47 35. BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Uraian Umum
Proses pembuatan beton sandwich concrete yang terdiri dari beton geopolimer dan beton konvensional dengan persiapan pembuatan sampel terdiri dari persiapan material seperti agregat kasar, agregat halus, binder, dan cairan activator, setelah material tersedia dilakukan pengujian karakteristik bahan material, proses pembuatan beton, proses curing beton dengan jangka waktu selama 7 hari, 28 hari dan 56 hari, pengujian kuat tekan beton dan pengujian kuat lentur beton. Persiapan bahan material yang akan digunakan pada pembuatan beton ini adalah persiapan material krikil yang didapat dari daerah jepara, material pasir ex. Muntilan, mempersiapkan fly ash tipe F yang didapatkan dari PLTU Tanjung Jati B Unit 3 & 4, mempersiapkan semen dengan merk dagang semen gersik, mempersiapkan cairan activator sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat ( ₂ ) dengan ukuran 8 Mol, air bersih.
Dalam pembuatan beton, bahan maerial yang sudah tersedia akan melalui pengjian yang bertujuan untuk mengetahui sifat kimia maupun sifat fisik yang terkandung dalam bahan material beton. Pengujian pada bahan material meliputi pengujian krikil, pengujian pasir, semen, dan fly ash. Setelah dilakukan pengujian pada bahan material penyusun beton dan didapatkan hasil, selanjutnya yaitu pembuatan sampel penelitian, tahap terakhir yaitu proses curring dengan menggunakan karung goni basah.
Setelah waktu curring selesai atau sudah pada waku yang ditentukan, sampel beton akan dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat lentur beton. Hasil dari pengujian kuat tekan dan kuat lentur pada beton akan dianalisa dalam bentuk tabel dan grafik serta penjelasan hasil yang didapat, dan menganaliasa pola retak pada sampel beton yang sudah dilakukan pengjian kuat tekan beton.
4.2 Hasil Uji Karakteristik Bahan Material
Tujuan dilakukannya pengujian karakteristik ini adalah memastikan bahwa bahan material penyusun beton sudah sesuai dengan kriteria. Pengujian
48 karakteristik bahan material penyusun beton dan pengujian kuat tekan beton dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU). Sedangkan pada pengujian kuat lentur beton akan dilakukan di Laboratorium PT. Prima Duta Kencana Pabrik Produksi Beton dan Batching Plant.
4.2.1 Agregat Kasar (Batu Pecah)
Untuk mendapatkan ketahanan agregat kasar perlunya dilakukan pengujian terhadap agregat kasar dengan alat Los Angeles Abrassion Pengeringan agregat kasar dilakukan sebelum dilakukannya pengujian, pengeringan menggunakan oven bersuhu 110C selama ± 24 jam sampai berat tetap. Pisahkan agregat sesuai kelompok dari saringan 12 dan 9 lalu campur sesuai kombinasi sampai 5000 gram. Pengujian agegat kasar ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi UNDIP Semarang. Hasil dari pengujian diperoleh sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Keausan Agregat Kasar
Ukuran Saringan Berat Dan Gradasi Benda Uji (gram) Lewat
(mm)
Tertahan
(mm) A B C D E F G
75.5 63.5 2500
63.5 50.8 2500
50.8 38.1 5000 5000
38.1 25.4 1250 5000 5000
25.4 19.05 1250 5000
19.05 12.7 1250 2500 12.7 9.51 1250 2500
9.51 6.35 2500
6.35 4.75 2500
4.75 2.36 5000
Jumlah Berat 5000
Berat Tertahan
Saringan No. 12 3850
Jumlah Bola 12 11 8 6 12 12 12
Berat Bola (gram) 5000 4585 3350 2500 5000 5000 5000
Sumber: Analisa, 2019
49 Tabel 4.2 Analisa Keausan Agregat Kasar
No. Percobaan Jumlah Satuan
1 Berat Sebelum Diuji (a) 5000 Gram 2 Berat Tertahan Saringan No. (12) 3850 Gram 3 Kehilangan Berat (a-b) 1150 Gram
Keausan = 23 %
Sumber: Analisa, 2019
Hasil dari pengujian keausan agregat kasar dapat dianalisis bahwa faktor kehilangan berat agregat sebesar 23% itu berarti telah memenuhi persyaratan dan ketentuan dari PBI 1971 yang berarti faktor kehilangan berat agregat tidak boleh lebih dari 50%.
Gambar 4.1 Proses Penyucian Agregat Kasar
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.2 Alat Los Angeles Abrassion
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.3 Proses Pengayaan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.4 Proses Penimbangan
Sumber: Penelitian, 2019
50 4.2.2 Agregat Halus (Pasir)
a. Analisa Saringan
Tujuan dari dilakukan pengujian saringan agregat ini adalah menentukan prosentase gradasi pada pasir sesuai dengan sarat yang di tentukan. Persyaratan pengujian analisa saringan ini sesuai dengan ASTM C33 adalah 2,3-3,1 Serta dalam PBI 1971 agregat halus yang memenuhi persyaratan yaitu Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat, sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10%
berat dan Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar 80% berat dan 95% berat. Pengujian ini menggunakan pasir muntilan tanpa dicuci sebagai sampel pengujian saringan dengan berat pasir sebesar 1000 gram. Hasil yang didapatkan setelah melakukan pengujian ini sebagai berikut:
Tabel 4.3 Analisa Saringan Agregat Halus Diameter
Saringan (mm)
Sisa Diatas Saringan
Jumlah Sisa Komulatif
(%)
Jumlah Yang Lolos (%) Saringan
1 (gr)
Saringan 2 (gr)
Rata- Rata (gr)
Rata- Rata (%)
100,00
9,5 5,5 3,5 4,50 0,45 0,45 99,55
4,75 33,3 37,5 35,40 3,56 4,01 95,99
2,36 78,5 87,5 83,00 8,34 12,34 87,66
1,18 160,5 144,5 152,50 15,32 27,66 72,34
0,6 240,5 233,3 236,90 23,79 51,45 48,55
0,3 333,4 358,5 345,95 34,75 86,20 13,80
0,15 86,5 80,8 83,65 8,40 94,60 5,40
0,075 33,5 31,5 32,50 3,26 97,87 2,13
0 20 22,5 21,25 2,13 100,00 0
Jumlah 991,7 999,6 995,65 100 Sumber: Analisis, 2019
Gambar 4.5 Menunjukkan hasil grafik analisa saringan agregat halus.
51 Gambar 4.5 Grafik Hasil Analisa Saringan
Sumber: Analisis, 2019
Hasil dari grafik analisa saringan terlihat bahwa pasir muntilan memenuhi syarat yaitu tidak melebihi batas atas dan tidak lebih kurang dari batas bawah. Analisa diatas dapat dihitung modulus kehalusan butir (FM) dengan rumus:
FM
=
2,77Hasil yang didapatkan nilai modulus sebanyak 2,77 sehingga memenuhi persyaratan ASTM C33 yaitu antara 2,3-3,1. Dalam persyaratan PBI dapat dianalisis sebagai berikut:
Tabel 4.4 Jenis Pasir Pada PBI 1971
JENIS PASIR MODULUS KEHALUSAN
Sangat Kasar 3,6
Kasar 2,5-3,5
Sedang 2,0-2,4
Halus 1,6-1,9
Sangat Halus 1,1-1,5
Sumber: Analisis, 2019
Terlihat pasir muntilan termasuk dalam jenis pasir kasar karena hasil dari modulus kehalusan sebesar 2,77.
