dipakai adalah teori approach-avoidance coping strategy dari Folkman & Lazarus (1984) dan Patterson et al. (1993).
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 153 responden. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei.
Alat ukur yang digunakan adalah approach-avoidance coping strategy questionnaire yang terdiri dari 24 item. Prosedur pengujian validitas dilakukan berdasarkan construct validity dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA), menggunakan software LISREL 8.5 (Joreskog & Sorbom,1999). Skor validitas sebesar 0,39-0,74 untuk approach dan 0,32-0,82 untuk avoidance. Reliabilitas dihitung menggunakan alpha-cronbach dengan skor reliabilitas sebesar 0,709 untuk approach dan 0,737 untuk avoidance.
Dari hasil penelitian, didapat bahwa 30,1% pasien penyakit jantung koroner di Rumah Sakit “X” Bandung menggunakan approach-avoidance coping strategy (AACS) kuat. Sebanyak 29,4% menggunakan approach-avoidance coping strategy (AACS) lemah, sebanyak 20,9% menggunakan approach coping strategy, dan sebanyak 19,6% menggunakan avoidance coping strategy.
vi
Universitas Kristen Maranatha
Abstract
This research the descriptive study about approach-avoidance coping strategy of patients with coronary heart disease in Hospital “x” Bandung. The theory used in this research is the theory of approach-avoidance coping strategy of Folkman & Lazarus (1984) and Patterson et al. (1993).
Selection of the sample in this research was using purposive sampling method, sample of this research amounted to 153 respondents. The design used in this research is using descriptive research design using survey methods.
The measuring tool used is the approach-avoidance coping strategy questionnaire, consisting of 24 items. Validity of the test procedures conducted by construct validity with Confirmatory Factor Analysis (CFA), using LISREL 8.5 software (Joreskog & Sorbom, 1999). Validity score of 0,39-0,74 for approach and 0,32-0,82 for avoidance. Reliability was calculated using the alpha-cronbach with reliability score of 0,709 for approach and 0,737 for avoidance.
From the research, found that 30,1% of patients with coronary heart disease in the Hospital “X”, Bandung using strong approach-avoidance coping strategy (AACS). A total of 29,4% using weak approach-avoidance coping strategy (AACS). 20,9% using approach coping strategy and 19,6% using avoidance coping strategy.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ...iii
PERNYATAAN PUBLIKASI ...iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR BAGAN ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1Latar Belakang Masalah ...1
1.2Identifikasi Masalah ...8
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ...8
1.3.1 Maksud Penelitian ...8
1.3.2 Tujuan Penelitian ...8
1.4Kegunaan Penelitian ...9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ...9
viii
Universitas Kristen Maranatha
1.5Kerangka Pikir ...10
1.6Asumsi ...19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...20
2.1 Stress ...20
2.1.1 Definisi Stress ...20
2.1.2 Pendekatan Ilmiah Tentang Stress ...21
2.1.3 Sumber Stress ...23
2.1.4 Akibat Stress ...24
2.1.5 Teori Tentang Penilaian Kognitif dari Lazarus ...25
2.2Coping Stress ...27
2.2.1 Pengertian Coping Stress ...27
2.2.2 Fungsi Coping Stress ...28
2.2.3 Bentuk Coping Stress ...30
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Coping Stress ...33
2.2.5 Hubungan antara Stress, Penilaian Kognitif dan Coping Stress ...35
2.3 Approach-Avoidance Coping Strategy ...36
2.4 Psikologi Kesehatan pada Pasien Chronic Illness ...37
2.5 Perkembangan Dewasa ...40
2.5.1 Masa Dewasa Awal ...40
2.5.2 Masa Dewasa Madya ...43
2.5.3 Masa Dewasa Akhir ...50
2.6.1 Penyakit Jantung ...51
2.6.2 Jantung Koroner ...55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...59
3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ...59
3.2 Bagan Rancangan Penelitian ...59
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...60
3.3.1 Variabel Penelitian ...60
3.3.2 Definisi Operasional ...60
3.4 Alat Ukur ...62
3.4.1 Alat Ukur Coping Strategy ...62
3.4.2 Sistem Penilaian ...69
3.4.3 Data Pribadi dan Data Penunjang ...71
3.4.3.1 Data Pribadi ...71
3.4.3.2 Data Penunjang ...71
3.4.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ...72
3.4.4.1 Validitas Alat Ukur...72
3.4.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ...74
3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ...74
3.5.1 Populasi Sasaran ...74
3.5.2 Karakteristik Sampel ...74
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... ...75
x
Universitas Kristen Maranatha
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...76
4.1 Gambaran Responden ...76
4.2 Hasil Penelitian ...80
4.2.1 Hasil Kategorisasi Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) ...81
4.2.2 Hasil Kategorisasi AACS Berdasarkan Sumber Stress Fisik, Psikologis, dan Sosial ...81
4.2.3 Hasil Aspek Coping Strategy Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Yang Dominan Menggunakan Coping Strategy Tertentu ...83
4.2.4 Tabulasi Silang Antara Kategorisasi AACS Dengan Gambaran Responden dan Data Penunjang ...85
4.3 Pembahasan ...101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...113
5.1 Kesimpulan ...113
5.2 Saran ...115
5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan ...115
5.2.2 Saran Guna Laksana ...116
DAFTAR PUSTAKA ...117
DAFTAR RUJUKAN ...119
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Alat ukur ...63
Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan usia ...76
Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin ...77
Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan status pernikahan ...77
