• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan and Latihan Profesi Guru Rayo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan and Latihan Profesi Guru Rayo"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul disusun dengan maksud utama: memberi manfaat yang optimal bagi

kelancaran dan efektivitas pelaksanaan PLPG Bimbingan Konseling. Guna mencapai maksud

tersebut, penggunaan modul perlu memperhatikan beberapa karakteristik penting dari modul

ini.

Pertama, uraian materi dalam modul ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2008 tentang Kualifikasi Akademik dan Standar

Kompetensi Konselor. Dua kompetensi utama yang menjadi fokus kajian dalam modul adalah

kompetensi pedagogik dan komptensi profesional. Modul terdiri atas 10 Kegiatan Belajar

(KB). Uraian materi pada Kegiatan Belajar (KB) 1, 2, 3, dan 4 didasarkan terutama pada

Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan Konseling di Institusi Pendidikan Formal

(Depdiknas, 2009), sedangkan uraian materi pada KB 5, 6, 7, dan 8 dikembangkan

berdasarkan referensi terkait yang tersedia. Uraian materi pada setiap kegiatan belajar

diusahan sesimpel mungkin sehingga bahan yang ada dalam modul hanya memenuhi

standar minimum dari apa yang seharusnya dipelajari dan dikaji. Oleh karena itu, fasilitator

dan peserta perlu memperkaya dengan bahan lain dari sumber referensi terkait lainnya.

Kedua, modul ini berisi lesson plan berbasis active-learning. Pelaksanaan pelatihan terutama berpusat pada peserta (trainee-centered). Keaktifan dan keterlibatan penuh setiap peserta adalah kondisi esensial yang harus menyertai pelaksanaan setiap sesi pelatihan.

Walaupun sesi pelatihan banyak menggunkan format kelompok dan klasikal, namun

perhatian terhadap kondisi, keunikan, dan kebutuhan khas setiap peserta merupakan faktor

penentu keberhasilan pelatihan. Oleh karena itu, fasilitator perlu mengupayakan agar pada

setiap sesi yang dilakukan, setiap peserta didorong untuk mampu mengeksplorasi

permasalahan, pemikiran, ataupun pengalaman individualnya masing-masing. Di samping

itu, model prosedur, langkah-langkah, ataupun format-format yang ada pada setiap aktivitas

bersifat opsional. Fasilitator dapat meramu, mengkombinasi, atau bahkan menggantinya

dengan metode/format lain yang dirasa lebih cocok, sejauh tidak menyimpang dari

tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada unit KB yang bersangkuitan dan tetap menggunakan prinsip

active-learning.

Ketiga, struktur modul disusun dan dengan memperhatikan urutan logis penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional konselor. Unit Kegiatan Belajar 1, 2, 3,

dan 4 dimaksudkan menjadi bahan pengganti pelatihan pada bagian Pendalaman Materi

dalam PLPG, sementara Unit Kegiatan Belajar 5, 6, 7, dan 8 dimaksukan untuk menjadi

(2)

2 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

berdurasi waktu 5 x 50 menit (kecuali unit KB 5 dan 8 yang berdurasi 6 x 50 menit). Urutan

penyajian unit KB dalam modul diharapkan dapat diikuti secara konsisten agar tidak

mengacaukan pemahaman peserta terhadap keseluruhan isi modul. Begitu pula,

pelaksanaan pelatihan pada setiap unit KB perlu memperhatikan alokasi waktu yang

disediakan untuk unit tersebut agar tidak mengganggu pelaksanaan pelatihan pada unit-unit

KB berikutnya.

Deskripsi isi dan alokasi waktu setiap unit Kegiatan Belajar diuraikan pada Matrik

berikut.

No Kode

Unit Judul Kegiatan Belajar

(3)

3 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

PENGANTAR

Pendahuluan

Keberadaan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam sistem pendidikan

nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,

dosen, pamong belajar, tutor, widya iswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20/2003, pasal