0 20 40 60 80 100 120
0,15 0,3 0,6 1,18 2,36 4,75 9,5
Lolos Saringan (%)
Ukuran Saringan (mm)
Batas Bawah Batas Atas Hasil Analisa
52 Tabel 4.5 Persyaratan Agregat Halus Pada PBI 1971
Sisa Diatas Saringan
Syarat PBI 1971
Hasil
percobaan Kesimpulan
4 mm Min 2% Berat 4,01 Memenuhi
1 mm Min 10% Berat 27,66 Memenuhi
0,25 mm Antara 80% - 90% 86,20 Memenuhi
Sumber: Analisis, 2019
Hasil diatas menunjukan menunjukan bahwa pasir muntilan memenuhi syarat PBI 1971 yaitu saringan 4 mm melebihi 2% , saringan 1 mm melebihi 10%, dan saringan 0,25 mm melebihi 80%.
Gambar 4.6 Susunan Saringan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.7 Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.8 Proses Pengayaan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.9 Proses Penimbangan
Sumber: Penelitian, 2019
53 b. Pengujian Kadar Lumpur
Tujuan dari pengujian kadar lumpur ini adalah untuk menentukan berapa banyak kandungan lumpur atau kadungan butirnya lebih kecil dari 50 micron yang terkandung dalam pasir, hasil yang didapatkan akan menentukan perlu atau tidaknya pasir untuk dilakukannya pencucian.
Tabel 4.6 Analisa Kadar Lumpur
NO. Percobaan Jumlah Satuan
1 Tinggi Pasir + Lumpur (a) 130 (ml)
2 Tinggi Pasir (b) 124 (ml)
3 Tinggi Lumpur (a-b) 6 (ml)
Kadar Lumpur = 4,83 %
Sumber: Analisa, 2019
Pengujian kadar lumpur ini menggunakan sistem kocokan, hasil yang diperoleh setelah melakukan pengujian kadar lumpur pasir muntilan diperoleh sebesar 4,83% prosentase dari kadar lumpur. Maka dengan prosentase 4,83% pada pasir muntilan memenuhi batas yang diizinkan menurut PBI 1971 yaitu kurang dari 5%.
Gambar 4.10 Proses Pengocokan Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.11 Hasil Kadar Lumpur
Sumber: Penelitian, 2019
54 c. Pengujian Kadar Air
Untuk mencari nilai FAS pengujian kadar air pada pasir akan menentukan penambahan air saat pembuatan beton. Pengujian kadar air ini menggunakan pasir muntilan. Masih lembabnya pasir dan tidak keringnya kondisi pasir melatarbelakangi pengujian kadar air untuk dilakukan. Hasil dari pengujian kadar air sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Kadar Air Berat Pasir (W1) 74,5 gram Berat Pasir Setelah di Oven (W2) 72 gram
Kadar Air =
3,47 %
Sumber: Analisa, 2019
Hasil dari pengujian kadar air dalam pasir muntilan sebesar 3,47%
berarti kadar air yang terkandung memenuhi standar spesifikasi yaitu 3% sampai 5% sesuai dengan PB-0205-07.
Gambar 4.12 Berat Sebelum di Oven Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.13 Berat Sesudah di Oven Pasir Muntilan
Sumber: Penelitian, 2019
4.2.3 Fly Ash (Binder)
a. Uji XRF (X-Ray Fluorosence)
Untuk mengetahui jenis dan kandungan fly ash yang digunakan dalam penelitian ini perlunya ada pengujian XRF (X-Ray Flourosence). Hasil dari pengujian XRF untuk kandungan fly ash dari PLTU Tanjung Jati B Unit 3 dan 4 adalah sebagai berikut:
55 Tabel 4.8 Hasil Uji XRF Fly Ash
Kandungan Kimia Parameter (%)
Na2O 2,91
Al2O3 24,16
Fe2O3 9,09
CaO 7,03
MgO 3,02
SO3 0,78
SiO2 47,66
K2O 2,04
LOI 1,53
Sumber: Sertifikat Sucofindo no. 00605/FOCOBAL, Januari, 2018
Dari hasil pengujian XRF dapat diprosentasekan komposisi kimia yang terkandung dalam fly ash yang menunjukan bahwa fly ash PLTU Tanjung Jati B Unit 3 dan 4 dengan unsur CaO yaitu 7,03%
kurang dari 10% dan jumlah kandungan SiO2 = 47,66% + Al2O3 = 24,16 + Fe2O3 = 9,09) lebih dari 70% sesuai dengan ketentuan dalam ASTM C 618 termasuk dalam jenis fly ash tipe F.
b. Pengujian Vicat Geopolimer
Fly Ash merupakan bahan campuran beton yang berguna sebagai bahan pengikat beton Geopolimer yang dicampur dengan activator (NaOH + Na2SiO3) , agregat halus, dan agregat kasar. Pengujian waktu ikat menggunakan bahan material fly Ash dengan alat vicat, untuk menentukan waktu ikat campuran antara fly ash dan activator dibutuhkan pengujiaan vicat. Waktu ikatan terbagi menjadi dua proses yaitu waktu pengikat awal dan waktu pengikat akhir. Pada waktu pengikatan awal untuk mengetahui campuran fly ash dengan activator saat dalam kondisi plastis berubah menjadi kondisi tidak plastis.
Sedangkan proses waktu pengikatan akhir terjadi pada saat jarum vicat tidak terjadi penurunan dikarenakan pasta sudah mengikat sempurna.
56 Pengujian vicat pasta geopolimer ini menggunakan fly ash sebagai binder yang didapatkan dari PLTU Tanjung Jati B unit 3 dan 4 dengan jenis fly ash kelas F. Campuran fly ash dalm pengujian ini adalah NaOH 8 Mol : Na2SiO3 dengan perbandingan 1 : 2 sebagai activatornya.
Komposisi campuran pasta geopolimer sesuai sengan mix design yang digunakan yaitu binder 65% dan activator 35%. Hasil pengujian vicat yang didapat sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Vicat Geopolimer
No.
