• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN 1999-2001

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

LAURENTIUS RIGEN DARIS NIM: 101314022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN 1999-2001

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

LAURENTIUS RIGEN DARIS NIM: 101314022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Makalah ini ku persembahkan kepada:

Kedua orangtuaku yang selalu mendoakan dan mendukungku. Kedua kakak perempuanku yang selalu menyemangatiku.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.

(Abdurrahman Wahid)

Bangunlah suatu dunia dimana suatu bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan

(Ir. Soekarno)

Setialah pada hal-hal yang kecil, karena kelak disanalah kekuatanmu berasal.

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID TAHUN 1999-2001

Oleh:

Laurentius Rigen Daris Universitas Sanata Dharma

2016

Makalah ini bertujuan mendeskripsikan: (1) Latar belakang kehidupan Abdurrahman Wahid, (2) Kebijakan-kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid, (3) Jasa-jasa Presiden Abdurrahman Wahid.

Penulisan makalah ini menggunakan metode sejarah dengan langkah-langkah heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosial-budaya. Cara penulisannya bersifat deskriptis analitis.

Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa: (1) Latar belakang kehidupan Abdurrahman Wahid sebagai seorang tokoh Nahdlatul Ulama yang kemudian menjadi Presiden Indonesia ke-4, (2) Kebijakan-kebijakan Presiden Abdurrahman dilakukan untuk mereformasi pemerintahan, walaupun terdapat kontroversi dalam melaksanakan kebijakan tersebut, (3) Jasa-jasa Presiden Abdurrahman Wahid adalah penegakan nilai-nilai demokrasi, menjunjung Hak Asasi Manusia, melindungi budaya kelompok minoritas dan menjunjung pluralisme.

(10)

ix ABSTRACT

THE POLICIES OF PRESIDENT ABDURRAHMAN WAHID AT 1999-2001

By:

Laurentius Rigen Daris Sanata Dharma University

2016

This paper aims to describe: (1) The background of Abdurrahman Wahid’s life, (2) The policies of President Abdurrahman Wahid, (3) Contributions of Presiden Abdurrahman Wahid .

In writing this paper, the writer employed with heuristic, verification, interpretation, and historiography method. The approach used was social-cultural approach. The way of writing was descriptive analytical.

The result of the paper shows: (1) Abdurrahman Wahid’s life as the leader of Nahdlatul Ulama, who later became the 4th President of Indonesia, (2) President Abdurrahman Wahid policies to reform the government, although there is controversy in implementing the policy (3) Contributions of President Abdurrahman Wahid are uplholding the values of democracy, respect for human rights, protection of the culture of minority groups, and upholding of pluralism.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana, Progam Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Drs. Sutarjo Adisusilo. J.R., M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan makalah ini.

4. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan pelayanan dan membantu penulis dalam memperoleh sumber penulisan makalah ini.

6. Kedua orang tuaku tercinta Petrus Suwaris dan Placidia Indarti yang telah memberikan dorongan spiritual dan doa sehingga penulis dapat

(12)
(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

1. Tujuan Penulisan ... 5

2. Manfaat Penulisan ... 6

D. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II : KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID 1999-2001 A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid ... 8

1. Abdurrahman Wahid dan Keluarga ... 8

2. Abdurrahman Wahid dan NU ... 15

3. Abdurrahman Wahid dan PKB ... 23

4. Pemilihan Umum 1999 ... 24

(14)

xiii

1. Pengertian Kebijakan ... 30

2. Faktor-Faktor Penentu Kebijakan ... 32

3. Kebijakan Bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya Presiden Abdurrahman Wahid ... 32

C. Jasa-Jasa Presiden Abdurrahman Wahid Bagi Indonesia ... 44

1. Pembumian Nilai-Nilai Demokrasi ... 44

2. Abdurrahman Wahid dan Misi Kemanusiaan Dunia ... 45

3. Abdurrahman Wahid dan Plurarisme ... 46

D. Analisis Kebijakan -Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid 1999-2001 ... 48

1. Kelebihan Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid ... 48

2. Kelemahan Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid ... 48

3. Lengsernya Presiden Abdurrahman Wahid ... 49

BAB III : KESIMPULAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN

(15)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Silabus ... 56 Lampiran 2: RPP ... 59

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan Umum bulan Juni 1999 merupakan pemilu pertama setelah masa Orde Baru yang sangat demokratis, tanpa dipengaruhi oleh adanya tindak kekerasan yang berarti, serta tanpa adanya penekanan dari salah satu kontestan yang dominan.1 Partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12 persen suara dan PDI-P memenangkan 33 persen suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh di MPR, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Abdurrahman Wahid sebagai kandidat pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.2

Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie, maka ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Abdurrahman Wahid. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru.

1 Tuk Setyohadi, Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta,CV Rajawali Corporation, 2002, hlm. 187

2

(17)

Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.3

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Abdurrahman Wahid menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Hal itu terjadi setelah Abdurrahman Wahid meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, ia pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta dalam pemilihan wakil presiden. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.4

Adapun kekuatan dan latar belakang pencalonan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah karena ia dikenal sebagai tokoh Islam yang sangat berpengaruh, berjiwa nasionalis, berpandangan modernis dengan latar belakang pendidikan yang cukup tinggi, sedang cara bertindaknya sangat rasional dan pragmatis. Dia juga dikenal sebagai seorang yang “toleran” dengan sangat memperhatikan komposisi bangsa Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari berbagai ras, suku dan agama, dan oleh karena itu dia merupakan seorang “sosok” yang dapat diterima oleh semua golongan. Khusus dalam hal toleransi beragama, dia tahu benar bahwa ancaman paling berbahaya terhadap persatuan

3

Ibid, hlm. 53 4 Idem.

(18)

dan kesatuan bangsa Indonesia adalah berupa konflik agama, dan dia selalu berupaya keras untuk menjalin hubungan baik antara Islam dan Kristen.5

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus di beberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Abdurrahman Wahid melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Seperti penyelesaian konflik Aceh secara damai dan menetralisir Irian Jaya dengan mendorong pengunaan nama Papua.6

Selain usaha perdamaian dalam wadah NKRI, Abdurrahman Wahid disebut sebagai pelopor dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Di bidang pluralisme, Abdurrahman Wahid menjadi “Bapak Tionghoa” Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara. Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan kepada Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari Jasa Abdurrahman Wahid bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Atas jasa Abdurrahman Wahid pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kong Hu Cu sebagai agama yang sah di Indonesia.7

5 Tuk Setyohadi, op. cit, hlm. 189 6 M. Hamid, op. cit, hlm. 53 7 Ibid, hlm. 54-55

(19)

Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Abdurrahman Wahid juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada keluarga PKI yang mati dan disiksa dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Abdurrahman Wahid juga berhasil menghapus cap PKI pada KTP. Dalam hal ini, Abdurrahman Wahid merupakan seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia inspirator pemuka agama untuk melihat kemajemukan suku, agama, dan ras di Indonesia sebagai bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.8

Dalam jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Dia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus sosial, politik dan budaya ke depan. Bahkan, dia tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat orang banyak. Jika ditelisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.9

Dari latar belakang di atas penulis mencoba untuk menganalisis lebih dalam tokoh prularisme yang dengan penuh perjuangan membela kaum minoritas dan menegakkan reformasi untuk mewujudkan demokrasi bagi bangsa dan negara Indonesia.