1 ayat 6). Kesejajaran posisi antara kualifikasi tenaga pendidik satu dengan yang lainnya

tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik, termasuk konselor, memiliki konteks

tugas, ekspektasi kinerja, dan seting pelayanan spesifik yang satu dan yang lainnya

mengandung keunikan dan perbedaan. Oleh sebab itu, di dalam naskah ini konteks dan

ekspektasi kinerja guru bimbingan dan konseling atau konselor mendapatkan penegasan

kembali dengan maksud untuk meluruskan konsep dan praktik bimbingan dan konseling ke

arah yang tepat.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, tenaga

pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling

atau Konselor. Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, perbedaan

rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan pelayanan

bimbingan dan konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan. Batas ragam

kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lainnya tidak terbedakan sangat

tajam. Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu

wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan tampak pada sisi pengaturan

birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas guru bimbingan dan

konseling atau konselor ditangani langsung oleh guru kelas taman kanak-kanak. Sedangkan

di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada permasalahan yang memerlukan

penanganan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor, namun cakupan

pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya guru bimbingan dan konseling

atau konselor di setiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah

menengah (SMP/MTs, SMA/MA, SMK). Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan siswa

didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus

dilaksanakan oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan

tenaga pendidik dan kependidikan lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu masing-masing

pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi diri dan

pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan antara guru

bimbingan dan konseling atau konselor dengan guru mata pelajaran, antara lain dapat

(4)

4 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk kepada guru bimbingan dan konseling

atau konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani guru bimbingan

dan konseling atau konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila itu

terkait dengan proses pembelajaran mata pelajaran atau bidang studi. Masalah kesulitan

belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran

itu sendiri. Ini berarti di dalam pengembangan dan proses pembelajaran bermutu,

fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian guru, dan sebaliknya,

fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat perhatian guru bimbingan dan konseling

atau konselor.

Berdasarkan keunikan pelayanan bimbingan dan konseling oleh guru bimbingan dan

konseling atau konselor, maka sosok kompetensi utuh seorang Guru Bimbingan dan

Konseling atau Konselor adalah sebagaimana tertuang dalam Permendiknas No 27 tahun

2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Sosok utuh

kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor mencakup kompetensi akademik

dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah

dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik

merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi: (1)

memahami secara mendalam konseli yang dilayani, (2) menguasai landasan dan kerangka

teoretik bimbingan dan konseling, (3) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan

konseling yang memandirikan, dan (4) mengembangkan pribadi dan profesionalitas guru

bimbingan dan konseling atau konselor secara berkelanjutan. Unjuk kerja guru bimbingan

dan konseling atau konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat

kompetensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang

mendukung. Kompetensi akademik dan profesional guru bimbingan dan konseling atau

konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian,

sosial, dan profesional.

Pembentukan kompetensi akademik guru bimbingan dan konseling atau konselor ini

merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang Bimbingan dan

Konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd)

bidang Bimbingan dan Konseling. Sedangkan kompetensi profesional merupakan

penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang

ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah

diperoleh dalam konteks otentik Rumusan Standar Kompetensi Lulusan telah dikembangkan

dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi

(5)

5 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam PP RI 19/2005, maka rumusan

kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dapat dipetakan dan dirumuskan

ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional sebagaimana

termaktub dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Konselor. Merujuk pada Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

menyatakan guru adalah pendidik professional, termasuk guru bimbingan dan konseling atau

konselor dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas. Untuk itu guru dipersyaratkan

memiliki kualifikasi akademik yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan

menguasai kompetensi sebagaimana yang dituntut oleh UU Guru dan Dosen. Pengakuan

professional bagi guru dibuktikan melalui sertifikasi pendidik. Sertifikasi pendidik bagi guru

prajabatan diperoleh melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG), sedangkan bagi guru dalam

jabatan diperoleh melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio atau pemberian

sertifikat secara langsung. Sertifikasi sebagai upaya peningkatan mutu guru diharapkan

dapat meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling. Peserta sertifikasi melalui

penilaian portofolio yang belum mencapai skor minimal kelulusan, diharuskan (a) melengkapi

kekuarangan portofolio atau (b) mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang

diakhiri dengan ujian.

Kebijakan pemerintah untuk melakukan standarisasi penyelenggaraan dan pengujian

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) merupakan upaya peningkatan kualitas guru

(termasuk di dalamnya guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor) perlu diapresiasi dan

dipandang sebagai salah satu proses profesionalisasi guru Bimbingan dan Konseling atau

Konselor. Oleh karena itu, standar kompetensi lulusan PLPG guru BK atau Konselor mengacu

pada Permendiknas Nomor 27 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi konselor. PLPG diselenggarakan sebagai salah satu upaya ―menambal‖ (melengkapi) kompetensi-kompetensi guru Bimbingan dan Konseling yang dinilai masih perlu

ditingkatkan. Peningkatan guru bimbingan dan konseling atau konselor melalui PLPG

ditunjukkan oleh hasil uji kompetensi meliputi uji tulis dan uji praktik, yang dilaksanakan

pada akhir PLPG. Pada uji tulis, yang diuji kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional

BK. Sedangkan kompetensi kepribadian dan sosial diuji melalui uji praktik dan atau penilaian

sejawat. Oleh karena itu tidak semua kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling atau

Konselor sebagaimana diamanatkan dalam Permendiknas 27 tahun 2008 dilatihkan dalam

(6)

6 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

KEGIATAN BELAJAR 1

A. Judul : Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling B. Indikator

1. Menjelaskan konteks tugas konselor di sekolah

2. Menjelaskan urgensi pelayanan bimbimbingan konseling di sekolah

3. Menilai ketercapaian tujuan-tujuan tiga bidang pelayanan bimbingan konseling di

sekolah

4. Menjelaskan dengan contoh keterlaksanaan ketujuh fungsi bimbingan konseling di

sekolah

5. Menyebutkan contoh pelaksanaan enam prinsip bimbingan dan konseling

6. Menyebutkan minimal tiga contoh pelaksanaan azas bimbingan konseling yang telah

dilakukan di sekolah.

7. Membedakan fokus pelayanan konseling di SD, SMP, SMA, SMK, dan PT.

C. Waktu : 5 x 50 menit D. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesi ini serta ruang

lingkup materi yang akan dikaji.

2. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk enam kelompok. Setiap kelompok

menilai sejauhmana butir-butir yang diuraikan dalam bahan tersebut telah terlaksana

dan apa saja hambatan dalam mengimplementasikannya di lapangan. Bagilah tugas

membuat evaluasi ini dengan rincian sebagai berikut:

Kelompok Bahan yang dievaluasi

I Konteks Tugas Konselor & Urgensi pelayanan BK II Tujuan Bimbingan dan Konseling

III Fungsi Bimbingan dan Konseling

IV Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

V Azas Bimbingan dan Konseling

VI Pelayanan BK di Berbagai Jenjang Pendidikan

3. Wakil setiap pasangan kelompok secara bergantian menyajikan hasil kerja

kelompok mereka di depan kelas

4. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan

(7)

7 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

dan memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan

topik diskusi pada butir 3.

5. Fasilitatir mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan

mengungkapkan ketercapaiannya

E. URAIAN MATERI

1. Konteks Tugas Konselor

Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan formal telah dipetakan

secara tepat dalam Kurikulum 1975, meskipun ketika itu masih dinamakan pelayanan

Bimbingan dan Penyuluhan, yang diposisikan sejajar dengan pelayanan Manajemen

Penidikan, dan pelayanan di bidang pembelajaran yang dibingkai dalam Kurikulum,

sebagaimana tampak pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal

Akan tetapi, dalam Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan

Bimbingan dan Konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah

menjadi (a) kelompok mata pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi Pengembangan Diri, yang harus ―disampaikan‖ oleh Konselor kepada peserta didik, sebagaimana dapat

(8)

8 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

Gambar 1.2 Kerancuan Wilayah Pelayanan Konselor dengan Wilayah Pelayanan Guru dalam KTSP

Haruslah dihindari dampak yang membawa Konselor yang tidak menggunakan materi

pelajaran sebagai konteks layanan, ke dalam wilayah pelayanan Guru yang menggunakan

mata pelajaran sebagai konteks pelayanan.

Dengan kata lain, sesungguhnya penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait

dengan wilayah pelayanan guru, khususnya melalui pengacaraan berbagai dampak

pengiring (nurturant effects) yang relevan, yang dapat dan oleh karena itu perlu, dirajutkan ke dalam pembelajaran yang mendidik yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks

pelayanan. Meskipun demikian, Konselor memang juga diharapkan untuk berperan serta

dalam bingkai pelayanan yang komplementer dengan layanan guru, bahu-membahu dengan

Guru termasuk dalam pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan

keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru dengan

wilayah pelayanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dapat digambarkan seperti

tampak pada Gambar 1.3, di mana Materi Pengembangan Diri berada dan merupakan

wilayah komplementer antara guru dan konselor.

(9)

9 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

2. Urgensi Bimbingan dan Konseling

Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah,

bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum

(perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya

memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai

tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan

moral-spiritual).

