka Mail,

merupakan koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas

Indonesia. Berdasarkan katalog naskah Jaka Mail merupakan bagian dari cerita

Islam (CI). Teks dalam naskah Jaka Mail (selanjutnya disingkat dengan JM)

(21)

hanya satu, naskah ini menggunakan bahasa dan aksara Jawa yang disajikan

dalam bentuk macapat.

Dalam naskah ini terdapat sengkalan yang terdapat pada halaman terakhir

naskah.

sinengkalan candra muka jalma manembah

//atur uninga dhateng para maos/ punika srat cariyos Jaka Mail/ babon

asal saking Ngayoja/ kagunganipun Masbehi/ Mangun Seduta/ rehning wau serat

Jaka Mail sampun rangsak sarta kathah ingkang ical/ kamulyakaken sarta

kaanggit/ dening Raden Mas Puspasudirja/ saweg cobi-cobi nganggit serat bilih

awon/ utawi sae naming nyumanggak kaki dhateng ingkang maos//

“sengkala candra muka jalma manembah

ditujukan untuk para pembaca/ ini serat cerita Jaka Mail/ induk asal dari

Yogja/ kepunyaan Masbehi/ Mangun Seduta/ yang tadi serat Jaka Mail sudah

rusak serta banyak yang hilang/ memuliakan serta dikarang/ oleh Raden Mas

Puspasudirja/ sedang mencoba-coba mengarang serat kalau jelek/ atau baik hanya

menyerahkan kepada yang membaca”

Diperkirakan tanggal akhir penyalinannya, berupa kalimat candra muka

jalma manembah dalam angka tahun sama dengan tahun 1111. Diperkirakan

dalam tahun masehi sama dengan tahun 1189 M

12

. Menurut kolofon, naskah ini

merupakan milik Masbehi Mangun Seduta dan disalin oleh Raden Mas

Puspasudirja. Adapun tempat penyalinannya tidak disebutkan. Pada halaman

terakhir naskah JM, Raden Mas Puspasudirja menyebutkan bahwa ia menyalin

dari naskah babon yang berasal dari Yogyakarta.

Ukuran naskah JM dengan panjang naskah 21,1 cm dan lebar naskah 17,5

cm. Dengan memiliki ukuran isi naskah 11,5 cm sedangkan lebar isi naskah 9,5

cm. Tinggi punggung naskah ini 2,8 cm. Naskah ini menggunakan kertas HVS

12

Resowidjojo. (1987: 78). Almanak Gampang 1900-2000. Jakarta: Balai Pustaka. Dalam hitungan tahun saka menjadi tahun masehi, angka tahun saka ditambah 78 atau 79.

(22)

dengan tinta berwarna hitam, tetapi karena sudah terlalu lama agak terlihat seperti

berwarna cokelat. Aksara dituliskan pada tiap halaman kertas (bolak–balik)

walaupun demikian tulisan masih dapat terbaca, karena kertas yang dipergunakan

cukup tebal. Halaman terakhir pada naskah ini oleh penulis dibuat membentuk

kerucut terbalik.

Keadaan fisik naskah ini dapat dikatakan baik, hanya saja ada beberapa

kertas yang berlubang–lubang kecil. Pada data katalog, naskah JM terdiri dari 348

halaman, tiap halaman terdiri dari 19 baris. Penulisan halaman dilakukan secara

konsisten, diletakkan pada bagian tengah atas halaman dengan menggunakan

aksara Jawa. Berdasarkan hasil penelitian, halaman pada naskah JM tidak runtut,

terbukti dari halaman 51 diteruskan dengan halaman 53, 85 diteruskan dengan

halaman 96, halaman 88, 89 dan 235 diulang dua kali. Dapat dikatakan halaman

naskah ini tidak berjumlah 348, tetapi 339 halaman. Halaman pada naskah JM

dimulai pada halaman 2. Dalam naskah ini, awal dan akhir bagian naskah terdapat

2 lembar kertas pelindung.

Naskah ini terdiri dari 35 pupuh yang disajikan dalam bentuk macapat,

setiap pergantian pupuh hanya diberi tanda

dan masih

dalam 1 baris dengan kalimat sebelumnya.

Daftar pupuh JM adalah sebagai berikut:

No Pupuh No

Pupuh

1. Asmarandana

2. Sinom

3. Megatruh

4. Dhandhanggula

(23)

7. Durma

8. Pucung

9. Sinom

10.

Mijil

11. Mas

Kumambang

12.

Kinanthi

13. Dhandhanggula

14.

Blabak

15. Dhandhanggula

16.

Sinom

17. Dhandhanggula

18.

Wirangrong

19. Dhandhanggula

20.

Asmarandana

21. Mijil

22.

Sinom

23. Megatruh

24.

Gambuh

25. Dhandhanggula

26.

Mijil

27. Kinanthi

28.

Sinom

29. Pucung

30.

Blabak

31. Wirangrong

32.

Girisa

33. Dhandhanggula

34.

Swaladara

35. Basonta

Naskah JM menggunakan aksara Jawa. Naskah ini ditulis oleh satu orang,

karena dilihat dari jenis tulisan yang sama dari awal hingga akhir teks. Jenis

tulisan dalam naskah ini termasuk dalam jenis tulisan kursif tetapi agak bulat.

Dalam naskah ini tidak terdapat rubrikasi. Teks dalam naskah ini dimulai pada

halaman 2, pada halaman ini terdapat wadana, yang terdiri dari 2 pada.

Penjilidan pada naskah ini dengan menggunakan bahan sampul (cover)

kertas tebal (karton) berwarna coklat tua. Sampul naskah yang dipergunakan JM

(24)

masih terbilang rapi, walaupun beberapa halaman belakang sudah terlepas dari

sampulnya. Pada kertas pelindung lembar pertama naskah JM, pada bagian kanan

atas terdapat tulisan dengan menggunakan pensil dan menggunakan aksara Latin.

