• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KREDIT TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS NASABAH (Studi Kasus di PT. BPR Daya Lumbung Asia, Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KREDIT TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS NASABAH (Studi Kasus di PT. BPR Daya Lumbung Asia, Bandung)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI & KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kualitas Pelayanan

2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan

Untuk memahami kualitas pelayanan terlebih dahulu harus dipahami pengertian kualitas itu sendiri. Kualitas sering diungkapkan dalam beberapa definisi dari sudut pandang konsumen, kualitas sering disangkutpautkan dengan value use fullnes ataupun harga, sedangkan dari sisi produsen kualitas seringkali diterapkan dengan membandingkan antara standar yang spesifik dan performance serta konfirmitas yang aktual. Menurut Goetsh dan Daris (dalam Fandy Tjiptono, 2000: 51) pengertian kualitas sangat sukar didefinisikan orang akan mengetahuinya jika melihat atau merasakannya. Sebagian orang mengkaitkan kualitas dengan produk atau jasa, tetapi sebenarnya kualitas lebih dari itu. Hal ini tampak jelas dalam definisinya bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi (melebihi harapan). Fandy Tjiptono (2000: 51) mengungkapkan bahwa tidak ada definisi mengenai kualitas yang dapat diterima semua orang. Namun demikian ada elemen yang sama dalam berbagai definisi yang ada diantaranya adalah:

a. Kualitas berkaitan dengan memenuhi atau melebihi harapan konsumen. b. Kualitas berlaku untuk jasa manusia, proses dan lingkungan.

c. Kualitas adalah kondisi yang selalu berubah.

(2)

diberikan yang merupakan proses dimana hasil disampaikan. Parasuraman dalam Kheng et al. (2010) menyebutkan bahwa layanan berarti derajat perbedaan yang timbul dari proses pelayanan dan interaksi antara penyedia layanan dengan konsumen. Permasalahan mengenai layanan kini mendapat perhatian yang lebih besar dari banyak organisasi mulai dari organisasi regional, nasional sampai dengan organisasi global, dan dianggap sebagai alat yang dapat mempengaruhi arus pendapatan suatu organisasi atau perusahaan (Spohrer dan Maglio dalam Mosahab, 2010).

Kualitas pelayanan telah dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara harapan pelanggan mengenai pelayanan yang akan diterima dan persepsi jasa yang diterima (Parasuramanet al. dalam Akbar dan Parves, 2009). Kualitas pelayanan merupakan sebuah konsep multidimensi (Parasuraman et al. dalam Bloemer et al.1998).

2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Dimensi kualitas pelayanan dapat diidentifikasi melalui penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et al. yang dikenal sebagai SERVQUAL (Kotler dan Keller, 2007:56), sebagai berikut :

1) Bukti Fisik (Tangibles)

Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi. Penampilan, sarana, dan prasarana fisik perusahaan serta keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. 2) Keandalan (Reliability)

Kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, konsisten, dan sesuai dengan harapan. Sesuai dengan harapan pelanggan berarti kinerja yang tepat waktu, pelayanan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan akurasi tinggi.

(3)

Kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan pelanggan, misalnya kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan dalam proses transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan.

4) Jaminan (Assurance)

Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen, misalnya kemampuan karyawan atas : pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:

a) Kompetensi (competence), artinya meliputi keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan.

b) Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.

c) Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.

5) Empati (Empathy)

Kesediaan karyawan dan pengusaha memberikan perhatian mendalam dan khusus kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki suatu pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan dan memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:

(4)

b) Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.

c) Pemahaman kepada pelanggan, meliputi: usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.

SERVQUAL (Services Qualily) telah terbukti menjadi model yang telah banyak digunakan dalam berbagai organisasi dan industri untuk mengukur kualitas pelayanan termasuk bank (Siddiqi, 2011 dan Lymperopoulos et al.,2006).

2.1.3 Kesenjangan Kualitas Pelayanan

Walaupun pihak manajemen telah menerapkan kelima dimensi kualitas pelayanan sebagai acuan penerapan konsep pemasaran, ada kalanya terjadi kesenjangan atau gap antara kualitas pelayanan yang dipersepsikan dan diterima pelanggan dengan apa yang mereka harapkan. Kesenjangan kualitas adalah hal yang penting, karena hal itulah yang merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima (Lovelock dan Wright, 2007:97). Hal ini teridentifikasi dalam lima gap (Kotler dan Keller, 2007:55): 1) Kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen

Yaitu perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan konsumen. Manajemen tidak selalu memahami dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan.

2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dengan spesifikasi mutu jasa

(5)

Yaitu perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dengan jasa yang secara actual disampaikan. Karyawan mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau mematuhi standar.