8 Ibid, hlm. 55

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang menjadi objek penulisan ini. Adapun permasalahannya sebagai berikut, yaitu:

1. Apa latar belakang kehidupan Abdurrahman Wahid? 2. Apa kebijakan-kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid? 3. Apa jasa-jasa Presiden Abdurrahman Wahid bagi Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Penulisan ini secara umum diarahkan untuk menjawab berbagai masalah yang berkaitan Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001. Untuk itu penulisan ini bertujuan untuk:

a. Untuk mendeskripsikan latar belakang kehidupan sosial, politik dan ekonomi Abdurrahman Wahid.

b. Untuk mendeskripsikan kebijakan-kebijakan presiden Abdurrahman Wahid.

c. Untuk mendeskripsikan jasa-jasa presiden Abdurrahman Wahid bagi Indonesia.

(21)

2. Manfaat Penulisan

a. Bagi Universitas Sanata Dharma Khususnya FKIP

Penulisan ini diharapkan untuk menambah bahan bacaan yang berguna bagi pembaca baik yang berada di lingkungan Universitas Sanata Dharma maupun bagi pembaca yang berada di luar Universitas Sanata Dharma khususnya mengenai “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001”.

b. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penulisan ini diharapkan bisa menjadi referensi dan menambah perbendaharaan dalam pengembangan sejarah khususnya tentang “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001”. c. Bagi Pengembangan Diri

Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menulis karya ilmiah khususnya tentang “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001” dan juga dapat mempertajam cara berpikir penulis. Penulis juga berharap, tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, berfungsi sebagai pelajaran tentang pentingnya menanamkan sikap menjunjung tinggi demokrasi.

(22)

D. Sistematika Penulisan

Makalah yang berjudul “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001” ini memiliki sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Abdurrahman Wahid dan kebijakan-kebijakannya sebagai Presiden

Republik Indonesia serta analisis atas kebijakan-kebijakan Abdurrahman Wahid.

(23)

8 BAB II

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID 1999-2001

A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid 1. Abdurrahman Wahid dan Keluarga

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Sholehah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban 1359 Hijriah, sama dengan 7 September 1940.10

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Abdurrahman Wahid. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti "abang" atau "mas".11

Abdurrahman Wahid adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ia lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada

10 M. Hamid, Gus Ger: Bapak Pluralisme & Guru Bangsa, Yogyakarta, Pustaka Marwa, hlm. 13 11

(24)

perempuan. Ayah Abdurrahman Wahid, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. 12

Abdurrahman Wahid secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.13

Pada tahun 1944, Abdurrahman Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Abdurrahman Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai

12 Ibid, hlm. 14

13

(25)

Menteri Agama.14 Pada bulan April 1953, Abdurrahman Wahid bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Abdurrahman Wahid bisa diselamatkan, tetapi ayahnya meninggal.15

Sewaktu masih kecil, Abdurrahman Wahid belajar mengaji dan membaca Al-Qur’an pada kakeknya, K.H. Hasyim Asy'ari. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca Al-Qur’an. Pada saat Abdurrahman Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, ia belajar di SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari dan mengikuti les privat Bahasa Belanda. Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar Abdurrahman Wahid memenangkan lomba karya tulis se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Abdurrahman Wahid dikirim orangtuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil menjadi santri di pesantren Krapyak. Abdurrahman Wahid banyak membaca buku berbahasa Inggris seperti buku karya Karl Max, filsafat Plato, dan Thales. Ia mendengarkan radio Voice of Amerika serta BBC London untuk meningkatkan berbahasa Inggris dan menambah wawasan. 16 14 Idem. 15 Ibid, hlm. 16 16 Ibid, hlm. 30-32

(26)

Setamat SMEP, Abdurrahman Wahid melanjutkan belajarnya di pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah. Pesantren ini diajar oleh K.H. Chudhari, sosok kiai yang humanis dan dicintai santrinya. Di pesantren ini, Abdurrahman Wahid dikenalkan dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktik-praktik mistik. Setelah menghabiskan dua tahun di Pesantren Tegalrejo, Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambakberas. Di Pesantren Tambakberas milik pamanya, K.H. Abdul Fatah ini, Abdurrahman Wahid menjadi seorang ustadz dan ketua keamanan.17

Pada tahun 1963, Abdurrahman Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar Studi Islam di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Abdurrahman Wahid diberitahu oleh pihak universitas bahwa ia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Abdurrahman Wahid terpaksa mengambil kelas remedial. 18

Sewaktu studi di Mesir, Abdurrahman Wahid terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965,

17 Ibid, hlm. 32-33 18

(27)

Abdurrahman Wahid kecewa; ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas karena hanya menghafal dan masih menggunakan unsur-unsur klasik.19

Di Mesir, Abdurrahman Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Abdurrahman Wahid, yang ditugaskan menulis laporan.20 Dalam menulis laporan tersebut, Abdurrahman Wahid berhasil membersihkan sejumlah besar nama mahasiswa yang dicurigai dengan menyatakan minat mereka terhadap pemikiran Marxis adalah minat yang sepenuhnya bersifat akademik bukan ideologi. Namun pada pertengahan 1966, Abdurrahman Wahid gagal dalam menempuh studi karena sibuk dengan kegiatan di luar studi dan kurang fokus.21

Ketika Abdurrahman Wahid ditawari kuliah di Mesir, ia diwanti-wanti oleh pamannya, K. H. Fatah, agar menikah terlebih dahulu. Abdurrahman Wahid pun menjadi gelagapan. Namun ia akhirnya

19 Ibid, hlm. 34 20 Ibid, hlm. 34-35 21

(28)

menyetujui anjuran pamanya tersebut. Sang paman pun juga membantu mencarikan calon untuk Abdurrahman Wahid. Lalu disodorkan nama Shinta Nuriyah, putri dari H. Abdullah Syukur. Shinta Nuriyah pun dulu pernah menjadi murid Abdurrahman Wahid ketika menjadi guru di Mu’allimat. Abdurrahman Wahid pun menyetujui pilihan pamanya itu.22

Sayangnya , Shinta Nuriyah belum bersedia dilamar, lantaran ia baru saja trauma oleh salah seorang gurunya yang meminangnya saat berusia 13 tahun yang juga bernama Abdurrahman. Namun keraguan Nuriyah berubah menjadi simpati ketika dalam sebuah suratnya Abdurrahman Wahid mengeluhkan bahwa ia tidak naik tingkat lantaran terlalu aktif di Persatuan Pemuda Indonesia sewaktu di mesir. Nuriyah pun tersentuh dn mencoba menghibur, “Masak manusia harus gagal dalam segala-galanya. Gagal dalam studi, paling tidak berhasil dalam jodoh.”