Peserta didik sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses

berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan

karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan

lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu

terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan peserta didik tidak selalu

berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses

perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi,

harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis

maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang

terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka

akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya

stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan

perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan

perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat,

pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi

informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari

agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti: maraknya tayangan

pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan

obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga;

dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup

peserta didik (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah

moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran,

(10)

10 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak

sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam

tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan

keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang

mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi

semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya

secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti

disebutkan, adalah mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara

sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini

merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif

dan berbasis data tentang perkembangan peserta didik beserta berbagai faktor yang

mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang

mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif

dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan

konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional

dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta

didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan

atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan

konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat

pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.

Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pepepelayanani bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada

upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan

masalah-masalah peserta didik. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar

kompetensi yang harus dicapai peserta didik, sehingga pendekatan ini disebut juga

(11)

11 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor

dengan para personal Sekolah/Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru,

dan staf administrasi), orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti

instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi

dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu

para peserta didik agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara

penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah

diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang

meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi

peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

3. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar peserta didik dapat: (1) merencanakan

kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan

datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal

mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta

lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,

penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan

untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya,

(2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya, (3)

mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan

tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan

kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan

masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan

(7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu peserta didik

atau peserta didik agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek

pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir.

a. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial peserta didik adalah sebagai berikut.

1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan

(12)

12 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja,

maupun masyarakat pada umumnya.

2) Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling

menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

3) Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara

yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta

dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang

dianut.

4) Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik

yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

5) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

6) Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat

7) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain,

tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

8) Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen

terhadap tugas atau kewajibannya.

9) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan

dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan

sesama manusia.

10) Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat

internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain..

11) Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

b. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut.

1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami

berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.

2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca

buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran,

dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan

membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan

diri menghadapi ujian.

(13)

13 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri

dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi

tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.

6) Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

c. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah sebagai berikut.

1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait

dengan pekerjaan.

2) Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang

kematangan kompetensi karir.

3) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang

pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan

sesuai dengan norma agama.

4) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran)

dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi

citra-cita karirnya masa depan.

5) Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali

ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan

sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6) Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan

secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat,

kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

7) Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila

seorang peserta didik bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa

harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir

keguruan tersebut.

8) Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan

dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.

Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya,

dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap

pekerjaan tersebut.

9) Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

4. Fungsi Bimbingan dan Konseling

a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan yang membantu peserta didik

(14)

14 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan

pemahaman ini, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan potensi

dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara

dinamis dan konstruktif.

b. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk

senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya

untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Melalui fungsi ini,

konselor memberikan bimbingan kepada peserta didik tentang cara

menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.

Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan

bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para

peserta didik dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak

diharapkan, diantaranya: bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan

obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

c. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan yang sifatnya lebih proaktif dari

fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan

lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan peserta

didik. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai

teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan

program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya

membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik

bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial,

diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

d. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini

berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah

mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun

karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching. e. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik

memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan

penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan

ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu

bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga

(15)

15 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

f. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala

Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program

pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan

kebutuhan peserta didik (peserta didik). Dengan menggunakan informasi yang

memadai mengenai peserta didik, pembimbing/konselor dapat membantu para

guru dalam memperlakukan peserta didik secara tepat, baik dalam memilih dan

menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran,

maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan

peserta didik.

g. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu peserta didik

agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan

konstruktif.

5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi

pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang

kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan,

baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah

sebagai berikut.

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua peserta didik). Prinsip

ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua peserta didik atau peserta didik,

baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik

anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan

dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan

(kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).

b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap peserta didik

bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan peserta didik

dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga

berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah peserta didik, meskipun

pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.

c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada peserta

didik yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan

dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan

pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang

(16)

16 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan,

dan peluang untuk berkembang.

d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya

tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala

Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja

sebagai teamwork.

e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan

dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu peserta didik agar dapat

melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk

memberikan informasi dan nasihat kepada peserta didik, yang itu semua sangat

penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan peserta didik diarahkan

oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi peserta didik untuk

memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan

keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan

kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama

bimbingan adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memecahkan

masalahnya dan mengambil keputusan.

f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)

Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di

Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri,

lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan

bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan,

dan pekerjaan.

6. Asas Bimbingan dan Konseling

Keterlaksanaan dan keberhasilan pepelayanan bimbingan dan konseling sangat

ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.

a. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang peserta didik (konseli) yang

menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak

layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh

memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya

benar-benar terjamin.

