(Studi Kasus: Kecap Merek ABC dan Bango)
DISUSUN OLEH:
EFENDY A14104121
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Bauran Pemasaran di Kota Tangerang (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango). Di bawah bimbingan IMAN FIRMANSYAH
Kecap merupakan salah satu bumbu masakan yang berguna untuk menambah citarasa masakan. Saat ini persaingan dalam industri kecap semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan datangnya pendatang baru dalam industri ini.
Kecap ABC dan Bango adalah dua merek kecap yang memiliki pangsa pasar yang sudah besar di Indonesia. Kecap ABC sebagai market leader dalam industri kecap mendapat persaingan utama dari kecap Bango sebagai market challanger. Untuk melihat merek kecap manis apa yang memiliki ekuitas merek terkuat, penulis meneliti tentang ekuitas merek dari kecap Bango dan kecap ABC.
Penelitian ini difokuskan pada analisis ekuitas merek dari kecap ABC dan Bango di wilayah Perumnas Tangerang. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan merek antara kecap ABC dan Bango di wilayah tersebut.
Rekomendasi yang dirumuskan pada penelitian ini mengacu pada analisis dari masing-masing elemen ekuitas merek, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty.
Penelitian dilakukan di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV di kota Tangerang. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2008.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probability sampling, jenisnya adalah proportionate judgement sampling, jumlah sampel yang diambil ditetapkan 100 orang.
Hasil dari analisis brand awareness menunjukkan kecap ABC unggul pada top of mind dari konsumen kecap dengan skor 53 persen dan diikuti kecap Bango dengan skor 36 persen. Pada analisis brand recall, kecap Bango unggul dari kecap ABC dengan skor 24.15 persen. Pada analisis brand recognition, kecap ABC dan Bango masing-masing memiliki seorang responden yang harus diberi bantuan untuk mengenal kedua merek tersebut. Pada analisis unaware of brand, tidak ada responden yang tidak mengenal kedua merek kecap tersebut.
Pada analisis asosiasi merek, kecap ABC menghasilkan enam asosiasi yang membentuk citra merek kecap ABC, yaitu asosiasi rasa kecap yang enak, terbuat dari bahan-bahan alami, teknologi pembuatan modern, iklan kecap yang menarik, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal. Untuk kecap Bango, terdapat sembilan asosiasi yang membentuk citra merek dari kecap tersebut.
Asosiasi-asosiasi tersebut adalah rasa yang enak, kekentalan yang pas, mudah meresap dalam masakan, terbuat dari bahan-bahan alami, harga kecap yang terjangkau, kemasan bervariasi, teknologi pembuatan modern, mudah didapat, dan merek kecap sudah dikenal.
Dalam analisis persepsi kualitas dengan menggunakan metode IPA, atribut-atribut yang dimiliki oleh kecap ABC menyebar pada kuadran kedua, ketiga, dan satu atribut pada kuadran keempat. Pada kuadran dua terdapat atribut- atribut seperti mudah dicari, rasa yang enak, merek sudah dikenal, kekentalan kecap pas, harga terjangkau, dan mudah meresap dalam masakan. Atribut-atribut seperti iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang
yang dimiliki kecap tersebut tersebar pada kuadran kedua dan ketiga saja. Pada kuadran kedua terdapat atribut-atribut seperti mudah dicari, rasa kecap yang enak, kekentalan yang pas, merek kecap sudah dikenal, harga kecap terjangkau, dan mudah meresap ke dalam masakan. Pada kuadran ketiga terdapat atribut seperti variasi ukuran kemasan, iklan kecap yang menarik, kelengkapan informasi pada kecap, dan bintang iklan terkenal.
Pada analisis loyalitas merek dengan pendekatan sikap, kecap Bango memiliki habitual buyer sebesar 48,80 persen, satisfied buyer dan liking the brand sebesar 87,81 persen, committed buyer sebesar 17,07 persen, dan tidak memiiki switcher. Kecap ABC memiliki switcher sebesar 1,89 persen, habitual buyer sebesar 67,92 persen, satisfied buyer sebesar 79,25 persen, liking the brand sebesar 77,36 persen, dan committed buyer sebesar 11,32 persen. Kecap Bango memiliki tingkat switcher yang lebih rendah dari kecap ABC, artinya kecap Bango sudah dapat memuaskan harapan konsumen terhadap produk kecap manis tersebut.
Dari pendekatan perilaku, nilai PRoT dan percentage unloyal kecap Bango juga lebih rendah dibandingkan kecap ABC dan kecap merek lainnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa loyalitas konsumen kecap Bango yang cukup tinggi.
Loyalitas yang tinggi dari kecap Bango karena kualitas kecap Bango memang lebih baik dari kecap yang lain sehingga konsumennya jarang yang berpindah ke merek kecap lain.
Berdasarkan hasil-hasil tersebut maka saran yang dapat diberikan adalah:
1) Kecap ABC sebaiknya memperbaiki pengelolaan asosiasi-asosiasi yang membentuk brand image-nya. 2) Produsen kecap ABC lebih memfokuskan produksi kemasan kecapnya pada jenis kemasan yang paling sering digunakan konsumen agar biaya produksi tidak terbuang percuma. 3) Promosi-promosi langsung kepada konsumen, seperti Festival Jajanan Bango, perlu ditingkatkan karena promosi jenis ini dapat menarik perhatian masyarakat dan konsumen dapat membuktikan secara langsung kualitas dari kecap.
(Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango)
Oleh:
Efendy A14104121
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
(Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango) Nama : Efendy
NRP : A14104121
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Drs. Iman Firmansyah, M.Si NIP. 131 760 851
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG DENGAN JUDUL “ANALISIS EKUITAS MEREK KECAP SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP STRATEGI BAURAN PEMASARAN DI KOTA TANGERANG (STUDI KASUS : KECAP MEREK ABC DAN BANGO)” ADALAH KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, September 2008
Efendy A14104121
Penulis bernama lengkap Efendy. Lahir di Bogor pada tanggal 5 Oktober 1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Saud Purba dan Lumongga Manihuruk.
Penulis mengawali pendidikan akademis di Taman Kanak-Kanak Dewi Sartika, Tangerang pada tahun 1992. Pendidikan dilanjutkan di SD Slamet Riyadi I, Tangerang dan selesai pada tahun 1998. Kemudian pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Slamet Riyadi, Tangerang. Pendidikan menengah umum dilanjutkan di SMU N 2, Tangerang.
Tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa tingkat sarjana Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekuitas Merek Kecap Serta Implikasinya Terhadap Strategi Bauran Pemasaran di Kota Tangerang (Studi Kasus : Kecap Merek ABC dan Bango)”.
