• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit "X" Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit "X" Bandung."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

dipakai adalah teori approach-avoidance coping strategy dari Folkman & Lazarus (1984) dan Patterson et al. (1993).

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 153 responden. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei.

Alat ukur yang digunakan adalah approach-avoidance coping strategy questionnaire yang terdiri dari 24 item. Prosedur pengujian validitas dilakukan berdasarkan construct validity dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA), menggunakan software LISREL 8.5 (Joreskog & Sorbom,1999). Skor validitas sebesar 0,39-0,74 untuk approach dan 0,32-0,82 untuk avoidance. Reliabilitas dihitung menggunakan alpha-cronbach dengan skor reliabilitas sebesar 0,709 untuk approach dan 0,737 untuk avoidance.

Dari hasil penelitian, didapat bahwa 30,1% pasien penyakit jantung koroner di Rumah Sakit “X” Bandung menggunakan approach-avoidance coping strategy (AACS) kuat. Sebanyak 29,4% menggunakan approach-avoidance coping strategy (AACS) lemah, sebanyak 20,9% menggunakan approach coping strategy, dan sebanyak 19,6% menggunakan avoidance coping strategy.

(2)

vi

Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research the descriptive study about approach-avoidance coping strategy of patients with coronary heart disease in Hospital “x” Bandung. The theory used in this research is the theory of approach-avoidance coping strategy of Folkman & Lazarus (1984) and Patterson et al. (1993).

Selection of the sample in this research was using purposive sampling method, sample of this research amounted to 153 respondents. The design used in this research is using descriptive research design using survey methods.

The measuring tool used is the approach-avoidance coping strategy questionnaire, consisting of 24 items. Validity of the test procedures conducted by construct validity with Confirmatory Factor Analysis (CFA), using LISREL 8.5 software (Joreskog & Sorbom, 1999). Validity score of 0,39-0,74 for approach and 0,32-0,82 for avoidance. Reliability was calculated using the alpha-cronbach with reliability score of 0,709 for approach and 0,737 for avoidance.

From the research, found that 30,1% of patients with coronary heart disease in the Hospital “X”, Bandung using strong approach-avoidance coping strategy (AACS). A total of 29,4% using weak approach-avoidance coping strategy (AACS). 20,9% using approach coping strategy and 19,6% using avoidance coping strategy.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ...iii

PERNYATAAN PUBLIKASI ...iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang Masalah ...1

1.2Identifikasi Masalah ...8

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ...8

1.3.1 Maksud Penelitian ...8

1.3.2 Tujuan Penelitian ...8

1.4Kegunaan Penelitian ...9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ...9

(4)

viii

Universitas Kristen Maranatha

1.5Kerangka Pikir ...10

1.6Asumsi ...19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...20

2.1 Stress ...20

2.1.1 Definisi Stress ...20

2.1.2 Pendekatan Ilmiah Tentang Stress ...21

2.1.3 Sumber Stress ...23

2.1.4 Akibat Stress ...24

2.1.5 Teori Tentang Penilaian Kognitif dari Lazarus ...25

2.2Coping Stress ...27

2.2.1 Pengertian Coping Stress ...27

2.2.2 Fungsi Coping Stress ...28

2.2.3 Bentuk Coping Stress ...30

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Coping Stress ...33

2.2.5 Hubungan antara Stress, Penilaian Kognitif dan Coping Stress ...35

2.3 Approach-Avoidance Coping Strategy ...36

2.4 Psikologi Kesehatan pada Pasien Chronic Illness ...37

2.5 Perkembangan Dewasa ...40

2.5.1 Masa Dewasa Awal ...40

2.5.2 Masa Dewasa Madya ...43

2.5.3 Masa Dewasa Akhir ...50

(5)

2.6.1 Penyakit Jantung ...51

2.6.2 Jantung Koroner ...55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...59

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ...59

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...59

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...60

3.3.1 Variabel Penelitian ...60

3.3.2 Definisi Operasional ...60

3.4 Alat Ukur ...62

3.4.1 Alat Ukur Coping Strategy ...62

3.4.2 Sistem Penilaian ...69

3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ...71

3.4.3.1 Data Pribadi ...71

3.4.3.2 Data Penunjang ...71

3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...72

3.4.4.1 Validitas Alat Ukur...72

3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ...74

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ...74

3.5.1 Populasi Sasaran ...74

3.5.2 Karakteristik Sampel ...74

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... ...75

(6)

x

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...76

4.1 Gambaran Responden ...76

4.2 Hasil Penelitian ...80

4.2.1 Hasil Kategorisasi Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) ...81

4.2.2 Hasil Kategorisasi AACS Berdasarkan Sumber Stress Fisik, Psikologis, dan Sosial ...81

4.2.3 Hasil Aspek Coping Strategy Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Yang Dominan Menggunakan Coping Strategy Tertentu ...83