Waktu Penurunan
(menit)
Waktu Penurunan
(Jam)
Waktu Penurunan
(mm)
Suhu (˚C)
1 15 0.15 42 27
2 30-285 0.30-5.00 42 27
3 300 5.15 40 27
4 315-570 5.30-9.45 40 27
5 585 10.00 39 27
6 600 10.15 39 27
7 615 10.30 39 27
8 630 10.45 39 27
9 645 11.00 39 27
10 660 11.15 38 27
11 675 11.30 38 27
12 690 11.45 38 27
13 705 12.00 38 27
14 720 12.15 36 27
15 735 12.30 36 27
16 750 12.45 36 27
17 765 13.00 35 27
18 780 13.15 34 27
19 795 13.30 34 27
20 810 13.45 30 27
21 825 14.00 29 27
22 840 14.15 28 27
23 855 14.30 28 27
24 870 14.45 28 27
25 885 15.00 26 27
26 900 15.15 26 27
57 No.
Waktu Penurunan
(menit)
Waktu Penurunan
(Jam)
Waktu Penurunan
(mm)
Suhu (˚C)
27 915 15.30 23 27
28 930 15.45 22 27
29 945 16.00 20 27
30 960 16.15 20 27
31 975 15.30 19 27
32 990 15.45 17 27
33 1005 16.00 15 27
34 1020 16.15 15 27
35 1035 16.30 13 27
36 1050 16.45 11 27
37 1065 17.00 11 27
38 1080 17.15 11 27
39 1095 17.30 10 26
40 1110 17.45 10 26
41 1125 18.00 10 26
42 1140 18.15 10 26
43 1155 18.30 10 26
44 1170 18.45 9 26
45 1185 19.00 9 26
46 1200 19.15 9 26
47 1215 19.30 8 26
48 1230 19.45 8 26
49 1245 20.15 7 26
50 1260 20.30 6 26
51 1275 20.45 6 26
52 1290 21.00 5 26
53 1305 21.15 5 26
54 1320 21.30 5 26
55 1335 21.45 3 26
56 1350 22.00 3 26
57 1365 22.15 2 26
58 1380 22.30 1 26
59 1395 22.45 1 26
60 1410 23.00 1 26
61 1425 23.15 0 26
Sumber: Analisis, 2019
58 Hasil dari vicat yang didapat menunjukan bahwa semakin lama waktu pengujian akan semakin sedikit waktu penurunan terjadi karena reaksi fly ash dan activator sudah berjalan dan terjadi pengerasan pada pasta geopolimer. Hasil grafik dari pengujian vicat sebagai berikut:
Gambar 4.14 Grafik Vicat Geopolimer
Sumber: Analisa, 2019
Hasil grafik yang sudah didapat selanjutnya dianalisis untuk menentukan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir. Waktu ikat awal didapatkan dari perhitungan interpolasi seperti tabel sebagai berikut:
Tabel 4.10 Perhitungan Waktu Ikat Geopolimer
No. Percobaan Jumlah Satuan
1 Waktu Penurunan (x1) 915 Menit
2 Waktu Penurunan (x2) 900 Menit
3 Penurunan saat waktu ikat awal (y) 25 (mm) 4 Penurunan sebelum waktu ikat awal (y1) 26 (mm) 5 Penurunan setelah waktu ikat awal (y2) 23 (mm) Waktu ikat awal (x) = {
} 910 Menit
Sumber: Analisa, 2019
Hasil dari perhitungan interpolasi menunjukan bahwa waktu ikat awal terjadi pada 910 menit atau selama 15.25 jam sedangkan waktu ikat akhir pada saat penurunan jarum menunjukan angka 0 mm yaitu pada menit 1425 atau selama 23.15 jam.
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
15 315 615 660 705 750 795 840 885 930 975 1020 1065 1110 1155 1200 1245 1290 1335 1380 1425
Penurunan (mm)
Waktu Penurunan (menit)
Waktu Ikat Awal
59 Gambar 4.15 Proses Pembuatan
Pasta Geopolimer
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.16 Proses Vicat Pasta Geopolimer
Sumber: Penelitian, 2019
4.2.4 Semen (Binder)
Semen merupakan bahan campuran beton yang berguna sebagai bahan pengikat beton konvensional yang dicampur dengan air, agregat halus, dan agregat kasar. Pada penelitian ini menggunakan semen merk dipasaran yaitu semen gersik. Pengujian waktu ikat menggunakan bahan material semen dengan alat vicat, untuk menentukan waktu ikat campuran antara semen dan air dibutuhkan pengujiaan vicat. Waktu ikatan terbagi menjadi dua proses yaitu waktu peengikat awal dan waktu pengikat akhir.
Pada waktu pengikatan awal untuk mengetahui campuran binder dengan air saat dalam kondisi plastis berubah menjadi kondisi tidak plastis.
Sedangkan proses waktu pengikatan akhir terjadi pada saat jarum vicat tidak terjaadi penurunan dikarenakan pasta sudah mengikat sempurna.
Pengujian vicat pada semen ini sama dengan pengujian pada pasta geopolimer dengan komposisi campuran yang sesuai dengan mix design yaitu binder : activattor = 65% : 35%. Hasil dari vicat yang didapat menunjukan bahwa semakin lama umur akan semakin keras pada beton yang terjadi karena reaksi semen dan air sudah berjalan dan terjadi pengerasan pada pasta semen. Hasil dari pengujian vicat sebagai berikut:
60 Tabel 4.11 Hasil Pengujian Vicat Konvensional
No.
Waktu Penurunan
(menit)
Waktu Penurunan
(Jam)
Waktu Penurunan
(mm)
Suhu (˚C)
1 15 0.15 42 27
2 30 0.30 42 27
3 45 0.45 42 27
4 60 1.00 42 27
5 75 1.15 40 27
6 90 1.30 39 27
7 105 1.45 39 28
8 120 2.00 36 28
9 135 2.15 35 28
10 150 2.30 35 28
11 165 2.45 32 28
12 180 3.00 24 28
13 195 3.15 23 28
14 210 3.30 13 28
15 225 3.45 8 27
16 240 4.00 5 27
17 255 4.15 2 27
18 270 4.30 1 27
19 285 4.45 0 27
Sumber: Analisis, 2019
Hasil grafik dari pengujian vicat sebagai berikut:
Gambar 4.17 Grafik Vicat Konvensional
Sumber: Analisis, 2019 0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
15 45 75 105 135 165 195 225 255 285
Penurunan (mm)
Waktu Penurunan (menit)
waktu ikat
61 Hasil grafik yang sudah didapat selanjutnya dianalisis untuk menentukan waktu ikat awal dan waktu ikat akhir. Waktu ikat awal didapatkan dari perhitungan interpolasi seperti tabel sebagai berikut:
Tabel 4.12 Perhitungan Waktu Ikat Konvensional
No. Percobaan Jumlah Satuan
1 Waktu Penurunan (x1) 165 Menit
2 Waktu Penurunan (x2) 180 Menit
3 Penurunan saat waktu ikat awal (y) 25 Mm 4 Penurunan sebelum waktu ikat awal (y1) 32 Mm 5 Penurunan setelah waktu ikat awal (y2) 24 Mm Waktu ikat awal (x) = {
} 178 Menit Sumber: Analisa, 2019
Hasil dari perhitungan interpolasi menunjukan bahwa waktu ikat awal terjadi pada 178 menit atau selama 2.58 jam sedangkan waktu ikat akhir pada saat penurunan jarum menunjukan angka 0 mm yaitu pada menit 285 atau selama 4.45 jam.