4) Kesenjangan antara penyerahan jasa dengan komunikasi eksternal pada konsumen Yaitu merupakan perbedaan antara minat penyampaian jasa dan apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Harapan-harapan pelanggan dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan serta iklan yang dikeluarkan oleh perusahaan.

5) Kesenjangan antara persepsi jasa dan jasa yang diharapkan

Yaitu perbedaan antara kinerja aktual dan persepsi pelanggan terhadap jasa. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan tersebut memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut.

2.1.4 Persektif Pelanggan Mengenai Kualitas Pelayanan

Selain SERVQUAL, Sureshchandaret al.(2003) dalam Akbar dan Parvez (2009) telah mengidentifikasi lima faktor kualitas pelayanan dari perspektif pelanggan, yaitu:

1) Pelayanan utama atau pelayanan produk. 2) Elemen manusia dari pengiriman layanan.

3) Sistematisasi pengiriman layanan: elemen non-manusia. 4) Tangibles pelayanan.

5) Tanggung jawab sosial.

2.1.5 Faktor-faktor Peningkatan Kualitas Pelayanan

(6)

meningkatkan kualitas pelayanan (Lukasyanti, 2010). Faktor-faktor tersebut antara lain:

1) Mengidentifikasi determinan utama kualitas jasa (pelayanan)

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan riset untuk mengindentifikasi determinan jasa yang paling penting bagi pasar sasaran dan memperkirakan penilaian yang diberikan pasar sasaran terhadap perusahaan dan pesaing berdasarkan determinan-determinan tersebut. Dengan demikian, dapat diketahui posisi relatif perusahaan di mata pelanggan dibandingkan para pesaing, sehingga perusahaan dapat memfokuskan upaya peningkatan kualitasnya pada determinan-determinan tersebut.

2) Mengelola harapan pelanggan

Semakin banyak janji yang diberikan, maka semakin besar pula harapan pelanggan yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan pelanggan oleh perusahaan. Untuk itu ada satu hal yang dapat dijadikan pedoman yaitu jangan janjikan apa yang tidak bisa diberikan tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan.

3) Mengelola bukti (evidence) kualitas jasa

Pengelolaan bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi pelanggan selama dan sesudah jasa diberikan. Jasa tidak dapat dirasakan sebagaimana halnya barang.

4) Mendidik konsumen mengenai jasa

Pelanggan yang lebih terdidik akan dapat mengambil keputusan secara lebih baik. 5) Mengembangkan kualitas budaya

Kualitas budaya merupakan sistem nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus menerus. Budaya kualitas terdiri dari filosofi, keyakinan, sikap, norma, nilai, tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas.

(7)

Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki.

7) Menindaklanjuti jasa

Menindaklanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua pelanggan untuk mengetahui tingkat kepuasan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahan bagi para pelanggan untuk berkomunikasi, baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.

8) Mengembangkan sistem informasi kualitas jasa

Sistem informasi kualitas jasa merupakan suatu sistem yang menggunakan berbagai macam pendekatan riset secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif dan kualitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan pelanggan.

Berdasarkan pemaparan di atas, kualitas pelayanan dapat dijelaskan sebagai persepsi pelanggan terhadap perbedaan antara pelayanan yang diharapkan dengan kinerja aktual yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan.

2.1.6 Definisi Kredit

Sebenarnya kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya “percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannnya setelah jangka waktu yang ditentukan.

(8)

(pasal 1 angka 11) tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga. Dengan definisi tersebut kata kredit seolah diperuntukkan bagi perbankan dengan prinsip operasional konvensional (Pasha, 2007).

Menurut Supramono (1995) kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi ini menurut Edy Putra (dalam Supramono, 1995) merupakan suatu hal yang abstrak,yang sukar diraba.

Sedangkan Kasmir (2004) menjelaskan bahwa baik kredit maupun pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur) dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.

Dalam perjanjian kredit antar pihak tidak hanya kepercayaan saja yang diperlukan, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Tetapi terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi pemberian kredit tersebut, Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Kasmir,2004):

1. Kepercayaan

(9)

2. Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jangka waktu 4. Resiko

Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam.

5. Balas jasa

Akibat dari pemberian fasilitas kredit bank tentu mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi dan komisi serta biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan utama bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

2.2 Kepuasan

2.2.1 Definisi Kepuasan

(10)

Secara sederhana kepuasan diartikan sebagai „upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono, 2007:349). Howard dan Sheth dalam Tjiptono (2007:349) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan adalah situasi kognitif pembeli yang berkenaan dengan kesepadanan atau ketidaksepadanan antara hasil yang didapatkan dengan pengorbanan yang dilakukan.

Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan dan ketidakpuasan setelah mengalami atau merasakan masing-masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Harapan adalah standar internal yang digunakan pelanggan untuk menilai kualitas suatu pengalaman jasa (Lovelock dan Wright, 2007:93). Sebuah perusahaan harus menjaga kualitas jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Apabila kualitas jasa yang diterima oleh pelanggan lebih baik atau sama dengan yang dibayangkan, maka pelanggan cenderung akan mencoba kembali. Akan tetapi, apabila perceived services lebih rendah dari expected services maka pelanggan akan kecewa yang mengakibatkan konsumen berhenti berhubungan dengan perusahaan yang bersangkutan (Alma, 2005:282). Kepuasan menunjukkan keadaan emosional, reaksi pasca pembelian yang ditunjukkan oleh konsumen dapat berupa kemarahan, ketidakpuasaan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan.

Bitner dan Zeithaml dalam Akbar dan Parves (2009) menyatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi pelanggan tentang produk atau pelayanan, apakah produk atau layanan itu telah memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Kepuasan pelanggan memainkan peran yang penting karena terdapat perbedaan yang besar dalam loyalitas, antara pelanggan yang sekedar puas dan yang benar benar puas (Lovelock dan Wright, 2007:103).

(11)

dari pesaing dengan memberikan layanan yang berkualitas tinggi. Kualitas pelayanan adalah salah satu yang paling menarik pagi peneliti di sektor perbankan ritel (Choudhury, 2008).

Bank harus meningkatkan pelayanan secara terus menerus, karena tidak ada jaminan bahwa pelayanan terbaik hari ini juga berlaku untuk esok hari. Banyak perusahaan yang tujuan utamanya adalah mencapai kepuasan pelanggan, namun demikian tidaklah mudah mewujudkan kepuasan pelanggan secara menyeluruh. Kini pelanggan makin terdidik dan menyadari hak-haknya. Kotler dan Keller (2007:102) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima sebuah produk dan jasa.

2.2.2 Penyebab Timbulnya Rasa Tidak Puas

Penyebab timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap pelayanan dapat disebabkan oleh bebarapa hal yaitu (Alma, 2005:286) :

1) Ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan.

2) Layanan selama proses penyampaian jasa tidak memuaskan. 3) Perilaku personil kurang memuaskan.

4) Suasana dan kondisi fisik tidak menunjang.

5) Biaya terlalu tinggi, jarak terlalu jauh sehingga banyak waktu terbuang.

6) Promosi atau iklan terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Konsekuensi dari tidak puasnya pelanggan mungkin akan berdampak buruk. Menurut Hoyer dan Macinnis dalam Singh (2006), konsumen yang tidak puas dapat memutuskan untuk:

1) Menghentikan pembelian barang atau jasa.

2) Mengeluh kepada perusahaan atau pihak ketiga dan mungkin akan mengembalikan barang yang telah dibeli.

(12)

2.2.3 Cara mengukur kepuasan

Meskipun kepuasan pelanggan tidak menjamin pembelian kembali oleh pelanggan, namun tetap saja memegang peranan yang sangat penting dalam memastikan loyalitas pelanggan dan retensi (Singh, 2006). Pelanggan yang sedikit puas atau netral dapat dengan mudah direbut oleh pesaing, namun pelanggan yang senang dan puas akan tetap loyal walaupun ada tawaran yang menarik dari pesaing (Lovelock dan Wright, 2007:103). Fornel, dkk dalam Tjiptono (2007:366) menunjukkan enam konsep inti dalam mengukur kepuasan pelanggan pada bidang jasa, yaitu terdiri atas:

1) Kepuasan pelanggan keseluruhan

Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka terhadap jasa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap jasa perusahaan bersangkutan dan membandingkan dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap jasa para pesaing.

2) Dimensi kepuasan pelanggan (Overall customer satisfaction)

Umumnya proses ini terdiri atas empat langkah, yaitu: mengidentifikasikan dimensi-dimensi kunci kualitas pelayanan, meminta pelanggan menilai jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, meminta pelanggan menilai jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama, dan menentukan dimens-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan secara keseluruhan.

3) Konfirmasi harapan (Confirmatiom of expectation)

Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, namun dijelaskan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting.

(13)

Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan kembali.

5) Kesediaan untuk merekomendasikan (Willingness to recommended)

Dalam kasus jasa yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan jasa kepada teman atau keluarga menjadi ukuran penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. 6) Ketidakpuasan pelanggan (Customer dissatisfaction)

Beberapa aspek untuk mengetahui ketidakpuasan pelanggan, yaitu: keluhan, retur atau pengembalian produk, biaya garansi, penarikan kembali produk dari pasar, dan konsumen beralih ke pesaing. Kotler dan Keller (2007:140) mengungkapkan bahwa pelanggan yang puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing, tidak terlalu sensitif terhadap harga, menawarkan ide produk atau jasa kepada perusahaan, dan biaya pelayanannya lebih murah dibandingkan pelanggan baru karena transaksi dapat menjadi hal rutin.