Berupa kode naskah JM, seperti berikut ini:

ThP. 286

Pada bagian kertas pelindung lembar kedua, di pojok kanan atas terdapat

tulisan berupa:

Gekocht Yogyakarta

Mei 1935

Uittreksel Mandrasastra

Sept’35

ook woorden

Maksud dari kalimat di atas naskah ini dibeli di Yogyakarta pada bulan

Mei tahun 1935. Naskah ini oleh Mandrasastra telah dibuat ringkasannya.

Pada lembar kertas pelindung yang sama, di pojok kiri atas terdapat kode

naskah JM.

Hs ThP NR

No. 286

Kode naskah ini sesuai dengan kode naskah yang terdapat pada Katalog

Induk Naskah Nusantara Fakultas Sastra jilid 3A. Pada bagian tengah halaman

yang sama terdapat tulisan beraksara Jawa:

(25)

“punika sěrat cariyosipun Jaka Mail, kaanggit děning Raden Mas

Puspasudirja“

Artinya dari kalimat di atas adalah serat ini ceritanya Jaka Mail, dikarang

oleh Raden Mas Puspasudirja. Naskah JM juga sudah dibuat dalam bentuk

mikrofilm dengan nomor Rol. 117.04.

Berdasarkan deskripsi yang telah dipaparkan, maka dapat dilihat

masing-masing naskah SI dan JM, seperti jumlah halaman, jumlah pupuh, penanggalan

dan tulisan dari kedua naskah yang ada.

Berdasarkan wujud fisik naskah SI dan JM, naskah JM lebih tebal

dibandingkan dengan SI. Jumlah halaman JM sebanyak 339 halaman, sedangkan

jumlah halaman SI sebanyak 112 halaman. Walaupun demikian bila dilihat

jumlah pupuh dari kedua naskah ini, jumlah pupuh dalam naskah SI lebih banyak,

yaitu 54 pupuh, bila dibandingkan dengan JM 34 pupuh.

Informasi mengenai penanggalan hanya terdapat pada naskah JM. Pada

halaman belakang naskah JM disebutkan bahwa cerita ini merupakan salinan

Raden Mas Puspasudirja, dengan candra sengkala: candra muka jalma

manembah dalam tahun Jawa sama dengan tahun 1111

13

. Disebutkan pula bahwa

naskah JM merupakan milik Masbehi Mangun Seduta.

Kesamaan antara kedua naskah ini adalah menggunakan aksara Jawa

dengan model tulisan kursif. Jika diteliti dari ciri–ciri tulisan, agak sulit untuk

menentukan kursif lama/kecil atau kursif baru, karena aksara kursif ditulis dengan

13

(26)

tangan, dan dapat dikatakan bahwa tulisan Jawa cetakanlah yang secara tegas

dapat membedakan jenis tulisan kursif lama/kecil atau kursif baru.

Contoh tulisan pada naskah SI:

Contoh tulisan pada naskah JM:

(27)

PERBANDINGAN TEKS

Perbandingan teks adalah proses mengolah teks yang dimaksudkan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan bacaan di antara masing-masing naskah

yang diperbandingkan. Dari perbedaan yang muncul, maka teks-teks tersebut

dikelompok-kelompokkan ke dalam versi dan varian.

Menurut Baried (1985: 66) teks dikatakan seversi apabila mengandung

pola cerita yang sama. Akan tetapi perbedaan hanya sebatas pemilihan kata, maka

hal tersebut dikatakan sevarian. Dalam penelitian ini penulis melakukan langkah

kerja filologi, berupa inventarisasi, deskripsi naskah dan memfokuskan pada kerja

perbandingan teks, karena kedua teks ini masing-masing memiliki keistimewaan

tersendiri khususnya pada narasi.

Kriteria yang diperbandingkan dalam penelitian ini mengacu pada

Behrend (1995) meliputi tembang dan cariyos, atau aspek puisi dan narasi. Dalam

aspek tembang dilihat pola tembang yang membingkai jalan cerita, sedangkan

unsur alur dan tokoh yang berperan dalam cerita dibandingkan dalam cariyos.

3.1 Perbandingan Tembang

Menurut Behrend (1984: 225) dalam usaha memilah-milah ke dalam

resensi, membandingkan garap ulang syair yang berkali-kali, metrumlah yang

ditelaah lebih dulu, karena apa pun penyimpangan yang membedakan satu resensi

dengan yang lain, metrumlah yang dapat didekati paling langsung dan paling

(28)

mudah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini metrum dihadirkan sebagai bahan

perbandingan.

Pada tabel perbandingan metrum dapat dilihat perbedaan dalam

pemakaian metrum untuk tiap-tiap teks. Teks A diawali dengan metrum sinom,

sedangkan teks B diawali dengan metrum asmarandana. Dilihat dari segi

ceritanya kedua teks ini dapat dikatakan sebagai teks pesisiran. Menurut Saputra

(2005: 83) naskah pesisiran adalah naskah yang ditulis di kawasan pantai (utara

Jawa). Saputra memberikan beberapa ciri naskah yang mengandung teks

pesisiran, antara lain (1) apabila disusun dengan prosodi macapat, kebanyakan

pupuh pertama bermetrum asmarandana

14

, (2) teks yang diawali dengan teks

macapat diawali dengan mukadimah khas, berupa larik sun amiwiti amuji, anebut

namaning sukma atau sun amiwiti anulis, ing dina...., atau larik-larik yang

bermakna sama dengan larik-larik tersebut. (3) kolofon kebanyakan tidak

memberi keterangan titimangsa penulisan atau penyalinan secara lengkap.

Berikut tabel perbandingan metrum kedua teks:

Tabel 1. Perbandingan Metrum

Pupuh Teks A

Serat Ismail (SI)

Teks B Jaka Mail (JM) 1 Sinom Asmarandana 2 Dhandhanggula Sinom 3 Gambuh Megatruh

14

Suripan, (1984: 57). Berdasarkan tutur, metrum asmarandana diciptakan oleh Kanjeng Sunan Giri Kedaton. Ada dugaan bahwa metrum ini digunakan pada pupuh awal, terutama pada sastra Jawa Islam aliran Sunan Giri.