Kecap telah menjadi kebutuhan mendasar bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pengguna kecap yang semakin banyak mendorong para produsen kecap bersaing untuk merebut pasar yang ada. Saat ini sudah banyak merek kecap yang beredar di pasaran dan dalam berbagai kemasan. Hal ini menyebabkan konsumen memiliki pilihan yang beragam dalam memilih merek kecap yang akan dikonsumsi. Produsen perlu meningkatkan ekuitas mereknya agar semakin dikenal oleh konsumen sehingga produk mereka dapat bertahan. Merek yang memiliki ekuitas terkuat akan memenangkan persaingan. Hal ini lah yang menjadi dasar penulis tertarik untuk meneliti elemen-elemen ekuitas merek pada kecap manis.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Efendy A14104121
Segala puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk bimbingan, saran dan masukan, terutama kepada:
1. Bapak dan Mama untuk semua doa, kasih sayang, perhatian, bimbingan, dan pengajaran yang telah diberikan.
2. Drs. Iman Firmansyah, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas semua masukan, bimbingan, dan kesabarannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama atas semua masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Arif Karyadi, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala perbaikan dalam penulisan skripsi ini.
5. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen pembimbing akademik atas semangat, kesabaran, dan masukannya kepada penulis.
6. Seluruh dosen, pengelola, dan staf Program Studi Manajemen Agribisnis untuk semua ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini.
7. Abang Erick serta adikku Erna dan Edo atas semua dukungannya agar skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Teman-teman AGB’ers 41 atas kebersamaan, kekeluargaan, kekompakkan, dan dukungannya selama ini.
10. Richard yang membantu memberitahukan jadwal pertemuan dengan Pak Iman.
Halaman
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian... 7
1.4 Manfaat Penelitian... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Gambaran Umum Kecap ... 10
2.2 Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian ... 11
2.3 Bauran Pemasaran ... 12
2.3.1 Strategi Produk ... 12
2.3.2 Strategi Harga ... 13
2.3.3 Strategi Distribusi... 13
2.3.4 Strategi Promosi ... 14
2.4 Penelitian Terdahulu... 14
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual... 22
3.1.1 Kegunaan Merek ... 22
3.1.2 Ekuitas Merek... 25
3.1.2.1 Kesadaran Merek... 27
3.1.2.2 Asosiasi Merek... 28
3.1.2.3 Persepsi Kualitas ... 29
3.1.2.4 Loyalitas Merek... 30
3.1.3 Peranan Ekuitas Merek... 32
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 33
IV. METODE PENELITIAN... 36
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 36
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 36
4.3 Metode Penarikan Sampel... 36
4.4 Sarana Pengolahan Data ... 38
4.5 Analisis Data ... 38
4.5.1 Analisis Deskriptif... 38
4.5.2 Uji Spearman Brown ... 39
4.5.3 Uji Cochran ... 40
4.5.4 Importance and Performance Analysis ... 41
4.5.5 Brand Switching Pattern Matrix ... 44
xi
V. GAMBARAN UMUM ... 49
5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 49
5.2 Karakteristik Umum Responden ... 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 57
6.1 Analisis Kesadaran Merek... 57
6.2 Analisis Asosiasi Merek ... 59
6.3 Analisis Persepsi Merek ... 62
6.4 Analisis Loyalitas Konsumen... 68
VII. IMPLIKASI TERHADAP BAURAN PEMASARAN ... 74
7.1 Strategi Produk ... 74
7.2 Strategi Harga... 75
7.3 Strategi Promosi ... 75
7.4 Strategi Distribusi... 76
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77
8.1 Kesimpulan ... 77
8.2 Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN... 82
xii
No. Halaman
1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan ... 1
2. Perbandingan Kadar Protein Antara Kedelai dengan Beberapa Bahan Makanan Lain ... 2
3. Konsumsi Kecap Manis di Indonesia ... 2
4. Ekspor dan Impor Kecap Manis Indonesia... 3
5. Perkembangan Jumlah Perusahaan Kecap di Indonesia ... 3
6. Total Penjualan Kecap Manis di Indonesia ... 4
7. Pangsa Pasar Kecap ABC dan Bango... 5
8. Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman ... 6
9. Jumlah Responden Per Wilayah Perumnas ... 38
10. Jumlah Rumah Tangga Per Wilayah Perumnas ... 49
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Merek Kecap yang Dikonsumsi ... 50
12. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 50
13. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Merek ... 51
14. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 51
15. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52
16. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 52
17. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Per Bulan ... 53
18. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku ... 54
19. Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat Pembelian ... 55
xiii
Per Bulan ... 55
22. Top of Mind Kecap Merek ABC dan Bango ... 58
23. Brand Recall Kecap Merek ABC dan Bango ... 58
24. Brand Recognition Kecap Merek ABC dan Bango... 59
25. Uji Cochran Terhadap Kecap ABC ... 61
26. Uji Cochran Terhadap Kecap Bango... 61
27. Asosiasi-asosiasi Yang Membentuk Citra Merek ... 62
28. Nilai Rata-rata Importance dan Performance Kecap ABC ... 63
29. Nilai Rata-rata Importance dan Performance Kecap Bango... 65
30. Nilai Persentase Brand Loyalty pada Kecap ABC dan Bango ... 68
31. Brand Switching Pattern Matrix Pada Produk Kecap ... 71
32. Probability Rate of Transition (PRoT) Pada Produk Kecap ... 72
xiv
No. Halaman
1. Konsep Brand Equity... 26
2. Piramida Brand Awareness ... 27
3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional... 35
4. Diagram Importance and Performance (IPA)... 42
5. Diagram Importance and Performance Kecap ABC ... 63
6. Diagram Importance and Performance Kecap Bango ... 66
7. Piramida Loyalitas Kecap Merek ABC ... 70
8. Piramida Loyalitas Kecap Merek Bango... 71
xv
No. Halaman
1. Kuisioner Penelitian ... 83
2. Asosiasi yang Diuji dengan Uji Rank Spearman... 90
3. Hasil Perhitungan Uji Rank Spearman ... 91
4. Perhitungan Loyalitas Responden ... 92
xvi
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang tidak hanya kaya akan ragam budaya tetapi juga kaya akan ragam kulinernya. Sebagian besar kuliner yang ada di Indonesia menggunakan kecap manis sebagai bumbu untuk menyedapkan masakan dan menambah cita rasa makanan yang dihasilkan. Selain fungsinya sebagai penyedap dan bumbu masakan, kecap manis juga meningkatkan nilai gizi makanan karena terbuat dari kedelai yang kaya akan protein. Tabel 1 berikut menunjukkan komposisi zat gizi yang terkandung di dalam kedelai.
Tabel 1. Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan
KOMPONEN KADAR (%)
Protein 35-45 Lemak 18-32 Karbohidrat 12-30 Air 7 Sumber: www.sentrainformasiiptek.htm diakses tanggal 19 Agustus 2008
Pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa kedelai memiliki kadar protein yang cukup besar yaitu sebesar 35 sampai 45 persen. Pada varietas kedelai yang unggul kadar protein dapat mencapai 40 sampai 53 persen.
Kadar protein yang terdapat dalam kedelai juga cukup tinggi jika dibandingkan dengan bahan makanan yang lain. Kadar protein dalam kedelai yang tinggi ini menjadikan bahan makanan olahan dari kedelai, salah satunya adalah kecap manis, dapat menjadi sumber protein dalam masakan. Protein yang terdapat dalam kecap manis telah melewati proses fermentasi dalam pembuatannya sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh.