Tabel 4.4 Gambaran responden berdasarkan pendidikan ...77
Tabel 4.5 Gambaran responden berdasarkan suku bangsa ...78
Tabel 4.6 Gambaran responden berdasarkan agama ...78
Tabel 4.7 Gambaran responden berdasarkan pekerjaan ...79
Tabel 4.8 Gambaran responden berdasarkan lamanya diagnosa ...79
Tabel 4.9 Gambaran responden berdasarkan pengalaman serangan jantung ...79
Tabel 4.10 Gambaran responden berdasarkan pengobatan yang sudah dilakukan ...80
Tabel 4.11 Gambaran responden berdasarkan penyakit lain ...80
Tabel 4.12 Hasil Approach-Avoidance Coping Strategy (AACS) ...81
Tabel 4.13 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress fisik ...81
Tabel 4.14 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress psikologis ...82
Tabel 4.15 Hasil AACS untuk menghadapi sumber stress sosial ...82
Tabel 4.16 Hasil aspek approach-avoidance pada pasien yang dominan menggunakan AACS kuat ...83
xii
Universitas Kristen Maranatha Tabel 4.18 Hasil aspek avoidance pada pasien yang dominan menggunakan
avoidance ...84
Tabel 4.19 Hasil aspek approach-avoidance pada pasien yang dominan menggunakan AACS lemah ...84
Tabel 4.20 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan usia ...85
Tabel 4.21 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan jenis kelamin ...86
Tabel 4.22 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan status pernikahan ...86
Tabel 4.23 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pendidikan ...87
Tabel 4.24 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan suku bangsa ...88
Tabel 4.25 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan agama ...89
Tabel 4.26 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan lamanya diagnosa ...90
Tabel 4.27 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan pengalaman serangan jantung ...90
Tabel 4.28 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan pengobatan ...91
Tabel 4.29 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pekerjaan ...92
Tabel 4.30 Tabulasi silang antara hasil AACS dengan adanya penyakit lain yang diderita ...93
Tabel 4.31 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan kesehatan fisik yang dirasakan ...94
Tabel 4.32 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan penghasilan ...95
Tabel 4.34 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keyakinan bahwa kesehatannya akan semakin membaik ...97 Tabel 4.35 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan kemudahan bergaul
dengan orang lain ...98 Tabel 4.36 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keterbukan kepada
orang lain mengenai penyakitnya ...98 Tabel 4.37 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan keinginan untuk
mencari informasi mengenai penyakit jantung koroner ...99 Tabel 4.38 Tabulasi silang antara kategorisasi AACS dengan pengetahuan
xiv
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Gambaran Responden
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini
mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,
HIV/AIDS, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa terdapat 12 juta penderita kanker pada tahun 2010.
Untuk jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adalah 7,8
juta dan pada akhir Desember 2007 mencapai 33,2 juta. Untuk penyakit diabetes,
WHO melaporkan bahwa jumlah kematian akibat penyakit tersebut di seluruh
dunia adalah 3,2 juta orang per tahun, sedangkan untuk penyakit kardiovaskular,
diperkirakan 17 juta orang meninggal setiap tahun (www.who.int).
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit kronis yang jumlah
penderitanya mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Penyakit jantung
cenderung semakin banyak dan tidak hanya diderita oleh kaum pria dan wanita
yang berusia 45 tahun ke atas, tetapi juga diderita oleh kaum yang lebih muda.
Salah satu penyakit kardiovaskular yang jumlah penderitanya meningkat secara
pesat dari tahun ke tahun adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008 menyebutkan, PJK
merupakan penyebab utama yang meliputi 12,2 persen (7,2 juta) kematian di
seluruh dunia. Sementara, Survei Kesehatan Dasar Indonesia (SKDI) tahun 2007
kematian terbesar ke-9 dan ke-11. Secara kumulatif, penyakit jantung menjadi
penyebab kematian kedua tertinggi di Indonesia dengan persentase 9,7 persen
(www.andmagz.com). Data-data dari rumah sakit pada bagian jantung di
Indonesia juga menggambarkan bahwa pasien yang meninggal akibat PJK
semakin meningkat dan tingkat kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5
per 100.000 penduduk (www.suaramerdeka.com).
Salah satu rumah sakit yang memiliki unit pelayanan untuk pasien penyakit
jantung adalah Rumah Sakit “X” Bandung. Rumah sakit tersebut memiliki 2 unit
pelayanan jantung, yaitu Instalasi Pelayanan Jantung (IPJ) dan poliklinik jantung.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan perawat dan catatan di bagian
pendaftaran di Rumah Sakit “X” Bandung, diperkirakan bahwa jumlah pasien penyakit jantung di IPJ sekitar 500 pasien perbulan, sedangkan jumlah pasien
penyakit jantung di poliklinik jantung lebih banyak, yaitu sekitar 1200 pasien per
bulan.
Menurut Dr. Erwin Sukandi, salah satu dokter senior, spesialis penyakit
jantung, PJK merupakan salah satu bentuk penyakit jantung dan pembuluh darah,
yaitu penyakit yang melibatkan gangguan pembuluh darah koroner, pembuluh
darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung. Kelainan dapat
berupa penyempitan pembuluh koroner yang disebabkan karena atherosclerosis
(proses pembentukan endapan lemak). Atherosclerosis terjadi akibat penimbunan
kolesterol, lemak, kalsium, sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin).