2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan

Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk manufaktur (Fandy Tjiptono, 2000: 68-69), antara lain meliputi:

a. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli.

(14)

c. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal digunakan.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.

g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

Sementara itu dalam mengevaluasi jasa yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor berikut (Zeithaml et.al, 1996: 37):

a. Kehandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

b. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para stat dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

c. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. d. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang

baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.

(15)

2.2.5 Pengukuran Kepuasan Nasabah

Pengukuran terhadap kepuasan nasabah telah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi perbankan. Hal ini disebabkan karena kepuasan nasabah dapat menjadi umpan balik dan masukan bagi pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan nasabah.

Buchari Alma (2002:232), mengemukakan cara-cara mengukur kepuasan konsumen (disini berarti nasabah debitur) sebagai berikut :

a. Sistem Keluhan dan Saran (Complaint and Suggestion System)

Banyak perusahaan yang berhubungan dengan konsumennya untuk menerima keluhan yang dialami oleh konsumen. Perusahaan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumennya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau), kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain.

b. Survey Kepuasan Konsumen

Tingkat keluhan yang disampaikan oleh konsumen tidak bisa disimpulkan secara umum untuk mengukur kepuasan konsumen pada umumnya.

c. Pembeli Bayangan (Ghost Shopping)

Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk atau jasa tersebut.

d. Analisis Konsumen yang Beralih (Lost Customer Analisys)

(16)

2.2.6 Strategi Kepuasan Pelanggan

Upaya mewujudkan kepuasan konsumen bukanlah hal yang mudah. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan strategi kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya strategi kepuasan konsumen akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut konsumen suatu perusahaan.

Ada beberapa strategi untuk memenuhi kepuasan pelanggan, menurut Fandy Tjiptono (2006:161) strategi kepuasan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Relationship Marketing Strategy

Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business).

2. Strategy Superior Cusstomer Service

Strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada para pesaing. Hal ini membutuhkan dana yang besar. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan usaha gigih. Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Akan ada kelompok konsumen yang tidak berkeberatan dengan harga mahal tersebut. Selain itu perusahaan dengan pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat petumbuhan yang lebih besar daripada persaingnya yang memberikan pelayanan inferior.

3. Strategi Unconditional Guarantees/Extraordinari Guarantees

(17)

yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen melepaskan emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi terhadap kepuasan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta memberikan semacam ganti rugi yang efektif.

4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif

Penangan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan “abadi”). Manfaat lainnya adalah (Mudie dan Cottan, 1993) :

1. Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa.

2. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negative.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang pelanggan yang tidak puas akan menceritakan pengalamannya kepada 8 sampai 10 orang lain (keluarga, teman dan sejawat). Dengan demikian citra buruk jasa perusahaan dengan mudahnya berkembang di antara mereka, dan ini sangat merugikan perusahaan. Kendati demikian, dewasa ini mulai banyak perusahaan yang dengan berbagai cara mencoba mendorong agar pelanggan menyampaikan ketidakpuasannya pertama kali kepada perusahaan, sehingga bisa diatasi sebelum tersebar luas. 3. Penyedia jasa akan mengetaui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam

pelayanannya saat ini.

4. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya.

(18)

2.3 Loyalitas

2.3.1 Definisi Loyalitas

Loyalitas merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melukiskan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada negara, cita-cita, atau individu. Dalam konteks bisnis belakangan ini, istilah loyalitas telah digunakan untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan menggunakan barang serta jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara eksklusif, dan dengan sukarela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman teman dan rekan-rekannya (Lovelock dan Wright, 2007:133). Gramer dan Brown dalam Utomo (2006) memberikan definisi mengenai loyalitas jasa sebagai derajat sejauh mana seorang konsumen menunjukkan perilaku pembelian berulang dari suatu penyedia jasa, memiliki suatu desposisi atau kecendrungan sikap positif terhadap penyedia jasa, dan hanya mempertimbangkan untuk menggunakan penyedia jasa ini pada saat muncul kebutuhan untuk memakai jasa tersebut. Dinyatakan pula bahwa, konsumen yang loyal tidak hanya seorang pembeli yang melakukan pembelian berulang, tetapi juga mempertahankan sikap positif terhadap penyedia jasa.

(19)

Loyalitas menurut Griffin (2005 : 5) adalah :“Loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit “

Menurut Al-Wugayan (2010): Customer loyalty is deeply held commitment to rebury or repatronize a perfered product or service consistenly in future, despite the influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.

Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas lebih ditujukan pada suatu perilaku yang ditunjukkan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada unit pengambilan keputusan, serta merupakan suatu komitmen untuk tetap menggunakan suatu produk atau jasa tanpa terpengaruh oleh usaha yang dilakukan perusahaan pesaing. Nasabah yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan, adapun yang menjadi karakteristik dari pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005:31) antara lain :

1. Melakukan pembelian ulang.

2. Membeli lini produk/jasa pelayanan lain. 3. Merekomendasikan kepada orang lain.

4. Menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk).

5. Word of Mouth

Loyalitas atau kesetiaan pelanggan tidak terbentuk dalam waktu singkat, tetapi melalui proses belajar dan pengalaman pembelian jasa secara konsisten sepanjang waktu. Tantangan besar bagi pemasar jasa tidak hanya terletak dalam memberikan alasan yang tepat kepada calon pelanggan untuk berbisnis dengan mereka, tetapi juga membuat pelanggan yang ada tetap loyal dan bahkan menambah penggunaan jasanya. Singh (2006) memaparkan beberapa strategi untuk membangun basis pelanggan setia, seperti:

1) Fokus pada pelanggan utama.

(20)

3) Mengantisipasi kebutuhan pelanggan dan menanggapinya sebelum pesaing. 4) Membangun hubungan lebih dekat dengan pelanggan.

Efek loyalitas bagi perusahaan adalah memberikan sumber pendapatan terus menerus dalam kurun waktu bertahun-tahun. Perlu digarisbawahi bahwa, loyalitas hanya akan berlanjut sepanjang pelanggan merasakan bahwa mereka menerima nilai yang lebih baik (termasuk kualitas yang lebih tinggi) dibandingkan dengan yang dapat diperoleh dengan beralih kepada penyedia jasa lain.

Pemikiran dari Gee et al. (2008) juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pfeifer (2005) dan Walsh et al. (2005) yang menyatakan bahwa loyalitas pelanggan berperan penting bagi perusahaan. Loyalitas nasabah adalah hal yang multak bagi bank bila ingin tetap eksis dalam usahanya. Mencari nasabah baru adalah hal yang sulit, namun yang jauh lebih sulit adalah mempertahankan nasabah yang lama. Memperoleh loyalitas nasabah merupakan kunci terpenting untuk memenangkan persaingan (Agustiyadi, 2008).

(21)

2.3.2 Tipe Loyalitas Pelanggan

Reichheld dalam Agustiyadi (2008), menyebutkan 4 tipe loyalitas pelanggan atau nasabah yang dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan yaitu:

1) Loyalitas kosong, yaitu mereka sama sekali tak mencari nilai apa pun di luar kebutuhan sesaatnya.

2) Loyalitas inersia, yaitu mereka yang datang ke penyedia produk atau jasa hanya karena tak mau buang waktu dan tenaga untuk menemukan penyedia produk atau jasa yang lebih bagus.

3) Loyalitas laten, yaitu mereka yang mencintai satu produk atau layanan tetapi kadar cintanya belum tinggi. Pelanggan ini mempunyai pandangan positif terhadap perusahaan penyedia produk atau jasa tersebut, tetapi penentu repeat buying-nya bersifat situasional bukan emosional.

4) Loyalitas premium, yaitu pelanggan yang akan membeli secara rutin dan bukan sekadar satu jenis produk. Mereka juga kebal terhadap rayuan pesaing dan mereka tak segan merekomendasikan produk atau layanan perusahaan kita kepada kerabat, kolega, teman, kenalan, dan relasi mereka. Loyalitas ini paling menguntungkan dan jadi dambaan kalangan bisnis.

2.3.3 Tahapan Menjadi Pelanggan Yang Loyal

Persepsi konsumen terhadap suatu produk (baik barang atau jasa) sangat berpengaruh pada loyalitas. Karena jika dari pihak konsumen memiliki suatu penilaian yang positif terhadap suatu produk tertentu, tentu akan berdampak pada kepuasannya. Jika konsumen merasa puas terhadap produk tersebut maka akan menimbulkan suatu sikap loyalitas atau setia pada produk itu.

(22)

memenuhi kebutuhan dalam tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon nasabah menjadi nasabah loyal dan klien perusahaan. Menurut Griffin (2005 : 35) menyatakan bahwa tahap-tahap tersebut adalah :

1. Suspect yaitu meliputi semua orang yang mungkin akan membeli produk/jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspect karena yakin bahwa mereka akan membeli tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan produk/jasa yang ditawarkan.

2. Prospect adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan produk yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan produk tersebut kepadanya.

3. Disqualified Prospect yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan produk tertentu tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk tersebut. Klien seperti ini biasanya klien yang hanya memiliki keingintahuan lebih banyak mengenai informasi sebuah produk atau perusahaan dan tidak bisa atau tidak berminat untuk melakukan pembelian.