Tulis Nuriyah pada sepucuk surat untuk Abdurrahman Wahid. Begitu menerima surat itu, maka Abdurrahman Wahid langsung meminta ibunya untuk segera melamar Nuriyah.23

Abdurrahman Wahid menikahi Sinta Nuriyah pada tanggal 11 Juli 1969. Abdurrahman Wahid melakukan pernikahan jarak jauh, karena ia masih berada di Mesir. Sehingga pihak keluarga meminta kakek Abdurrahman Wahid dari garis ibu, K.H. Bisri Syansuri, yang berusia 68 tahun, untuk mewakili mempelai pria. Pernikahan Abdurrahman Wahid

22 M Hamid, op. cit, hlm.hlm. 18 23

(29)

dengan Nuriyah dianugerahi empat putri. Mereka adalah Alissa Qatrunnada Munawarah (Lissa), Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus (Anita), dan Inayah Wulandari (Inayah).24

Pendidikan sarjana Abdurrahman Wahid dimulai kembali melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Pada tahun 1966, Abdurrahman Wahid pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam cukup maju. Di Irak, ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Baghdad sampai tahun 1970. Selama di Baghdad, Abdurrahman Wahid menerima rangsangan intelektual yang tidak didapatkannya di Mesir. Ia juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.25

Setelah lulus dari belajar di Universitas Baghdad, Abdurrahman Wahid beraksud melanjutkan studinya ke Eropa, yaitu di Universitas Laiden, Belanda. Akan tetapi ia kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui. Utamanya dalam bahasa, misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, Abdurrahman Wahid harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani, atau Latin dengan baik disamping bahasa Jerman. Abdurrahman Wahid tidak memenuhi persyaratan itu. Akhirnya, Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling dari satu universitas ke universitas yang lainnya.26

24 Ibid, hlm. 19-20

25 Ibid, hlm. 35 26

(30)

Selesai masa studinya di beberapa negara di Eropa, Abdurrahman Wahid kembali ke Jakarta dan berharap masih bisa pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas Mc Gill Kanada. Di Indonesia, Abdurrahman Wahid bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. Abdurrahman Wahid juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Hal ini dilakukan demi menjaga nilai-nilai tradisional pesantren tidak tergerus, juga turut mengembangkan pesantren. Pada saat itu, pesantren berusaha mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Jika pesantren mau menggunakan kurikulum yang dimiliki pemerintah, maka pesantren bisa memperoleh dana dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas. Pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Abdurrahman Wahid memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.27

2. Abdurrahman Wahid dan NU

Karir Abdurrahman Wahid terus merangkak dan menjadi penulis untuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah

27

(31)

dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Abdurrahman Wahid tinggal bersama keluarganya.28

Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu, Abdurrahman Wahid masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es lilin yang dirintis istrinya. Pada tahun 1974 Abdurrahman Wahid mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Abdurrahman Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam. Pada tahun 1977, Abdurrahman Wahid bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam dan Universitas ingin agar Abdurrahman Wahid mengajar subyek tambahan seperti syariat Islam dan misiologi. Namun kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas.29

Abdurrahman Wahid berasal dari keluarga yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU). Abdurrahman Wahid pun diminta berperan aktif dalam menjalankan gerakan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Abdurrahman Wahid sebagai intelektual publik. Ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun pada akhirnya, Abdurrahman Wahid bersedia bergabung dengan Dewan tersebut

28 Ibid, hlm. 41-42 29

(32)

setelah kakeknya, K.H. Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga. Karena mengambil tanggung jawab ini, Abdurrahman Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Abdurrahman Wahid berkiprah sebagai reforman NU.30

Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Abdurrahman Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Abdurrahman Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye PPP dengan menangkap orang seperti dirinya. Namun, Abdurrahman Wahid selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny Moerdani.31

Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (yang termasuk Abdurrahman Wahid) untuk membahas isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan kepemimpinan. Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU pada era transisi

30 Ibid, hlm. 43 31

(33)

kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi akhirnya mundur karena tekanan. Pada 6 Mei 1982, Abdurrahman Wahid mendengar pilihan Idham untuk mundur dan menemuinya, lalu ia berkata bahwa permintaan mundur tidak konstitusionial karena Idham berkeinginan mundur gara-gara desakan sebagian kecil pihak. Dengan himbauan Abdurrahman Wahid, Idham membatalkan mundur dari jabatan ketua NU dan Abdurrahman Wahid bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang yang meminta kemundurannya.32

Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Abdurrahman Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Abdurrahman Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan Sunnah untuk pembenaran. Dan pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Abdurrahman Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada dalam politik.33

Reformasi yang dilakukan Abdurrahman Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984,

32 Ibid, hlm. 44-45 33

(34)

banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Abdurrahman Wahid sebagai ketua baru NU. Abdurrahman Wahid menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut.34

Terpilihnya Abdurrahman Wahid dilihat positif oleh Soeharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya , menjadikannya disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Soeharto menjadikan Abdurrahman Wahid indoktrinator Pancasila. Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Soeharto. Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Abdurrahman Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia. Hal ini merenggangkan hubungan Abdurrahman Wahid dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.35

Selama masa jabatan pertamanya, Abdurrahman Wahid fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dengan menganut kurikulum dari pemerintah dan berhasil meningkatkan kualitas sistem

34 Ibid, hlm. 46 35

(35)

pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular. Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyediakan interpretasi teks Muslim. Abdurrahman Wahid pernah pula menghadapi kritik bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam sekular "selamat pagi" karena di Indonesia masih banyak keberagaman salam sehingga dia menginginkan adanya sikap menghargai keberagaman tersebut.36

Abdurrahman Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI meminta Abdurrahman Wahid bergabung. Abdurrahman Wahid menolak karena ia mengira ICMI mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat. Pada tahun 1991, Abdurrahman Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum

36

(36)

Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.37

Pada Maret 1992, Abdurrahman Wahid berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Abdurrahman Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, dan memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Setelah acara usai, Abdurrahman Wahid mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.38

Menjelang Musyawarah Nasional NU di Cipasung tahun 1994, Abdurrahman Wahid menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Abdurrahman Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Abdurrahman Wahid. Ketika musyawarah nasional NU diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Abdurrahman Wahid tetap

37 Ibid, hlm. 47-48 38

(37)

terpilih sebagai ketua NU dalam Musyawarah Nasional NU tersebut, untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Abdurrahman Wahid memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati Soekarnoputri yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.39

Pada November 1996, Abdurrahman Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Abdurrahman Wahid sebagai ketua NU dan beberapa bulan berikutnya diikuti dengan pertemuan dengan berbagai tokoh pemerintah yang pada tahun 1994 berusaha menghalangi pemilihan kembali Abdurrahman Wahid. Pada saat yang sama, Abdurrahman Wahid memilih untuk melakukan reformasi tetap terbuka dan pada Desember 1996 bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.40

Pada Juli 1997 merupakan awal dari krisis finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi tersebut. Abdurrahman Wahid diminta untuk melakukan reformasi bersama Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais untuk menentang rezim Soeharto, namun ia terkena stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit, Abdurrahman Wahid melihat situasi terus memburuk dengan terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998 setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei

39 Ibid, hlm. 49 40

(38)

1998, Abdurrahman Wahid, bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman Soeharto. Soeharto memberikan usulan konsep Komite Reformasi untuk memenuhi tuntutan reformasi yang telah digelorakan seluruh elemen rakyat Indonesia. Sembilan pemimpin tersebut menolak untuk bergabung dengan Komite Reformasi. Abdurrahman Wahid meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati janjinya. Hal tersebut tidak disukai Amien Rais, yang merupakan oposisi Soeharto yang paling kritis pada saat itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Kemudian Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.41

3. Abdurrahman Wahid dan PKB

Menjelang pertengahan Juni 1998, menjadi semakin jelas partai-partai politik baru sudah bermunculan. Banyak kelompok dalam NU bersaing untuk menjadikan Abdurrahman Wahid penolong yang dapat membantu mereka. Mulanya, Abdurrahman Wahid merasa prihatin bahwa kelompok-kelompok NU ingin mendirikan partai politik, karena hal ini akan berarti mengaitkan agama dan politik. Namun menjelang Juli 1998, sikapnya mulai mengendur dan tampaknya hampir pasti akan ada semacam partai NU, dengan atau tanpa restunya. Abdurrahman Wahid mulai secara terbuka menyetujui pembentukan suatu partai NU. Abdurrahman Wahid

41

(39)

harus memimpin partai yang memanfaatkan pengikut-pengikut NU. Ia dan sejawatnya dalam PB NU merencanakan berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Abdurrahman Wahid sendiri secara Formal tidak menjadi pemimpin PKB. Yang menjadi ketua PKB adalah Matori Abdul Djalil, seorang politikus veteran yang berkiprah bertahun-tahun di PPP.42

4. Pemilihan Umum 1999

Sejak PKB didirikan pada bulan Juli 1998, banyak orang partai yang berharap Abdurrahman Wahid akan menjadi presiden. Paling tidak mereka mempunyai hak untuk mencalonkan Abdurrahman Wahid menjadi presiden. Pada tanggal 7 Februari 1999, ketua PKB yaitu Matori Abdul Djalil, mengumumkan bahwa PKB akan mencalonkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden dan dengan optimis ia berkata bahwa PKB akan berhasil mengumpulkan 30 persen suara. Namun banyak pengamat politik tidak berharap banyak bahwa Abdurrahman Wahid akan berhasil karena menurut mereka PKB hanya akan berhasil mengumpulkan suara dari kalangan NU.43

Walaupun Abdurrahman Wahid mempunyai kelemahan-kelemahan kecil yang bisa membuat orang jengkel, ia bisa menimbulkan kesetiaan dan rasa sayang dalam diri mereka yang berada di sekelilingnya. Untuk kampanye tahun 1999 ia mendapat bantuan yang menentukan dari sejumlah orang. Yang pertama adalah Alwi Shihab, salah seorang teman lama sejak

42 Greg Barton, Biografi Abdurrahman Wahid: The Authorized Boigraphi of Abdurrahman Wahid, Yogyakarta, Lkis, 2002, hlm. 310-312

43

(40)

masa mahasiswa di Kairo. Melalui Alwi Shihab, Abdurrahman Wahid bisa menjalin hubungan yang harmonis dengan Amien Rais dan berhubungan baik dengan kaum modernis terkemuka, termasuk anggota ICMI yang moderat. Orang yang berjasa bagi kampanye Abdurrahman Wahid adalah. Ratih Hardjono. Dalam tugasnya sehari-hari, Ratih bekerja sama erat dengan puteri Abdurrahman Wahid kedua, Yenny Wahid. Maka kedua wanita ini mengatur kehidupan Abdurrahman Wahid. Kelompok kecil yang berkumpul dalam kebanyakan kampanye Abdurrahman Wahid sangat kurang perlengkapan dan juga kurang berpengalaman, dan tidak mempunyai dana yang cukup walaupun mengenai soal dana mereka bisa meminta bantuan dari pesantren setempat atau dari teman-teman. Namun demikian, anggota tim kampanye ini bersemangat dan selalu bergurau gembira.44

Ketika Abdurrahman Wahid berkampanye, Alwi Shihab bekerja keras untuk memperbaiki hubungan antara kaum modernis dan tradisionalis. Menjelang pertengahan Mei 1999, sudah dapat dikatakan bahwa banyak kaum modernis dan kaum tradisionalis yang dapat bekerja sama. Bahkan kelihatannya hubungan pribadi antara Amien Rais dan Abdurrahman Wahid makin menjadi hangat dan erat. Namun hubungan antara Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri memburuk. Selama masa kampanye

44

(41)

selanjutnya keduanya sangat jarang bertemu untuk membicarakan suatu yang serius.45

Abdurrahman Wahid terlibat dalam kampanye politik yang serius untuk mencari dukungan bagi PKB dan juga bagi aliansinya dengan Megawati Soekarnoputri dan Amien Rais. Abdurrahman Wahid terus-menerus berkeliling Jawa karena di sinilah PKB mempunyai kesempatan banyak meraih suara. Namun, ia juga berkampanye di beberapa tempat yang tampaknya tak akan memberikan apa-apa padanya. Abdurrahman Wahid menyelesaikan kampanyenya dengan semangat tinggi. Kepada wartawan, Abdurrahman Wahid mekatakan bahwa menurutnya PKB akan mendapat mendapat lebih dari 30 persen suara secara nasional atau bahkan 40 persen.46

Hari pengumpulan suara tanggal 7 Juni terang penuh cahaya surya di Jakarta, kota yang biasanya diliputi mendung kelabu. Abdurrahman Wahid bangun pagi-pagi dan memberikan suaranya di tempat pemberian suara setempat di Ciganjur sebelum berangkat ke kantor PB NU di Jakarta Pusat. Ia penuh otimisme bukan saja mengenai PKB tetap juga mengenai Pemilu ini secara keseluruhan. Walau ada rasa khawatir mengenai keberhasilan untuk mengalahkan Golkar. Pada akhir perhitungan suara, PKB memperoleh 12,4 persen suara, suatu hasil yang mengecewakan. Dan yang lebih kecewa lagi adalah PAN, yang hanya berhasil mengumpulkan

45 Ibid, hlm. 332-334 46

(42)

sedikit lebih besar dari 7 persen. Golkar masih mampu mengumpulkan 22 persen, suatu hasil yang memang pantas mengingat sistem pemilihan ini lebih condong pada pemberian kursi di luar Jawa. Banyak yang terkejut dengan hasil yang dicapai PPP. Partai ini mengumpulkan 10 persen suara karena kinerjannya tetap baik di luar pulau Jawa dan selain itu PPP mempunyai banyak pendukung yang setia. PDI-P, secara tidak mengejutkan, menjadi pemenang dengan perolehan hampir 34 persen suara. PDI-P juga mendapatkan mayoritas kursi di DPR.