Tabel 2. Perbandingan Antara Kadar Protein Kedelai dengan Beberapa Bahan Makanan Lain
BAHAN MAKANAN PROTEIN (% BERAT)
Susu skim kering 36,00
Kedelai 35,00
Kacang hijau 22,00
Daging 19,00
Ikan segar 17,00
Telur ayam 13,00
Jagung 9,20
Beras 6,80
Tepung singkong 1,10
Sumber: www.sentrainformasiiptek.htm, diakses tanggal 19 Agustus 2008
Oleh karena manfaat nilai gizi yang baik ini, kecap manis menjadi banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia selain fungsinya sebagai bumbu masakan. Saat ini jumlah penduduk di Indonesia mencapai sekitar 220 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk Indonesia membuat konsumsi kecap manis semakin meningkat setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan kecap manis di Indonesia cukup besar dan menjadi pasar yang potensial.
Tabel 3. Konsumsi Kecap Manis di Indonesia Tahun 2002 – 2005 Tahun Konsumsi
(000 L)
Rata-rata Pertumbuhan per Tahun (%)
2002 181.987 22.16
2003 191.757 5.09
2004 194.493 1.41
2005 294.117 33.87
Sumber: BPS, 2006
Pasar yang potensial ini mendorong bertumbuhnya industri kecap manis di Indonesia. Pertumbuhan ini ditandai dengan banyaknya perusahaan yang memproduksi kecap manis di Indonesia, baik yang berskala nasional maupun yang berskala lokal.
Perkembangan industri kecap juga didukung oleh permintaan kecap di luar negeri sehingga mendorong kegiatan ekspor dan impor kecap. Sebagai contoh,
konsumsi kecap di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 43.35 juta liter per tahun sedangkan produksi kecap di negara tersebut hanya mencapai 17.85 juta liter per tahun1. Perkembangan ekspor kecap manis Indonesia mengalami peningkatan yang tinggi setiap tahunnya.
Tabel 4. Ekspor dan Impor Kecap Manis Indonesia
Ekspor Impor Tahun
Jumlah (kg) Nilai (US$) Jumlah (kg) Nilai (US$)
2001 2.814.870 1.909.103 80.978 30.815
2002 2.767.443 1.837.567 123.187 89.201
2003 3.517.456 2.617.091 250.469 140..277
2004 3.957.743 3.322.878 561.961 250.463
2005 4.327.777 3.292.184 602.760 302.185
Sumber: BPS, 2006
Selain tingkat konsumsi kecap manis yang tinggi, pertumbuhan industri kecap manis ini juga didorong oleh para penanaman modal yang berinvestasi dalam industri kecap manis, baik Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanam Modal Asing (PMA). Penanaman modal ini dapat mendukung perusahaan atau produsen kecap manis sehingga dapat memperluas skala usahanya karena mendapat dukungan modal dari para investor.
Tabel 5. Perkembangan Jumlah Perusahaan Kecap di Indonesia Pada Tahun 2000 - 2004
Ukuran perusahaan Sumber modal Tahun
Sedang Besar PMDN PMA Lainnya Total
2000 82 5 2 4 85 91
2001 85 9 6 3 85 94
2002 86 13 6 4 86 96
2003 86 14 5 4 86 95
2004 81 20 10 4 84 95
Sumber: BPS, 2005
1 Disarikan dari www2.kompas.com/kesehatan/news/0404/11/143157.htm
Bantuan modal dari para investor membuat jumlah perusahaan atau produsen kecap manis secara umum semakin bertambah setiap tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2004, khususnya untuk perusahaan atau produsen yang berukuran besar yang sudah memiliki skala usaha yang luas di Indonesia. Bantuan modal ini dapat membantu perkembangan industri kecap manis di Indonesia sehingga para produsen dapat semakin memperluas usahanya.
Dalam perkembangan industri kecap ini, banyak perusahaan kecap manis yang berproduksi dengan menggunakan merek-merek yang berbeda (baik yang berskala lokal maupun yang sudah berskala nasional). Hal ini menunjukkan terjadinya persaingan yang ketat di antara para perusahaan kecap manis yang ada.
1.2. Perumusan Masalah
Pola konsumsi kecap di Indonesia yang setiap tahun cenderung meningkat dan adanya penanaman modal (dalam negeri maupun asing) dalam industri kecap manis mendorong semakin banyaknya perusahaan yang berproduksi dalam industri ini untuk memenuhi konsumsi kecap yang ada.
Tabel 6. Total Penjualan Kecap Manis di Indonesia Berdasarkan Merek Tahun 2004
No. Merek Kecap Volume Penjualan (L)
Nilai Penjualan (Rp)
Kecap manis 53.802.190.332 596.578.689.050
1 ABC 24.813.308.928 300.781.035.530
2 Bango 6.744.306.560 96.307.838.960
3 Cap Panah 4.292.774.368 28.257.228.800
4 Indofood 3.889.007.424 45.736.004.608
5 Cap Cabe Gunung 2.819.738.528 13.849.767.168
6 Nasional 2.683.747.704 27.456.459.520
7 Bulan 2.380.273.536 18.074.766.592
8 Piring Lombok 1.571.578.752 16.406.068.224
9 Mikado 699.661.224 7.023.231.616
10 Merak 587.867.440 6.042.324.096
Sumber: PT. Heinz ABC dalam Khaerani, 2005
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kecap ABC dan Bango merupakan dua merek kecap yang menempati urutan paling atas. Penjualan kedua merek kecap tersebut juga sangat besar. Kecap ABC sebagai market leader dalam industri kecap manis memiliki volume dan nilai penjualan tertinggi mendapat persaingan yang ketat dari kecap Bango di posisi kedua sebagai market challenger.
Pangsa pasar yang dimiliki kecap ABC mengalami penurunan beberapa tahun belakang ini karena dampak persaingan yang ketat dari kecap Bango dan merek kecap lainnya. Pada tahun 2003, PT Unilever Indonesia mengakuisisi merek kecap Bango sehingga pangsa pasar kecap Bango semakin terus mengalami peningkatan setiap tahun. Sebelum pengakuisisian oleh PT. Unilever Indonesia, kecap Bango hanya kuat berproduksi untuk skala Jawa Barat dan Jakarta dengan pemasaran yang tradisional. Kecap Bango sudah dapat didistribusikan secara luas sekarang karena telah bergabung dengan PT. Unilever Indonesia yang merupakan perusahaan yang besar di Indonesia.
Tabel 7. Pangsa Pasar Kecap ABC dan Bango (dalam persen)
Tabel Pangsa pasar ABC Pangsa pasar Bango
2002 69.2 20.2
2003 64.4 23.8
2004 54.7 26.3
2005 51.2 30.4
2006 49.8 36.1
Sumber: www.swa.co.id diakses tanggal 16 Oktober 2008
Banyaknya merek kecap manis yang ada membuat loyalitas konsumen kecap manis terhadap suatu merek menjadi semakin berkurang. Konsumen semakin memiliki keleluasaan yang besar dalam memilih pada saat melakukan pembelian kecap manis. Pada tahun 2005, rata-rata indeks loyalitas konsumen kecap sebesar 75.2 persen mengalami penurunan menjadi 69.1 persen pada tahun 2006.