Gambar 4.18 Proses Pembuatan Pasta Konvensional
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.19 Proses Vicat Pasta Konvensional
Sumber: Penelitian, 2019
4.3 Pembuatan Sampel Benda Uji 4.3.1 Analisis Mix Design Concrete
Pada pembuatan mix design concrete diperlukan trial mix design sebagai langkah awal perbandingan nilai FAS yang diperlukan. Penelitian ini telah dilakukan trial mix design sebanyak 3 kali yaitu dengan prosentase perbandingan sebagai berikut:
62 a. Pada percobaan pertama dengan berat isi 8500 gram , dengan prosentase material yaitu, agregat : (binder + activator) = 65% : 35%, agregat kasar : agregat halus = 60% : 40%, binder : activator = 62% : 38%. Hasil yang didapat pada trial mix ini adonan pada beton konvensional terlalu encer sehingga pada saat pembuatan beton sandwich concrete pada lapisan kedua terlalu banyak air membuat waktu ikat semakin lama dan waktu pelapisan terakhir dengan beton geopolimer membuat adonan geopolimer turun ke beton konvensional sedangkan semen yang terdapat pada beton konvensional naik kepermukaan beton geopolimer.
b. Pada percobaan kedua dengan berat isi 8500 gram, dengan prosentase material yaitu, agregat : (binder + activator) = 62% : 38%, agregat kasar : agregat halus = 60% : 40%, binder : activator = 65% : 35%. Hasil yang didapat pada trial mix ini dengan menambah (binder + activator) seberar 3% dari agregat, namun pada saat pembuatan beton konvensional sebagai pelapis kedua dan berada di tengah masih terlalu banyak kandungan air sehingga waktu ikat beton semakin lama dan saat pelapisan ketiga dengan beton geopolimer semen naik kepermukaan diakibatkan turunnya beton geopolimer.
4.3.2 Mix Design Concrete
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Gambar 4.20 Mix Design Beton Geopolimer
Agregat (62%) Binder + Activator
(38%) Agregat
Kasar (57%)
Agregat Halus (43%)
Fly Ash (65%)
Activator (35%)
NaOH (1)
Na₂ (2) Beton Geopolimer
63 12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. Gambar 4.21 Mix Design Beton Konvensional
21.
Pada mix concrete ini didapatkan hasil fas sebesar 53,85% dengan mengurangi agregat kasar sebesar 3% untuk ditambahkan ke agregat halus.
Hasil yang didapatkan pada semen geopolimer sudah memenuhi kriteria untuk pembuatan beton sandwich concrete dan pada beton konvensional tidak terlalu encer dan waktu ikat yang relatif sebentar sehingga saat pelapisan ketiga beton geopolimer tidak turun dan semen beton konvensional tidak naik kepermukaan.
4.3.3 Pembuatan Sampel Beton Full Geopolimer
Pembuatan beton geopolimer diawali dengan mempersiapkan material dan cetakan kubus yang sudah disiapkan. Material harus sesuai dengan takaran atau jumlah material yang dibutuhkan, cetakan dilumasi minyak atau oli. Selanjutnya proses pembuatan adukan campuran bahan material beton geopolimer menggunakan mixer concrete. Proses pencampuran pada beton geopolimer dimulai dengan memasukan fly ash ke dalam mixer lalu tambahkan activator, seelah tercampur masukkan krikil, dan terakhir baru memasukan pasir.
4.3.4 Pembuatan Sampel Beton Full Konvensional
Pembuatan beton konvensional diawali dengan mempersiapkan material dan cetakan kubus yang sudah disiapkan. Material harus sesuai dengan takaran atau jumlah material yang dibutuhkan, cetakan diluasi
Agregat (62%) Binder + Activator (38%) Agregat
Kasar (57%)
Agregat Halus (43%)
Semen (65%)
Air (35%) Beton Konvensional
64 minyak atau oli. Selanjutnya proses pembuatan adukan campuran bahan material beton geopolimer menggunakan mixer concrete. Proses pencampuran pada beton konvensional diawali dengan memasukan semen, krikil, pasir kedalam mixer setelah merata masukkan air.
4.3.5 Pembuatan Sampel Beton Sandwich Concrete
Setelah proses pencampuran dan pengujian nilai slump adukan beton geopolimer dituangkan kedalam cetakan kubus dan balok benda uji sebanyak sepertiga cetakan atau setebal 5 cm diukur menggunakan bantuan alat penggaris sebagai pengontrol. Langkah selanjutnya adalah pembuatan adukan beton konvensional, interval waktu yang diperlukan untuk menuangkan beton konvensional yaitu selama 1 jam setelah beton geopolime dituangkan agar pada saat penuangan adukan pasta beton geopolimer tidak tercampur dengan adukan pasta beton konvensional. Saat penuangan beton konvensional masukkan sepertiga cetakan dengan tebal 5 cm. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan beton geopolimar dengan interval waktu selama 3 jam dengan keadaan pasta beton konvensional setengah kering, agar pada saat penuangan beton geopolimer tidak tercampur atau turunnya adukan beton geopolimer sehingga membuat beton kovensional akan naik keatas. Setelah penuangan adukan beton geopolimer kedalam cetakan dengan tebal 5 cm sehingga rata dengan cetakan. Tempatkan cetakan pada permukaan yang rata dan tunggu 24 jam.
Beton yang sudah mengering akan diberi kode dan tanggal pembuatan untuk memudahkan dalam penyusunan data saat pengujian.
65 Gambar 4.22 Penuangan Cairan NaOH
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.23 Pencampuran NaOH dan Na2SIO3
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.24 Penuangan Fly Ash
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.25 Proses Pengadukan
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.26 Penuangan Adukan Ke Loyang
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.27 Penuangan Adukan Ke Loyang
Sumber : Penelitian, 2019
66 Gambar 4.28 Penuangan Beton
Konvensional Untuk Lapisan Kedua
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.29 Pengontrolan Beton Untuk Lapisan Pertama
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.30 Pengontrolan beton Untuk Lapisan Kedua
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.31 Pengeringan Beton
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.32 Sampel Kubus Sandwich Concrete
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.33 Sampel Balok Sandwich Concrete
Sumber: Penelitian, 2019
67 Gambar 4.34 Sampel Beton
Konvensional
Sumber: Penelitian, 2019
Gambar 4.35 Sampel Beton Geopolimer
Sumber: Penelitian, 2019
4.3.6 Pengujian Nilai Slump
Pengujian nilai slump ini bertujuan untuk mengetahui besarya tingkat kekentalan pada campuran beton sehingga menentukan mudah tidaknya pekerjaan pembuatan beton. Nilai FAS (faktor air semen) pada beton berpengaruh pada kekentalan campuran beton, semakin tinggi nilai FAS maka semakin encer campuran beton sebaliknya semakin kecil nilai FASnya maka semakin kental campuran betonnya.
Pengujian slump dilakukan setelah membuat adukan beton geopolimer dan beton konvensional dengan mix design yang sudah ditentukan. Dalam pembuatan adukan beton geopolimer maupun konvensional menggunakan variasi campuran sebanyak 38% dari jumlah binder yang digunakan dan nilai FAS yang didapatkan setiap mix yaitu 53,85%. Hasil dari pengujian nilai slump terdapat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Nilai Slump
No. Jenis Mix Design Pengukuran Nilai Slump Nilai Slump Atas Tengah Bawah
1 Beton Geopolimer 3,5 3,8 5,5 2,4
2 Beton Konvensional 16,4 17,3 20 17,9
Sumber: Analisa, 2019
Hasil dari pengujian slump campuran beton geopolimer mendapatkan nilai slump 4,2 cm dan pada campuran beton konvensional mendapatkan nilai slump 17,1 cm. Pengujian slump campuran beton
68 bersifat plastis yang termasuk dalam kategori Self Compacting Concrete (SCC) yang mudah mengalir dan memenuhi kerucut Abrams sehingga dalam pekerjaan pembuatan sampel beton pada waktu penuangan adukan capuran beton pada cetakan kubus maupun balok campuran beton dapat mengisi rongga-rongga yang ada didalam cetakan.