Pada akhir Juni, Amien Rais mulai lagi berbicara dengan Abdurrahman Wahid mengenai cara terbaik keduanya untuk bekerja sama. Amien Rais memulai kembali kekebiasaan lamanya untuk membentuk aliansi dengan kekuatan-kekuatan sektarian. Menjelang awal Juli jelaslah bahwa pertemuan antara Amien Rais dan Abdurrahman Wahid mempunyai akibat yang luas. Kira-kira pada saat yang sama mulai dibicarakan orang adanya kekuatan ketiga di Indonesia untuk mengimbangi Golkar dan anggota-anggota koalisinya terhadap PDI-P Megawati Soekarnoputri. Kekuatan ketiga ini disebut Poros Tengah.47

Awalnya tak ada yang tahu benar kelompok apa Poros Tengah ini, tetapi menjelang akhir Juni kelompok ini mulai diperlakukan sebagai blok kekuasaan ketiga yang dapat dipercaya dan pers menuliskannya dengan huruf kapital. Awalnya dianggap bahwa setelah Pemilu, keseimbangan

47

(43)

kekuasaan akan terbagi rata antara kaum reformis yang dipimpin PDI-P dan PKB dan kelompok koalisi “status-quo” yang dipimpim oleh Golkar dan PPP bersama dengan partai-partai Islam kecil. Kini ada Poros Tengah yang dipimpin oleh Amien Rais dan kelompok ini tampaknya bisa menarik PPP, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan (PK). Bila tidak, ketiga partai ini pasti akan berkoalisi dengan Golkar.48

Pada waktu yang sama, Amien Rais, atas nama Poros Tengah, mulai mengembangkan ide untuk mencalonkan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Pencalonan ini dikatakan merupakan cara untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara kelompok Megawati Soekarnoputri dan kubu Habibie. Dengan demikian, akan ada seorang calon lain seandainya terdapat jalan buntu mengenai Megawati Soekarnoputri dan Habibie. Pada 7 Oktober 1999, Fraksi Reformasi, yang terdiri dari unsur-unsur Poros Tengah bersama dengan PKB menetapkan Abdurrahman Wahid sebagai calon Presiden mereka. Fraksi Reformasi merupakan aliansi antara PAN dan PK. Bergabungnya PKB dengan fraksi Reformasi untuk mencalonkan Abdurrahman Wahid menunjukkan bahwa pencalonan ini memang serius adanya.49

Selasa 19 Oktober 1999 diadakan pemungutan suara mengenai diterima atau tidaknya pidato pertanggungjawaban Habibie. Ketika pemungutan suara dimulai, suasana menegangkan. Golkar mempunyai

48 Ibid, hlm. 341 49

(44)

cukup anggota untuk membuat Habibie berhasil. Namun, fraksi “Golkar Putih” yang dipimpin oleh Akbar Tandjung telah memutuskan untuk menghadang niat Habibie. Hasil akhir penghitungan suara dengan jelas menunjukkan bahwa Habibie telah digulung. Terdapat tekanan agar ia mengundurkan diri dari pencalonan presiden dan oleh karena itu yang tersisa adalah Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pada 20 Oktober 1999, Habibie mengundurkan diri dari perebutan kursi kepresidenan.50

Ketika penghitungan suara sudah hampir memasuki paro kedua, Abdurrahman Wahid menggungguli Megawati Soekarnoputri dan terus melaju meraih kemenangan. Abdurrahman Wahid telah mendapat dukungan dari Poros Tengah dan fraksi Golkar di bawah pimpinan Akbar Tandjung. Megawati Soekarnoputri terguncang dengan hasil ini, tetapi ia tetap bersikap sportif dan memberi selamat kepada Abdurrahman Wahid. Para pendukung Megawati Soekarnoputri pun marah dan melakukan kerusuhan.51

Megawati Soekarnoputri akan mengikuti pemilihan wakil presiden hanya apabila ia dipilih secara aklamasi. Alwi Shihab dan yang lain-lainnya membujuk dan memberi pengertian kepada Megawati Soekarnoputri bahwa apabila ia ikut serta dalam pertarungan untuk kursi wapres dengan bersaing melawan pemimpin PPP, Hamzah Haz, maka hal ini merupakan cara terbaik untuknya menjadi wapres. Pada awal penghitungan, Hamzah Haz

50 Ibid, hlm. 349-350 51

(45)

kelihatannya hampir dapat dipastikan menduduki kursi wapres. Akan tetapi akhirnya Megawati Soekarnoputri berhasil mengungguli Hamzah Haz dan memenangkan posisi wapres ini. Di seluruh negeri orang menjadi terbiasa melihat Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sebagai kombinasi yang mungkin paling baik.52

B. Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid 1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.53

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan

52 Ibid, hlm. 351-352

53

(46)

sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.54

2. Faktor-Faktor Penentu Kebijakan

Keberhasilan kebijakan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan ini. Banyak kebijakan yang secara umum dipandang para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat, sehingga tidak mencapai tujuan yang diharapkan. sebaliknya, ada kebijakan yang kurang bermutu dilihat dari substansinya, namun diterima masyarakat karena mewakili aspirasinya. Sekalipun dalam pencapaian tujuan terdapat banyak kekurangan.55

Ada dua faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang

dirumuskan. Hal ini dilihat pada kebenaran mengidentifikasi masalah secara tepat. kebenaran identifikasi masalah secara tepat artinya masalah yang diidentifikasi itu tidak hanya sekedar benar dalam arti masuk akal, tetapi juga dapat ditangani dilihat pada berbagai sarana dan kondisi yang ada mungkin dapat diusahakan. Di samping itu terdapat strategi yang tepat pula dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Kedua, adanya dukungan dalam menjalankan strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tidak dapat terwujud.56

54

Idem. 55

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta, Salemba Humanika, 2012, hlm. 109-110 56 Ibid, hlm. 110

(47)

3. Kebijakan Bidang Politik, Ekonomi Sosial dan Budaya Presiden Abdurrahman Wahid

a. Bidang Politik

Kabinet pertama Abdurrahman Wahid, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Sebelum pemilihan, Abdurrahman Wahid telah berbicara mengenai perlunya membentuk suatu kabinet “Persatuan Nasional” yang terdiri atas anggota-anggota yang berasal dari spektrum politik yang luas. Ide ini mungkin dapat terlaksana seandainya Abdurrahman Wahid bebas memilih menteri-menterinya. Abdurrahman Wahid berbicara dengan penuh harap mengenai kabinet yang sedang direncanakannya ini, sambil menyebutkan nama-nama mereka yang ia anggap terbaik dari 25 menterinnya. Pada waktu pengumuman, kabinet itu telah menjadi gabungan yang terlalu besar, yang tediri dari berbagai kepentingan politik dan perorangan yang bukan saja berbeda tetapi saling berlawanan. Namun demikian, masih ada menteri-menteri yang secara potensial memang baik. Siaran televisi mengenai pengumuman susunan kabinet ini merupakan hal yang juga penting untuk disimak. Abdurrahman Wahid memulai pengumuman ini dengan membacakan susunan kabinet, oleh karena jelas Abdurrahman Wahid tak dapat melakukan sendiri.57