(17)

17 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing

berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.

c. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan

tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri

maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi

pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban

mengembangkan keterbukaan peserta didik (konseli). Keterbukaan ini amat terkait

pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta

didik yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka,

guru pembimbing terlebih dahuu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.

d. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam

penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing

perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan

bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.

e. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: peserta didik (konseli) sebagai sasaran

pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi peserta didik-peserta didik

yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,

mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru

pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan

konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.

f. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peserta didik (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan ―masa depan atau kondisi masa lampau pun‖ dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.

g. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu

bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai

dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

h. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh

(18)

18 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam

penyelenggaraan pepelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.

Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

i. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak

boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,

hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.

Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat

dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan

norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan

konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (konseli)

memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.

j. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar

kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan

dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan

konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam

penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam

penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

k. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan

konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (konseli)

mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing

dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan

demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata

pelajaran/praktik dan lain-lain.

7. Pelayanan Bimbingan Konseling di Berbagai Jenjang Pendidikan

Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal, namun perbedaan

rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya kebutuhan layanan

Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang pendidikan, namun batas

ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang yang lain tidak terbedakan

sangat tajam yang tergambar sebagai gair. Dengan kata lain, batas perbedaan antar

(19)

19 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

signifikan, juga nampak pada pada sisi pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman

Kanak-kanak sebahagian besar tugas Konselor ditangani langsung oleh Guru Kelas

Taman Kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada

permasalahan yang memerlukan penanganan oleh Konselor, namun cakupan

pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya posisi struktural Konselor di

tiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang Sekolah Menengah. Berikut

ini, digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja Konselor di tiap

jenjang pendidikan.

a. Jenjang Taman Kanak-kanak.

Di jenjang Taman Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi

Konselor. Pada jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan

developmental. Secara programatik, komponen kurikulum bimbingan dan konseling

yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan

alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa

pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang TK komponen

individual student planning (yang terdiri dari: pelayanan appraisal, advicement, transition planning) dan responsive services (yang berupa pelayanan konseling dan konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor di jenjang

Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi

perilaku-perilaku disruptive siswa Taman Kanak-kanak. b. Jenjang Sekolah Dasar.

Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi struktural

untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik

usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun

tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang Sekolah Menengah dan

jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga dapat berperan serta

secara produktif di jenjang Sekolah Dasar, bukan dengan memosisikan dari sebagai

fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak jelas posisinya, melainkan

mungkin dengan memosisikan diri sebagai Konselor Kunjung yang membantu guru

Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior), antara lain dengan pendekatan Direct Behavioral Consultation.

c. Jenjang Sekolah Menengah.

Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun

(20)

20 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

pendidikan di Indonesia konselor di sekolah menengah mendapat ‖tempat yang cukup leluasa‖. Peran konselor, sebagai salah satu komponen student support services, adalah men-support perkembangan aspek-aspek pribadi-sosial, karier, dan

akademik siswa, melalui pengembangan menu program bimbingan dan konseling,

pembantuan kepada siswa dalam individual student planning, pemberian layanan responsive, serta pengembangan system support. Pada jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling, yang meliputi fungsi preventif,

developmental, maupun fungsi kuratif.

d. Jenjang Perguruan Tinggi.

Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum tercantum dalam

sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling dalam rangka men‖support‖ perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier mahasiswa

dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan TK, SD, dan SM;

konselor perguruan tinggi juga harus mengembangkan dan mengimplementasikan

(21)

21 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

KEGIATAN BELAJAR 2

A. Judul : Program Bimbingan dan Konseling B. Indikator

1. Menguraikan peran bimbingan konseling dalam program pengembangan diri siswa di

sekolah

2. Membandingkan komponen program pada pola 17, pola 17 plus, dan pola

komprehensif

3. Menjelaskan bagan kerangka utuh layanan bimbingan konseling komprehensif

4. Menjelaskan perbedaan strategi pelayanan dasar dan pelayanan responsif bimbingan

konseling di sekolah

5. Menguraikan langkah umum pelaksanaan layanan perencanaan individual dalam

bimbingan konseling

6. Menjelaskan dengan contoh kegiatan pokok dalam komponen program dukungan

sistem dalam pelayanan BK di sekolah

C. Waktu : 5 x 50 menit D. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Jelaskanlah secara ringkas tujuan yang akan dicapai dalam sesis ini serta ruang

lingkup materi yang akan dikaji.