4.2.4 Tabulasi Silang Antara Kategorisasi AACS Dengan Gambaran Responden dan Data Penunjang ...85

4.3 Pembahasan ...101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...113

5.1 Kesimpulan ...113

5.2 Saran ...115

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan ...115

5.2.2 Saran Guna Laksana ...116

DAFTAR PUSTAKA ...117

DAFTAR RUJUKAN ...119

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Alat ukur ...63

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan usia ...76

Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin ...77

Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan status pernikahan ...77

Tabel 4.4 Gambaran responden berdasarkan pendidikan ...77

Tabel 4.5 Gambaran responden berdasarkan suku bangsa ...78

Tabel 4.6 Gambaran responden berdasarkan agama ...78

Tabel 4.7 Gambaran responden berdasarkan pekerjaan ...79

Tabel 4.8 Gambaran responden berdasarkan lamanya diagnosa ...79

Tabel 4.9 Gambaran responden berdasarkan pengalaman serangan jantung ...79

Tabel 4.10 Gambaran responden berdasarkan pengobatan yang sudah dilakukan ...80

Tabel 4.11 Gambaran responden berdasarkan penyakit lain ...80

Tabel 4.12 Hasil Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) ...81

Tabel 4.13 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress fisik ...81

Tabel 4.14 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress psikologis ...82

Tabel 4.15 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress sosial ...82

Tabel 4.16 Hasil aspek approach-avoidance pada pasien yang dominan menggunakan AACS kuat ...83

(8)

xii

Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.18 Hasil aspek avoidance pada pasien yang dominan menggunakan

avoidance ...84

Tabel 4.19 Hasil aspek approach-avoidance pada pasien yang dominan menggunakan AACS lemah ...84

Tabel 4.20 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan usia ...85

Tabel 4.21 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan jenis kelamin ...86

Tabel 4.22 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan status pernikahan ...86

Tabel 4.23 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pendidikan ...87

Tabel 4.24 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan suku bangsa ...88

Tabel 4.25 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan agama ...89

Tabel 4.26 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan lamanya diagnosa ...90

Tabel 4.27 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan pengalaman serangan jantung ...90

Tabel 4.28 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan pengobatan ...91

Tabel 4.29 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pekerjaan ...92

Tabel 4.30 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan adanya penyakit lain yang diderita ...93

Tabel 4.31 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan kesehatan fisik yang dirasakan ...94

Tabel 4.32 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan penghasilan ...95

(9)

Tabel 4.34 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keyakinan bahwa kesehatannya akan semakin membaik ...97 Tabel 4.35 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan kemudahan bergaul

dengan orang lain ...98 Tabel 4.36 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keterbukan kepada

orang lain mengenai penyakitnya ...98 Tabel 4.37 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keinginan untuk

mencari informasi mengenai penyakit jantung koroner ...99 Tabel 4.38 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pengetahuan

(10)

xiv

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Gambaran Responden

(12)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini

mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

HIV/AIDS, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) menyatakan bahwa terdapat 12 juta penderita kanker pada tahun 2010.

Untuk jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adalah 7,8

juta dan pada akhir Desember 2007 mencapai 33,2 juta. Untuk penyakit diabetes,

WHO melaporkan bahwa jumlah kematian akibat penyakit tersebut di seluruh

dunia adalah 3,2 juta orang per tahun, sedangkan untuk penyakit kardiovaskular,

diperkirakan 17 juta orang meninggal setiap tahun (www.who.int).

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit kronis yang jumlah

penderitanya mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Penyakit jantung

cenderung semakin banyak dan tidak hanya diderita oleh kaum pria dan wanita

yang berusia 45 tahun ke atas, tetapi juga diderita oleh kaum yang lebih muda.

Salah satu penyakit kardiovaskular yang jumlah penderitanya meningkat secara

pesat dari tahun ke tahun adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan, PJK

merupakan penyebab utama yang meliputi 12,2 persen (7,2 juta) kematian di

seluruh dunia. Sementara, Survei Kesehatan Dasar Indonesia (SKDI) tahun 2007

(13)

kematian terbesar ke-9 dan ke-11. Secara kumulatif, penyakit jantung menjadi

penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia dengan persentase 9,7 persen

(www.andmagz.com). Data-data dari rumah sakit pada bagian jantung di

Indonesia juga menggambarkan bahwa pasien yang meninggal akibat PJK

semakin meningkat dan tingkat kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5

per 100.000 penduduk (www.suaramerdeka.com).

Salah satu rumah sakit yang memiliki unit pelayanan untuk pasien penyakit

jantung adalah Rumah Sakit “X” Bandung. Rumah sakit tersebut memiliki 2 unit

pelayanan jantung, yaitu Instalasi Pelayanan Jantung (IPJ) dan poliklinik jantung.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan perawat dan catatan di bagian

pendaftaran di Rumah Sakit “X” Bandung, diperkirakan bahwa jumlah pasien penyakit jantung di IPJ sekitar 500 pasien perbulan, sedangkan jumlah pasien

penyakit jantung di poliklinik jantung lebih banyak, yaitu sekitar 1200 pasien per

bulan.

Menurut Dr. Erwin Sukandi, salah satu dokter senior, spesialis penyakit

jantung, PJK merupakan salah satu bentuk penyakit jantung dan pembuluh darah,

yaitu penyakit yang melibatkan gangguan pembuluh darah koroner, pembuluh

darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung. Kelainan dapat

berupa penyempitan pembuluh koroner yang disebabkan karena atherosclerosis

(proses pembentukan endapan lemak). Atherosclerosis terjadi akibat penimbunan

kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin).

Timbunan ini disebut dengan plak. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya

(14)

3

Universitas Kristen Maranatha

keluarga, kolesterol yang tidak normal, diabetes, merokok, tekanan darah tinggi,

kegemukan (obesitas), gaya hidup, dan stress (Patel Chandra, 1998).