4. First Time Customer yaitu konsumen yang membeli untuk yang pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen dari produk pesaing. Konsumen seperti ini yang terlihat cukup prospektif maka biasanya akan dicoba untuk dipertahankan oleh perusahaan agar menjadi konsumen yang loyal dan melakukan pembelian.

5. Repeat Customer yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. Konsumen dalam tahap ini dianggap sudah memiliki potensi yang cukup baik untuk menjadi pelanggan tetap yang loyal. 6. Clients yaitu mereka membeli produk yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan.

(23)

ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan persaingan produk lain.

7. Advocates yaitu seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh produk yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli produk tersebut. Ia membicarakan tentang produk tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut.

2.3.4 Manfaat Loyalitas Bagi Perusahaan

Griffin (2005 : 12) mengemukakan manfaat-manfaat yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, antara lain :

1. Mengurangi biaya pemasaran, karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal,

2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan, dan pemesanan),

3. Mengurangi biaya turn over konsumen,

4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar,

5. Word of mouth yang lebih besar dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti pelanggan yang puas,

6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian).

2.3.5 Cara Mempertahan Loyalitas

Menurut Griffin (2005 : 141) perusahaan harus bisa mempertahankan agar pelanggan tidak beralih kepada pesaing dengan cara sebagai berikut :

1. Mengisolasi konsumen terbaik dari serangan pesaing

2. Jadikan konsumen yang berbelanja dengan jumlah besar prioritas bagi perusahaan 3. Pererat jaringan distribusi untuk memberikan nilai yang lebih baik

(24)

5. Bangun rintangan untuk keluar, dalam bentuk :

a) Hambatan fisik, yaitu dengan menyediakan pelayanan fisik yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan,

b) Hambatan psikologis, yaitu dapat menciptakan persepsi dalam pikiran pelanggan supaya ia bergantung pada produk perusahaan,

c) Hambatan ekonomis, yaitu dengan memberikan insentif bagi pelanggan yang menguntungkan secara ekonomis, misalkan dengan memberi diskon atau potongan harga.

6. Cari cara untuk menunjukan bahwa perusahaan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh konsumen.

7. Melatih staf untuk mendorong loyalitas konsumen.

8. Memotivasi staf untuk mendorong loyalitas konsumen. Karyawan dan staf merupakan faktor penting untuk membangun loyalitas pelanggan. Jika perusahaan ingin membangun loyalitas pelanggan, maka perusahaan menyertakan mereka dalam proses tersebut dan memberi pelatihan, informasi, dukungan dan imbalan agar mereka mau melakukan hal tersebut.

2.4 Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Dan Loyalitas Nasabah Suatu perusahaan dalam beroperasi baik itu sektor jasa maupun barang akan mempertimbangkan kebijakan mengenai seberapa pentingnya kualitas pelayanan yang diberikan dibanding dengan kepuasan yang diterima oleh konsumen. Mana yang lebih penting antara membuat konsumen puas atau menjalankan kualitas pelayanan yang dipersepsikan pada tingkat maksimal.

(25)

(2009) menyatakan bahwa kepuasan yang dirasakan pelanggan pada saat menggunakan layanan penyedia jasa dapat mendorong loyalitas pelanggan.

Kepuasan nasabah berpengaruh terhadap loyalitas, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan kualitas pelayanan untuk pemenuhan kepuasan nasabah pada akhirnya akan bermuara pada loyalitas. Pernyataan tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Bloemer, Ruyter, dan Peters (1998) yang menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap loyalitas melalui kepuasan. Lupiyoadi (2013:91) juga menyatakan bahwa “dasar bagi loyalitas sejati terletak pada kepuasan pelanggan, di mana kualitas layanan menjadi input utamanya. Pelanggan yang sangat puas atau bahkan yang menyenangi layanan cenderung menjadi pendukung loyal perusahaan”.

Fokus dari pengembangan kualitas pelayanan oleh perusahaan perbankan terletak pada kepuasan nasabah. Zeithaml dan Bitner (1996) dalam Lupiyoadi (2013:228) menyatakan bahwa “faktor penentu utama kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa”. Kepuasan nasabah merupakan respon nasabah terhadap perbandingan antara tingkat harapan yang telah ada di dalam benak mereka dengan kinerja aktual yang mereka alami. Kotler dan Keller (2009:138) menyatakan bahwa jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan tidak akan puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, maka pelanggan akan sangat puas atau senang.

(26)

nasabah terhadap kelima dimensi di atas dapat dijadikan sebagai salah satu dasar penentuan strategi pemasaran selanjutnya.