(29)

4 Asmarandana Dhandhanggula

5 Pangkur Pangkur

6 Mijil Gambuh

7 Kinanthi Durma

8 Mas Kumambang Pucung

9 Pucung Sinom

10 Mijil Mijil

11 Pangkur Mas kumambang

12 Sinom Kinanthi

13 Dhandhanggula Dhandhanggula

14 Asmarandana Blabak

15 Durma Dhandhanggula

16 Mas Kumambang Sinom

17 Mijil Dhandhanggula 18 Sinom Wirangrong 19 Dhandhanggula Dhandhanggula 20 Asmaradana Asmarandana 21 Megatruh Mijil 22 Sinom Sinom 23 Asmarandana Megatruh 24 Kinanthi Gambuh 25 Pangkur Dhandhanggula 26 Sinom Mijil 27 Durma Kinanthi

(30)

28 Pangkur Sinom 29 Dhandhanggula Pucung 30 Sinom Blabak 31 Asmarandana Wirangrong 32 Mijili Girisa 33 Sinom Dhandhanggula 34 Dhandhanggula Swaladara 35 Asmarandana Basonta 36 Sinom 37 Kinanthi 38 Megatruh 39 Pangkur 40 Pangkur 41 Dhandhanggula 42 Sinom 43 Mijil 44 Asmarandana 45 Pucung 46 Pangkur 47 Sinom 48 Mijil 49 Sinom 50 Pangkur 51 Dhandhanggula

(31)

52 Asmarandana

53 Sinom

54 Dhandhanggula

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah metrum yang

dipergunakan dalam teks A lebih banyak dibandingkan dengan teks B.

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas, pada teks A pola tembang yang

dipergunakan tidak menunjukan ciri pesisiran, karena pupuh awal tidak

mempergunakan tembang asmarandana. Pada teks B pola tembang yang

dipergunakan sesuai dengan ciri pesisiran, pupuh awal menggunakan tembang

asmarandana.

3.2 Perbandingan Cariyos

Menurut Behrend (1995: 271) cariyos adalah unsur kisah atau alur dalam

sebuah cerita. Mengacu pula pada pernyataan Behrend (1995: 272), unsur narasi

(alur) yang berperan dalam cerita diperbandingkan dalam cariyos.

3.2.1 Alur

Menurut Sudjiman mengutip dari Marjorie Boulton (1984: 75), alur adalah

peristiwa yang diurutkan sehingga membangun tulang punggung cerita.

Menurut Luxemburg (1984: 150) peristiwa adalah peralihan dari keadaan

yang satu kepada keadaan yang lain. Luxemburg membagi 3 peristiwa, yaitu:

(32)

1. Peristiwa fungsional atau peristiwa penting adalah peristiwa-peristiwa

yang secara menentukan mempengaruhi perkembangan alur.

2. Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang mengkaitkan

peristiwa-peristiwa penting.

3. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak langsung berpengaruh bagi

perkembangan sebuah alur, tidak turut menggerakan jalan cerita, tetapi

mengacu kepada unsur-unsur lain seperti bagaimana watak seseorang,

bagaimana suasana yang meliputi para pelaku dan sebagainya.

Dalam penelitian ini akan diperbandingkan peristiwa-peristiwa, baik

peristiwa penting, kaitan maupun acuan dalam teks A dan teks B.

Sebagaimana telah disinggung dalam pendahuluan, peristiwa penting

dalam alur teks A dan teks B mirip dengan Serat Menak dan Johar Manik yang

lebih populer, yaitu menceritakan tentang seorang putra kerajaan yang berkelana

dalam pengelanaannya ia bertemu dengan beberapa wanita dan akhirnya menjadi

seorang raja.

Tabel di bawah ini menunjukan gambaran tentang urutan peristiwa

tiap-tiap teks. Bagian yang memuat peristiwa penting yang sama dari kedua teks

ditandai dengan penomoran dan huruf yang dicetak tebal (bold). Nomor yang

sama dan huruf yang dicetak tebal, menujukan persamaan peristiwa penting dari

kedua teks. Sedangkan peristiwa kaitan dan acuan dihadirkan tanpa penomoran

dan tanpa huruf cetak tebal.

(33)

Berikut urutan peristiwa dan peristiwa penting dalam teks A dan teks B:

Tabel 2. Perbandingan Cariyos

No. Naskah A (Serat Ismail) No. Naskah B (Jaka Mail)

Menceritakan Prabu Abdul Jalal raja di Balsorah, Arab.

Menceritakan Kanjeng Nabi Suleman, seorang Raja di Mesir. Ia membuat undang-undang tidak boleh

ada yang menyakiti orang yang tak berdosa.

1. Prabu Abdul Jalal mempunyai

putra bernama Mail.

// mangkana wau kocapa/ Sri Dul Jalal narapati/ kang wonten sajroning pura/ ing wau nuju marengi / bakda salat ngaseri/ lenggah lan garwa myang sunu/ mungging emper paningrat/ putra nata mung sawiji/ priya bagus pidegsaa mawa cahya// (hlm. 1; pupuh 1: pada 6)

“demikian tadi perkataan/ Sri Dul Jalal narapati/ yang berada di dalam pura/ di hari yang bersamaan dengan/ bakda shalat asar/ duduk bersamaan dengan istri dan anak/ di pinggir teras istana/ putra raja hanya satu/ laki-laki yang tampan dan bercahaya.”

// ywanjana murti namanya/ peparap sisarip Mail/ sudibya prawireng yuda/ mandraguna sura sekti/ putusing elmu ais/ sabarang reh agalembut/ putusa ngajinira/ agamanira netepi/ rama ibu saklangkung ing putra// (hlm. 1; pupuh 1: pada 7)

“ywanjana murti namanya/ dengan panggilan Mail/ perwira perang yang luhur/ sakti dan mandraguna/ sudah selesai ilmu ais/ seluruhnya reh agalembut/ sudah selesai mengajinya/ meneguhkan agama/ ayah ibu sehingga sedemikian pada putranya.”