57

(48)

Dalam bulan November 1999, Abdurrahman Wahid berangkat untuk mengadakan lawatannya yang penting ke berbagai negara. Ini adalah rangkaian pertamanya ke luar negeri sebagai presiden. Sebagaimana kunjungan-kunjungannya ke luar negeri, kali ini mengadakan sejumlah pertemuan yang telah diatur terlebih dulu, ditambah kunjungan kenegaraan untuk melengkapi rute perjalananya. Dalam kunjungannya ke Amman di Yordania dan Salt Lake City di Amerika Serikat, Abdurrahman Wahid juga mengadakan kunjungan singkat ke negara-negara ASEAN untuk memperkenalkan dirinya dan pemerintahannya, kemudian diakhiri dengan kunjungan di Tokyo dan Washington DC. Dalam perjalanannya ke Yordania, Abdurrahman Wahid mengunjungi Kuwait dan Qatar. Lalu di Amman ia bertemu dengan Raja Abdullah dan adiknya, Putra Mahkota Hussein dan juga Yaser Arafat, yang melintasi lembah Yordania untuk berbicara dengannya membicarakan masalah cita-cita bangsa Palestina. Abdurrahman Wahid pun berencana bertemu dengan PM Israel namun batal. Pada salah satu konfrensi pers Abdurrahman Wahid di Salt Lake City, ia mengungkit masalah KKN. Abdurrahman Wahid mengemukakan secara tak langsung bahwa tiga menterinya terlibat KKN. Seminggu kemudian Menko Kesra Hamzah Haz tiba-tiba mengundurkan diri. Perjalanan Abdurrahman Wahid ke luar negeri yang kedua dilakukan pertengahan

(49)

Desember dengan tujuannya ke Beijing untuk membahas masalah ekonomi di Indonesia.58

Salah satu perhatian utama Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah membina sekelompok orang yang dipercayainya untuk mengawasi proses reformasi dan pengelolaan negara. Tindakan resminya yang pertama adalah membubarkan dua departemen. Yang pertama adalah Departemen Penerangan. Alasannya kehadiran departemen ini lebih banyak ruginya daripada manfaatnya, baik oleh karena pendekatannya yang bersifat otoriter terhadap pengendalian informasi dan oleh karena kebiasaan yang berurat akar untuk memeras uang dari penerbit media. Yang kedua ditutupnya adalah Departemen Sosial. Alasan yang diberikan adalah korupsi dan praktik-praktik pemerasan telah sedemikian merasuki departemen ini sehingga departemen ini tak dapat lagi direformasi dan kegiatannya harus dilakukan oleh departemen-departemen yang lain. Penutupan kedua departemen ini memang kontroversial, apalagi yang berkaitan dengan departemen sosial dan membuatnya kehilangan popularitas di kalangan tertentu.59

Sekembalinya di Jakarta dari kunjungan luar negerinya, Abdurrahman Wahid mengambil tindakan yang menentukan dengan mengganti kepala BPPN yaitu Glenn MS Yusuf. Penggantian ini ia lakukan

58 Ibid, hlm. 357-359

59

(50)

karena Glenn MS Yusuf mempunyai hubungan terlalu dekat dengan rezim Orde Baru.60

Bulan selanjutnya, Abdurrahman Wahid berangkat ke London, Paris, Amsterdam, Berlin dan Roma. Dalam perjalanan pulang, ia berkunjung ke New Delhi, Seoul, Bangkok dan Brunei. Tujuan dari lawatan ini, demikian jelasnya, adalah untuk mendapatkan dukungan dari Eropa, baik secara ekonomi maupun politik, untuk pelaksanaan reformasi di Indonesia.61

Ketika berkunjung di Eropa, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa Feisal Tandjung dan Wiranto sebagai penghambat bagi reformasi. Abdurrahman Wahid meminta Menko Pertahanan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan pesan kepada Wiranto agar mengundurkan diri. Ketika Abdurrahman Wahid mendarat di Jakarta pada hari Minggu 13 Februari. Wiranto menjemputnya di lapangan udara, dan dengan bersemangat ia membujuk Abdurrahman Wahid agar bersabar sebelum memintanya mengundurkan diri. Namun Wiranto ingin memastikan Abdurrahman Wahid agar dirinya tak dicopot dari jabatan menteri pertahanan. Dan akhirnya Abdurrahman Wahid mencopot Wiranto sebagai Menteri Pertahanan.62

60 Ibid, hlm. 364

61 Ibid, hlm. 364-365 62

(51)

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Abdurrahman Wahid menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret 2000. Pada Juli 2000, Agus Wirahadikusumah mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati Soekarnoputri, anggota TNI mulai menekan Abdurrahman Wahid untuk mencopot jabatan Agus Wirahadikusumah. Abdurrahman Wahid mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus Wirahadikusumah sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Abdurrahman Wahid kembali harus menurut pada tekanan.63

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Abdurrahman Wahid masih tinggi. Sekutu Abdurrahman Wahid seperti Megawati Soekarnoputri, Akbar Tanjung dan Amien Rais masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Abdurrahman Wahid diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Abdurrahman Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menginginkan sebagian tugas kepresidenan diwakilkan kepada Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati Soekarnoputri menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP

63

(52)

MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus 2000, Abdurrahman Wahid mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati Soekarnoputri ingin pengumuman tersebut ditunda. Megawati Soekarnoputri menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Abdurrahman Wahid.64

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien Rais. Ia menyatakan kecewa mendukung Abdurrahman Wahid sebagai presiden tahun lalu karena gaya kepemimpinan Abdurrahman Wahid yang spontan dan menimbulkan kontroversi. Amien Rais juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati Soekarnoputri dan Abdurrahman Wahid untuk merenggangkan otot politik mereka. Namun Megawati Soekarnoputri tetap mendukung Abdurrahman Wahid, sementara Akbar Tanjung menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November 2000, 151 anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Abdurrahman Wahid.65

Abdurrahman Wahid lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan

64 Ibid, hlm. 62-63 65

(53)

terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.66

b. Bidang Ekonomi

Pada Januari 2000, Abdurrahman Wahid pergi ke Davos, Swiss, untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia. Ia juga berkunjung ke Arab Saudi untuk meminta bantuan keuangan yang lebih besar bagi kepentingan pemulihan ekonomi untuk Indonesia.67

Pada tanggal 24 April 2000, Abdurrahman Wahid di bawah tekakan untuk mereformasi tim ekonominya harus memecat menteri industri dan perdagangan Jusuf Kalla dari Partai Golkar, dan menteri BUMN, Laksamana Sukardi. Dalam pertemuan tertutup dengan DPR, Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa ia memecat Laksamana Sukardi karena menterinya ini tidak mampu bekerja dengan anggota-anggota timnya dan juga oleh karena ia merasa tidak senang dengan pejabat-pejabat yang diangkat oleh Laksamana Sukardi. Bagi Abdurrahman Wahid, hal ini merupakan sebuah kemalangan yang besar mengingat Laksamana Sukardi sangat profesional dan berintegritas bahkan dalam mengejar para koruptor.68