Konsep penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Caruana (2002) yang mengembangkan sebuah model mediasi yang menghubungkan antara kualitas pelayanan, kepuasan, dan loyalitas yang dilakukan pada perbankan ritel. Caruana (2002) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan loyalitas berkaitan satu sama lain. Zeithaml dalam Siddiqi (2011) juga mengembangkan sebuah model konseptual yang berkorelasi mengenai kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, dan loyalitas pelanggan dalam satu bingkai. Dinyatakan pula ada hubungan yang erat antara kualitas pelayanan dan kepuasan yang nantinya akan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Berdasarkan uraian dari kerangka berfikir di atas, maka dapat digambarkan hubungan antara kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan dalam meningkatkan loyalitas nasabah, sebagai berikut:

Gambar 2.1

Hubungan variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah

H1 H2

H3

Keterangan:

1) Kualitas Pelayanan = X 2) Kepuasan = Y1

Kualitas Pelayanan

(X)

Loyalitas (Y2) Kepuasan

(27)

3) Loyalitas = Y2

2.5 Hipotesis Penelitian

2.5.1 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah

Sanka (2012) menyatakan ada korelasi positif dan signifikan antara dimensi kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan. Zafar et al. (2012) juga menyatakan ada hubungan positif dan signifikan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan. Menurut Bedi dalam Ming et al. (2010) pengiriman layanan yang berkualitas tinggi adalah suatu keharusan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Penelitian tersebut sejalan dengan Naeem dan Saif (2009) yang menemukan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil dari kualitas pelayanan. Aldlaigan dan Buttle dalam Ladhari et al. (2011) mengidentifikasi ada korelasi yang positif dan signifikan antara dimensi kualitas pelayanan dan kepuasan secara keseluruhan.

H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah.

2.5.2 Pengaruh Kepuasan Terhadap Loyalitas Nasabah

Bowen dan Chen (2001) menemukan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Molaee et al. (2013). Molina et al. (2007), Palitati (2007), dan Anggraeni (2012) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Anton dalam Singh (2006) mengatakan bahwa kepuasan memiliki hubungan yang positif terkait dengan niat pembelian kembali, kemungkinan merekomendasikan produk atau layanan, loyalitas dan profitabilitas.

(28)

2.5.3 Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah

Hasil penelitian Akbar dan Parves (2009) menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan. Kumar et al. (2009) menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang baik akan menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi yang dapat meningkatkan loyalitas pelanggan. Dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan loyalitas nasabah, kualitas pelayanan perlu diperhatikan karena variabel ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah (Yani, 2004 ). Semua atribut kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berkaitan langsung dengan loyalitas pelanggan (Siddiqi, 2011). Ehigie dalam Ladhari et al. (2011) juga menemukan bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan adalah prediktor penting loyalitas nasabah bank.

H3 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas nasabah.

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis

(29)

menimbulkan keuntungan bagi badan usaha tersebut. Pelanggan yang puas akan menjadi nasabah yang setia.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Dimensi Kualitas Pelayanan

H1

H2

H3 H6

H4

H5

H7

Kelima dimensi pokok kualitas pelayanan yang telah disajikan Parasuraman, Zithaml dan Berry (1990) dan Lovelock (2002) akan dijadikan variable didalam penelitian ini yaitu :

Bukti Fisik (Tangibles)

X1

Keandalan (Reliability)

X2

Daya Tanggap (Responsivenes)

X3

Jaminan (Assurance)

X4

Empati (Emphaty)

X5

Kepuasan Nasabah

Y1

Loyalitas

(30)

1) Pengaruh Kehandalan (Reliability) Terhadap Kepuasan Nasabah

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1990), reliability yaitu kemampuan dari perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja kehandalan harus sesuai dengan harapan nasabah yang dapat diukur dengan indicator menyelesaikan keluhan nasabah dengan akurat, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan (total), ketepatan pelaksanaan transaksi dengan akurasi yang tinggi, dan pelayanan yang tepat waktu. Jika hal tersebut diberikan kepada nasabah maka akan memberikan persepsi yang baik atas pelayanan. Factor kehandalan (reliability) perlu diperhatikan karena dengan semakin handal bank yang meliputi ketepatan pelayanan yang sesuai yang dijanjikan dan kemampuan dalam memberikan pelayanan dapat membuat nasabah merasa puas dan akan menjadikan nasabah tersebut sebagai nasabah yang setia (consumer loyality). Hubungan kehandalan (reliability) dengan kepuasan nasabah adalah kehandalan (reliability) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap kehandalan (reliability) maka kepuasan nasabah juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi nasabah akan kehandalan (reliability) buruk maka kepuasan nasabah juga semakin rendah.