Timbunan ini disebut dengan plak. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
3
Universitas Kristen Maranatha
keluarga, kolesterol yang tidak normal, diabetes, merokok, tekanan darah tinggi,
kegemukan (obesitas), gaya hidup, dan stress (Patel Chandra, 1998).
Kondisi fisik yang muncul pada kebanyakan pasien PJK adalah munculnya
keringat dingin, nyeri dada, jantung berdebar-debar, pusing, dan lain-lain. Ketika
gejala-gejala tersebut muncul, biasanya pasien merasa terganggu akan kondisi
fisiknya dan mulai memeriksakan diri ke dokter. Setelah pemeriksaan dokter,
pasien mendapatkan labeling (kondisi sosial) bahwa dirinya adalah penderita PJK,
sehingga mereka diperlakukan seperti layaknya pasien, yang mewajibkan untuk
mengurangi kegiatan dan aktivitas yang biasanya dilakukan, rutin meminum obat,
menjaga pola makan, dan mengikuti prosedur pengobatan secara teratur.
Pasien PJK akan ditangani oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan
sumbatan atau plak pada pembuluh darah koroner di jantung. Pada pasien dengan
sumbatan di atas 70% diperlukan tindakan intervensi, baik itu pemasangan ring
maupun operasi bypass arteri coronaria. Setelah mengetahui hasil pemeriksaan
terhadap tingkat keparahan sumbatan, pasien harus berpikir dan memutuskan
mengenai langkah pengobatan yang akan diambil dengan
pertimbangan-pertimbangan mereka masing-masing (www.medicalera.com).
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pasien PJK, ada beberapa pasien
yang langsung mengambil tindakan untuk melakukan operasi atau pemasangan
ring, namun ada beberapa pasien juga yang tidak berani untuk mengambil
tindakan tersebut. Beberapa pasien tidak berani mengambil tindakan tersebut
dikarenakan kurangnya biaya dan ketakutan mereka akan kematian. Mereka yang
disaranan dokter. Kondisi-kondisi tersebut akan memunculkan kondisi psikologis,
seperti: cemas, depresi, marah, takut, menyesal, dan lain-lain dari PJK yang
dialaminya. Tetapi kondisi psikologis yang muncul pada masing-masing pasien
itu, mungkin saja berbeda-beda, yaitu tergantung pada penghayatan pasien
tersebut dalam memandang penyakitnya, penilaian pasien untuk biaya
pengobatannya, dan perlakuan serta dukungan orang lain yang ada disekitarnya.
Kondisi fisik, sosial, dan psikologis yang dialami pasien PJK tersebut berpotensi
untuk menimbulkan stress.
Stress merupakan segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Hal ini dapat terjadi
jika keadaan tubuh individu tersebut terganggu karena tekanan psikologis yang
disebabkan oleh penyakit fisik, dan rendahnya daya tahan tubuh. Secara lebih
jelasnya Selye (1976) mengungkapkan bahwa, stress adalah suatu keadaan yang
dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang
menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan dinamis seseorang
yang diakibatkan adanya masalah kesehatan yang individu alami, karena setiap
penyakit berat atau ringan pasti menimbulkan penderitaan dan ketegangan.
Pasien PJK yang mengalami kondisi stress akan berusaha untuk meredakan
ketegangan di dalam dirinya dengan menggunakan coping strategy. Coping
strategy menunjukkan berbagai upaya baik mental maupun perilaku untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi atau meminimalkan suatu situasi atau
kejadian yang penuh tekanan, dengan perkataan lain coping strategy merupakan
5
Universitas Kristen Maranatha
akibat masalah yang sedang dihadapi dengan cara melakukakan perubahan
kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin,
2002).
Coping strategy dibagi menjadi dua, yaitu: strategi mendekati (approach
strategies) dan strategi menghindar (avoidance strategies). Strategi mendekati
(approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stress
dan usaha untuk menghadapi penyebab stress atau konsekuensi yang
ditimbulkannya secara langsung. Sedangkan strategi menghindar (avoidance
strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan
penyebab stress dan usaha untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab
stress (Patterson et.al.,1993).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 10 pasien PJK di kota
Bandung, 1 diantaranya menunjukkan pengabaian terhadap penyakitnya tersebut,
yaitu menyangkal diagnosa dokter yang menyatakan bahwa dirinya menderita
PJK (avoidance). Pasien tersebut memeriksakan penyakitnya kepada 4 dokter dan
setelah itu, barulah pasien menerima akan penyakitnya dan menjalani tindakan
medis, yaitu pemasangan stent. Setelah pemasangan stent, pola makan pasien
menjadi lebih baik, yaitu lebih banyak mengkonsumsi sayur dan buah dan
menghilangkan kebiasaan merokok (approach). Namun setelah ± 3 tahun
pemasangan stent, pasien kembali mengabaikan penyakitnya, yaitu jarang minum
obat dan memeriksakan diri ke dokter meskipun gejala nyeri dada masih sering
Dua pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap
penyakitnya tersebut, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu pemasangan
stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien juga menunjukkan adanya
keinginan yang besar untuk sembuh, yaitu dengan rajin berolahraga setiap pagi,
banyak mengkonsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok, rutin
minum obat, dan melakukan pemeriksaan kesehatan jantung secara rutin
(approach).