Penurunan rata-rata indeks loyalitas konsumen kecap manis di Indonesia perlu mendapat perhatian dari para produsen kecap manis, terutama produsen yang memiliki pangsa pasar yang besar seperti PT. Heinz ABC dan PT. Unilever Indonesia.
Tabel 8. Rata-rata Indeks Loyalitas Konsumen Indonesia Jenis Industri Makanan dan Minuman Tahun 2005 – 2006 (dalam persen) Jenis industri Rata-rata Indeks
2005
Rata-rata Indeks 2006
Minyak goreng 70.1 85.5
Kopi bubuk 71.9 73.4
Mie instan 68.9 72.9
Rokok mild 74.1 71.5
Saus sambal 72.8 69.1
Kecap manis 75.2 69.0
Minuman energi cair - 66.2
Rokok kretek 75.5 65.9
Minuman tidak bersoda 71.6 62.9
Sumber: www.swa.co.id diakses tanggal 18 Oktober 2008
Akibat dari penurunan loyalitas ini, para produsen kecap manis tersebut perlu semakin meningkatkan ekuitas merek mereka pada konsumen yang ada di Indonesia karena semakin kuat ekuitas merek kecap dalam industri kecap manis, semakin loyal konsumen terhadap suatu merek kecap.
Hasil analisis ekuitas merek ini berguna untuk kepentingan perusahaan dan konsumen. Ekuitas merek yang kuat dapat menjamin keberlangsungan usaha perusahaan karena dapat meningkatkan profit dari penjualan produk. Bagi konsumen, ekuitas merek yang kuat dari suatu produk dapat membantu konsumen dalam memilih suatu merek dari suatu kategori produk ketika melakukan pembelian.
Oleh karena itu, penelitian mengenai ekuitas merek kecap manis menjadi perlu untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimana ekuitas merek yang dimiliki oleh kecap ABC dan kecap Bango.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana elemen-elemen ekuitas merek dari kecap manis ABC dan kecap manis Bango?
2. Bagaimana implikasi hasil analisis ekuitas merek terhadap strategi bauran pemasaran dari kedua produsen kecap manis tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis elemen-elemen ekuitas merek pada kecap manis ABC dan kecap manis Bango.
2. Merekomendasikan alternatif strategi bauran pemasaran yang dapat dilakukan oleh kedua produsen kecap manis tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Produsen kecap merek ABC dan Bango sebagai tambahan informasi dalam mengevaluasi dan merumuskan strategi pemasaran produknya dalam menghadapi persaingan industri kecap.
2. Peneliti lainnya, sebagai bahan rujukan yang dapat dijadikan tinjauan pustaka bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ekuitas merek kategori produk kecap.
3. Bagi penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai peranan ekuitas merek terhadap suatu produk serta menerapkan ilmu dan teori yang sudah didapat.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya mengkaji ekuitas merek dari dua merek kecap manis yaitu kecap manis ABC dan Bango. Kedua merek kecap manis tersebut dipilih karena kedua merek tersebut sudah memiliki pangsa pasar yang besar dan merek- merek tersebut juga paling sering mengadakan iklan di media elektronik dan promosi dalam bentuk lainnya sehingga cukup dikenal oleh konsumen kecap dan sudah banyak masyarakat yang pernah mengkonsumsi kecap manis tersebut.
Kriteria responden dalam penelitian ini adalah mereka yang sudah pernah mengkonsumsi kecap manis sehingga mereka dapat memberikan penilaian terhadap merek kecap yang mereka gunakan. Daerah yang dijadikan tempat penelitian adalah daerah Perumnas I, II, III, dan IV di kota Tangerang. Responden yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah konsumen rumah tangga, yakni ibu rumah tangga, karena daerah yang dijadikan lokasi penelitian merupakan daerah perumahan yang sebagian besar warganya sudah berkeluarga.
Elemen-elemen ekuitas merek yang diteliti yaitu brand awareness, brand association, brand perceived quality, dan brand loyalty. Dalam brand awareness yang diteliti adalah top of mind, brand recall, brand recognition, dan unaware of brand dari merek kecap manis ABC dan kecap manis Bango. Analisis brand association dianalisis dengan uji Cochran untuk menganalisis asosiasi-asosiasi yang membentuk citra dari suatu merek kecap manis. Analisis brand perceived
quality dianalisis dengan Importance and Performance Analysis. Pada analisis brand loyalty dianalisis loyalitas konsumen terhadap suatu merek kecap manis dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sikap dan pendekatan perilaku.
Pendekatan sikap dianalisis dengan model piramida loyalitas sedangkan pendekatan perilaku dianalisis dengan metode perhitungan Brand Switching Pattern Matrix.
2.1. Gambaran Umum Kecap
Menurut Hermana (1985) dalam Afifa (2006), kecap merupakan sari kedelai yang telah difermentasikan , dengan atau tanpa tambahan gula dan bumbu.
Kedelai yang digunakan untuk membuat kecap biasanya kedelai hitam agar kecap yang dihasilkan memiliki warna coklat kehitaman. Kecap yang dibuat dari kedelai kuning akan berwarna coklat. Di Indonesia dikenal beberapa macam kecap, yaitu kecap manis, kecap manis (asin) sedang, dan kecap asin, sesuai kadar gula yang terkandung di dalamnya. Selain kecap kedelai murni, ada kecap yang dibuat dari campuran gandum dan kedelai. Pembuatan kecap juga dapat dilakukan tanpa proses fermentasi, yaitu dengan hidrolisa asam. Namun cara ini belum digunakan dalam industri kecap di Indonesia. Secara fermentasi, pembuatan kecap dimulai dengan fermentasi kedelai dengan cendawan, dilanjutkan dengan fermentasi dalam larutan garam, dan akhirnya pemasakan. Semakin lama proses fermentasi dilakukan, maka semakin sedap aroma dan rasa kecapnya. Cendawan yang digunakan dalam fermentasi kedelai adalah cendawan jenis Apergillus oryzae atau Rhizopus oryzae. Daya urai terhadap protein dari cendawan Rhizopus oryzae tidak sebaik Aspergillus oryzae sehingga mutu kecap yang dihasilkannya pun kurang.
Menurut Utomo dan Nikkuni (2000) dalam Afifa (2006), dalam proses pembuatan kecap terdapat dua cara fermentasi. Cara pertama yaitu fermentasi dengan menggunakan Aspergillus oryzae pada suhu 25-30° C selama tiga sampai tujuh hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi tersebut dicampur
dengan 20-30 persen larutan garam untuk dibawa pada fermentasi cara kedua yaitu dengan larutan garam di bawah 20 persen pada suhu 20-30° C selama dua minggu sampai dua bulan. Kemudian bubur yang telah terfermentasi disaring.
Terdapat tiga macam kecap berdasarkan kualitasnya. Kualitas petama adalah kecap yang mengandung protein lebih dari 6 persen, kualitas kedua mengandung 4-6 persen protein, dan kualitas ketiga mengandung 2-4 persen protein, 1 persen lemak, 9 persen karbohidrat.