Menceritakan Jim Sakar dengan kedua putranya bernama Sakarji dan

(34)

2. Mail meminta izin untuk pergi berguru ke Desa Dadhapan bertemu dengan Pangulu Ki

Danajati

// Ki Pangulu gupuh angurmati/ tamunira pinĕthun ing latar/ ajawap asta kalihe/ sumangga anak bagus/ laju panjing empering masjid/ dungkap mahrip sembahyang/ dyan Mail lon matur/ rehning wanci wus meh telat/ sae sami lajeng ambil toyastuti/ pangulu nayubagya// (hlm. 3; pupuh 2: pada 1)

“Ki Pangulu menghormati/ tamunya yang berada di latar/ menyalami kedua tangannya/ silahkan anak yang tampan/ langsung di teras masjid/ menjelang shalat maghrib/ dyan Mail berbicara pelan/ waktunya sudah telat/ baiknya bersama-sama mengambil air wudhu/ pangulu mengiyakan”

Jim Sakar tidak terima dengan adanya undang-undang yang dibuat oleh Kanjeng Nabi Suleman, karena ia telah terbiasa memakan manusia.

3. Ki Pangulu menikahkan Mail

dengan anak R. Ripangi bernama Rara Pumi.

// dyan Ripangi ingkang ampil adil/ angrampungi prakara rukunan/ wiyosipun kula raden/ mila mba kusung-kusung/ atur surat bilih marengi/ yayi mas sakaliyan/ putranta sang ayu/ dereng darbe calon garwa/ kula suwun dhaup lan pulunan mami/ dyan Mail namanira// (hlm. 5; pupuh 2: pada 19)

“dyan Ripangi yang adil/ menyelesaikan masalah rukunan/ intinya saya raden/ jika saya berhubungan/ member surat bersamaan/ dengan yayi mas semua/ putra yang ayu/ belum punya calon suami/ saya meminta menikah dengan keponakan saya/ ia

Ia pergi ke hutan untuk mencari dan memakan manusia.

(35)

bernama Mail.”

4. Rara Pumi berselingkuh dengan

teman R. Ripangi.

// nanging sang dyah tan weruh/ kawenangan lalampahanipun/ sarip Mail gupuh denira manggihi/ kenek kusir dasihipun/ winangsit saliring wadon// (hlm. 7; pupuh 3: pada 26) “tetapi sang dyah tidak mengetahui/ pikirannya mengawang/ Mail menemui dia dengan tergopoh-gopoh/ kenek kusir temannya/ mendapat mendamping wanita.”

Menceritakan suami istri Jagasari beserta anaknya. Mereka dihadang oleh Sakar dan ingin memakannya.

Mereka tak dapat berbuat apa-apa dan pasrah.

Mail melanjutkan perjalanannya

dan sampai di rumah Ki Ahmad Besari di Maghrib.

Sepasang burung peksi menemukan mayat keluarga Jagasari, lalu dilaporkannya pada Nabi Suleman. Ki Ahmad Besari menerima Mail

dan dinikahkan dengan putrinya.

Nabi Suleman menanyakan apa yang jadi dengan keluarga Jagasari tetapi

tidak ada yang bisa memberi keterangan.

Ken Rara bertemu dengan anak pemimpin, dan mereka saling

menyukai.

Ia meminta pertolongan pada

Malaikat Jabarail dan diberikan jimat kehidupan bagi orang yang sudah

mati. Mail pulang ke pondokan dan pergi

melanjutkan pengelanaannya.

Seketika itu juga, keluarga Jagasari hidup dan memberitahu bahwa Jim

Sakar yang telah membunuh. Sampailah Mail di rumah Sayit

Abdul Majid.

Nabi Suleman meminta pertolongan raksasa untuk mencari Jim Sakar.

5. Mail menikah dengan anak Sayit

Abdul Majid, bernama Dyah Marianah.

// dulu putranya sang dewi/ ngandika mring sang ywanjana/ paran sira wau angger/ apa wus wruh mring arinta/ mesem ri sang wanjana/ pan sarwi pasrangkara rum/ dhuh sang ambega para marta// (hlm. 26; pupuh 14: pada 8)

“sang dewi melihat pada putranya/

Raksasa Sagar bertemu dengan Jim Sakar, tetapi ia tidak mau menurut

(36)

berbicara dengan sang ywanjana/ bagaimana kamu nak/ apa sudah tahu sekarang kepada adikmu/ sang ywanjana tersenyum/ sambil berbicara perlahan/ duh sang satria di hati.”

6. Dyah Marianah selingkuh dengan

Gandarwa.

// wus pragad rembaging putri lan putra/ Marianah wot sari/ dyan tindak prayoga/ Mail kari anggara/ ngentosi neng pojok puri/ ngandhap ron kroya/ ing wanci sirěp janmi// (hlm. 28; pupuh 15: pada 9)

“sudah selesai pembicaraan putra dan putri/ Marianah berbicara pelan/ lebih baik raden pergi/ iya Mail tidak ikut pergi/ menunggu di pojok puri/ bawah pohon kroya/ di waktu orang tidur.”

// sang kusuma sang raptaning ngandhap kroya/ mangu denya ngentosi/ mring bedhanganira/ gandarwa raja singa/ sasmita nguwuh sang dewi/ raja Gandarwa/ prapta mondhong sang putri// (hlm. 28; pupuh 15: pada 10)

“sang kusuma di bawah kroya/ menunggu dengan bingung/ kepada kekasihnya/ Gandarwa raja/ memberi tanda menyebut sang dewi/ raja Gandarwa/ sampai membopong sang putri.”

Nabi Suleman dipertemukan dengan Jim Sakar dan mempertanyakan perihal kematian keluarga Jagasari.

Mail melanjutkan perjalanannya dan sampai di hutan Djaballar.

Jim Sakar dihukum, ia dimasukan ke dalam kotak dan ditenggelamkan ke

laut.

7. Mail yang sedang beristirahat

dihampiri oleh 2 orang: Sakarjan dan Sakarji.