Kondisi fisik yang muncul pada kebanyakan pasien PJK adalah munculnya

keringat dingin, nyeri dada, jantung berdebar-debar, pusing, dan lain-lain. Ketika

gejala-gejala tersebut muncul, biasanya pasien merasa terganggu akan kondisi

fisiknya dan mulai memeriksakan diri ke dokter. Setelah pemeriksaan dokter,

pasien mendapatkan labeling (kondisi sosial) bahwa dirinya adalah penderita PJK,

sehingga mereka diperlakukan seperti layaknya pasien, yang mewajibkan untuk

mengurangi kegiatan dan aktivitas yang biasanya dilakukan, rutin meminum obat,

menjaga pola makan, dan mengikuti prosedur pengobatan secara teratur.

Pasien PJK akan ditangani oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan

sumbatan atau plak pada pembuluh darah koroner di jantung. Pada pasien dengan

sumbatan di atas 70% diperlukan tindakan intervensi, baik itu pemasangan ring

maupun operasi bypass arteri coronaria. Setelah mengetahui hasil pemeriksaan

terhadap tingkat keparahan sumbatan, pasien harus berpikir dan memutuskan

mengenai langkah pengobatan yang akan diambil dengan

pertimbangan-pertimbangan mereka masing-masing (www.medicalera.com).

Berdasarkan wawancara dengan beberapa pasien PJK, ada beberapa pasien

yang langsung mengambil tindakan untuk melakukan operasi atau pemasangan

ring, namun ada beberapa pasien juga yang tidak berani untuk mengambil

tindakan tersebut. Beberapa pasien tidak berani mengambil tindakan tersebut

dikarenakan kurangnya biaya dan ketakutan mereka akan kematian. Mereka yang

(15)

disaranan dokter. Kondisi-kondisi tersebut akan memunculkan kondisi psikologis,

seperti: cemas, depresi, marah, takut, menyesal, dan lain-lain dari PJK yang

dialaminya. Tetapi kondisi psikologis yang muncul pada masing-masing pasien

itu, mungkin saja berbeda-beda, yaitu tergantung pada penghayatan pasien

tersebut dalam memandang penyakitnya, penilaian pasien untuk biaya

pengobatannya, dan perlakuan serta dukungan orang lain yang ada disekitarnya.

Kondisi fisik, sosial, dan psikologis yang dialami pasien PJK tersebut berpotensi

untuk menimbulkan stress.

Stress merupakan segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan

seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Hal ini dapat terjadi

jika keadaan tubuh individu tersebut terganggu karena tekanan psikologis yang

disebabkan oleh penyakit fisik, dan rendahnya daya tahan tubuh. Secara lebih

jelasnya Selye (1976) mengungkapkan bahwa, stress adalah suatu keadaan yang

dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang

menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan dinamis seseorang

yang diakibatkan adanya masalah kesehatan yang individu alami, karena setiap

penyakit berat atau ringan pasti menimbulkan penderitaan dan ketegangan.

Pasien PJK yang mengalami kondisi stress akan berusaha untuk meredakan

ketegangan di dalam dirinya dengan menggunakan coping strategy. Coping

strategy menunjukkan berbagai upaya baik mental maupun perilaku untuk

menguasai, mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan suatu situasi atau

kejadian yang penuh tekanan, dengan perkataan lain coping strategy merupakan

(16)

5

Universitas Kristen Maranatha

akibat masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukakan perubahan

kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin,

2002).

Coping strategy dibagi menjadi dua, yaitu: strategi mendekati (approach

strategies) dan strategi menghindar (avoidance strategies). Strategi mendekati

(approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stress

dan usaha untuk menghadapi penyebab stress atau konsekuensi yang

ditimbulkannya secara langsung. Sedangkan strategi menghindar (avoidance

strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan

penyebab stress dan usaha untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab

stress (Patterson et.al.,1993).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 10 pasien PJK di kota

Bandung, 1 diantaranya menunjukkan pengabaian terhadap penyakitnya tersebut,

yaitu menyangkal diagnosa dokter yang menyatakan bahwa dirinya menderita

PJK (avoidance). Pasien tersebut memeriksakan penyakitnya kepada 4 dokter dan

setelah itu, barulah pasien menerima akan penyakitnya dan menjalani tindakan

medis, yaitu pemasangan stent. Setelah pemasangan stent, pola makan pasien

menjadi lebih baik, yaitu lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah dan

menghilangkan kebiasaan merokok (approach). Namun setelah ± 3 tahun

pemasangan stent, pasien kembali mengabaikan penyakitnya, yaitu jarang minum

obat dan memeriksakan diri ke dokter meskipun gejala nyeri dada masih sering

(17)

Dua pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap

penyakitnya tersebut, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu pemasangan

stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien juga menunjukkan adanya

keinginan yang besar untuk sembuh, yaitu dengan rajin berolahraga setiap pagi,

banyak mengkonsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok, rutin

minum obat, dan melakukan pemeriksaan kesehatan jantung secara rutin

(approach).

Satu pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap

penyakitnya tersebut, yaitu segera menjalani tindakan medis, yaitu pemasangan

stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien lebih berusaha mendekatkan

diri kepada Tuhan (religius).