2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian
Engel, et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Setiap hari konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan produk dan merek yang akan mereka konsumsi. Secara umum, proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen melalui lima tahap, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan
Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.
2. Pencarian informasi
Konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).
3. Evaluasi alternatif
Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga ke alternatif yang dipilih.
4. Pembelian
Konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu.
5. Evaluasi paska pembelian
Konsumen mengevaluasi kembali apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah dikenakan.
2.3. Bauran Pemasaran
Menurut Stanton, et al. (1994) dalam Widyanggari (2005), jangkauan pemasaran sangat luas meliputi berbagai tahap kegiatan yang harus dilalui oleh barang dan jasa sampai ke tangan konsumen, sehingga ruang lingkup kegiatan yang luas itu disederhanakan menjadi empat kebijakan pemasaran yang biasa disebut bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari empat komponen, yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi (promotion).
2.3.1 Strategi Produk
Produk adalah benda berwujud (barang) maupun tidak berwujud (jasa) yang ditawarkan ke pasar untuk dibeli dan dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk tersebut.
Manfaat ini dikomunikasikan dan dipenuhi oleh atribut produk. Untuk produk barang, mutu produk menunjukkan kemampuan sebuat produk untuk menjalankan fungsinya. Ciri produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing. Sedangkan desain dapat menyumbangkan kegunaan atau manfaat produk serta coraknya.
2.3.2. Strategi Harga
Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki dan menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Penetapan harga dan persaingan harga telah dinilai sebagai masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan.
Keputusan-keputusan mengenai harga dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal perusahaan.
2.3.3. Strategi Distribusi
Sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produk khususnya barang dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang saling tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan suatu produk tersedia bagi pengguna atau konsumen. Saluran distribusi yang baik menjamin ketersedian produk bagi
konsumen mereka sehingga dapat mencegah konsumen mereka pindah ke merek lain.
2.3.4. Strategi Promosi
Pemasaran tidak hanya membicarakan tentang produk, harga, dan distribusi saja tetapi juga bagaimana mengkomunikasikan produk ini kepada masyarakat agar produk tersebut dapat dikenal, dibeli, dan digunakan oleh konsumen. Fungsi promosi dalam bauran pemasaran adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen.
2.4. Penelitian Terdahulu
Mulyadin (2006) dalam penelitiannya menganalisis tentang Analisis Efektifitas Iklan Televisi Kecap Cap Bango dan Brand Equity Produk Kecap (Studi Kasus di Kota Bogor). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas iklan televisi kecap merek Cap Bango dan mengetahui elemen-elemen brand equity (brand awareness, brand perceived quality, brnad association, dan brand loyalty). Alat analisis yang digunakan, yaitu Consumer Respons Index (CRI), uji Rank Spearman, uji Alpha, analisis Biplot, skala Likert, dan analisis deskriptif.
Pengukuran efektifitas iklan dengan Consumer Respons Index (CRI) memperoleh besarnya nilai CRI untuk merek Cap Bango adalah sebesar 62.25 persen yang diperoleh dari hasil kali antara aware x comprehend x interested x intentions x action yaitu 100% x 87.75% x 82056% x 100% x 85.92%. Responden
yang sampai pada tahap membeli kecap merek Cap Bango sebesar 62.25 persen, artinya masih ada peluang sebesar 37.75 persen CRI yang masih belum diperoleh.
Pada analisis Top of Mind, kecap Bango menempati posisi tertinggi dengan persentase jumlah responden yang ingat sebesar 49 persen, kemudian diikuti oleh kecap merek ABC, Zebra, Indofood, dan Nasional. Pada analisis brand recall, kecap merek Zebra mampu meraih angka tertinggi dengan persentase sebesar 24,29 persen.
Pada analisis asosiasi merek kecap dengan menggunakan analisis Biplot yang dilakukan terhadap kecap merek ABC dihasilkan lima butir asosiasi yang juga merupakan brand image kecap merek ABC, yaitu “merek yang dapat diandalkan”, “ukuran berat yang bervariasi”, “mudah diperoleh”, “terbuat dari bahan-bahan alami”, “ dan “harganya yang terjangkau”.Analisis Biplot juga menghasilkan lima asosiasi pembentuk brand image kecap merek Bango, yaitu
“iklan di televeisi yang gencar”, “iklan di televisi yang menarik”, “kualitas yang diperoleh sudah sesuai harga”, “informasi produk yang lengkap”. Dan “terbuat dai bahan-bahan alami”. Kecap merek Nasional dan Indofood membentuk kelompok tersendiri namun kurang memiliki brand image yang kokoh di benak responden.
Pada ukuran persepsi kualitas, atribut “mudah diperoleh” menjadi keunggulan mutlak kecap merek ABC dibanding kecap merek Bango, Zebra, Indofood, dan Nasional dengan nilai rata-rata 4.22 (sangat baik), hal ini diduga karena telah lamanya kecap merek ABC berada di pasaran dan luasnya jaringan distribusi produk.
Pada tingkatan loyalitas merek, untuk merek ABC didominasi oleh konsumen yang membeli karena kebiasaan dan sungguh-sungguh menyukai
merek. Untuk merek Bango didominasi oleh kosumen yang benar-benar menyukai merek tersebut. Switcher pada kecap merek ABC lebih besar daripada kecap merek Bango.
Indriasari (2006) meneliti tentang Analisis Ekuitas Merek (Brand Equity) pada produk kopi instan (Cappucino) (Studi Kasus di Dua Universitas di Bogor).
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan membandingkan elemen-elemen terkuat ekuitas merek terkuat pada produk kopi instan cappucino.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode analisis deskriptif, skala Likert, rata-rata dan standar deviasi, serta matrix perpindahan merek.
Hasil penelitian mengenai ekuitas merek pada produk kopi instan cappucino menunjukkan bahwa merek kopi instan cappucino yang terkuat adalah merek Torabika yang bersaing ketat dengan merek Nescafe. Merek Torabika lebih baik pada elemen kesadaran merek dan loyalitas merek. Merek Nescafe lebih baik pada elemen asosiasi merek dan persepsi kualitas.
Merek kopi instan cappucino Torabika secara umum menempati posisi teratas pada elemen kesadaran merek (top of mind). Pada elemen brand association merek Nescafe unggul karena seluruh asosiasi menggambarkan brand image. Asosiasi-asosiasi tersebut adalah harga yang terjangkau, kemudahan dalam mendapat, kualitas produk yang tinggi, kemasan yang bagus, rasa dan aroma yang khas, serta merek sudah dikenal. Sedangkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image pada merek Torabika adalah harga yang terjangkau, kemudahan dalam mendapat, rasa dan aroma yang khas, serta merek yang sudah dikenal. Merek Nescafe secara keseluruhan mendapat nilai rata-rata tertinggi pada setiap atribut
pengukuran brand perceived quality. Atribut-atribut yang dimiliki merek Nescafe adalah kemudahan dalam mendapat, rasa dan aroma yang khas, kualitas produk yang tinggi, kemasan yang bagus, merek sudah dikenal, dan iklan yang menarik.
Merek Torabika memiliki kondisi lebih baik pada elemen loyalitas merek dan konsumen merek Nescafe dan merek Indocafe lebih loyal dibandingkan dua merek lainnya.