// yogyanira sumangga den aglis/ pinarak jin karo/ jin Sakarjan anut mring rayine/ wus lumampah

Kedua anak Jim Sakar (Sakarji dan Sakarjan) ingin membantu bapaknya,

tetapi tidak bisa karena kedua kakinya masuk kedalam tanah.

(37)

Sakarjan Sakarji/ mring unggyan sang Mail/ denira pitekur// (hlm. 30; pupuh 17: pada 16)

“sebaiknya cepat lho anakku/ dipersilahkan kedua jin/ jin Sakarjan mengikuti adiknya/ Sakarji dan Sakarjan sudah berjalan/ ke tempat sang Mail/ ia sedang duduk berzikir.”

8. Mail membagikan harta tersebut,

dan ia mendapat sebuah pedang sebagai upah. Pedang tersebut memiliki kekuatan bisa terbang.

// mangkene pambegeningwang/ bisane nyamleng tan luwih/ Sakarjan iku kang tuwa/ pantes pusakanta keris/ dhasar eluk respati/ luwih kasayate ampuh/ Sakarji sira mudha/ pantes nampani jemparing/ uga ampuh lan kerise nora beda// (hlm. 31; pupuh 18: pada 7)

“begini pembagianku/ bisanya pas tidak lebih/ Sakarjan itu yang tua/ pantes pusakanya keris/ memang sesuai di hati/ ternyata lebih sakti/ Sakarji kamu muda/ pantes menerima panah/ juga sakti dan tidak beda dengan keris.”

// tur padha paringi rama/ dene pedhang kang darbeni/ iku pantese mung ingwang/ awit ingsun ingkang maris/ dadine nora luwih/ iku yen pamikir ningsun/ kaya panjalukira/ katanpa turah sawiji/ lah kapriye apa jebles apa ora// (hlm. 31; pupuh 18: pada 8)

“dan sama pemberian bapak/ kalau pedang yang dimiliki/ itu pantesnya untuk saya/ awal saya yang membagi warisan/ jadinya tidak lebih/ kalau itu pemikiran saya/ seperti permintaan anda/ menerima satu tidak lebih/ lah bagaimana

Sesampainya di rumah mereka

(38)

setuju atau tidak.”

9. Mail melanjutkan perjalanannya

dan sampai di rumah Nabi Ishak.

//empere ling pager bata/ ciptanira sarip Mail/ punikarsa pinarekan/ enggaliyup sarip Mail/ ginelan sampun prapti/ neng ngandhap sang dibyarjanung/ dene kang kasat mata/ wau jatine puuradi/ patilasanira kangjeng Nabi Iskak // (hlm. 31; pupuh 18: pada 18) “dipinggirnya pager bata/ yang ada dalam pikiran Mail/ didekatkan rasa itu/ Mail segera meneduh/ ia pun telah sampai/ dari bawah sang dibyarjanung/ yang kasat mata/ ternyata kerajaan yang bagus itu/ tempat peristirahatan Kanjeng Nabi Ishak.”

Kanjeng Nabi Suleman adalah keturunan malaikat, ia memerintahkan agar mencari ikan

sungai dan akan diberikan hadiah bagi yang mendapatkannya.

10. Mail membantu wanita miskin

melahirkan, tetapi dengan syarat jika bayinya lahir akan dibawa

oleh Mail.

// saya meteg nora bisa mari/ wau sang wanjana duk miarsa / nyai miskin sasambate/ beka welas kalangkung/ angandika sarwi marpegi/ heh nyahi yen sembada/ eklas ing atimu/ mengko sun tulunginira/ kang supaya glis lahire jabang bayi/ yya suwe laranira// (hlm. 35; pupuh 19: pada 19) “terlalu lelah tidak bisa melakukan/ sang ywanjana melihat/ nyai miskin meminta tolong/ lebih kesulitan/ berbicara sambil menghampiri/ heh nyai jika bersedia/ ikhlas di hatimu/ nanti saya menolong kamu/ supaya mudah keluarnya jabang bayi/ jangan lama-lama kamu sakit.” // nanging ingsun kudu minta jangji/ lamun ing měngko atmajanira/ mětu wadon sun tukune/ sekět dinar mas

Seorang nelayan bernama Satruna, mendapatkan ikan sungai dan memberikannya kepada Nabi

(39)

wutuh/ lamun uwis saguh sireki/ nuli manapa enggal/ sun paringi jamu/ nyai aturnya mlasarsa/ inggih raden sakarsa kula nyagahi/ anggěripun dang mědal// (hlm. 35; pupuh 19: pada 20)

“tetapi saya harus meminta janji/ jika nanti bayi kamu/ keluar wanita saya beli/ 50 dinar emas utuh/ jika anda sudah setuju/ segera cepat/ saya beri jamu/ nyai meminta belas kasihan/ iya raden saya menyetujui/ anaknya sudah keluar.”

11. Bayi tersebut perempuan, diberi

nama Umi Sakrah.

//tinengeran namane kang bayi/ Umi Sakrah wus sira atara/ sapuluh warsa umure/ Umi Sakrah puniku/ katon warnanira gumrining/ tan mantra putreng sudra/ sang ywanjana ngungun/ mila Sakrah umi sigra/ dyan winulang paring kramaning pawestri/ mangulah samubarang// (hlm. 35; pupuh 19: pada 25)

“bayi yang diberi nama/ Umi Sakrah sudah di antara kamu/ sepuluh tahun usianya/ Umi Sakrah itu/ terlihat rupa ia bersih/ tidak doa putra miskin/ sang ywanjana kagum/ Umi Sakrah segera ikut/ dyan diberi ajaran mengenai wanita/ melakukan semua hal.”

Satruna diberi imbalan uang dan ia mengubur uang tersebut di hutan.

12. Mail ingin menikahi Umi Sakrah,

lalu berusaha mencari bapak Umi Sakrah sebagai wali.