Tiga pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap

penyakitnya tersebut, yaitu memeriksakan diri ke dokter jantung ketika gejala

fisik seperti nyeri dada muncul dan segera berkonsultasi dengan dokter jantung

untuk melakukan tindakan medis yang paling tepat. Pada saat itu, mereka

bersama-sama dengan dokter jantung sepakat untuk melakukan pemasangan stent

(approach). Mereka beranggapan bahwa PJK tidaklah menakutkan seperti dahulu.

Mereka mengatakan bahwa dengan pengobatan yang semakin canggih maka PJK

dapat disembuhkan dan tidak perlu dikhawatirkan lagi, sehingga setelah

pemasangan stent, pasien cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu

meminum obat dengan tidak teratur dan jarang memeriksakan diri ke dokter

(18)

7

Universitas Kristen Maranatha

Dua pasien berikutnya juga menunjukkan adanya penanganan terhadap

penyakitnya, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu dengan melakukan

pemasangan stent dan menjaga pola makan serta berolahraga (approach); tetapi

meskipun mereka sudah melakukan pengobatan yang disarankan dokter,

kesehatan mereka semakin lama tidak semakin membaik. Mereka merasakan

kesehatannya semakin menurun dan ketika diperiksakan ke dokter, ternyata

terdapat sumbatan baru pada pembuluh darah koroner yang lain sehingga perlu

dilakukan pemasangan stent lagi. Mereka berpendapat bahwa mereka sudah tidak

sanggup lagi untuk membiayai pengobatan penyakitnya. Mereka beranggapan

bahwa meskipun penyakitnya sudah ditangani tetapi penyakitnya tidak mungkin

sembuh. Mereka kemudian cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu

jarang berolahraga, terkadang mengkonsumsi makanan berlemak, dan merokok

(avoidance).

Satu pasien sisanya, menunjukkan adanya pengabaian dan penanganan

terhadap penyakitnya tersebut, yaitu dengan tidak melakukan pemasangan stent

yang disarankan dokter. Hal ini dikarenakan, pasien merasa takut sehingga pasien

lebih menjaga kesehatannya dengan berolahraga, tidak merokok, dan tidak

mengkonsumsi makanan berlemak (approach-avoidance).

Dari hal tersebut, dapat dilihat penggunaan coping strategy yang

berbeda-beda pada masing-masing pasien penyakit jantung koroner. Coping strategy yang

tepat dan sesuai akan membantu individu untuk mengatasi dan meminimalkan

stress yang dialami (Tanumidjojo dkk, 2004). Peneliti tertarik untuk melakukan

(19)

sakit pemerintah terbesar di Kota Bandung yang memiliki 2 unit pelayanan

jantung, yaitu poliklinik dan IPJ. Di Rumah Sakit “X” terdapat lebih dari 10

dokter spesialis jantung, alat pemeriksaan dan pengobatannya sudah cukup

lengkap, dan jumlah pasien di Rumah Sakit “X” cukup banyak, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang lebih kaya dan bervariasi. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai approach-avoidance coping strategy

pada pasien PJK di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengetahui bagaimana

approach-avoidance coping strategy (AACS) pada pasien PJK di rumah sakit “X”

Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK di rumah sakit “X”

Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih

rinci dan mendalam mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien

(20)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi bidang

psikologi klinis dan kesehatan mengenai approach-avoidance coping

strategy pada pasien PJK.

 Penelitian ini diharapkan berguna juga bagi peneliti lain yang hendak

melakukan penelitian lanjutan mengenai approach-avoidance coping

strategy pada pasien PJK.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi kepada pasien PJK mengenai coping strategy

sebagai evaluasi dan pertimbangan, agar dalam menghadapi penyakitnya

mereka mampu mengembangkan coping strategy yang sesuai.

 Memberikan informasi kepada psikolog klinis dan kesehatan mengenai

coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK serta mendorong

pasien PJK untuk dapat mengembangkan coping strategy yang sesuai untuk

meminimalisasikan stress yang dialami pasien.

 Memberikan informasi kepada keluarga dan rekan-rekan pasien mengenai

coping strategy yang digunakan pasien, agar dapat membantu dan

mendukung pasien untuk menanggulangi stress yang dialami.

 Memberikan informasi kepada Rumah Sakit “X” Bandung mengenai coping

strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK agar dapat membantu

(21)

1.5 Kerangka Pikir

PJK mengalami berbagai gejala akibat dari penyakitnya tersebut, yaitu

gejala fisik, psikologis, dan sosial. Gejala fisik yang sering timbul akibat PJK

adalah dada terasa sakit, sesak nafas, merasa tercekik, dan dada terasa menekan.

Ketika gejala fisik tersebut muncul, mereka mengetahui bahwa di dalam tubuhnya

ada sesuatu yang tidak beres, sehingga mereka memeriksakan ke dokter untuk

memastikan kesehatan tubuhnya. Setelah mereka mengetahui bahwa mereka

memiliki PJK, maka biasanya muncul gejala psikologis. Gejala psikologis yang

biasanya timbul akibat dari penyakitnya adalah takut, khawatir, cemas, sedih,

marah, atau menyesal karena PJK yang dialami. Pada saat itu juga, mereka

diharuskan untuk segera menangani penyakitnya dan mengurangi aktivitas yang

biasanya dilakukan. Pengurangan aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan

olahraga berat (hobi) maupun pekerjaan. Penanganan penyakitnya dapat berupa

tindakan meminum obat secara teratur, melakukan pemasangan ring ataupun

melakukan tindakan operasi bypass. Gejala sosial yang biasanya timbul adalah

biaya penanganan untuk penyakitnya tersebut tidaklah sedikit, tetapi pada saat

bersamaan, mereka juga tidak diperbolehkan untuk bekerja terlalu berat. Padahal

mereka perlu bekerja lebih berat untuk mendapatkan uang pengobatan yang cukup

besar. Orang-orang yang ada disekitarnya juga bisanya melarang mereka untuk

bekerja terlalu berat karena penyakit yang dideritanya. Meskipun mereka sudah

stabil kesehatannya, biasanya mereka masih diperlakukan layaknya seperti pasien.