Afifa (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap di Indonesia bertunjuan untuk menguraikan keragaan perekonomian kedelai dan industri kecap di Indonesia dan menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai pada indutri kecap.
Penelitian dilakukan sejak bulan Mei hingga Juni 2004 dengan dengan mengmpulkan data-data sekunder dari berbagai instansi. Data sekunder yang digunakan berupa data time series sejak tahun 1990 hingga tahun 2002.
Penelitian ini menggunakan alat analisis tekni Kuadra Terkecil Biasa (OLS/ Ordinary Least Square). Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah nila R2 sebesar 0.731, artinya 71.3 persen keragaman permintaan penelitian kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh keragaman variabel-variabel dalam model, sementara sisanya yaitu 28.7 persen dijelaskan oleh variabel di luar model yang diduga disebabkan oleh kondisi-kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi kedelai di Indonesia saat ini, seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai selalu meningkat setiap tahunnya, ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu dan belum berkembangnya varietas-varietas baru yang diminati oleh petani kedelai yang sesuai dalam penggunaannya pada industri kecap serta
mampu mensubstitusi kedelai impor. Pada model permintaan kedelai pada industri kecap, peubah yang paling berpengaruh nyata secara positif adalah harga kecap, nilai tukar rupiah, dan perusahaan kecap. Sementara sisanya yaitu produksi kecap, harga kedelai, permintaan kedelai tahun sebelumnya dan variabel dummy tidak berpengaruh nyata terhadap model.
Mahasin (2007) menganalisis tentang Analisis Brand Equity (Ekuitas Merek) Minuman Sirup dan Implikasinya Dalam Kegiatan Pemasaran (Kasus Merek ABC di Giant Hypermarket Margo city Depok). Tujuan penelitian ini adalah mengabalisis bersarnya pengaruh masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap nilai brand equity (brand equity value) sirup ABC berdasarkan model Costumer-Based Brand Equity, menganalisis besarnya brand equity value sirup ABC dalam mengukur kekuatan mereknya dibandingkan pesaing utama, mengetahui elemen mana yang paling berpengaruh terhadap brand equity value sirup ABC, dan merumuskan alternatif strategi bauran pemasaran sirup ABC berdasarkan hasil analisis brand equity value yang telah diketahui.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert digunakan untuk mengukur citra merek (brand image), pengembangan program pemasaran (developing marketing program), pemilihan elemen merek (choosing brand element), dan penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder (leverage of secondary association). Jumlah skala Likert yang digunakan adalah 4 skala dengan menghilangkan unsur keragu-raguan dalam setiap pertanyaannya. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis elemen kesadaran merek (brand awareness). Teknik Structural Equation Modelling (SEM) digunakan untuk mengetahui pengaruh (kontribusi) dari masing-masing elemen
brand equity terhadap brand equity dan untuk mengukur brand equity value secara keseluruhan berdasarkan nilai elemen-elemen brand equity yang telah diketahui.
Dari hasil analisis, elemen brand equity ABC mencakup komponen dari brand knowledge, yaitu brand awareness dan brand image yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap brand equity ABC. Pengaruh langsung dari elemen brand awareness dan brand image yaitu sebesar 69 dan 100 persen. Brand knowledge ABC diukur oleh komponen-komponen brand-building tools and objectives, yaitu elemen choosing brand element, elemen developing marketing program, dan elemen leverage of secondary association. Ketiga elemen tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap elemen brand awareness ABC, yaitu masing-masing sebesar 75 persen, 63 persen, dan 92 persen. Strategi produk yang perlu dijalankan adalah dengan melakukan repositioning sebagai sirup yang memiliki kadar manfaat yang tinggi dibandingkan pesaing. Strategi saluran distribusi yang perlu dijalankan adalah mempertahankan push strategy dan menjaga kontinyuitas produk di pasar.Strategi promosi yang perlu dijalankan adalah membedakan tampilan iklan sesuai repositioning.
Prastyadi (2007) dalam penelitiannya tentang Analisis Brand Equity Produk Minuman Isotonik Merek Mizone ingin meneliti tentang elemen-elemen brand equity pada produk minuman isotonis merek Mizone, merumuskan strategi distribusi. Uji Cohran, Importance and Performance Analysis, dan Brand Switching Pattern Matrix menjadi metode analisis data dalam penelitian tersebut.
Pada elemen kesadaran merek, merek Mizone secara umum sudah cukup memiliki kesadaran merek yang kuat. Pada persepsi kualitas dengan
menggunakan diagram Cartesius Importance and Performance Analysis maka atribut yang harus diprioritaskan perbaikan kinerjanya adalah atribut efek cepat berasa, memulihkan stamina, dan harga. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya pada saat ini adalah atribut kemasannya menarik, rasa, dan volume/isi.
Atribut yang menjadi prioritas rendah perusahaan adalah manfaat.
Pada loyalitas merek, merek Mizone belum memiliki loyalitas merek yang kuat. Tingkat switcher sebesar 41 persen dibandingkan dengan tingkat committed buyer yang memiliki nilai sebesar 22 persen. Strategi distribusi yang dibangun Mizone sudah cukup kuat sehingga Mizone hanya perlu mempertahankan jalur distribusi yang ada dan terus memperluas jalur distribusi dengan membuka jalur distribusi lain.
Manuhutu (2003) menganalisis Ekuitas Merek atas Merek-Merek Teh Dalam Botol (Studi Kasus Mahasiswa di Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran merek, asosiasi merek, kesetiaan merek setiap merek teh dalam botol, dan mengetahui ekuitas merek dari merek-merek yang bersaing di pasar. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, uji Cohran, analisis multiatribut, skala Liker, dan ProT (Probability Rate of Transition). Merek-merek teh botol yang diteliti ada tujuh, yaitu Teh Botol Sosro, Tekita, Fruit Tea, Frestea, S-tee, Teh 2 Tang, dan Teh Giju.
Hasil tabulasi menunjukkan bahwa Teh Botol Sosro memiliki tingkat kesadaran merek yang tinggi. Sementara hasil uji Cohran menunjukkan bahwa atribut-atribut yang berasosiasi dengan Teh Botol Sosro dan Frestea ada tujuh atribut, selanjutnya diikuti ole Fruit Tea dengan empat atribut, Tekita, Teh Giju, dan Teh 2 Tang masing-masing tiga atribut, dan S-tee hanya satu atribut. Teh 2
Tang dikesankan paling berkualitas oleh konsumennya. Pada elemen kesetiaan merek, diperoleh dua hasil yang berbeda, dari pendekatan sikap diperoleh merek Frestea yang memiliki loyalitas tertinggi. Sedangkan pendekatan perilaku diperoleh merek Fruit Tea. Secara umum hasil penelitian menunjukkan Teh Botol Sosro memiliki ekuitas merek yang paling kuat, diikuti oleh Tekita, Fruit Tea, Frestea, Teh 2 Tang, Teh Giju, dan S-tee.
