• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 3 KERANGKA PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Profil Penderita sinusitis maksilaris : - Usia

- Jenis kelamin - Keluhan utama - Etiologi

- Penatalaksanaan - Rekam medis

(2)

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara ukur

Alat ukur

Hasil ukur Skala ukur 1 Pasien

Sinusitis Maksilaris

Semua pasien sinusitis

maksilaris yang telah ditegakan diagnosa

berdasarkan CT- scan

Melihat rekam medis

Data rekam medis

Nominal

2 Umur Umur pasien yang sesuai

berdasarkan hari kelahiran

Melihat rekam medis

Data rekam medis

- <9 tahun - 10-19 tahun - 20-29 tahun - 30-39 tahun - 40-49 tahun - 50-59 tahun - > 60 tahun

Ordinal

3 Jenis Kelamin

Perempuan ataupun laki-laki

Melihat rekam medis

Data rekam medis

- Laki-laki - Perempuan

Nominal

4 Keluhan utama

masalah utama yang di hadapi oleh pasien sehingga menyebabkan pasien datang berobat ke rumah sakit

Melihat rekam medis

Data rekam medis

- Bersin - Hidung

berair - Hidung

berbau - Hidung

berdarah - Hidung gatal - Hidung

tersumbat - Nyeri di pipi

Nominal

5 Etiologi faktor yang menjadi penyebab terjadinya

sinusitis

maksilaris kronis

Melihat rekam medis

Data rekam medis

- Dentogen - Rhinogen

Nominal

6 penatalaks anaan

jenis tindakan yang dilakukan kepada penderita sinusitis

maksilaris kronis

Melihat rekam medis

Data rekam medis

- Farmakologi - Non

farmakologi

Nominal

(3)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif.

dengan mengunakan data sekunder.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli-Oktober tahun 2013 di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita sinusitis maksilaris kronis yang di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3.2 Sampel

Sampel data penderita sinusitis maksilaris kronis di Instalasi THT RSUP Haji Adam Malik Medan terhitung sejak bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Jumlah sampel diambil dengan cara mengunakan total sampel di mana penderita sinusitis sebanyak 497 penderita.

(4)

a. Kriteria Inklusi

Seluruh pasien penderita Sinusitis Maksilaris Kronis yang telah ditegakan diagnosa berdasarkan pemerikasaan CT scan pada periode Januari-Desember 2012.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apabila data rekam medik tidak lengkap, pasien dengan diagnosis sinusitis maksilaris yang melibatkan sinus yang lain seperti etmoid, sphenoid,frontalis dan tidak menderita polip, keganasan, sedang hamil, diabetes militus.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan diperoleh dari rekam medik penderita sinusitis maksilaris kronis di Instalasi THT RSUP Haji Adam Malik Medan. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Cara pengumpulan data berdasarkan observasi dari rekam medis.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data hasil penelitian ini ditransformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. Coding : untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Data Entry : data dalam bentuk kode akan dimasukkan ke dalam program komputer.

4. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer untuk menghindari terjadinya kesalahan pada pemasukan data.

Setelah pengolahan data selesai, data dianalisa menggunakan aplikasi SPSS versi 16

(5)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Sampel pada penelitian ini sebanyak 497 penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Deskripsi umum penderita sinusitis maksilaris kronis seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

Distribusi berdasarkan umur penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

(6)

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur.

Usia Frekuensi Persentase (%)

<9 tahun 10-19 tahun 20-29 Tahun

3 19 169

0.6 3.8 34

30-39 Tahun 174 35

40-49 Tahun 69 13,9

50-59 Tahun 50 10,1

>60 Tahun 13 2,6

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%).

Distribusi berdasarkan jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki – laki 179 36

Perempuan 318 64

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan laki-laki sebanyak 179 penderita (36 %).

(7)

Distribusi berdasarkan Keluhan Utama penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%)

Bersin 83 16,7

Hidung Berair 25 5

Hidung Berbau 20 4

Hidung Berdarah 9 1,8

Hidung Gatal 28 2,4

Hidung Tersumbat 323 65

Nyeri di Pipi 9 1,8

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing- masing sebanyak 9 penderita (1,8%).

Distribusi berdasarkan Etiologi penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi.

Etiologi Frekuensi Persentase (%)

Rhinogen 362 72,8

Dentogen 135 27,2

Total 497 100

(8)

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan etiologi yang paling tersering menyebabkan sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%).

Distribusi berdasarkan Penatalaksanaan penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan.

Penatalaksanaan Frekuensi Persentase (%)

Farmakologi 274 55,1

Non-Farmakologi 223 44,9

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak mendapat pengobatan sinusitis maksilaris kronis adalah dengan farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%) dan non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur.