Ketiga gejala di atas, yaitu gejala fisik, psikologis, dan sosial merupakan

(22)

11

Universitas Kristen Maranatha

individual. Artinya meskipun beberapa orang menghadapi stressor yang sama,

namun masing-masing orang dapat menghayati stressor tersebut secara

berbeda-beda. Hal ini terjadi karena adanya penilaian yang dilakukan seseorang terhadap

stressor. Penilaian ini oleh Lazarus (1984) disebut sebagai penilaian kognitif

(cognitive appraisal).

Ketika individu menyadari bahwa dirinya memiliki penyakit jantung

koroner, maka individu tersebut akan melakukan penilaian terhadap penyakit yang

dideritanya. Penilaian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu penilaian primer (primary

appraisal), penilaian sekunder (secondary appraisal), dan reappraisal. Penilaian

primer merupakan evaluasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Hasil evaluasi

dari penilaian primer ini dapat berupa : irrelevant, yaitu jika seseorang

menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak

mengancam kesejahteraan dirinya ; benign-positive, yaitu jika seseorang

menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang positif dan dianggap dapat

meningkatkan kesejahteraan dirinya ; atau stress appraisal, yaitu jika seseorang

menghayati situasi yang dihadapi sebagai threat (ancaman), challenge (tantangan)

atau sesuatu yang menimbulkan harm / loss (gangguan, kerugian atau perasaan

kehilangan).

Bila hasil penilaian primer terhadap situasi tertentu adalah irrelevant atau

benign positive maka seseorang dikatakan tidak mengalami stressfull. Namun,

apabila hasil penilaiannya adalah stress appraisal maka seseorang dikatakan

mengalami stressfull. Menurut Folkman (1984) seseorang akan mengalami

(23)

dirinya atau apabila tuntutan dirasakan melebihi kemampuan yang dimilikinya.

Dalam hal ini, pasien penyakit jantung koroner mengalami harm / loss dari

penyakit yang dideritanya, yaitu pasien penyakit jantung koroner merasakan

fisiknya semakin melemah, mengalami tekanan emosi akibat penyakitnya, dan

mengalami “kehilangan” dari apa yang biasanya mereka dapat lakukan. Mereka

tidak boleh bekerja terlalu berat yang membuat mereka harus membatasi kegiatan

ataupun pekerjaan mereka, sehingga ketika usia mereka masih produktif, mereka

kurang dapat memenuhi tugas perkembangan mereka untuk mencapai

produktivitas. Setelah mereka menilai bahwa penyakitnya tersebut menyebabkan

stress, maka mereka akan melakukan penilaian sekunder (secondary appraisal).

Pada penilaian sekunder (secondary appraisal), seseorang mengevaluasi

potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik fisik, psikis, sosial, maupun material

untuk menghadapi stressor. Proses ini pun mencakup evaluasi mengenai bentuk

penanggulangan atau strategi yang sesuai untuk menghadapi stressor dengan

mempertimbangkan konsekuensi yang muncul berkaitan dengan digunakannya

suatu strategi tertentu.

Setelah melakukan penilaian terhadap stressor, maka individu akan

menggunakan coping strategy yang dirasakan sesuai untuk mengatasi stressor

tersebut. Menurut Lazarus dan Folkman, coping strategy adalah perubahan

kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus untuk mengatasi

tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber

(24)

13

Universitas Kristen Maranatha

Terdapat 8 aspek coping strategy, yaitu confrontive coping, distancing,

self-control, seeking social support, accepting responsibility, escape avoidance,

planful problem solving, dan positive reappraisal. Confrontive coping merupakan

usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara yang agresif, tingkat kekesalan yang cukup tinggi, dan

pengambilan resiko. Distancing merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK

untuk melepaskan diri atau berusaha untuk tidak melibatkan diri dalam

permasalahan dan disaat yang lain menciptakan pandangan-pandangan yang

positif. Self-control merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk

meregulasi perasaan maupun tindakannya. Seeking social support merupakan

usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mencari dukungan dari pihak luar

baik berupa informasi, bantuan nyata, ataupun dukungan emosional. Accepting

responsibility merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengakui

peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk

mendudukan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya. Escape

avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien penyakit PJK untuk

menghindar atau melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi. Planful

problem solving merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk

memecahkan masalah yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati,

bertahap, dan analitis. Positive reappraisal merupakan usaha yang dilakukan oleh

pasien PJK untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada

(25)

Dalam hal ini, Patterson et al (1993) mengelompokkan 8 aspek tersebut

menjadi 2 dimensi, yaitu approach dan avoidance coping strategy. Hal ini

dikarenakan chronic illness (penyakit jantung koroner) merupakan stressor yang

tidak dapat diubah dan akan berlangsung selamanya. Oleh karena itu, istilah

dimensi problem focus coping yang digunakan oleh Lazarus dinilai kurang efektif

digunakan bagi pasien chronic illness. Approach coping strategy terdiri dari

aspek: confrontive coping, seeking social support, planful problem solving, dan

positive reappraisal, sedangkan aspek yang termasuk avoidance coping strategy

yaitu: distancing, self-control, accepting responsibility, dan escape

avoidance. Strategi mendekati (approach strategies), meliputi usaha kognitif

pasien PJK untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk menghadapi

penyebab stress tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.