Gambar 4.36 Pengukuran Nilai Slump Beton Geopolimer
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.37 Penuangan Beton Geopolimer
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.38 Penuangan Beton Konvensional
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.39 Pengukuran Nilai Slump Beton Konvensional
Sumber : Penelitian, 2019
4.3.7 Proses Curing Beton
Setelah adukan beton dimasukkan kedalam cetakan dan dibiarkan selama 24 jam, beton akan mengeras dan bisa dibuka setelah dibuka dari cetakan akan dilakukan proses curring sampai pada umur pengujian selama 7 hari, 28 hari, dan 56 hari. Tujuan dari dilakukannya proses curring untuk menjaga kelembapan beton dan mencegah beton agar tidak
69 kehilangan air dalam jumlah yang besar. Proses curing ini menggunakan metode karung goni basah untuk menutupi beton, karung terlebih dahulu dibasahi dengan air dan dalam proses perawatan beton karung tidak boleh kering harus slalu dibasahi dengan air.
Gambar 4.40 Proses Curring Beton
Sumber : Penelitian, 2019
4.4 Pengujian Kuat Tekan Beton
Untuk mengetahui besarnya ketahanan pada kedua jenis beton dengan empat variasi beton dilakukan pengujian kuat tekan agar didapatkan perbandingan kuat tekan yang dihasilkan pada setiap variasi beton. Hasil dari pengujian kuat tekan dan didapatkan ketahanan beton masing-masing yang dihasilkan akibat beban tekan yang bekerja, sehingga hasil perhituangan kuat tekan yang didapatkan dengan membagi beban maksimum dibagi dengan luas permukaan benda uji.
Gambar 4.41 Ilustrasi Alat Kuat Tekan Beton
Sumber: Penelitian, 2019
70 Tabel hasil pengujian kuat tekan pada beton yang dibedakan berdasarkan umur pengujian beton. Adapun tabelnya diuraikan sebagai berikut:
Tabel 4.14 Hasil Kuat Tekan Umur 7 Hari Kode
Sampel Benda
Uji
Berat (gram)
Kokoh Tekan (KN)
Rata-rata Kokoh Tekan
(KN)
Kuat Tekan (kg/cm2)
SC 1 : 1 8.001,0 425,2
440,90 195,96 SC 1 : 2 7.954,0 517,2
SC 1 : 3 7.892,0 475,7 SC 1 : 4 7.772,0 315,4 SC 1 : 5 7.900,0 471,0 SC 2 : 1 7.979,0 409,1
474,52 210,90 SC 2 : 2 7.769,0 508,0
SC 2 : 3 7.899,0 415,5 SC 2 : 4 7.916,0 525,9 SC 2 : 5 7.863,0 514,1 G : 1 7.855,0 346,0
377,60 167,82 G : 2 7.784,5 373,8
G : 3 7.961,0 355,3 G : 4 7.917,0 471,7 G : 5 7.909,0 341,2 K : 1 7.674,0 542,9
497,44 221,08 K : 2 7.979,0 532,1
K : 3 7.932,0 420,9 K : 4 7.836,0 485,2 K : 5 7.926,0 506,1
Sumber: Analisis, 2019
Rumus kuat tekan Beton berdasarkan SK SNI M 14-1989-F:
Kuat tekan beton = (kg/cm²) =
=
= 221,08 kg/cm²
71 Pada pengujian kuat tekan dengan umur beton 7 hari didapatkan nilai kokoh tekan yang berbeda, pada beton sandwich concrete 1 (SC : 1) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 517,2 KN dengan berat sampel 7.954 gram, pada beton sandwich concrete 2 (SC : 2) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 525,9 KN dengan berat sampel 7.916 gram, sedangkan pada beton full geopolimer (G) dan beton full konvensional (K) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 471 KN dan 542,9 KN.
Gambar 4.42 Pengujian Sampel SC : 1 Umur 7 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.43 Pengujian Sampel SC : 2 Umur 7 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.44 Pengujian Sampel G Umur 7 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.45 Pengujian Sampel K Umur 7 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
72 Tabel 4.15 Hasil Kuat Tekan Umur 28 Hari
Kode Sampel
Benda Uji
Berat (gram)
Kokoh Tekan (KN)
Rata- rata Kokoh Tekan
(KN)
Kuat Tekan (kg/cm2)
SC 1 : 1 7.753,0 664,9
613,24 272,55 SC 1 : 2 7.776,5 558,5
SC 1 : 3 7.885,0 538,2 SC 1 : 4 7.860,0 691,2 SC 1 : 5 7.796,0 613,4 SC 2 : 1 7.736,0 685,9
626,30 278,36 SC 2 : 2 7.865,0 587,8
SC 2 : 3 7.752,0 600,0 SC 2 : 4 7.963,0 570,6 SC 2 : 5 7.803,0 687,2 G : 1 7.823,5 707,5
788,24 350,33 G : 2 7.936,5 875,1
G : 3 7.951,5 807,6 G : 4 7.826,0 802,2 G : 5 7.842,5 748,8 K : 1 7.740,5 582,1
642,48 285,55 K : 2 7.741,0 693,0
K : 3 7.681,5 685,5 K : 4 7.793,0 616,4 K : 5 7.648,5 635,4
Sumber : Analisis, 2019
Rumus kuat tekan Beton berdasarkan SK SNI M 14-1989-F:
Kuat tekan beton = (kg/cm²) =
=
= 350,33 kg/cm²
Pada pengujian kuat tekan dengan umur beton 7 hari didapatkan nilai kokoh tekan yang berbeda, pada beton sandwich concrete 1 (SC : 1) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 691,2 KN dengan berat sampel 7.860 gram, pada beton sandwich
73 concrete 2 (SC : 2) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 687,2 KN dengan berat sampel 7.803 gram, sedangkan pada beton full geopolimer (G) dan beton full konvensional (K) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu 875,1 KN dan 693 KN.