// sarehning sira saiki/ wus diwasa rěmbuging wang/ ngupaya walinta angger/ supaya aningkahen/ ingsun dhaup lan sira/ mungguh prayoganing laku/ benjang enjang ingsun pangkat// (hlm. 36: pupuh 20: pada 10)

Rubiyah (istri Satruna) mempunyai hubungan dengan seorang kusir,

tetapi tak lama istri Satruna meninggal.

(40)

“kamu sekarang/ sudah dewasa saya bicarakan/ mencari orang tua anak perempuan/ supaya dinikahkan/ saya menikah dengan kamu/ pantes tingkah laku yang baik/ besok pagi saya berangkat.”

Anak Raja Bagedad bernama R. Sogelen sedang berburu hewan di

hutan.

1. Satruna mempunyai putra

bernama Mail.

//darbe sunu/ jalu nenggih namainipun/ peparapnya suta/ Ismail warnanya sigit/ maksih alit tur bekti maring sudarma// (hlm. 97; pupuh 8: pada 43)

“mempunyai anak/ laki-laki namanya yaitu/ panggilannya anak/ Ismail yang bagus/ masih kecil dan juga berbakti kepada bapaknya.” R. Sogelen sampai di rumah Mail,

dan bertemu dengan Umi Sakrah.

Mail menawarkan kepada ayahnya untuk menikah dengan janda

Suliyah.

13. Umi Sakrah berselingkuh dengan

R. Sogelen.

// rampung pinondhong sang dewi/ lajeng lenggah sakaliyan/ neng taman minum sakloron/ nentremken lungguh ing/ anggaga sare sakaliyan/ tan winarna dalunipun/ enjang wus lenggah neng jaba// (hlm. 41; pupuh 23: pada 8)

“selesai digendong sang dewi/ lalu duduk bersama-sama/ di taman minum bersama/ tentram duduk di/ lantai stirahat bersama/ tidak terasa malamnya/ pagi sudah duduk di dalam.”

Suliyah mempunyai hubungan

dengan seorang kenek kusir.

14. Menerangkan sayit dari Rum

bernama Abdullah.

//enengen sang ywanjana/ ingkang magsih sumlagrangi aneng uwit/ gantya kang winarne nglaku/ wonten janma ngumbara/ aneng

Satruna sangat kecewa, sakit dan meninggal.

(41)

wiyat wiyose Sayit si ngerum/ kalangan kadya kukila/ ri sang ywanjana musti wrin // (hlm. 43; pupuh 25: pada 1)

“sang ywanjana tidak berubah/ yang masih melintang berada di atas pohon/ berganti yang diceritakan/ ada orang yang mengembara/ berada di udara keluar sayit dari Ngerum/ terhalang seperti burung/ sang ywanjana mesti tahu.”

Abdullah menikah dengan sang dewi.

Sebelum meninggal ia telah memberitahu mengenai harta yang ia

kubur di hutan kepada Mail.

15. Sang dewi berselingkuh dengan

kekasihnya bernama Abdul Abid.

// tansah ginawa lelana/ pasti

dahat buta repan sang Sayit/ tan

dangu wau jeng ratu/ wusnya

tininggal garwa/ sigra nguwuh

uwuh mring bedhanganipun/

Abdul Abit wastanira/ neng jro

suweng gone Abit// (hlm. 44;

pupuh 25: pada 8)

“selalu dibawa berkelana/ memang sang sayit yang besar/ tidak lama sang ratu/ sesudahnya ditinggal suaminya/ segera mengeluarkan kekasihnya/ bernama Abdul Abit/ yang berada dalam telinga Abit.”

Sayit Abdullah bertemu dengan Mail di tengah perjalanannya.

Semua barang-barang dan hartanya diserahkan kepada Suliyah.

16. Mail mengadakan perjamuan

makan, setelah selesai makan Mail menyuruh Sayit Abdullah

mengeluarkan istrinya.

// sang Mail lon wuwus mring umi sakrah/ heh undangane mariki/ kang net iku/ arsengsun ajak dhahar/ kumepyur sang retna dupi/ miarsa sabda/ andreswas wau

2. Mail pamit untuk mengembara.

// yen si Mail sida nglangut/ saya geng sesuka mami/ mangkana ciptanira/ Jaka Mail wusnya pamit/ anembah mangaras pada/ sampun pamit gya lumaris// (hlm. 169; pupuh 12: pada 14)

(42)

mijil// (hlm. 48; pupuh 27: pada 15) “sang Mail berbicara pelan kepaada Umi Sakrah/ heh ajaklah kesini/ yang di lemari itu/ sebaiknya saya ajak makan/ sang retna hanya diam/ terdengar perkataan/ tidak takut untuk keluar.”

sesuka saya/ demikianlah keinginannya/ Jaka Mail sudah pamit/ meminta izin/ setelah pamit segera pergi.”

17. Mail juga menyuruh Umi Sakrah

mengeluarkan kekasihnya dari lemari: R.Sogelen.

// wau sang dyah umi sakrah kang mring wisma/ ambuka benet aglis/ radyan garagapan/ sang dyah sruteng wis sira/ ribenging wardaya kadi/ mur catmanira/ temah mung kontrang kantring// (hlm. 49; pupuh 27: pada 21)

“sang dyah Umi Sakrah ke wisma/ membuka lemari/ radyan gugup/ sang dyah berkata kepada ia/ tanpa berbicara hatinya seperti/ ia mati/ takdirnya tidak tenang.”

Mail berguru pada Kyai Dul Basir di Gunung Horawari.

18. Mail menyuruh Sang dewi putri

dari Rum, untuk mengeluarkan kekasihnya Abdul Abid.

// dadya wruh sarandunira/ ngusap rabi riwut denya ningali/ sarwi geget wajanipun/ kumitir latinira/ netra andika ngadhu rancana idemipun/ saya sang Sayit duk wikan/ wijilira Abdul Abit// (hlm. 51; pupuh 28: pada 25)

“jadi ia sudah mengetahui semua/ mengusap istrinya hingga terlihat/ sambil wajahnya kaku/ ia kuatir/ matanya beradu merencanakan hal yang sama/ sang sayit tahu/ keluarlah Abdul Abit.”