Pada Januari 2000, Abdurrahman Wahid berkeinginan mengirimkan uang ke Aceh untuk membantu kesejahteraan masyarakat agar

66 Ibid, hlm. 64 67 Ibid, hlm. 364 68

(54)

mendukung menegosiasi perdamaian di Aceh dengan berniat meminjam uang pada Bulog. Abdurrahman Wahid ingin melakukan peminjaman tanpa berhubungan dengan DPR lebih dulu karena prosesnya akan menjadi lama dan sulit. Pada awal Mei 2000, Abdurrahman Wahid mendapat kabar bahwa uang dalam jumlah empat juta dollar AS telah hilang dari dana cadangan Bulog. Suwondo adalah orang yang pernah menjadi tukang pijit Soeharto dan Abdurrahman Wahid yang telah mengambil uang tersebut. Suwondo mengaku bahwa ia mengambil uang tersebut atas perintah khusus presiden. Namun Abdurrahman Wahid tak pernah memerintah Suwondo untuk mengambil uang tersebut. Dan sebagian uang tersebut dapat diperoleh kembali walau Suwondo telah menghilang. Dalam waktu yang hampir bersamaan, terdapat skandal lagi. Abdurrahman Wahid meminta bantuan dari negeri-negeri asing untuk melakukan investasi di Aceh. Pada bulan Februari, ia mengunjungi Brunei dan berbicara pada Sultan Brunei yaitu Hassanah Bolkiah mengenai keadaan Aceh, akhirnya Sultan Hassanal Bolkiah memberikan sumbangan pribadi sebesar dua juta dollar AS. Sultan Hassanal Bolkiah pun menginginkan sumbangan ini untuk tidak diumumkan kepada masyarakat dan mempercayakan kepada Abdurrahman Wahid untuk mengurusnya. Kedua skandal diatas disebut skandal Buloggate dan skandal Bruneigate.69

69

(55)

c. Bidang Sosial dan Budaya

Abdurrahman Wahid mempunyai daftar yang luar biasa panjangnya mengenai masalah apa yang harus dipecahkannya. Salah satunya adalah mengatasi gerakan separatis di Papua Barat dan memutus siklus kekerasan di Aceh. Abdurrahman Wahid mengadakan pertemuan dengan pemimpin-pemimpin masyarakat Aceh dalam usahanya untuk menegosiasikan suatu penyelesaian. Dalam menghadapi tuntutan mengenai diselenggarakannya suatu referendum, Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa yang ada dalam benaknya bukanlah suatu referendum mengenai kemerdekaan melainkan bentuk-bentuk otonomi. Pada 30 Desember Abdurrahman Wahid berangkat ke Jayapura, ibukota Irian Jaya. Abdurrahman Wahid bertemu dengan pemimpin-pemimpin masyarakat dari segenap Irian Jaya. Abdurrahman Wahid menyatakan penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Hal ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat Irian Jaya.70

Pada bulan Maret 2000, Abdurrahman Wahid berkunjung ke Timor Timur. Di Dili ia disambut hangat oleh Xanana Gusmao dan Jose Ramos-Horta. Abdurrahman Wahid berpidato tentang penyesalan dan kesedihannya mengenai kekerasan yang terjadi di Timtim. Abdurrahman Wahid pun atas nama seluruh bangsa Indonesia memohon maaf atas kesalahan yang telah terjadi. Ketika ia berbicara mengenai perlunya Indonesia dan Timtim untuk

70

(56)

menjalin hubungan baik dan bekerjasama sebagai sahabat, komentar-komentarnya diterima dengan hangat sebagai hal yang tulus. Abdurrahman Wahid juga berpidato di hadapan para pengungsi dan kemudian ia berbicara dengan pemuka-pemuka agama.71

Pada Maret 2000, pemerintahan Abdurrahman Wahid mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001. Abdurrahman Wahid juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut karena sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan berbangsa dan bernegara masa kini.72

Pada bulan April, terjadi demontrasi di Jakarta oleh Laskar Jihad yang menuntut adanya perdamaian di Ambon dan Maluku serta mempersalahkan pemerintah dan kelompok Kristen sebagai pihak-pihak yang tidak berbuat apa-apa untuk mencapai perdamaian.73 Demonstrasi ini dipicu karena semakin parahnya konflik antara orang Islam dan Orang Katolik di Maluku. Laskar Jihad terbentuk pada tahun 2000 untuk menjalankan Perang Sabil melawan orang Kristen. Laskar Jihad dipimpin oleh seorang warga Indonesia dari garis keturunan Arab (Hadhrami) bernama Ja’far Umar Thalib. Laskar Jihad yang dipimpinnya beranggotakan

71 Ibid, hlm. 369

72 M. Hamid, op. cit, hlm. 61 73

(57)

sekitar 3000 orang yang ditempatkan di Maluku dari tahun 2000 sampai 2002.74 Laskar Jihad mendatangi Maluku untuk menyelesaikan masalah, dan mereka mendapat bantuan senjata dari militer. Laskar Jihad pun melakukan serangan di berbagai desa-desa Kristen. Abdurrahman Wahid pun marah dan jengkel terhadap militer dan memerintahkan untuk menghentikan aksi Laskar Jihad. Walaupun Abdurrahman Wahid telah berusaha menghentikan Laskar Jihad namun ia gagal untuk kekerasan di Maluku.75

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Abdurrahman Wahid pada Yayasan Shimon Peres.76

Hubungan Abdurrahman Wahid dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Abdurrahman Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.77

74 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta, Serambi, 2008, hlm. 713-714 75 Greg Barton, op. cit, hlm. 379-381

76 Ibid, hlm. 61 77

(58)

Pada September 2000, Abdurrahman Wahid menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Di Papua Barat, Abdurrahman Wahid memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Akibatnya Abdurrahman Wahid dikritik oleh Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tanjung karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.78

Presiden Abdurrahman Wahid mengeluakan PP. no. 6 tahun 2000 tentang pemulihan hak warga keturunan Tionghoa dalam hal keyakinan, tradisi dan budaya. Presiden Abdurrahman Wahid juga mencabut Inpres no. 14 tahun 1967 yang melarang semua bentuk ekspresi keagamaandan adat Tionghoa di muka umum. dengan adanya kebijakan tersebut, warga Indonesia keturunan Tionghoa dapat berekspresi sesuai keyakinan, budaya dan tradisi.79 Pada tanggal 9 April 2001 Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomer 19/2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur Fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).80

78 Ibid, hlm. 63

79 MN. Ibad & Ahmad Fikri AF, Bapak Tionghoa Indonesia, Yogyakarta, LkiS, 2011, hlm. 132 80 https://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Baru_Imlek, diunduh 25 Agustus 2015

(59)