Satu pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap
penyakitnya tersebut, yaitu segera menjalani tindakan medis, yaitu pemasangan
stent (approach). Setelah pemasangan stent, pasien lebih berusaha mendekatkan
diri kepada Tuhan (religius).
Tiga pasien berikutnya menunjukkan adanya penanganan terhadap
penyakitnya tersebut, yaitu memeriksakan diri ke dokter jantung ketika gejala
fisik seperti nyeri dada muncul dan segera berkonsultasi dengan dokter jantung
untuk melakukan tindakan medis yang paling tepat. Pada saat itu, mereka
bersama-sama dengan dokter jantung sepakat untuk melakukan pemasangan stent
(approach). Mereka beranggapan bahwa PJK tidaklah menakutkan seperti dahulu.
Mereka mengatakan bahwa dengan pengobatan yang semakin canggih maka PJK
dapat disembuhkan dan tidak perlu dikhawatirkan lagi, sehingga setelah
pemasangan stent, pasien cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu
meminum obat dengan tidak teratur dan jarang memeriksakan diri ke dokter
7
Universitas Kristen Maranatha
Dua pasien berikutnya juga menunjukkan adanya penanganan terhadap
penyakitnya, yaitu segera melakukan tindakan medis, yaitu dengan melakukan
pemasangan stent dan menjaga pola makan serta berolahraga (approach); tetapi
meskipun mereka sudah melakukan pengobatan yang disarankan dokter,
kesehatan mereka semakin lama tidak semakin membaik. Mereka merasakan
kesehatannya semakin menurun dan ketika diperiksakan ke dokter, ternyata
terdapat sumbatan baru pada pembuluh darah koroner yang lain sehingga perlu
dilakukan pemasangan stent lagi. Mereka berpendapat bahwa mereka sudah tidak
sanggup lagi untuk membiayai pengobatan penyakitnya. Mereka beranggapan
bahwa meskipun penyakitnya sudah ditangani tetapi penyakitnya tidak mungkin
sembuh. Mereka kemudian cenderung mengabaikan kondisi kesehatannya, yaitu
jarang berolahraga, terkadang mengkonsumsi makanan berlemak, dan merokok
(avoidance).
Satu pasien sisanya, menunjukkan adanya pengabaian dan penanganan
terhadap penyakitnya tersebut, yaitu dengan tidak melakukan pemasangan stent
yang disarankan dokter. Hal ini dikarenakan, pasien merasa takut sehingga pasien
lebih menjaga kesehatannya dengan berolahraga, tidak merokok, dan tidak
mengkonsumsi makanan berlemak (approach-avoidance).
Dari hal tersebut, dapat dilihat penggunaan coping strategy yang
berbeda-beda pada masing-masing pasien penyakit jantung koroner. Coping strategy yang
tepat dan sesuai akan membantu individu untuk mengatasi dan meminimalkan
stress yang dialami (Tanumidjojo dkk, 2004). Peneliti tertarik untuk melakukan
sakit pemerintah terbesar di Kota Bandung yang memiliki 2 unit pelayanan
jantung, yaitu poliklinik dan IPJ. Di Rumah Sakit “X” terdapat lebih dari 10
dokter spesialis jantung, alat pemeriksaan dan pengobatannya sudah cukup
lengkap, dan jumlah pasien di Rumah Sakit “X” cukup banyak, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang lebih kaya dan bervariasi. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai approach-avoidance coping strategy
pada pasien PJK di Rumah Sakit “X” Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan mengetahui bagaimana
approach-avoidance coping strategy (AACS) pada pasien PJK di rumah sakit “X”
Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
approach-avoidance coping strategy pada pasien PJK di rumah sakit “X”
Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih
rinci dan mendalam mengenai approach-avoidance coping strategy pada pasien
9
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Ilmiah
 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi bidang
psikologi klinis dan kesehatan mengenai approach-avoidance coping
strategy pada pasien PJK.
 Penelitian ini diharapkan berguna juga bagi peneliti lain yang hendak
melakukan penelitian lanjutan mengenai approach-avoidance coping
strategy pada pasien PJK.
1.4.2 Kegunaan Praktis
 Memberikan informasi kepada pasien PJK mengenai coping strategy
sebagai evaluasi dan pertimbangan, agar dalam menghadapi penyakitnya
mereka mampu mengembangkan coping strategy yang sesuai.
 Memberikan informasi kepada psikolog klinis dan kesehatan mengenai
coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK serta mendorong
pasien PJK untuk dapat mengembangkan coping strategy yang sesuai untuk
meminimalisasikan stress yang dialami pasien.
 Memberikan informasi kepada keluarga dan rekan-rekan pasien mengenai
coping strategy yang digunakan pasien, agar dapat membantu dan
mendukung pasien untuk menanggulangi stress yang dialami.
 Memberikan informasi kepada Rumah Sakit “X” Bandung mengenai coping
strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK agar dapat membantu
1.5 Kerangka Pikir
PJK mengalami berbagai gejala akibat dari penyakitnya tersebut, yaitu
gejala fisik, psikologis, dan sosial. Gejala fisik yang sering timbul akibat PJK
adalah dada terasa sakit, sesak nafas, merasa tercekik, dan dada terasa menekan.