Gambar 4.46 Pengujian Sampel SC : 1 Umur 28 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.47 Pengujian Sampel SC : 2 Umur 28 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.48 Pengujian Sampel G Umur 28 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.49 Pengujian Sampel K Umur 28 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
74 Tabel 4.16 Hasil Kuat Tekan Umur 56 Hari
Kode Sampel
Benda Uji
Berat (gram)
Kokoh Tekan (KN)
Rata- rata Kokoh
Tekan (KN)
Kuat Tekan (kg/cm2)
SC 1 : 1 7.833,0 668,2
677,12 300,94 SC 1 : 2 7.783,0 661,8
SC 1 : 3 7.832,5 721,9 SC 1 : 4 7.764,0 604,9 SC 1 : 5 7.879,5 728,8 SC 2 : 1 7.905,0 935,9
857,24 381,00 SC 2 : 2 7.816,5 820,6
SC 2 : 3 7.912,5 808,7 SC 2 : 4 7.907,5 830,8 SC 2 : 5 7.899,0 890,2 G : 1 7.788,5 878,8
917,88 407,95 G : 2 7.783,0 911,8
G : 3 7.814,0 912,1 G : 4 7.819,5 884,3 G : 5 7.847,0 1002,4 K : 1 7.968,5 681,9
702,98 312,44 K : 2 7.720,5 738,5
K : 3 7.889,0 685,9 K : 4 7.824,5 723,2 K : 5 7.877,5 685,4
Sumber : Analisis, 2019
Rumus kuat tekan Beton berdasarkan SK SNI M 14-1989-F:
Kuat tekan beton = (kg/cm²) =
=
= 407,95 kg/cm²
Pada pengujian kuat tekan dengan umur beton 56 hari hasil yang didapatkan adalah pada beton sandwich concrete 1 (SC 1) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu pada sampel ke 5 sebesar 728,8 KN dengan berat sampel 7.875,5 gram. Pada
75 beton sandwich concrete 2 (SC 2) nilai kokoh tekan tertinggi yaitu pada sampel ke 1 sebesar 935,9 KN dengan berat sampel 7.905 gram, sedangkan pada beton geopolimer (G) dan konvensional (K) nilai tertinggi yang didapatkan yaitu 1002,4 KN dan 738,5 KN.
Gambar 4.50 Pengujian Sampel SC : 1 Umur 56 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.51 Pengujian Sampel SC : 2 Umur 56 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.52 Pengujian Sampel G Umur 56 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.53 Pengujian Sampel K Umur 56 Hari
Sumber : Penelitian, 2019
Nilai maksimum dan minimum dari standar deviasi yang diperoleh dari nilai kuat takan dari variasi umur 7 hari, 28 hari, dan 56 hari didapatkan grafik sebagai berikut:
76
Gambar 4.54 Nilai Maksimum Dan Minimum Standar Deviasi
Sumber: Analisa, 2019
Hasil Standar deviasi memperlihatkan bahwa pada sandwich concrete 1 nilai maksimum sebesar 34,38 dan minimum sebesar 22,45 dengan range 11,93 maka terbentuk diagram yang lebih tinggi dibandingkan ke tiga jenis sampel, ini karena terjadi perbandingan agregat dalam setiap lapisan kubus berbeda.
Selanjutnya pada sandwich concrete 2 nilai maksimumnya sebesar 25,43 dan minimum sebesar 24,01 dengan range 1,42 meskipun rangenya terbilang lebih kecil dari pada ke tiga sampel tapi nilai minimum lebih tinggi dari ketiga sampel.
Pada geopolimer nilai maksimum sebesar 28,27 dan minimum sebesar 22,08 dengan range 6,19 diagram yang dihasilkan lebih rendah dari sampel sandwich concrete 1 karena agregat beton geopolimer saat diaduk terjadi penggumpalan dan saling menempel pada agregat kasar membuat lebih banyak rongga didalam sampel kubus sehingga harus butuh getaran yang lebih untuk meratakan adukan beton. Untuk konvensional nilai maksimum sebesar 21,49 dan minimum sebesar 11,58 dengan range 9,91, nilai maksimum dan minimum lebih rendah dibandingkan dengan ketiga jenis sampel meskipun rangenya lebih besar dari sandwich concrete 2, ini karena pada pencampuran material beton konvensional lebih cair dan saat penuangan dalam cetakan material mengisi rongga-rongga dalam cetakan dengan baik.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sandwich Concrete 1
Sandwich Concrete 2
Geopolimer Konvensional
Standar Deviasi
77 Pengujian kuat tekan yang berdasarkan umur beton yang diperoleh akan diambil rata-rata nilai kuat tekan dan data yang didapat akan dikomparasikan dengan umur pengujian beton sehingga didapatkan grafik kuat tekan terhadap umur beton sebagai berikut:
Gambar 4.55 Grafik Kuat Tekan Terhadap Umur Beton
Sumber : Analisis, 2019
Hasil pengujian kuat tekan beton pada empat sampel benda uji yang menghasilkan grafik kuat tekan terhadap umur beton dengan proses curing karung goni basah selama umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari mengalami kenaikan setiap pengujian kuat tekan terhadap umur beton. Kuat beton yang dihasilkan dari empat sampel tertinggi pada beton geopolimer. Pada beton geopolimer saat umur 7 hari terlihat paling rendah dari ke tiga sampel, karena beton geopolimer pada saat umur 7 hari belum mengalami pengerasan yang sempurna sehingga kuat tekan yang dihasilkan rendah. Pada grafik beton sandwich concrete 1 terlihat lebih rendah dibadingkan dengan beton geopolimer, konvensional, dan sandwich concrete 2. Urutan kenaikan kuat tekan beton yang konstan terjadi saat umur 28 hari dan 56 hari.
Beton geopolimer mengalami kenaikan yang signifikan pada umur 7 ke umur 28 hari yaitu sebesar 108,75% dan pada umur 28 ke umur 56 hari mengalami kenaikan 16,45%, pada jenis sampel sandwich concrete nilai kuat tekan tertinggi di dapat pada sampel sandwich concrete 2 dengan pola tumpuan lapisan vertikal. Beton sandwich concrete 2 pada umur 7 ke umur 28 hari kuat
0 100 200 300 400 500
7 Hari 28 Hari 56 Hari
Hasil Kuat Tekan (kg/cm²)
Umur Pengujian Beton
Sandwich concrete 1 Sandwich concrete 2
Geopolimer Konvensional
78 tekan mencapai 31,99% lebih rendah dari beton konvensional yang tinggi kuat tekannya mencapai 29,16% tapi pada umur 28 ke umur 56 hari beton sandwich concrete 2 mengalami kenaikan sebesar 36,70% sedangkan konvensional sebesar 9,42% sehingga membuat beton sandwich concrete 2 lebih tinggi dibandingkan beton konvensional. Hal ini membuktikan bahwa beton sandwich concrete 2 lebih efektif dan lebih kuat dari pada beton full konvensional.
4.5 Kuat Tekan Terhadap Pola Letak Penyusunan
Pada penelitian ini pembuatan beton dibagi kedalam 4 variasi beton kubus dan 2 variasi beton balok, dengan variasi beton kubus yaitu beton sandwich concrete 1 dengan pola penyusunan secara horisotal dengan menentukan tingkat lapisan sepertiga kubus berisi beton geopolimer dilapisan bawah, pada lapisan tengah sepertiga kubus berisi beton konvensional dan lapisan atas sepertiga kubus berisi beton geopolimer, sandwich concrete 2 dengan pola penyusunan secara vertikal dengan menentukan lapisan sepertiga kubus berisi beton geopolimer, pada lapisan tengah sepertiga kubus berisi beton konvensional selanjutnya berisi beton geopolimer, full geopolimer, full konvensional. Variasi beton balok yaitu sama dengan variasi penyusunan sandwich concrete 1 dan sandwich concrete 2.