2. Lakukan curah pendapat dengan peserta bagaimana pendapat mereka mengenai

program bimbingan konseling dan pengembangan diri siswa di sekolah.

3. Fasilitator mengarahkan peserta untuk membentuk kelompok kecil (5-6 orang)

4. Dengan menggunakan bahan bacaan pada Uraian Materi sesi ini, setiap kelompok

melakukan curah pendapat dan menyepakati butir-butir tentang:

 Peran konselor dalam program pengembangan diri siswa

 Perbedaan pokok dalam Pola 17, Pola 17 plus, dan Pola Komprehensif

 Tantangan dalam melaksanakan empat komponen utama dalam program BK pada

Pola Komprehensif

 Usaha mengatasi hambatan pelaksanaan program BK di sekolah

5. Setiap kelompok menuliskan hasil curah pendapat pada kertas plano atau kartun

manila dan memajang hasil kerja di dinding atau tempat yang disediakan;

6. Setiap kelompok diminta berjalan berkeliling rungan untuk membaca pajangan hasil

(22)

22 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

7. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan tanggapan

atas hasil kerja kelompok lain atau menanyakan hal-hal yang kurang dipahami

8. Fasilitator memberi penjelasan tambahan yang diperlukan, khususnya terkait dengan

topik diskusi pada butir 4.

9. Fasilitatir mereviu tujuan sesi ini dan meminta peserta menilai sendiri dan

mengungkapkan ketercapaiannya.

D. URAIAN MATERI

1. Posisi Pengembangan Diri dalam Bimbingan dan Konseling

Seperti ditegaskan di muka bahwa Pengembangan Diri sebagaimana dimaksud

dalam KTSP merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor.

Penjelasan tentang Pengembangan Diri yang tertulis dalam Struktur Kurikulum

dijelaskan bahwa:

Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.

Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan

minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi Sekolah/Madrasah. Kegiatan

pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga

kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pepelayanan konseling

yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan

pengembangan karir peserta didik.

Dari penjelasan yang disebutkan itu ada beberapa hal yang perlu memperoleh

penegasan dan reposisi terkait dengan pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur

pendidikan formal, sehingga dapat menghindari kerancuan konteks tugas dan ekspektasi

kinerja konselor.

a.

Pengembangan diri bukan sebagai mata pelajaran, mengandung arti bahwa bentuk,

rancangan, dan metode pengembangan diri tidak dilaksanakan sebagai sebuah

adegan mengajar seperti layaknya pembelajaran bidang studi. Namun, manakala

masuk ke dalam pelayanan pengembangan minat dan bakat tak dapat dihindari akan

terkait dengan substansi bidang studi dan/atau bahan ajar yang relevan dengan

bakat dan minat peserta didik dan disitu adegan pembelajaran akan terjadi. Ini

berarti bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan

(23)

23 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

b.

Pelayanan pengembangan diri dalam bentuk ekstra kurikuler mengandung arti bahwa

di dalamnya akan terjadi diversifikasi program berbasis minat dan bakat yang

memerlukan pelayanan pembina khusus sesuai dengan keahliannya. Inipun berarti

bahwa pelayanan pengembangan diri tidak semata-mata tugas konselor, dan tidak

semata-mata sebagai wilayah bimbingan dan konseling.

c.

Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pengembangan diri bukan substitusi atau

pengganti pelayanan bimbingan dan konseling, melainkan di dalamnya mengandung

sebagian saja dari pelayanan (dasar, responsif, perencanaan individual) bimbingan

dan konseling yang harus diperankan oleh konselor.

Telaahan di atas menegaskan bahwa bimbingan dan konseling tetap sebagai bagian

yang terintegrasi dari sistem pendidikan (khususnya jalur pendidikan formal). Pelayanan

pengembangan diri yang terkandung dalam KTSP merupakan bagian dari kurikulum.

Sebagian dari pengembangan diri dilaksanakan melalui pelayanan bimbingan dan konseling.