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV Kota Tangerang yang berbeda dengan penelitian-penelitian kecap terdahulu. Perbedaan lain penelitian ini adalah alat analisis persepsi kualitas. Alat analisis digunakan dalam penelitian ini adalah diagram Importance and Performance Analysis dari kedua penelitian terdahulu karena diagram tersebut mampu memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai persepsi konsumen terhadap kualitas dari kecap dan membantu dalam membuat strategi bauran pemasaran. Jumlah macam merek yang diteliti juga berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini meneliti dua merek kecap manis yang memiliki pangsa pasar yang luas, yaitu kecap ABC dan Bango.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti tentang ekuitas merek pada suatu produk.
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Kegunaan Merek
Fenomena persaingan perusahaan yang terjadi dalam era globalisasi sekarang membuat pemasar perlu melakukan suatu upaya untuk mengembangkan produk mereka untuk merebut market share (pangsa pasar) yang ada. Agar dapat melakukan hal tersebut, pemasar memerlukan suatu elemen penting dalam produk mereka, yakni suatu merek.
Menurut Durianto et al. (2004), merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang dimaksud dengan merek adalah tanda yang berupa gambar, huruf- huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merek merupakan janji penjual untuk secara konstan memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar simbol karena merek dapat memiliki enam tingkat pengertian, yaitu: (1) Atribut: merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu; (2) Manfaat: merek memberikan
jaminan kualitas dan manfaat; (3) Nilai: merek menyatakan nilai tentang produsen; (4) Budaya; (5) Kepribadian; (6) Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli produk tersebut. (Rangkuti, 2004)
Menurut Durianto et al. (2004), merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini karena beberapa faktor, seperti:
1. Merek mampu membuat janji emosi yang konsisten dan stabil. Emosi konsumen terkadang naik-turun.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Hal ini bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat bisa diterima di seluruh dunia dan budaya.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk dalam merek tersebut. Potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.
Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
Menurut Kertajaya (2004), merek bukan hanya sekedar sebuah nama, bukan juga sekedar sebuah logo atau simbol. Merek adalah “payung” yang mempresentasikan produk dan layanan. Merek merupakan cerminan value yang diberikan kepada pelanggan.
Merek memiliki peranan yang sangat besar bagi keberlangsungan daur hidup produk, terutama dalam tahap introducing dan growth. Pada tahap ini, pesaing-pesaing dengan produk yang sejenis banyak bermunculan sehingga produk-produk sejenis ini memerlukan sebuah merek untuk mendiferensiasikan dirinya dengan produk lain yang sejenis.
Menurut Simamora (2002), merek mempunyai tiga manfaat bagi masyarakat, yakni:
1. Pemberian merek memungkinkan mutu produk lebih terjamin dan lebih konsisten.
2. Merek dapat meningkatkan efisiensi pembelian karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat membelinya.
3. Merek dapat meningkatkan inovasi-inovasi produk baru karena produsen terdorong menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan dari pesaing.
Merek juga bermanfaat bagi penjual, yaitu memudahkan penjual mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul, memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas produk, memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan, serta membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
3.1.2. Ekuitas Merek
Ekuitas merek (brand equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan (Durianto, 2004)
Kotler (2005) mendefinisikan ekuitas merek (brand equity) sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas suatu produk atau jasa. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik. Pelanggan akan membayar lebih mahal untuk merek yang kuat. Sejauh mana pelanggan bersedia membayar lebih tinggi untuk merek tertentu tersebut merupakan ukuran ekuitas merek.
David A. Aaker dalam Durianto et al. (2004) menulis dalam bukunya yang berjudul Managing Brand Equity, ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
1. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Asosiasi merek (brand association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3. Persepsi kualitas (perceived quality), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4. Loyalitas merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
5. Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets).
Brand Equity (nama, simbol)
Perceived Quality Brand
Awareness Brand
Association Brand
Loyalty Other
proprietary brand assets
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat
• Interpretasi/proses informasi
• Rasa percaya diri dalam pembelian
• Pencapaian kepuasan dari pelanggan
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat
• Efisiensi dan efektivitas program pemasaran
• Brand loyalty
• Harga/laba
• Perluasan merek
• Peningkatan perdagangan
• Keuntungan kompetitif
Gambar 1. Konsep Brand Equity menurut David A. Aaker (1991).
3.1.2.1. Kesadaran merek
Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari kategori produk tertentu. Ada empat tingkatan dalam kesadaran merek, yaitu:
1. Top of mind atau puncak pikiran, menggambarkan merek yang pertama kali muncul dalam ingatan responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentang suatu kategori produk.
2. Brand recall atau pengingatan kembali merek, mencerminkan merek- merek lain yang diingat responden setelah merek yang pertama kali disebut.
3. Brand recognition atau pengenalan brand awareness, di mana responden diberikan bantuan dalam mengingat/mengenali suatu merek.
4. Unaware of brand, tingkatan yang paling rendah di mana responden sama sekali tidak menyadari keberadaan merek dari kategori produk tertentu.
Top of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unaware of Brand
Gambar 2. Piramida Brand Awareness (Durianto, 2004).
3.1.2.2. Asosiasi merek
Asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image.
Semakin banyak asosiasi yang saling behubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tertentu (Durianto, 2004).
Menurut Rangkuti (2002), asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan karena dapat membantu proses penyusunan informasi yang membedakan merek yang satu dari yang lain. Ada lima manfaat asosiasi merek, yaitu:
1) Membantu proses penyusunan informasi
Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.
2) Membedakan
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan suatu merek dari merek yang lain.
3) Alasan untuk membeli
Asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan membeli produk tersebut atau tidak.
4) Menciptakan sikap/perasaan positif
Asosiasi merek dapat menimbulkan perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.
5) Landasan untuk perluasan merek
Asosiasi merek dapat menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.
3.1.2.3. Persepsi kualitas
Persepsi kualitas (perceived quality) didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas bersifat subjektif dari sudut pelanggan karena pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Membahas persepsi kualitas berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk
David A. Garvin dalam Durianto menyebutkan ada tujuh dimensi persepsi kualitas untuk produk barang, yakni:
• Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
• Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut.
• Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
• Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya.
• Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk (features).
• Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur sesuasi dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
• Hasil: mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya.
Pada umumnya untuk produk jasa, dimensi yang digunakan meliputi Kompetensi, Keandalan, Tanggung jawab, dan Empati (Duarianto, 2004).
3.1.2.4. Loyalitas merek (Brand loyalty)
Loyalitas merek (brand loyalty) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran (Rangkuti, 2002).
Ada lima tingkatan dalam loyalitas merek, yaitu:
1. Switcher (berpindah-pindah)
Merupakan tingkatan loyalitas merek yang paling rendah di mana pembeli sama sekali tidak loyal terhadap merek apapun yang ditawarkan.
Ciri-ciri pembeli jenis ini adalah mereka yang membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Habitual buyer (membeli karena kebiasaan)
Merupakan pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Pada dasarnya mereka tidak mendapati alasan yang cukup untuk beralih ke produk lain, terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai pengorbanan lain. Pembeli ini membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek termasuk ke dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. Meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek.