Berdasarkan variasi beton tersebut akan di komparasikan nilai kuat tekan yang dihasilkan untuk setiap variasi beton tersebut dengan dasar pada umur pengujian.
Gambar 4.56 Grafik Kuat Tekan Umur 7 Hari
Sumber : Analisis, 2019
0 50 100 150 200 250
Sandwich concrete 1
Sandwich concrete 2
Geopolimer Konvensional Hasil Kuat Tekan (kg/cm²)
79 Terlihat pada grafik kuat tekan umur 7 hari, kuat tekan tertinggi adalah full beton full konvensional yaitu sebesar 221,08 kg/cm² dan untuk beton sandwich concrete kenaikan tertinggi yaitu beton sandwich concrete 2 sebesar 210,90 kg/cm² dan nilai kuat tekan sandwich concrete 1 sebesar 195,96 kg/cm2 sehingga untuk penggunaan beton pada umur 7 hari sandwich concrete lebih efektif menggunakan beton sandwich concrete 2. Untuk nilai kuat terendah terjadi pada beton geopolimer dengan nilai 167,82%.
Gambar 4.57 Grafik Kuat Tekan Umur 28 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Berdasarkan grafik kuat tekan umur 28 hari nilai kuat tekan tertinggi mengalami perubahan yang dari beton full konvensional pada umur 7 hari dan pada umur 28 hari nilai kuat tekan tertinggi berada pada beton full geopolimer yaitu sebesar 350,33 kg/cm², kuat tekan beton full geopolimer mengalami kenaikan yang signifikan dari umur 7 ke 28 hari sebesar 108,75%. Sementara pada beton sandwich concrete nilai kuat tekan tertinggi masih pada beton sandwich concrete 2 dengan nila kuat tekan sebesar 278,36 kg/cm2 dengan kenaikan dari umur 7 ke 28 hari sebesar 31,99% dan pada beton sandwich concrete 1 mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari sandwich concrete 2 sebesar 39,08% meskipun begitu nilai kuat tekan sandwich concrete 1 masih kalah dengan sandwich concrete 2 dengan nilai kuat tekan sebesar 272,55 kg/cm².
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Sandwich concrete 1
Sandwich concrete 2
Geopolimer Konvensional Hasil Kuat Tekan (kg/cm²)
80 Sedangkan pada beton full konvensional mengalami kenaikan dari umur 7 ke 28 hari sebesar 29,16% mendapatkan nilai kuat tekan sebesar 285,55 kg/cm².
Gambar 4.58 Grafik Kuat Tekan Umur 56 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Pada grafik kuat tekan umur 56 hari, seiring bertambahnya umur beton nilai kuat tekan pun bertambah. Nilai kuat tekan tertinggi yaitu masih beton geopolimer yaitu 407,95 kg/cm2 dengan prosentase kenaikan yang signifikan dari umur 7 ke 28 hari sebesar 108,75% meskipun pada umur 28 ke 56 hari mengalami kenaikan tapi tidak setinggi sebelumnya dengan prosentase kenikan sebesar 16,45%.
Terlihat nilai kuat tekan sandwich concrete 2 melebihi nilai kuat tekan dari beton konvensional sebesar 381 kg/cm2 dengan prosentase kenaikan dari umur 28 ke 56 hari sebesar 36,87% sedangkan nilai kuat tekan sandwich concrete 1 lebih rendah dari pada beton full konvensional dengan kenaikan dari umur 28 ke 56 hari sebesa 10,42%. Pada jenis beton sandwich concrete lebik efektif menggunakan beton sandwich concrete 2 dari pada menggunakan beton sandwich concrete 1 dan beton full konvensional. Nilai kuat tekan pada beton full konvensional prosentase kenaikan dari umur 28 ke 56 hari terbilang rendah dari pada ke empat sampel sebesar 9,42% dengan nilai kuat tekan yaitu 312,44 kg/cm2.
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Sandwich concrete 1
Sandwich concrete 2
Geopolimer Konvensional Hasil Kuat Tekan (kg/cm²)
81 4.6 Pengujian Kuat Lentur Beton
Pengujian kuat lentur ini bertujuan untuk mengetahui nilai ketahanan pada dari dua variasi sampel yang dibuat yaitu sandwich concrete 1 dan sandwich concrete 2 dengan pola penekanan yang berbeda sehingga dapat mengetahui perbandingan nilai kuat lentur yang didapatkan dengan umur beton 56 hari.
Gambar 4.59 Ilustrasi Alat Kuat Lentur Beton
Sumber: Penelitian, 2019
Hasil dari pengujian kuat lentur pada beton berukuran 60 cm x 15 cm x 15 cm dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.17 Hasil Kuat Lentur Umur 56 Hari Kode
Benda Uji
Umur (Hari)
Gaya Tekan
(kg)
Rata-Rata Gaya Tekan
(kg)
Kuat Lentur (kg/cm²) SC 1 : 1 56 4600
5640 75,2 SC 1 : 2 56 6750
SC 1 : 3 56 4750 SC 1 : 4 56 6150 SC 1 : 5 56 5950 SC 2 : 1 56 7000
6750 90
SC 2 : 2 56 6300 SC 2 : 3 56 6400 SC 2 : 4 56 6500 SC 2 : 5 56 7550 Sumber: Analisis, 2019
Rumus kuat lentur beton berdasarkan SNI 4431-2011 Kuat Lentur Beton =
(kg/cm²)
82 =
=
= 90 kg/cm²
Pada pengujian kuat lentur dengan umur 56 hari hasil yang didapatkan dari pengujian pada beton sandwich concrete yaitu pada beton sandwich concrete 1 gaya tekan tertinggi pada sampel SC 1 : 2 yaitu 6750 kg dan gaya tekan terendah pada sampel SC 1 : 1 yaitu 4600 kg dengan nilai standar deviasi sebesar 12,4.
Pada beton sandwich concrete 2 hasil gaya tekan tertinggi yang didapatkan pada sampel SC 2 : 5 yaitu 7550 kg dan gaya tekan terendah pada sampel SC 2 : 2 yaitu sebesar 6300 kg dengan nilai standar deviasi sebesar 6,96.
Gambar 4.60 Pengujian Sampel SC 1 : 2 Kuat Lentur
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.61 Hasil Sampel SC 1 : 2 Kuat Lentur
Sumber : Penelitian, 2019
83 Gambar 4.62 Pengujian Sampel
SC 2 : 1 Kuat Lentur
Sumber : Penelitian, 2019
Gambar 4.63 Hasil Sampel SC 2 : 1 Kuat Lentur
Sumber : Penelitian, 2019
Hasil dari pengujian kuat lentur yang berumur 56 hari akan diambil rata-rata nilai kuat lentur dengan pengujian sampel kuat lentur dengan metode beton sandwich concrete dengan 2 pola penekanan yang berbeda. Hasil kuat lentur komperasi pada umur 56 hari dengan sampel sandwich conecrete 1 dan sandwich conecrete 2 sebagai berikut:
Gambar 4.64 Grafik Kuat Lentur Umur 56 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Terlihat pada grafik kuat lentur pada umur 56 hari menghasilkan nilai kuat lentur tertinggi dari jenis sampel beton sandwich concrete yaitu pada sampel sandwich
65 70 75 80 85 90 95
Sandwich Concrete 1 Sandwich Concrete 2 Hasil Kuat Lentur (Mpa)
84 concrete 2 sebesar 6750 kg dengan nilai kuat lentur yaitu 90 kg/cm2 dan pada sandwich concrete 1 sebesar 5640 kg dengan nilai kuat lentur yaitu 75,2 kg/cm2.