Dengan demikian pengembangan diri hanya merupakan sebgian dari aktivitas pelayanan

bimbingan dan konseling secara keseluruhan. Jika dilakukan telaahan anatomis terhadap

posisi bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dapat terlukiskan seperti

tampak pada Gambar 2.1

Muatan Lokal

Gambar 2.1 Posisi Bimbingan dan Konseling dan Kurikulum (KTSP) dalam Jalur Pendidikan Formal

Dapat ditegaskan di sini bahwa KTSP adalah salah satu subsistem pendidikan formal

yang harus bersinergi dengan komponen/subsitem lain yaitu manajemen dan bimbingan dan

konseling dalam upaya memfasilitasi peserta didik mencapai perkembangan optimum yang

diwujudkan dalam ukuran pencapaian standar kompetensi. Dengan demikian pengembangan

(24)

24 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

komplementer dimana guru dan konselor memberikan kontribusi dalam pengembangan diri

peserta didik.

2. Komponen Program BK

Program bimbingan konseling di sekolah mengalami pasang surut sejalan dengan

perkembangan profesionalisasi dan upaya aktualisasi profesi bimbingan konseling di

Indonesia. Pada sekitar akhirt tahun 1990an dikenalkan apa yang disebut dengan POLA 17.

Di sebutkan demikian, karena komponen program digambarkan dalam suatu skema yang

terdiri atas 17 kotak. Ini terdiri atas empat bidang layanan (pribadi, sosial, belajar, dan

karir), tujuah jenis layanan (orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling

perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok), serta lima layanan pendukung

(Instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan pelimpahan kasus).

Program bimbingan konseling Pola 17 digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Program Bimbingan Konseling Pola 17

Selanjutnya, dikembangkan Program bimbingan konseling Pola 17 Plus, di mana

program bimbingan konseling disempurnakan dengan menambahkan bidang bimbingan

keberagamaan dan bimbingan keluarga, serta tamnbahan layanan mediasi dan layanan

konsultasi.

Terakhir dikembangkan lagi pola program bimbingan konseling yang lebih utuh,

yang dikenal dengan Pola Kompreghensif Program bimbingan dan konseling. Dalam pola ini,

program bimbingan konseling terdiri atas empat komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan

dasar bimbingan; (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan indiviual, dan (4) dukungan

(25)

25 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

Gambar 2.3

Komponen Program Bimbingan dan Konseling

Di samping empat komponen program tersebut, dalam Pola Komprehensif ini

dikemukakan 16 strategi layanan bimbingan konseling (orientasi, informasi, bimbingan

kelompok, konseling individual, konseling kelompok, referal, konseling sebaya, konsultasi,

penempatan & penyeluran, kunjungan rumah, konferensi kasus, kolaborasi, akses TIK,

sistem najemen, akuntabilitas, dan pengembangan profesi). Secara utuh keseluruhan proses

kerja bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal dapat digambarkan pada

gambar 2.4.

(26)

26 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa seluruh pelayanan bimbingan dan konseling yang

selama ini dilaksanakan di Sekolah/Madrasah bisa dipayungi oleh dan terakomodasi ke dalam

kerangka kerja tersebut. Berdaarkan kerangka kerja utuh dimaksud pelayanan bimbingan

dan konseling harus dikelola dengan baik sehingga berjalan secara efektif dan produktif.

Fungsi manajemen yang penting dijalankan dalam pelayanan bimbingan dan konseling

meliputi: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis dan tindak lanjut.

3. Uraian Program Bimbingan Konseling

a. Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh

peserta didik melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau

kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku

jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan

sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan

kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.

Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di

kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen

kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman tersetruktur

yang disebutkan.

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua peserta didik agar memperoleh

perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan

dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu peserta didik agar mereka dapat

mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat

dirumuskan sebagai upaya untuk membantu peserta didik agar (1) memiliki kesadaran

(pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan

agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung

jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan

lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan

(4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut

aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya

membantu peserta didik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai

standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas

(27)

27 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

keterampilan pemecahan masalah, (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau

berkomunikasi, (6) penyadaran keragaman budaya, dan (7) perilaku bertanggung

jawab. Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karir (terutama di tingkat SLTP/SLTA)

mencakup pengembangan: (1) fungsi agama bagi kehidupan, (2) pemantapan pilihan

program studi, (3) keterampilan kerja profesional, (4) kesiapan pribadi (fisik-psikis,

jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan, (5) perkembangan dunia kerja, (6)

iklim kehidupan dunia kerja, (7) cara melamar pekerjaan, (8) kasus-kasus kriminalitas,

(9) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (10) dampak pergaulan bebas.