Strategi menghindar (avoidance strategies), meliputi usaha kognitif pasien PJK

untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha untuk

menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.

Menurut Lazarus & Folkman (1984) terdapat enam faktor yang dapat

mempengaruhi penggunaan coping strategy, yaitu : kesehatan dan energi,

keterampilan untuk memecahkan masalah, keyakinan yang positif, keterampilan

sosial yang adekuat dan efektif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.

Kesehatan dan energi, merupakan sumber-sumber fisik yang dapat

mempengaruhi upaya seseorang dalam menangani atau menanggulangi stress.

Seorang penderita PJK akan lebih mudah untuk menanggulangi masalah

(26)

15

Universitas Kristen Maranatha

kesehatan yang stabil maka pasien memiliki energi yang cukup pula untuk

melakukan aktivitas. Hal ini dapat mempengaruhi pasien penyakit jantung koroner

dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu dengan mengambil resiko akibat

penyakit jantung koroner yang dialaminya, seperti pengambilan keputusan untuk

melakukan penanganan medis (dimensi approach).

Keterampilan untuk memecahkan masalah, merupakan kemampuan untuk

mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah sebagai usaha

dalam mencari alternatif tindakan, mempertimbangkan, memilih dan menerapkan

rencana yang tepat dalam menanggulangi stress. Keterampilan untuk

memecahkan masalah ini diperoleh melalui pengalaman, pengetahuan,

kemampuan intelektual atau kognitif dalam menggunakan pengetahuan tersebut

serta kapasitas untuk mengendalikan diri. Seseorang pasien PJK akan lebih mudah

untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan dari penyakitnya, yaitu mereka

secara rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter jantung serta mencari tahu

lebih dalam mengenai pengobatan, olahraga, dan makanan yang sehat untuk

pasien PJK (dimensi approach).

Keyakinan yang positif, merupakan pandangan yang positif terhadap

kemampuan sumber daya psikologis yang ada di dalam diri. Seorang pasien PJK

yang memiliki keyakinan positif, akan lebih yakin bahwa kesehatannya akan

semakin membaik dan juga memiliki keyakinan dalam memilih dan memutuskan

jenis pengobatan yang akan dijalani (dimensi approach).

Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif, merupakan keterampilan

(27)

masalah yang dilakukan bersama-sama. Seorang pasien PJK yang memiliki

keterampilan sosial, akan lebih mampu untuk berkomunikasi dengan pihak luar

baik untuk mendapatkan informasi mengenai PJK, bantuan nyata, ataupun

dukungan emosional (dimensi avoidance).

Dukungan sosial, merupakan bentuk pertolongan yang dapat berupa materi,

emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti

keluarga, sahabat, teman, saudara, dokter, rekan kerja atupun atasan atau orang

yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Dengan adanya dukungan sosial,

maka pasien PJK akan mendapat dukungan dari pihak luar baik berupa informasi,

bantuan nyata, ataupun dukungan emosional (dimensi avoidance).

Sumber-sumber material, merupakan sumber daya yang berupa uang,

barang atau fasilitas lain yang dapat mendukung terlaksananya coping secara lebih

efektif. Pasien PJK yang memiliki sumber material yang cukup, akan membantu

pasien penyakit jantung koroner dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu

dengan memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter jantung dan menjalani

pengobatan yang disarankan dokter (dimensi approach).

Berdasarkan teori yang ada, dari 8 aspek coping strategy tersebut akan

dikelompokkan menjadi 2 dimensi, yaitu: approach dan avoidance; tetapi dalam

kenyatannya 8 aspek coping strategy tersebut dapat dikelompokan menjadi 4

kategori, yaitu approach, avoidance kuat, avoidance, dan

approach-avoidance lemah. Pasien PJK yang menggunakan approach adalah mereka yang

lebih dominan menggunakan approach dibandingkan avoidance coping strategy.

(28)

17

Universitas Kristen Maranatha

menggunakan approach dan avoidance coping strategy secara kuat dan seimbang.

Pasien PJK yang menggunakan avoidance adalah mereka yang lebih dominan

menggunakan avoidance dibandingkan approach coping strategy. Pasien PJK

yang menggunakan approach-avoidance lemah adalah mereka yang

(29)

- Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif

(30)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1) PJK merupakan suatu kondisi (stressor) yang tidak dapat diubah.

2) Pasien PJK menilai penyakit yang dideritanya (primary appraisal) sebagai

stress appraisal.

3) Pasien PJK pada umumnya berada dalam situasi stressfull.

4) Pasien PJK (pasien dengan chronic illness) akan menggunakan

approach-avoidance coping strategy (AACS) untuk mengatasi stress yang berasal dari

stressor yang tidak dapat diubah.

5) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi oleh

faktor-faktor internal, yaitu kesehatan dan energi, keterampilan untuk

memecahkan masalah, keyakinan yang positif, dan keterampilan sosial yang

adekuat dan efektif.

6) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi juga oleh

(31)

113 Universitas Kristen Maranatha 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 153 responden

penyakit jantung koroner (PJK) di Rumah Sakit “X” Bandung, dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut:

1. Coping strategy pertama yang paling banyak digunakan pasien PJK di

Rumah Sakit “X” Bandung adalah AACS kuat dengan bentuk yang paling

sering digunakan adalah planful problem solving dan distancing. Sedangkan

hampir seperempat pasien PJK di Rumah Sakit “X” Bandung menerapkan

AACS lemah atau jarang menggunakan strategi approach maupun

avoidance dalam menghadapi kondisi stress.

2. Sebagian besar responden menggunakan AACS kuat untuk menghadapi

sumber stress fisik dan psikologis. Sebagian besar responden menggunakan

AACS lemah untuk menghadapi sumber stress sosial.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan coping strategy adalah

kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, dan keterampilan sosial yang

adekuat dan efektif. Faktor-faktor yang kurang mempengaruhi penggunaan

coping strategy adalah keterampilan untuk memecahkan masalah, dukungan

(32)

114

Universitas Kristen Maranatha

4. Faktor-faktor lain (gambaran responden) yang mempengaruhi penggunaan

coping strategy adalah usia, jenis kelamin, diagnosa, pengalaman serangan

jantung, jenis pengobatan yang sudah dilakukan, dan ada/tidaknya penyakit

lain.

5. Responden yang menggunakan AACS kuat adalah sebagian besar

responden yang memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu: responden

yang berusia 60 tahun keatas (dewasa akhir), berjenis kelamin perempuan,

tidak pernah mengalami serangan jantung, pengobatan yang dilakukan

hanya mengkonsumsi obat-obatan, memiliki penyakit lain tetapi bukan yang

termasuk chronic illness atau komplikasi, sudah didiagnosa lebih dari 3

tahun, memiliki keyakinan yang positif, keterampilan sosial yang adekuat

dan efektif, dan memiliki kesehatan yang baik.

6. Responden yang menggunakan AACS lemah adalah sebagian besar

responden yang memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu: responden

yang berusia 41-60 tahun (dewasa madya), berjenis kelamin laki-laki,

pernah mengalami serangan jantung, pengobatan yang dilakukan adalah

mengkonsumsi obat-obatan dan pemasangan ring, memiliki penyakit lain

yang termasuk chronic illness atau komplikasi, sudah didiagnosa kurang

dari 1 tahun, dan memiliki kesehatan yang biasa saja, parah, dan sangat

parah.

7. Responden yang menggunakan approach coping strategy adalah sebagian

besar responden yang tidak memiliki penyakit lain selain penyakit jantung

(33)

8. Responden yang menggunakan avoidance coping strategy adalah sebagian

besar responden yang sudah melakukan pengobatan dengan mengkonsumsi

obat-obatan dan operasi bypass.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya

maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan,

diantaranya:

5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan

1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai PJK,

diharapkan dapat lebih memperkuat konsep teori sehingga dapat membuat

indikator dan item yang sesuai dengan konsep teori yang ada.

2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan pengukuran terhadap derajat stress

responden terlebih dahulu, kemudian baru dilihat coping strategy yang

digunakannya, sehingga dapat melihat hubungan dan kaitan antara derajat

stress dengan coping strategy yang digunakan pada pasien chronic illness.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai AACS

pada pasien PJK, diharapkan membagi coping strategy menjadi 3 kelompok

saja, yaitu approach, balance, dan avoidance dengan menggunakan sistem

penilaian median untuk dijadikan standar kategorisasi approach, balance, dan

(34)

116

Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Bagi pasien PJK dapat menggunakan informasi mengenai coping strategy

sebagai evaluasi dan pertimbangan, sehingga dalam menghadapi

penyakitnya mereka mampu mengembangkan coping strategy yang sesuai.

2. Bagi para psikolog yang memiliki klien pasien PJK dapat memberikan

informasi mengenai coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien

PJK serta mendorong dan melatih pasien PJK mengenai fleksibelitas

penggunaan coping strategy sehingga pasien PJK dapat meminimalisasikan

stress yang dialami.

3. Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga sebagai pasien PJK dapat

mengetahui coping strategy yang digunakan pasien, sehingga dapat

membantu dan mendukung pasien untuk menanggulangi stress yang

dialami.

4. Bagi Rumah Sakit “X” Bandung dapat menggunakan informasi mengenai

coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK untuk

mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai PJK, sehingga dapat

(35)

Rineka Cipta.

Bardwell,Wayne A. 2001. Types of Coping Strategies are Associated with

Increased Depressive Symptoms in Patients with Obstructive Sleep Apnea., Journal of Sleep-Related Breathing Disorders, 905-909.

Elderen, Therese, Stan Maes, Elise Dusseldrop. 1999. Coping with Coronary Heart Disease: A Longitudinal Study. Journal of Psychosomatic Research, 175-183.

Folkman, S., Lazarus, R. S., Dunkel-Schetter, C., DeLongis, A., & Gruen, R. 1986. The dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping and encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology, 50, 992-1003.