3. Mail dinikahkan dengan putri

Kyai Dul Basir yang bernama Sawiyah.

// dene suka karsaningsun/ iya putraningsun Mail/ sun dhaupken lawan putrengsun/ dimen karasan neng ngriku/ lah dadia badalingwang/ mulanga ing santri mami// (hlm. 177; pupuh 12: pada 63)

“dari keinginan saya/ iya putra saya Mail/ saya nikahkan dengan putri saya/ supaya tinggal di sini/ lah jadilah wakil saya/ pulanglah santri.”

Selesainya perjamuan, Mail dan Sayit Abdullah merundingkan

(43)

19. R. Sogelen menikah dengan Umi Sakrah, Abdul Abid menikah

dengan putri Rum.

//tan dangu rampung denya

bukti/ sang ywanjana aris

aturira/ dhuh kakang sun

nyambat kowe/ ningkahen den

gupuh/ dyan Sogelen lawan si

Umi/ Sakrah ingsun wus rila/

lisegsanan gupuh/ rampungnya

sayit wacana/ ingsun yayi

anyambat mring sira ganti/ jeng

ratu ningkahan// (hlm. 52; pupuh

29: pada 8)

“tidak lama selesai makan/ sang

ywanjana berbicara pelan/ duh

kakang saya meminta tolong

kamu/ segera nikahkan/ dyan

Sogelen dan si Umi/ Sakrah saya

sudah rela/ segera laksanakan/

selesainya sayit berbicara/ saya

adhi berganti meminta tolong

pada kamu/ jeng ratu nikahkan.”

// iya lawan Sayit Abdul Abit/

Mail trangginas sampun

kalakyan/ jjng ratu den

ningkahake/ rampung

kakalihipun/ gya bubaran sang

Mail nuli/ malbeng wisma

kancana/ lan sang ambeg

luhung/ Sayit kang wiratameng

tyas/ dyan Sogĕlen kelawan dyah

Sakrah umi/ sampun samya

pinernah // (hlm. 52; pupuh 29:

pada 9)

“iya Sayit Abdul Abit/ sudah

terlaksana dengan cepat oleh

Mail/ menikahkan kanjeng ratu/

keduanya sudah selesai/ setelah

selesai Mail segera/ masuk ke

wisma emas/ dan sang agung

luhur / sayit yang utama hatinya/

Ketiga murid lainnya, Kasan, Umar dan Dul Jalil tidak menyukai Mail. Mereka menggunakan gendam agar

Sawiyah tidak menyukai Mail walaupun telah menikah.

(44)

Dyan Sogelen dan Dyan Sakrah

Umi/ sudah pada tempatnya.”

Selesainya perjamuan, Mail dan Sayit Abdullah merundingkan

masalah ini.

4. Sawiyah berselingkuh dengan Dul

Jalil.

// kang pengantyan kekalih ningali/ sapolahe santri kang slawatan/ sang rara osik jro tyase/ Dul Jalil kae bagus/ dhasar bisa akarya kingkin/ bok malih nyuwae/ sun arsaa ngrungu/ mangkana osiking sang dyah/ kawarnaa Dul Jalil alon mucuki/ sekarira bela baga// (hlm. 185; pupuh 14: pada 3)

“kedua penganten melihat/ tingkahnya santri yang slwatan/ sang rara ingat dalam hatinya/ Dul Jalil yang bagus/ memang bisa membuat rindu sekali/ kalau memang begitu/ saya merasa mendengar/ demikianlah sang dyah ingat dengan Dul Jalil/ mulai perlahan Dul Jalil/ ia membela wanita.”

20. Mail dengan Sayit Abdullah

memutuskan untuk melanjutkan pengembaraannya.

// ginantya ing purnamaning sasi/ sang Sayit lan sira sang ywanjana/ lĕnggahan sakarong roneng/ palataran kang pungkur/ Sayit sami ngenggar diyatdi/ duk candra mawayahnya/ angayomi gunung/ sang Sayit aris wadhana/ manuswe ru kang bisa wruh ing dumadi/ dadining kasampurnan// (hlm. 52; pupuh 29: pada 11)

“berganti di bulan berikutnya/ sang sayit dan ia sang ywanjana/ duduk bersama di/ pelataran yang ada di belakang/ sayit yan dibunuh/ waktu bulan/ mengayomi gunung/ sang sayit berbicara/ manusia yang bisa tahu jadi/ jadinya kesempurnaan.”

Mail mengetahuinya dan pamit

untuk pergi.

(45)

Bagedad, yang sedang mengadakan sayembara. Sayit Abdullah tertarik

mengikuti sayembara tersebut.

Kombang.

Sayit Abdullah dijadikan raja menggantikan mertuanya.

Mail berguru pada Kyai Luka.

Mail pamit untuk melanjutkan pengembaraannya.

5. Kyai Luka mengangkat Mail

sebagai menantu.

// ya ta sampun prapteng wanci/ bakda ngisa pinanggihnya/ neng pandhapa patemone/ suraking santri sadaya/ apan ambal ambalan/ sawusnya panggya alungguh/ Jaka Mail lan Sri Wulan// (hlm. 220; pupuh 19: pada 79)

“ya sudah datang waktunya/ bakda isya pertemuannya/ di pendapa pertemuannya/ semua santri bersorak/ lalu lalang/ selesainya bertemu lalu duduk/ Jaka Mail dan Sri Wulan.”

Patih beserta pengawal dari Bagedad sedang berunding ingin

menyingkirkan raja muda: Sayit Abdullah.

6. Rara Sri Wulan berselingkuh

dengan kekasihnya Gandarwa.

//tanpa dangu Sri Wulan amijil/ neng jawi pinanggah/ lan Gandarwa neng ngisor nangkane/ sadangunya Sri Wulan amijil/ jegul kang winarni/ andingkik sang ayu// (hlm. 221; pupuh 20: pada 1)

“tidak lama Sri Wulan keluar/ dipertemukan di keluar/ dan Gandarwa dibawahnya/ setelah keluarnya Sri Wulan/ yang serupa benang/ sang ayu mengintip.”