4.7 Pola Retak
Pola retak pada beton terbagi menjadi dua jenis yaitu retak terhadap struktural dan retak terhadap non struktural. Adanya reaksi kimia dan pembebanan pada beton yang menyebabkan Kerusakan atau retak yang sering terjadi pada beton saat dalam proses mengerasnya beton ataupun beton yang sudah mengeras. Pada retak struktural yang mengakibatkan terjadinya tegangan lentur, tegangan geser dan tegangan tarik terjadi karena adana kesalahan pada perencanaan struktur beton ataupun pembebanan terhadap beton yang melebihi kapasitas struktur tersebut. Sedangkan retak non struktur yang mengakibatkan lemahnya sruktur terjadi karena tegangan secara mendalam terhadap material penyusun bangunan.
Penelitian pola retak ini akan menganalisa pada beton yang sudah dilakuakan pengujian kuat tekan dan kuat lentur dengan umur pengujian yang berbeda serta variasi beron yang berbeda. Pola retak yang akan dianalisa menggunakan sampel beton kubus dan sampel beton balok dengan ukuran utuh 15 cm x 15 cm x 15 cm pada beton kubus dan 60 cm x 15 cm x 15 cm pada beton balok. Tujuan dari analisa pola retak ini yaitu mengetahui bagaimana pola retak yang terjadi pada 4 variasi beton yaitu beton sandwich concrete 1, sandwich concrete 2, beton geopolimer dan beton konvensional.
85 Umur 7 Hari
Sandwich Concrete 1
Tampak Depan Tampak Samping kanan
Tampak
Belakang Tampak
Samping Kiri
Sandwich Concrete 2
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri
Geopolimer
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri
Konvensional
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri Gambar 4.65 Pola Retak Umur 7 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Pola retak yang dihasilkan pada saat umur 7 hari terlihat pada keempat sempel mengalami pola retak dan mengalami pecah pada sebagian sampel beton.
Pada sampel beton sandwich concrete 1 pola retak yang dihasilkan yaitu awal pola retak terjadi pada bagian lapisan bawah retak kecil dan semakin meluas dan menjulur keatas. Pada sampel beton sandwich concrete 2 pola retak yang dihasilkan yaitu sebagian besar retak terjadi pada bagian beton geopolimer. Pada sampel beton geopolimer pola retak yang dihasilkan yaitu yang diawali dengan retak dan melebar segingga membuat lapisan luar pecah itu karena beton geopolimer lebih bersifat getas, sedangkan pada beton konfensional pola retak yang dihasilkan lebih ke satu jalur arah retak dan dan sedikit pola retak yang menyebar.
86 Umur 28 Hari
Sandwich Concrete 1
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri
Sandwich Concrete 2
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri
Geopolimer
Tampak Depan Tampak Samping
Kanan Tampak
Belakang
Tampak Samping Kiri
Konvensional
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak Belakang
Tampak Samping Kiri Gambar 4.66 Pola Retak Umur 28 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Pola retak yang dihasilkan pada umur 28 pada keempat variasi sampel terlihat polat retak yang lebih menyeluruh dan juga pecah. Hal ini dikarenakan bahwa beton telah mengalami solidifikasi (pengerasan sempurna) yang menyebabkan pecah pada waktu penekanan. Pada beton sandwich concrete 1 pola retaknya terjadi di sisi-sisi beton dan retak menyeluruh pada semua lapisan. Pada beton sandwich concrete 2 pola retak yang dihasilkan adalah pola retak banyak terjadi dibagian lapisan beton geopolimer. Pada beton geopolimer pola retak yang paling buruk dikarenakan prosentase kenaikan paling tinggi sebesar 108,75%
menimbulkan pecahnya beton pada sisi-sisinya. Pada beton konvensional pola
87 retak yang timbul lebih besar pada saat pola pecah umur 7 hari. Sehingga terlihat keseluruhan pola retak pada umur 28 paling besar pada beton geopolimer karena pada visualnya beton geopolimer lebih getas dati beton konvesional.
Umur 56 Hari
Sandwich Concrete 1
Tampak Depan ampak Samping
Kanan Tampak
Belakang
Tampak Samping Kiri
Sandwich Concrete 2
Tampak Depan Tampak Samping Kanan
Tampak
Belakang Tampak
Samping Kiri
Geopolimer
Tampak Depan Tampak Samping
Kanan Tampak
Belakang
Tampak Samping Kiri
Konvensional
Tampak Depan Tampak Samping
Kanan Tampak
Belakang
Tampak Samping Kiri Gambar 4.67 Pola Retak Umur 56 Hari
Sumber : Analisis, 2019
Pada umur beton 56 hari pola retak yang dihasilkan semakin terlihat dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas terutama pada beton geopolimer karena sifat kegetasannya itu memuat beton mengalami retakan-retakan besar dan pecah menyeluruh dibandingkan dengan beton konvensional yang lebih sedikit menimbulkan retakan dan pecahan. Pecahan pada masing-masing sempel terlihat semakin besar dari pada saat umur beton 28 hari. Pada beton sandwich concrete
88 terlihat retakan dan pecahan terbesar terjadi pada beton sandwich concrete 1 dengan retak dan pecah terbesar terletak pada pinggir kubus dan pada paling banyak pada bagian beton geopolimer sedangkan pada beton sandwich concrete 2 terlihat pola retak yang terparah pada lapisan geopolimer. Pada beton konvensional mengalami kenaikan pola retak dan mengalami pecah pada bagian samping-samping kubus dikarenakan beton sudah mengalami perkerasan sempurna.
Umur 56 Hari
Sandwich Concrete 1
Tampak Dari Samping
Tampak Dari Dalam
Sandwich Concrtete 2
Tampak Dari Atas
Tampak Dari Dalam
Gambar 4.68 Pola Retak Kuat Lentur Umur 56 Hari
Sumber : Analisis, 2019
89 Pada umur 56 hari untuk pengujian kuat lentur pada beton sandwich concrete 1 dan beton sandwich concrete 2. Pola patah yang terjadi pada beton sandwich concrete 1 terlihat patahan terjadi pada titik diantara dua tumpuan tekan itu berarti pola patah yang terjadi pada beton sandwich concrete 1 terjadi di tengah-tengan balok, Dari sisi dalam dari dua jenis beton terlahat homogen namun tidak tercampur antara keduanya dan agregat yang terlihat didalam beton tercampur sempurna dan berdempetan. Sedangkan pola patah yang terjadi pada beton sandwich concrete 2 tidak jauh beda dengan beton sandwich concrete 1 yaitu titik patahan terjadi diantara dua tumpuan tekan dan patahan terjadi di tengah-tengah balok, dari sisi dalam dari kedua jenis beton tidak tercampur tapi menempel dengan sempurna, agregat pada beton tercampur dengan sempurna dan saling berhimpitan.