Pada penelitian ini paling banyak pada kelompok umur 30 - 39 tahun (35%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Paramasivan (2010) di RS.HAM Medan menyatakan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita sinusitis adalah 30 – 39 sebanyak 17 penderita (24,3%), Privina (2011) usia terbanyak yang menderita sinusitis adalah 31 – 45 sebanyak 60 penderita (31,6%). Menurut Hellgren (2008), meningkat kejadian sinusitis maksilaris kronis pada umur dewasa muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan (alergen, polutan), perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi.

(9)

5.2.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan penelitian paling banyak adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 179 penderita (36%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Multahzar (2008) dimana insiden pada perempuan sebanyak 169 penderita (57,9%) dan laki- laki sebanyak 127 penderita (42,91%), Kumala (2011) dimana insidensi penyakit sinusitis pada perempuan sebanyak 244 penderita (58,2%) sedangkan pada lelaki mencapai 179 penderita (41,8%). Menurut kutipan dari Jones (2004) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki, penderita sinusitis maksilaris kronis perempuan pada penelitian ini dimungkinkan karena perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga lebih cepat datang berobat.

5.2.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama.

Berdasarkan penelitian ini keluhan yang sering dikeluhkan pasien adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Multazar (2008) juga,di mana keluhan terbanyak penderita sinusitis maksila kronis berupa hidung tersumbat sebanyak 223 penderita (75,3%).

Hal yang sama juga didapati pada penelitian yang dilakukan Kumala (2011) dimana keluhan utama penderita adalah hidung tersumbat sebanyak 176 penderita (42,2%). Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung. (Ballenger, 1994; Higler, 1997)

(10)

5.2.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi.

Berdasarkan penelitian ini etiologi tersering penyebab sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Paramasivan (2010) dimana faktor rhinogen paling mendominan sebanyak 328 penderita (82,4%). Pada penelitian ini didapati kejadian sinusitis dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%) dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat luar. Kejadian sinusitis maksilaris yang paling sering menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen juga memainkan peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sinusitis maksilaris kronis. Anatomi sinus maksilaris sedemikian rupa sehingga menyebabkan ia mudah terinfeksi. Dasar sinus maksilaris terletak lebih rendah dari ostium sehingga ia harus bergantung sepenuhnya pada pergerakan silia untuk mengeluarkan kuman atau benda asing yang masuk bersama udara pernafasan.

Hambatan pada pergerakan silia akan menyebabkan sekret terkumpul dalam sinus yang seterusnya menjadi media pembiakan bakteri (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

5.2.5 Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan.

Berdasarkan Penelitian Penatalaksanaan yang paling sering digunakan adalah farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian Multazar (2008) penatalaksanaan paling banyak adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita (77,3%), dan Stephen (2011) penatalaksaan yang paling terbanyak adalah farmakologi 146 sebanyak penderita (77,7%).

penatalaksaanaan sinusitis maksilaris kronis dengan farmakologi lebih dahulu dilakukan karena sesuai dengan Perhimpunan Dokter spesialis THT-KL indonesia (Guideline THT di Indonesia) dimana penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis

(11)

dengan farmakologi diberikan selama 7 hari (dengan pemberian antibiotik dan terapi tambahan) dan jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik dapat diteruskan selama 7-14 hari, namun jika masih tidak ada perbaikan maka harus dievaluasi ulang faktor penyebab yang mendasari terjadinya sinusitis maksilaris kronis tersebut, bisa juga dilakukan tindakan operasi BSEF (Bedah sinus Endoskopik Fungsional), Antrostomi Meatus Inferior (Kak Spooling), CWL (Caldwel-Luc).

(12)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 35% dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9tahun sebanyak 0,6%.

2. Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 64% dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 36%.

3. Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 65% dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 1,8%

4. Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 72,8% dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 27,2%.

5. Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak di berikan pada penderita sinusitis maksilaris kronis secara farmakologi sebanyak 55,1%

dibandingkan dengan non farmakologi sebanyak 44,9%.

6.2 Saran

1. Bagi tempat penelitian diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat tentang penyebab terjadinya sinusitis, agar kedepan nya insiden sinusitis menjadi berkurang

2. Bagi penulis selanjutnya dapat lebih mengembangkan data yang lebih baik lagi dari sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

• Taxes are compulsory government-imposed charges levied on citizens and their property.. • Progressive income tax is the tax

Specifically, this research looks at the level of variability among the suite of terrestrial remote sensing instruments used to derive LAI and canopy cover metrics in

The discovered height deviations between the model points and the points surveyed using geodetic methods comply with declared standard errors of the models both

To obtain well-distributed, stable and quantity controllable features, UR-SIFT algorithm is adopted in source image, meanwhile, SIFT with lower contrast threshold

In this paper, we propose using the supervised deep learning features to improve an accuracy of the existing age estimation algorithms.. There are many approaches solving the

[r]

Penatnya dan bisingnya wilayah perkotaan asal wisatawan, sering wisatawan mencari destinasi wisata wilayah pedesaan yang memiliki keunikan yang tidak ditemui di daerah

[r]