Ketika gejala fisik tersebut muncul, mereka mengetahui bahwa di dalam tubuhnya
ada sesuatu yang tidak beres, sehingga mereka memeriksakan ke dokter untuk
memastikan kesehatan tubuhnya. Setelah mereka mengetahui bahwa mereka
memiliki PJK, maka biasanya muncul gejala psikologis. Gejala psikologis yang
biasanya timbul akibat dari penyakitnya adalah takut, khawatir, cemas, sedih,
marah, atau menyesal karena PJK yang dialami. Pada saat itu juga, mereka
diharuskan untuk segera menangani penyakitnya dan mengurangi aktivitas yang
biasanya dilakukan. Pengurangan aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan
olahraga berat (hobi) maupun pekerjaan. Penanganan penyakitnya dapat berupa
tindakan meminum obat secara teratur, melakukan pemasangan ring ataupun
melakukan tindakan operasi bypass. Gejala sosial yang biasanya timbul adalah
biaya penanganan untuk penyakitnya tersebut tidaklah sedikit, tetapi pada saat
bersamaan, mereka juga tidak diperbolehkan untuk bekerja terlalu berat. Padahal
mereka perlu bekerja lebih berat untuk mendapatkan uang pengobatan yang cukup
besar. Orang-orang yang ada disekitarnya juga bisanya melarang mereka untuk
bekerja terlalu berat karena penyakit yang dideritanya. Meskipun mereka sudah
stabil kesehatannya, biasanya mereka masih diperlakukan layaknya seperti pasien.
Ketiga gejala di atas, yaitu gejala fisik, psikologis, dan sosial merupakan
11
Universitas Kristen Maranatha
individual. Artinya meskipun beberapa orang menghadapi stressor yang sama,
namun masing-masing orang dapat menghayati stressor tersebut secara
berbeda-beda. Hal ini terjadi karena adanya penilaian yang dilakukan seseorang terhadap
stressor. Penilaian ini oleh Lazarus (1984) disebut sebagai penilaian kognitif
(cognitive appraisal).
Ketika individu menyadari bahwa dirinya memiliki penyakit jantung
koroner, maka individu tersebut akan melakukan penilaian terhadap penyakit yang
dideritanya. Penilaian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu penilaian primer (primary
appraisal), penilaian sekunder (secondary appraisal), dan reappraisal. Penilaian
primer merupakan evaluasi terhadap situasi yang sedang dihadapi. Hasil evaluasi
dari penilaian primer ini dapat berupa : irrelevant, yaitu jika seseorang
menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang tidak berpengaruh dan tidak
mengancam kesejahteraan dirinya ; benign-positive, yaitu jika seseorang
menghayati situasi yang dihadapi sebagai hal yang positif dan dianggap dapat
meningkatkan kesejahteraan dirinya ; atau stress appraisal, yaitu jika seseorang
menghayati situasi yang dihadapi sebagai threat (ancaman), challenge (tantangan)
atau sesuatu yang menimbulkan harm / loss (gangguan, kerugian atau perasaan
kehilangan).
Bila hasil penilaian primer terhadap situasi tertentu adalah irrelevant atau
benign positive maka seseorang dikatakan tidak mengalami stressfull. Namun,
apabila hasil penilaiannya adalah stress appraisal maka seseorang dikatakan
mengalami stressfull. Menurut Folkman (1984) seseorang akan mengalami
dirinya atau apabila tuntutan dirasakan melebihi kemampuan yang dimilikinya.
Dalam hal ini, pasien penyakit jantung koroner mengalami harm / loss dari
penyakit yang dideritanya, yaitu pasien penyakit jantung koroner merasakan
fisiknya semakin melemah, mengalami tekanan emosi akibat penyakitnya, dan
mengalami “kehilangan” dari apa yang biasanya mereka dapat lakukan. Mereka
tidak boleh bekerja terlalu berat yang membuat mereka harus membatasi kegiatan
ataupun pekerjaan mereka, sehingga ketika usia mereka masih produktif, mereka
kurang dapat memenuhi tugas perkembangan mereka untuk mencapai
produktivitas. Setelah mereka menilai bahwa penyakitnya tersebut menyebabkan
stress, maka mereka akan melakukan penilaian sekunder (secondary appraisal).
Pada penilaian sekunder (secondary appraisal), seseorang mengevaluasi
potensi-potensi yang ada dalam dirinya, baik fisik, psikis, sosial, maupun material
untuk menghadapi stressor. Proses ini pun mencakup evaluasi mengenai bentuk
penanggulangan atau strategi yang sesuai untuk menghadapi stressor dengan
mempertimbangkan konsekuensi yang muncul berkaitan dengan digunakannya
suatu strategi tertentu.