Pelayanan Dasar dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sebagai berikut:

1) Bimbingan Kelas

Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung

dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan

bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa

diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat). 2) Pelayanan Orientasi

Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat

memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan

Sekolah/Madrasah, untuk mempernudah atau memperlancar berperannya mereka di

lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal

program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya

mencakup organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program

bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana,

dan tata tertib Sekolah/Madrasah.

3) Pelayanan Informasi

Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi

peserta didik. melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media

cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).

4) Bimbingan Kelompok

Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui

kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan

dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini,

(28)

28 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

5) Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)

merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi

peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan

dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

b. Pelayanan Responsif

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada peserta didik yang

menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera,

sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian

tugas-tugas perkembangan. Konseling indiviaual, konseling krisis, konsultasi dengan

orangtua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang dapat

dilakukan dalam pelayanan responsif.

Tujuan pelayanan responsif adalah membantu peserta didik agar dapat

memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu

peserta didik yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk

mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi peserta didik yang muncul

segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau

masalah pengembangan pendidikan.

Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan peserta

didik. Masalah dan kebutuhan peserta didik berkaitan dengan keinginan untuk

memahami sesuatu hal karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara

positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentang

pilihan karir dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman

keras, narkotika, pergaulan bebas.

Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan

mengganggu kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri peserta didik,

karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas

perkembangan. Masalah peserta didik pada umumnya tidak mudah diketahui secara

langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.

Gejala perilaku bermasalah yang mungkin dialami peserta didik diantaranya: (1)

merasa cemas tentang masa depan, (2) merasa rendah diri, (3) berperilaku impulsif

(kekanak-kanakan atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan-nya secara

matang), (4) membolos dari Sekolah/Madrasah, (5) malas belajar, (6) kurang memiliki

(29)

29 Pendidikan & Latihan Profesi Guru Rayon 24

Universitas Negeri Makassar

malas beribadah, (10) masalah pergaulan bebas (free sex), (11) masalah tawuran, (12) manajemen stress, dan (13) masalah dalam keluarga.

Pelayanan responsif dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:

1) Konseling Individual dan Kelompok

Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang

mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas

perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk

mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan

masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat

dilakukan secara individual maupun kelompok.

2) Referal (Rujukan atau Alih Tangan)

Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah

konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak

lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli

yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi,

tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.

3) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas

Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh

informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya),

membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek

bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di

antaranya: (1) menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar

peserta didik; (2) memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam; (3)

menandai peserta didik yang diduga bermasalah; (4) membantu peserta didik yang

mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching; (5) mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan

konseling kepada guru pembimbing; (6) memberikan informasi yang up to date

tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik; (7)

memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat

memberikan informasi yang luas kepada peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan

keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja); (8)

menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun

moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan ―figur central‖ bagi peserta didik); dan (9) memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran

Gambar

Gambar 1.1 Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal
Gambar 1.3 Keunikan Komplementaritas Wilayah Pelayanan Guru dan Konselor
Gambar 2.1 Posisi Bimbingan dan Konseling dan Kurikulum (KTSP)  dalam Jalur Pendidikan Formal
Gambar 2.2 Program Bimbingan Konseling Pola 17
+4

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik bersama-sama dalam kelompok dengan bimbingan guru mengolah informasi hasil pencarian data dengan cara menuliskan pola penyajian, struktur dan

Sedangkan Sardiman (2001: 142) menyatakan bahwa ada sembilan peranan guru dalam kegiatan bimbingan konseling, yaitu: (a) Informator, Guru diharapkan sebagai pelaksana cara

Kesimpulan dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam meminimalisir kecemasan berbicara siswa dilaksanakan dengan cara

Pemanfaatan layanan bimbingan konseling dalam penelitian adalah suatu kegiatan pendayagunaan layanan bimbingan konseling oleh siswa kelas VIII SMP N 5 Bandung untuk tujuan

Pelaksanaan bimbingan dan konseling terhadap aktivitas belajar siswa dalam mengikuti pelajaran di SMP Negeri 2 Kandangan menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan

Penilaian Proses :Mengamati respon, dan aktivitas selama kegiatan layanan berlangsung serta antusias siswa dalam mengikuti kegiatan Bimbingan Kelompok dengan topik

Secara umum, menurut Rochman Natawidjaya (1977) tujuan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: (1) untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam bidang

Bimbingan klasikal merupakan layanan dalam bimbingan dan konseling sebagai salah satu cara untuk membentuk karakter anak melui lagu dolanan anak yang nantinya akan