Guilford, J.P.1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education (Third Edition), N.Y-Toronto-London: McGraw-Hill BookCompany,Inc.

Kerlinger, F.N. 1996. Asas-asas Penelitian Behavioral, edisi ketiga. Terjemahan

Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Lazarus RS, Folkman S. 1984. Stress Appraisal and Coping. New York:Springer

Publishing Company.

Mu’tadin, Z. 2002.Strategi Koping. (http: www. e-psikologi.com, diakses pada tanggal 12 Oktober 2010).

Nazir. Moh, 1999: Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Patel Chandra. 1998. Panduan Praktis Mencegah & Mengobati Penyakit Jantung. Jakarta: PT Gramedia.

Patterson TL, Semple SJ, Temoshok LR, Atkinson JH, McCutchan JA, Straits-Troster KA, Chandler JL, Grant I.1993. Depressive symptoms among HIV positive men: life stress, coping and social support, 64-87.

Russel, Doroty M. 2011. Bebas dari 6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: Media Pressindo.

Santrock, John W. 2002. A topical approach tolife span development. New York:

(36)

118

Universitas Kristen Maranatha

Selye, Hans. 1976. The Stress of Life. New York: McGraw-Hill Book

(37)

DAFTAR RUJUKAN

September 2001. Types of Coping Strategies are Associated with Increased Depressive Symptoms in Patients with Obstructive Sleep Apnea. (online). (http://www.journalsleep.org/Articles/240805.pdf, diakses pada tanggal 12 Desember 2010).

20 Februari 2006. 26% Kematian akibat Penyakit Jantung.

(http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/20/kot06.htm, diakses pada tanggal 15 April 2011).

14 Juni 2008. Mengenal Penyakit Jantung Koroner. (online).

(http://esukandi.multiply.com/journal/item/1/MENGENAL_PENYAKIT_ JANTUNG_KORONER, diakses pada tanggal 20 Desember 2010).

2009. Beginilah Kualitas Hidup Kita Hari Ini.

( http://www.andmagz.com/index.php/kesehatan/131-beginilah-kualitas-hidup-kita-hari-ini, diakses pada tanggal 15 April 2011).

29 Desember 2009. DEB, Teknik Pengobatan Baru Jantung Koroner. (online). (http://bataviase.co.id/detailberita-10452728.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2010).

12 Januari 2010. Mengenal dan Menghindari Penyakit Jantung Koroner

(http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=5829, diakses pada tanggal 15 April 2011).

09 Agustus 2010. Tujuh Penyakit Paling Mematikan di Dunia. (online).

(http://theworldofsocceres.blogspot.com/2010/08/7 - penyakit-paling mematikan-di-dunia.html, diakses pada tanggal 26 Desember 2010).

05 Oktober 2010. Penyakit Jantung Koroner. (online).

( http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1998291-penyakit-jantung-koroner/, diakses pada tanggal 04 Januari 2011).

Apriyani, Vina. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada Orang Tua

yang Memiliki Anak Autistik di Kota Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Elderen, Therese; Stan Maes; Elise Dusseldrop. Agustus 2009. Coping with

Coronary Heart Disease: a Longitudinal Study. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10579500, diakses pada tanggal 02

(38)

120

Universitas Kristen Maranatha Kirchner, Teresa; Maria Forns; Susana Mohino, Ph.D. Mei 2007. Psychological

Adjustment in a Forensic Sampel:Relationship with Approach-and Avoiance Coping Typologies. (online), diakses pada tanggal 13 Mei 2011).

Maulandari, Novi. 2010. Strategi Coping Menghadapi Stress Pada Penderita

Kanker Paru. Surakarta: Fakuktas Psikologi Muhammadiyah. (online). (http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://etd.eprints.u ms.ac.id/7821/1/F100040159.pdf, diakses pada tanggal 05 Oktober 2010).

Pedoman Panduan Skiripsi. Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Wijayanti, Yolanda. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada

Penderita HIV Dewasa Awal di Yayasan “X” Kota Bandung. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Referensi

Dokumen terkait

1) Bagi penderita jantung koroner diharapkan dari penelitian ini mendapatkan banyak informasi mengenai explanatory style pada penderita jantung koroner sehingga nantinya

Setelah mengontrol sejumlah variabel termasuk usia, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit, kondisi abnormal lainnya, dukungan sosial, simptom-simptom depresi dan

Individu dengan derajat yang tinggi pada afektivitas negatif dan inhibisi sosial. menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki kepribadian tipe D,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis obat yang digunakan pada penderita PJK paling tinggi adalah golongan nitrat (ISDN) yang digunakan pada 92,22% pasien, sedangkan yang

Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk melihat gambaran faktor risiko pada pasien PJK yang menjalani operasi bypass di RS Jantung Harapan Kita (RSJHK),

Distribusi Status Gizi ber dasarkan LILA Hasil penelit ian dari 56 pasien PJK di RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara bulan September sampa i Desember 2014 didapatkan

(2) memperkenalkan diri dan menjelaskan hak dan kewajiban baik pasien maupun perawat (3) melakukan validasi identitas dan keluhan pasien berdasarkan rekam medis (4)

Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 2006-2007 dan diikui sampai dengan tahun 2011-2012 dengan dilihat kejadian meninggal.Sampel peneliian iniyaitu pasien PJK 3PD