Setelah melakukan penilaian terhadap stressor, maka individu akan
menggunakan coping strategy yang dirasakan sesuai untuk mengatasi stressor
tersebut. Menurut Lazarus dan Folkman, coping strategy adalah perubahan
kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus untuk mengatasi
tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber
13
Universitas Kristen Maranatha
Terdapat 8 aspek coping strategy, yaitu confrontive coping, distancing,
self-control, seeking social support, accepting responsibility, escape avoidance,
planful problem solving, dan positive reappraisal. Confrontive coping merupakan
usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kekesalan yang cukup tinggi, dan
pengambilan resiko. Distancing merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK
untuk melepaskan diri atau berusaha untuk tidak melibatkan diri dalam
permasalahan dan disaat yang lain menciptakan pandangan-pandangan yang
positif. Self-control merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk
meregulasi perasaan maupun tindakannya. Seeking social support merupakan
usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mencari dukungan dari pihak luar
baik berupa informasi, bantuan nyata, ataupun dukungan emosional. Accepting
responsibility merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk mengakui
peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk
mendudukan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya. Escape
avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien penyakit PJK untuk
menghindar atau melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi. Planful
problem solving merupakan usaha yang dilakukan oleh pasien PJK untuk
memecahkan masalah yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati,
bertahap, dan analitis. Positive reappraisal merupakan usaha yang dilakukan oleh
pasien PJK untuk menciptakan makna yang positif dengan memusatkan pada
Dalam hal ini, Patterson et al (1993) mengelompokkan 8 aspek tersebut
menjadi 2 dimensi, yaitu approach dan avoidance coping strategy. Hal ini
dikarenakan chronic illness (penyakit jantung koroner) merupakan stressor yang
tidak dapat diubah dan akan berlangsung selamanya. Oleh karena itu, istilah
dimensi problem focus coping yang digunakan oleh Lazarus dinilai kurang efektif
digunakan bagi pasien chronic illness. Approach coping strategy terdiri dari
aspek: confrontive coping, seeking social support, planful problem solving, dan
positive reappraisal, sedangkan aspek yang termasuk avoidance coping strategy
yaitu: distancing, self-control, accepting responsibility, dan escape
avoidance. Strategi mendekati (approach strategies), meliputi usaha kognitif
pasien PJK untuk memahami penyebab stress dan usaha untuk menghadapi
penyebab stress tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.
Strategi menghindar (avoidance strategies), meliputi usaha kognitif pasien PJK
untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stress dan usaha untuk
menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.
Menurut Lazarus & Folkman (1984) terdapat enam faktor yang dapat
mempengaruhi penggunaan coping strategy, yaitu : kesehatan dan energi,
keterampilan untuk memecahkan masalah, keyakinan yang positif, keterampilan
sosial yang adekuat dan efektif, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.
Kesehatan dan energi, merupakan sumber-sumber fisik yang dapat
mempengaruhi upaya seseorang dalam menangani atau menanggulangi stress.
Seorang penderita PJK akan lebih mudah untuk menanggulangi masalah
15
Universitas Kristen Maranatha
kesehatan yang stabil maka pasien memiliki energi yang cukup pula untuk
melakukan aktivitas. Hal ini dapat mempengaruhi pasien penyakit jantung koroner
dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu dengan mengambil resiko akibat
penyakit jantung koroner yang dialaminya, seperti pengambilan keputusan untuk
melakukan penanganan medis (dimensi approach).
Keterampilan untuk memecahkan masalah, merupakan kemampuan untuk
mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah sebagai usaha
dalam mencari alternatif tindakan, mempertimbangkan, memilih dan menerapkan
rencana yang tepat dalam menanggulangi stress. Keterampilan untuk
memecahkan masalah ini diperoleh melalui pengalaman, pengetahuan,
kemampuan intelektual atau kognitif dalam menggunakan pengetahuan tersebut
serta kapasitas untuk mengendalikan diri. Seseorang pasien PJK akan lebih mudah
untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan dari penyakitnya, yaitu mereka
secara rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter jantung serta mencari tahu
lebih dalam mengenai pengobatan, olahraga, dan makanan yang sehat untuk
pasien PJK (dimensi approach).
Keyakinan yang positif, merupakan pandangan yang positif terhadap
kemampuan sumber daya psikologis yang ada di dalam diri. Seorang pasien PJK
yang memiliki keyakinan positif, akan lebih yakin bahwa kesehatannya akan
semakin membaik dan juga memiliki keyakinan dalam memilih dan memutuskan
jenis pengobatan yang akan dijalani (dimensi approach).
Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif, merupakan keterampilan
masalah yang dilakukan bersama-sama. Seorang pasien PJK yang memiliki
keterampilan sosial, akan lebih mampu untuk berkomunikasi dengan pihak luar
baik untuk mendapatkan informasi mengenai PJK, bantuan nyata, ataupun
dukungan emosional (dimensi avoidance).
Dukungan sosial, merupakan bentuk pertolongan yang dapat berupa materi,
emosi, dan informasi yang diberikan oleh orang-orang yang memiliki arti seperti
keluarga, sahabat, teman, saudara, dokter, rekan kerja atupun atasan atau orang
yang dicintai oleh individu yang bersangkutan. Dengan adanya dukungan sosial,
maka pasien PJK akan mendapat dukungan dari pihak luar baik berupa informasi,
bantuan nyata, ataupun dukungan emosional (dimensi avoidance).
Sumber-sumber material, merupakan sumber daya yang berupa uang,
barang atau fasilitas lain yang dapat mendukung terlaksananya coping secara lebih
efektif. Pasien PJK yang memiliki sumber material yang cukup, akan membantu
pasien penyakit jantung koroner dalam mengatasi stress yang dialaminya, yaitu
dengan memeriksakan kondisi kesehatannya ke dokter jantung dan menjalani
pengobatan yang disarankan dokter (dimensi approach).
Berdasarkan teori yang ada, dari 8 aspek coping strategy tersebut akan
dikelompokkan menjadi 2 dimensi, yaitu: approach dan avoidance; tetapi dalam
kenyatannya 8 aspek coping strategy tersebut dapat dikelompokan menjadi 4
kategori, yaitu approach, avoidance kuat, avoidance, dan
approach-avoidance lemah. Pasien PJK yang menggunakan approach adalah mereka yang
lebih dominan menggunakan approach dibandingkan avoidance coping strategy.