C. Jasa-Jasa Presiden Abdurrahman Wahid Bagi Indonesia 1. Pembumian Nilai-Nilai Demokrasi

Di Indonesia, sosok Abdurrahman Wahid telah diakui oleh banyak kalangan sebagai figur yang identik dengan “demokrasi” itu sendiri. Ia mungkin satu-satunya tokoh Indonesia yang begitu getol bicara demokrasi, baik itu dari sudut sosial budaya, politik, hukum, maupun agama. Tentu semua ini menunjukkan kapasitas dan komitmennya menegakkan nilai-nilai demokrasi. Bahkan di awal tahun 1990-an, ketika oleh sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid disuruh memilih antara menjadi ketua PBNU atau forum demokrasi, dengan tegas Abdurrahman Wahid memilih menjadi Ketua forum demokrasi. Maka NU pun mengalah. Satu hal yang patut dibanggakan dari Abdurrahman Wahid, demokrasi yang dia usung bukanlah demokrasi model Barat ataupun Timur melainkan demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai martabat kemanusiaan yang bersifat universal, baik itu yang ia gali dari agama-agama, dari filsafat, maupun dari tradisi dan budaya nusantara.81

Kerja keras dan perjuangan tanpa mengenal kata menyerah dilakukan Abdurrahman Wahid selama ini, baik sebelum, saat dan setelah ia menjadi presiden. Upaya pembumian nilai-nilai demokrasi yang gradual itu, diselingi juga dengan serangkaian eksperimen-eksperimentasi demokrasi. Hal ini secara sporadis terlihat saat ia menjadi presiden RI.

81

(60)

Hanya dalam waktu relatif pendek, dalam masa kepresidenan Abdurrahman Wahid berhasil melatih bangsa Indonesia untuk selalu berubah dan berbenah. Bahkan setiap orang, kelompok, golongan, lembaga apapun, dibebaskan untuk eksis dan berkembang. Mereka dipersilahkan bicara dan membela aspirasi dan kepentingannya, bahkan untuk memilih yang terbaik bagi masa depan masing-masing dengan tanpa merugikan orang lain atau kepentingan negara.82

Hal ini terlihat pada kebijakannya seperti pembubaran departemen penerangan dan departemen sosial; penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua; dan pemberian otonomi khusus untuk Aceh.

2. Abdurrahman Wahid dalam Misi Kemanusiaan Dunia

Selain perhatian dan keterlibatannya dalam persoalan kemanusiaan dan kemiskinan di dalam negeri, Abdurrahman Wahid juga memberikan perhatian terhadap masalah-masalah kemanusiaan dunia. Abdurrahman Wahid lebih mengandalkan ketokohannya dengan melalui pemikiran-pemikirannya yang dituangkan dalam tulisan-tulisan maupun ceramah serta menjalin hubungan dan komunikasi bagi terciptanya ruang dialog yang seimbang. Hampir semua tulisan Abdurrahman Wahid mengandung muatan pembelaan terhadap hak asasi manusia dalam segala bidang (ideologi, politik, dan sosial budaya), serta pembelaan pada minoritas. Dalam

82

(61)

ceramah-caramahnya, Abdurrahman Wahid menyampaikan isu kemanusiaan dan kerukunan antarumat beragama.83

Abdurrahman Wahid selalu tampil terdepan dalam melakukan pembelaan terhadap minoritas. Pembelaan Abdurrahman Wahid terhadap sebuah peristiwa dibarengi dengan pengamatan yang cukup mendalam pada akar permasalahan dan tidak hanya sebatas tampil di depan bersikap sok pahlawan.84 Hal ini nampak pada kebijakannya menjalin hubungan dengan Timor Leste, dengan mengunjungi dan bertemu Xanana Gusmao dan Jose Ramos-Horta. Abdurrahman Wahid berpidato tentang penyesalan dan kesedihannya mengenai kekerasan yang terjadi di Timtim. Abdurrahman Wahid pun atas nama seluruh bangsa Indonesia memohon maaf atas kesalahan yang telah terjadi.

3. Abdurrahman Wahid dan Pluralisme

Abdurrahman Wahid adalah seorang pemikir dan pemimpin besar umat Islam yang memiliki sudut pandang berbeda dalam melihat keseluruhan ajaran Islam. Cara pandangnya yang berbeda inilah yang membuat Abdurrahman Wahid diterima masyarakat dunia yang beragam suku, agama, ras dan antargolongan. Beberapa pokok perbedaan cara pandang Abdurrahman Wahid diantaranya adalah ia lebih menekankan pada nilai ajaran daripada formalisasi ajaran. Titik tolak pemikiran Abdurrahman Wahid inilah yang membawa Abdurrahman Wahid pada pandangan bahwa

83 MN. Ibad & Ahmad Fikri AF, op. cit, hlm. 10-11 84

(62)

Islam sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan perdamaian, penghormatan pada manusia, universal, bukan bersifat skeptik, tertutup, dan tertentu untuk umat Islam saja.85

Prinsip kewajiban menolong siapa saja yang membutuhkan pertolonganlah, yang membawa Abdurrahman Wahid berani tampil membela siapa saja yang tertindas dan terpinggirkan. Karena itu Abdurrahman Wahid melakukan pembelaan pada ketertindasan umat manusia, untuk melakukan kebebasan sehingga Abdurrahman Wahid kemudian memperhatikan kelompok minoritas atau yang terpinggirkan. Abdurrahman Wahid pada sikap totalitas dalam memperjuangkan perdamaian umat manusia, antarsuku, antarnegara, dan bangsa serta antaragama.86 Hal ini nampak pada kebijakannya mengeluakan PP. no. 6 tahun 2000 tentang pemulihan hak warga keturunan Tionghoa dalam hal keyakinan, tradisi dan budaya. Dan pada tanggal 9 April 2001 mengeluarkan Keputusan Presiden Nomer 19/2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur Fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).

85

Ibid, hlm. 93-94 86 Ibid, hlm. 97-98

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi agresif memiliki satu buah sub yaitu Komunikasi Aggresif tidak Langsung yang berupaya untuk memaksa orang lain melakukan hal yang kita kehendaki tetapi mereka

pengguna. 2) Pengguna dapat memilih paket umroh yang sudah ada di website. 3) Pengguna harus melakukan logout setelah selesai mengakses website... 4) Sistem menghitung pembayaran

PENGARUH PERMAINAN FINGER PAINTING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS AWAL SISWA TUNALARAS KELAS I SLB-E BHINA PUTERA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017.. Skripsi,

[r]

PENETAPAN SISWA PENERIMA MANFAAT INDONESIA PINTAR TINGKAT MA TAHUN AJARAN 2015/2016 SEMESTER II PERIODE JANUARI – JUNI.. DAFTAR SISWA PENERIMA MANFAAT PROGRAM INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk melengkapi data tentang aspek biologi ular yang dilindungi dan untuk mengetahui biologi reproduksi dan konsumsi pakan ular sanca sawah putih

Saran pengembangan sistem ke depan, meliputi (1) penggunaan database secara menyeluruh, (2) membuat sistem yang mampu menyimpan data rekam kegiatan mahasiswa setiap kali

This fact attracts many scholars in the fields of religious tolerance and pluralism such as Budhi Munawar-Rachman who wrote Islam dan Pluralisme Nurcholish Madjid