Utusan raja muda menyampaikan pesan Sayit Abdullah kepada bupati

Branwes, sebab sang bupati tidak datang sewaktu ada pertemuan karena bupati Branwes merasa tidak

sudi berada di bawah perintah raja muda.

Mail sangat kecewa dan keesokan paginya ia pamit untuk pergi

berkelana kembali.

(46)

menyuruh raksasa pergi ke Bagedad.

dihampiri dua jin dan meminta bantuan untuk membagi harta

warisan.

// kudu kalih kang sun tedha/ Sakarji meksa tan apti/ meksa kalih kang den tedha/ dadya predangdi wong kalih/ marma prapta ing ngriki/ Mail ingsun jaluk tulung/ kalamun sira bisa/ benering prakara iki/ Jaka Mail alon wijiling wacana// (hlm. 235; pupuh 21: pada 23)

“harus dua yang saya makan/ Sakarji memaksa tidak berharap/ memaksa dua yang dimakan/ jadi perjanjian dua orang tersebut/ karena sudah sampai di sini/ Mail saya minta tolong/ kalau kamu bisa/ menyelesaikan masalah ini/ Jaka Mail pelan perkataannya.”

Sesampainya di Bagedad bupati Branwes disambut oleh Sayit Abdullah dan bupati Branwes tewas

beserta raksasanya.

8. Mail mendapat bagian pedang

sakti dan ia dapat terbang.

//Sakarjan sira wong tuwa/ wajib tampa panah iki/ iya luhur prenahira/ lan sira metu rumiyin/ dene sira Sakarji/ rehning anem prenahipun/ wajib nampa curiga/ pedhang iki kanggo mami/ iya ingsun kang mikengka jegsanira // (hlm. 236; pupuh 21: pada 29) “Sakarjan yang tua/ wajib menerima panah ini/ iya tinggi tempatnya/ saya keluar sebentar/ kalau kamu Sakarji/ kamu jatuh muda/ wajib menerima keris/ pedang ini untuk saya/ saya yang menjadi jaksa.”

Di tengah perjalanan, Mail bertemu dengan seorang wanita.

Mail dihampiri oleh Pandita Jahman bernama Ayuman, ia memberitahu mengenai kerusakkan yang terjadi di

rumah Nabi Ilyas. Mail dinikahkan dengan wanita itu,

pada saat akan bersenggama tanpa sebab wanita itu meninggal.

9. Mail membawa Jahman ke nagari

Sam untuk melihat rumah Nabi Ilyas.

(47)

//Jaka Mail saya celak/ pager banon den ideri/ anulya manggya gapura/ Jaka tumedhak mring siti/ gapura den tingali/ ing luhur wonten kadulu/ seratan cara ngesam/ ungelira punang tulis/ kratonira jeng Nabi Ilyas ing kina // (hlm. 239-240; pupuh 21: pada 41)

“Jaka Mail semakin dekat/ pager batu bata sudah dikelilingi/ ia segera menemukan gapura/ Jaka turun ke bumi/ gapura sudah dilihatnya/ di atas terlihat ada/ tulisan yang bercorak dari Ngesam/ bunyi yang tertulis/ keraton Nabi Ilyas di jaman dulu.”

Mail meminta agar istrinya dapat hidup lagi.

10. Mail yang sedang mengembara,

menolong Bok Amiyah melahirkan, tetapi dengan syarat

setelah melahirkan bayi tersebut akan dibawa oleh Mail.

// Jaka Mail anambungi wuwusipun/ iya yen mangkana iki/ nanging ingsun darbe panjaluk/ lamun putranira mijil/ iya iku kanggo ingngong// (hlm. 250; pupuh 22: pada 20)

“Jaka Mail menyambungi perkataannya/ iya kalau demikian/ tapi saya punya permintaan/ kalau putra kamu sudah keluar/ iya itu untuk saya.”

//sedyaning tyas arsa sun pundhut sadulur/ aprenah riningsun bibi/ bapa sira iku asung/ Amiyah umatur inggih/ sok bayi sageda miyos// (hlm. 250; pupuh 22: pada 21) ”jika bersedia di hati saya angkat saudara/ oleh saya bibi/ diminta bapak kamu itu/ Amiyah berkata iya/ kalau bayi bisa keluar.”

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Metrum
Tabel di bawah ini menunjukan gambaran tentang urutan peristiwa tiap- tiap-tiap teks. Bagian yang memuat peristiwa penting yang sama dari kedua teks  ditandai dengan penomoran dan huruf yang dicetak tebal (bold)
Tabel 2. Perbandingan Cariyos
Tabel 4. Perbandingan Tokoh

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan yang berjudul “Penerapan metode demonstrasi untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas I SD” dalam ranah kognitif. Aktivitas

Perusahaan asuransi yang pertama didirikan yaitu perusahaan asuransi konvensional. Namun, seiring dengan berjalannya waktu banyak berdiri lembaga keuangan yang

Kata kunci : model keseimbangan pasokan-permintaan, price band, inter regional trade flows, harga minimum, harga maksimum, konsep spatial price equilibrium,

Kerjasama Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan dan Pembangunan Desa Provinsi Riau dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Riau 78 No Komoditas

Cloud computing sebagai sebuah model untuk memberi kemudahan, akses jaringan yang mandiri untuk berbagi beragam sumber daya komputasi terkonfigurasi (seperti: jaringan, server,

Hasil dari Tugas Akhir ini adalah kerangka uji algoritma berupa mekanisme pengujian algoritma yang terdiri dari kumpulan metrik untuk menilai kualitas algoritma penjadwalan,

Dengan diberlakukannya kurikulum baru tersebut mahasiswa FKIP USD wajib mengambil Mata Kuliah Magang yang terdiri dari 3 bagian, yaitu: (1) Magang Manajemen Sekolah, (2)

Aspek Baik sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Bimbingan (1) Memahami posisi dan peran Indonesia dalam kerja sama di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, dan