17
Universitas Kristen Maranatha
menggunakan approach dan avoidance coping strategy secara kuat dan seimbang.
Pasien PJK yang menggunakan avoidance adalah mereka yang lebih dominan
menggunakan avoidance dibandingkan approach coping strategy. Pasien PJK
yang menggunakan approach-avoidance lemah adalah mereka yang
- Keterampilan sosial yang adekuat dan efektif
19
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi
1) PJK merupakan suatu kondisi (stressor) yang tidak dapat diubah.
2) Pasien PJK menilai penyakit yang dideritanya (primary appraisal) sebagai
stress appraisal.
3) Pasien PJK pada umumnya berada dalam situasi stressfull.
4) Pasien PJK (pasien dengan chronic illness) akan menggunakan
approach-avoidance coping strategy (AACS) untuk mengatasi stress yang berasal dari
stressor yang tidak dapat diubah.
5) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal, yaitu kesehatan dan energi, keterampilan untuk
memecahkan masalah, keyakinan yang positif, dan keterampilan sosial yang
adekuat dan efektif.
6) Penggunaan coping strategy untuk mengatasi stress, dipengaruhi juga oleh
113 Universitas Kristen Maranatha 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya terhadap 153 responden
penyakit jantung koroner (PJK) di Rumah Sakit “X” Bandung, dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Coping strategy pertama yang paling banyak digunakan pasien PJK di
Rumah Sakit “X” Bandung adalah AACS kuat dengan bentuk yang paling
sering digunakan adalah planful problem solving dan distancing. Sedangkan
hampir seperempat pasien PJK di Rumah Sakit “X” Bandung menerapkan
AACS lemah atau jarang menggunakan strategi approach maupun
avoidance dalam menghadapi kondisi stress.
2. Sebagian besar responden menggunakan AACS kuat untuk menghadapi
sumber stress fisik dan psikologis. Sebagian besar responden menggunakan
AACS lemah untuk menghadapi sumber stress sosial.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan coping strategy adalah
kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, dan keterampilan sosial yang
adekuat dan efektif. Faktor-faktor yang kurang mempengaruhi penggunaan
coping strategy adalah keterampilan untuk memecahkan masalah, dukungan
114
Universitas Kristen Maranatha
4. Faktor-faktor lain (gambaran responden) yang mempengaruhi penggunaan
coping strategy adalah usia, jenis kelamin, diagnosa, pengalaman serangan
jantung, jenis pengobatan yang sudah dilakukan, dan ada/tidaknya penyakit
lain.
5. Responden yang menggunakan AACS kuat adalah sebagian besar
responden yang memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu: responden
yang berusia 60 tahun keatas (dewasa akhir), berjenis kelamin perempuan,
tidak pernah mengalami serangan jantung, pengobatan yang dilakukan
hanya mengkonsumsi obat-obatan, memiliki penyakit lain tetapi bukan yang
termasuk chronic illness atau komplikasi, sudah didiagnosa lebih dari 3
tahun, memiliki keyakinan yang positif, keterampilan sosial yang adekuat
dan efektif, dan memiliki kesehatan yang baik.
6. Responden yang menggunakan AACS lemah adalah sebagian besar
responden yang memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu: responden
yang berusia 41-60 tahun (dewasa madya), berjenis kelamin laki-laki,
pernah mengalami serangan jantung, pengobatan yang dilakukan adalah
mengkonsumsi obat-obatan dan pemasangan ring, memiliki penyakit lain
yang termasuk chronic illness atau komplikasi, sudah didiagnosa kurang
dari 1 tahun, dan memiliki kesehatan yang biasa saja, parah, dan sangat
parah.
7. Responden yang menggunakan approach coping strategy adalah sebagian
besar responden yang tidak memiliki penyakit lain selain penyakit jantung
8. Responden yang menggunakan avoidance coping strategy adalah sebagian
besar responden yang sudah melakukan pengobatan dengan mengkonsumsi
obat-obatan dan operasi bypass.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya
maka peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan,
diantaranya:
5.2.1 Saran Penelitian Lanjutan
1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai PJK,
diharapkan dapat lebih memperkuat konsep teori sehingga dapat membuat
indikator dan item yang sesuai dengan konsep teori yang ada.
2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan pengukuran terhadap derajat stress
responden terlebih dahulu, kemudian baru dilihat coping strategy yang
digunakannya, sehingga dapat melihat hubungan dan kaitan antara derajat
stress dengan coping strategy yang digunakan pada pasien chronic illness.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai AACS
pada pasien PJK, diharapkan membagi coping strategy menjadi 3 kelompok
saja, yaitu approach, balance, dan avoidance dengan menggunakan sistem
penilaian median untuk dijadikan standar kategorisasi approach, balance, dan
116
Universitas Kristen Maranatha 5.2.2 Saran Guna Laksana
1. Bagi pasien PJK dapat menggunakan informasi mengenai coping strategy
sebagai evaluasi dan pertimbangan, sehingga dalam menghadapi
penyakitnya mereka mampu mengembangkan coping strategy yang sesuai.