4. Liking the brand (pembeli yang menyukai merek)
Pembeli pada tingkatan ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5. Committed buyer (pembeli yang komit)
Pembeli pada tingkatan ini merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka, dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
3.1.3. Peranan Ekuitas Merek
Durianto (2004), ekuitas merek (brand equity) dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Dalam kenyataannya, perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.
Disamping memberikan nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk:
1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama dan menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.
2. Empat dimensi ekuitas merek: kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen.
3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal yang penting dalam merespon inovasi yang dilakukan pesaing. Loyalitas merek ini sangat dipengaruhi oleh elemen-elemen ekuitas merek yang lainnya.
4. Asosiasi merek sangat penting sebagai dasar startegi positioning maupun strategi perluasan produk.
5. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh laba yang lebih tinggi dengan menerapkan premium price dan mengurangi ketergantungan pada promosi.
6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau bidang bisnis baru.
7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.
8. Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki oleh pesaing.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kecap sering kali digunakan dalam proses memasak karena kecap termasuk bumbu masakan yang memberikan warna dan aroma yang khas dan menambah kandungan gizi pada masakan. pada masakan. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan kecap dalam memasak. Hal ini membuat permintaan kecap di Indonesia cukup tinggi. Penanaman modal dalam industri kecap manis oleh para investor dalam negeri maupun asing semakin semakin meningkat. Hal ini mendorong perkembangan industri kecap manis yang dapat
dilihat dari banyaknya produsen kecap yang ada di Indonesia, baik yang berskala naisonal maupun yang berskala lokal. Beragam merek kecap ini membuat kondisi persaingan dalam industri kecap semakin ketat dan pilihan konsumen saat akan memutuskan untuk membeli kecap semakin banyak. Oleh karena itu, perusahaan kecap perlu meningkatkan ekuitas merek mereka di benak konsumen. Ada enam macam merek produk kecap yang menempati urutan teratas, yaitu kecap merek ABC, Cap Bango, Piring Lombok, Indofood, Jeruk, dan Angsa2. Namun, penelitian ini hanya akan meneliti dua merek produk kecap, yakni kecap ABC dan Bango karena kedua merek kecap ini sudah dikenal luas dan pangsa pasarnya juga sudah besar di Indonesia. Kedua merek kecap tersebut gencar mempromosikan produk mereka sehingga konsumen sudah mengenal produk kecap tersebut sehingga konsumen untuk kedua merek kecap ini cukup banyak yang akan dijadikan responden.
Adapun elemen-elemen ekuitas merek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek.
Kesadaran merek dianalisis dengan analisis deskriptif, asosiasi merek dengan Uji Cohran, persepsi kualitas dengan diagram Importance and Performance Analysis, dan loyalitas merek dengan Brand Switching Pattern Matrix.
Hasil dari analisis ekuitas merek yang dilakukan kemudian akan digunakan untuk membuat strategi bauran pemasaran untuk kedua merek kecap yang diteliti.
2 Majalah SWA 20/XX/21 SEPTEMBER – 4 OKTOBER 2006
Beragamnya merek yang ada untuk kategori produk kecap dan munculnya merek baru dalam pasar kecap membuat persaingan semakin ketat
Kecap merek ABC Kecap merek
Cap Bango
Merek yang memiliki ekuitas merek terkuat dan konsumen yang loyal akan tetap bertahan
Perilaku pembelian konsumen
Ekuitas merek kecap
Brand awareness
Brand association
Perceived quality Brand loyalty
Analisis Deskriptif
Uji Cohran Importance and Performance Analysis
Brand Swtiching Pattern Matrix
Hasil analisis ekuitas merek
Semakin banyak perusahaan atau produsen dengan merek mereka masing-masing
Strategi bauran pemasaran
Permintaan kecap di Indonesia cukup tinggi
Dukungan modal oleh para investor
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional.
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Perumnas I, II, III, dan IV, Kota Tangerang pada bulan Juli-Agustus 2008. Pemilihan lokasi untuk tempat penelitian ini didasarkan karena keempat daerah perumahan ini merupakan daerah yang cukup banyak penduduknya dan sebagian besar berupa rumah tangga, yang merupakan segmen pasar dari kecap manis, sehingga akan memudahkan dalam pencarian responden.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah informasi penelitian yang dikumpulkan melalui survei dan observasi. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner dan wawancara langsung dengan responden produk kecap sehingga data primer berbentuk kuisioner yang telah diisi responden.
Data sekunder diperoleh melalui Badan Pusat Statistik Jakarta, majalah SWA, penelusuran literatur di internet, dan penelusuran literatur dari buku-buku dan skripsi-skripsi yang terkait dengan topik ini di Perpustakaan IPB Darmaga.
4.3. Metode Penarikan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah responden ibu rumah tangga karena pengambil keputusan dalam pembelian bahan makanan untuk
konsumsi untuk keluarga umumnya diputuskan dan dilakukan oleh ibu rumah tangga (Widyanggari, 2005).
Metode penarikan sampel yang digunakan adalah proportionate judgement sampling, yakni memilih ibu rumah tangga yang bersedia untuk dijadikan responden, menanyakan beberapa pertanyaan screening, selanjutnya jika orang tersebut memenuhi kriteria untuk menjadi responden maka responden tersebut akan diwawancarai atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuisioner penelitian (Maholtra, 2004). Berdasarkan perhitungan rumus Slovin (Umar, 2003), jumlah sampel atau responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini minimal 100 orang, jumlah tersebut diharapkan dapat mewakili populasi konsumen kecap manis yang ada di wilayah Perumnas.
Menurut Nasution (2007), tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia, juga tidak ada batasan yang jelas apa yang dimaksud dengan sampel yang besar dan sampel yang kecil. Banyaknya jumlah sampel yang diambil bergantung pada faktor-faktor lain, seperti biaya, fasilitas, waktu yang tersedia, dan populasi yang ada atau bersedia dijadikan sampel.
Adapun cara perhitungan rumus Slovin sebagai berikut:
n = 2
. 1 Ne
N + Keterangan:
n = ukuran sampel N = ukuran populasi
e = galat/eror, sebesar 10 persen
Total populasi rumah tangga yang ada di keempat wilayah perumahan ini diambil dari data kependudukan yang terdapat di kecamatan Cibodas tempat penelitian dilakukan.
Tabel 9. Jumlah Responden Per Wilayah Perumnas
Wilayah Jumlah rumah tangga Persentase Jumlah responden
Perumnas I 6987 40.51% 40
Perumnas II 5446 31.58% 30
Perumnas III 3259 18.90% 20
Perumnas IV 1553 9.01% 10
Total 17245 100% 100
Sumber: Kecamatan Cibodas, 2008
4.4. Sarana Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program piranti lunak (software) komputer, yakni Microsoft Excel 2003, SPSS 13.0 for Windows, dan Minitab 14.0. Program komputer ini dipilih karena program tersebut dapat digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dalam penelitian ini dan pengoperasian ketiga program ini tidak sulit.
4.5. Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deksriptif, Uji Spearman- Brown, Cochran Test, Importance and Performance Analysis, dan Brand Switching Pattern Matrix.
4.5.1. Analisis Deskriptif
Menurut Nazir (1998), analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.