2. Bagi para psikolog yang memiliki klien pasien PJK dapat memberikan
informasi mengenai coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien
PJK serta mendorong dan melatih pasien PJK mengenai fleksibelitas
penggunaan coping strategy sehingga pasien PJK dapat meminimalisasikan
stress yang dialami.
3. Bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga sebagai pasien PJK dapat
mengetahui coping strategy yang digunakan pasien, sehingga dapat
membantu dan mendukung pasien untuk menanggulangi stress yang
dialami.
4. Bagi Rumah Sakit “X” Bandung dapat menggunakan informasi mengenai
coping strategy yang digunakan sebagian besar pasien PJK untuk
mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai PJK, sehingga dapat
Rineka Cipta.
Bardwell,Wayne A. 2001. Types of Coping Strategies are Associated with
Increased Depressive Symptoms in Patients with Obstructive Sleep Apnea., Journal of Sleep-Related Breathing Disorders, 905-909.
Elderen, Therese, Stan Maes, Elise Dusseldrop. 1999. Coping with Coronary Heart Disease: A Longitudinal Study. Journal of Psychosomatic Research, 175-183.
Folkman, S., Lazarus, R. S., Dunkel-Schetter, C., DeLongis, A., & Gruen, R. 1986. The dynamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping and encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology, 50, 992-1003.
Guilford, J.P.1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education (Third Edition), N.Y-Toronto-London: McGraw-Hill BookCompany,Inc.
Kerlinger, F.N. 1996. Asas-asas Penelitian Behavioral, edisi ketiga. Terjemahan
Landung R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lazarus RS, Folkman S. 1984. Stress Appraisal and Coping. New York:Springer
Publishing Company.
Mu’tadin, Z. 2002.Strategi Koping. (http: www. e-psikologi.com, diakses pada tanggal 12 Oktober 2010).
Nazir. Moh, 1999: Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Patel Chandra. 1998. Panduan Praktis Mencegah & Mengobati Penyakit Jantung. Jakarta: PT Gramedia.
Patterson TL, Semple SJ, Temoshok LR, Atkinson JH, McCutchan JA, Straits-Troster KA, Chandler JL, Grant I.1993. Depressive symptoms among HIV positive men: life stress, coping and social support, 64-87.
Russel, Doroty M. 2011. Bebas dari 6 Penyakit Paling Mematikan. Yogyakarta: Media Pressindo.
Santrock, John W. 2002. A topical approach tolife span development. New York:
118
Universitas Kristen Maranatha
Selye, Hans. 1976. The Stress of Life. New York: McGraw-Hill Book
DAFTAR RUJUKAN
September 2001. Types of Coping Strategies are Associated with Increased Depressive Symptoms in Patients with Obstructive Sleep Apnea. (online). (http://www.journalsleep.org/Articles/240805.pdf, diakses pada tanggal 12 Desember 2010).
20 Februari 2006. 26% Kematian akibat Penyakit Jantung.
(http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/20/kot06.htm, diakses pada tanggal 15 April 2011).
14 Juni 2008. Mengenal Penyakit Jantung Koroner. (online).
(http://esukandi.multiply.com/journal/item/1/MENGENAL_PENYAKIT_ JANTUNG_KORONER, diakses pada tanggal 20 Desember 2010).
2009. Beginilah Kualitas Hidup Kita Hari Ini.
( http://www.andmagz.com/index.php/kesehatan/131-beginilah-kualitas-hidup-kita-hari-ini, diakses pada tanggal 15 April 2011).
29 Desember 2009. DEB, Teknik Pengobatan Baru Jantung Koroner. (online). (http://bataviase.co.id/detailberita-10452728.html, diakses pada tanggal 20 Desember 2010).
12 Januari 2010. Mengenal dan Menghindari Penyakit Jantung Koroner
(http://www.medicalera.com/info_answer.php?thread=5829, diakses pada tanggal 15 April 2011).
09 Agustus 2010. Tujuh Penyakit Paling Mematikan di Dunia. (online).
(http://theworldofsocceres.blogspot.com/2010/08/7 - penyakit-paling mematikan-di-dunia.html, diakses pada tanggal 26 Desember 2010).
05 Oktober 2010. Penyakit Jantung Koroner. (online).
( http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1998291-penyakit-jantung-koroner/, diakses pada tanggal 04 Januari 2011).
Apriyani, Vina. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada Orang Tua
yang Memiliki Anak Autistik di Kota Bandung. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Elderen, Therese; Stan Maes; Elise Dusseldrop. Agustus 2009. Coping with
Coronary Heart Disease: a Longitudinal Study. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10579500, diakses pada tanggal 02
120
Universitas Kristen Maranatha Kirchner, Teresa; Maria Forns; Susana Mohino, Ph.D. Mei 2007. Psychological
Adjustment in a Forensic Sampel:Relationship with Approach-and Avoiance Coping Typologies. (online), diakses pada tanggal 13 Mei 2011).
Maulandari, Novi. 2010. Strategi Coping Menghadapi Stress Pada Penderita
Kanker Paru. Surakarta: Fakuktas Psikologi Muhammadiyah. (online). (http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://etd.eprints.u ms.ac.id/7821/1/F100040159.pdf, diakses pada tanggal 05 Oktober 2010).
Pedoman Panduan Skiripsi. Februari 2009. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Wijayanti, Yolanda. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress pada
Penderita HIV Dewasa Awal di Yayasan “X” Kota Bandung. Bandung:
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.