Berdasarkan telaah teoritis yang disampaikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan suatu hipotesis yang mewakili pengaruh antara kehandalan (reliability) dengan kepuasan nasabah, sebagai berikut :

H1 : Reliability berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Semakin tinggi kualitas layanan Kehandalan maka semakin tinggi kepuasan.

2) Pengaruh Jaminan (Assurance) Terhadap Kepuasan Nasabah

(31)

menumbuhkan rasa percaya dan aman nasabah kepada bank. Indicator jamianan (assurance) yaitu kemampuan dan pengetahuan karyawan, memberikan rasa aman, pelayanan yang ramah dan sopan, memberi kepercayaan kepada nasabah.

Setiap nasabah pada dasarnya ingin diperlakukan secara baik oleh pihak pengelola bank. Adanya jaminan bahwa nasabah yang datang akan dilayani secara baik oleh pihak pengelola bank, akan memberikan rasa aman dan percaya kepada nasabah, sehingga kemantapan pribadi nasabah akan bertambah. Dengan demikian kepercayaan mereka terhadap bank akan bertambah.

Hubungan jaminan (assurance) dengan kepuasan nasabah adalah : jaminan (assurance) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap jaminan (assurance) maka kepuasan nasabah juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi nasabah akan jaminan (assurance) buruk maka kepuasan nasabah juga semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Agung dan gunarsih (2004) menyebutkan bahwa variable jaminan (assurance) berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Karanganyar. Penelitian yang dilakukan Atmawati dan Wahyudi (2007) dalam judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall” dan Hartono (2006), yang berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah PT.Bank Jateng Cabang Purworejo” juga mendapat hasil yang sama. Berdasarkan telaah teoritis yang disampaikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan suatu hipotesis yang mewakili pengaruh antara jaminan (assurance) dengan kepuasan nasabah, sebagai berikut :

H2 : Assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Semakin tinggi kualitas layanan Jaminan maka semakin tinggi kepuasan.

(32)

Sarana fisik (tangible), didefinisikan oleh Parasuraman (1990) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan pemberi jasa. Ini meliputi fasilitas fisik (Gedung, Gudang dan lainnya), teknologi (peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan), tersedianya tempat parkir serta penampilan pegawainya. Secara singkat dapat diartikan sebagai penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi. Sarana fisik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan sarana prasarana pelayanan. Dalam suatu perusahaan jasa, khususnya bank, faktor sarana fisik yang terdiri dari fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan sarana prasarana pelayanan, umumnya akan memberikan gambaran bagaimana bank tersebut dapat berpotensi untuk menunjukkan fungsinya sebagai tempata pelayanan perbankan. Pada umunya seseorang akan memandang suatu potensi bank tersebut awalnya dari kondisi fisik. Dengan kondisi yang bersih, rapi, dan teratur orang akan menduga bahwa bank tersebut akan melaksanakan fungsinya dengan baik. Indicator dari sarana fisik (tangibles) yaitu kondisi dan interior bangunan, kelengkapan peralatan teknologi, keberadaan fasilitas-fasilitas fisik , dan penampilan karyawan.

(33)

berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah PT.Bank Jateng Cabang Purworejo” juga mendapat hasil yang sama. Berdasarkan telaah teoritis yang disampaikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan suatu hipotesis yang mewakili pengaruh antara sarana fisik (tangible) dengan kepuasan nasabah, sebagai berikut : H3 : Tangible berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Semakin tinggi

kualitas layanan Sarana Fisik maka semakin tinggi kepuasan.

4) Pengaruh Daya Tanggap (Responsiveness) Terhadap Kepuasan Nasabah Menurut Parasuraman, Zeithmal, Berry (1990), daya tanggap (responsiveness) adalah kemauan untuk memberikan pelayanan dan membantu nasabah yang segera dan tepat kepada nasabah dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan. Secara singkat dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dngan memberikan layanan yang baik dan cepat. Dalam hal ini yang penting adalah standar-standar yang digunakan harus sesuai dengan permintaan atau harapan, kecepat tanggapan yang diinginkan nasabah serta persepsi nasabah tentang kecepatan bukan didasarakan atas persepsi perbankan. Responsiveness terhadap kebutuhan nasabah serta kecepatan dan ketanggapan karyawan untuk menolong dan mengatasi masalah nasabah debitur untuk melayani nasabah dengan baik. Daya tanggap dapat diukur dengan mampu menyampaikan informasi dengan jelas, kecepatan dan ketepatan menyelesaikan keluhan, selalu siap membantu nasabah, kecepatan dan ketanggapan dalam pelayanan.

(34)

dengan kepuasan nasabah adalah : daya tanggap (responsiveness) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap daya tanggap (responseiveness) maka kepuasan nasabah juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi nasabah akan daya tanggap (responsiveness) buruk maka kepuasan nasabah juga semakin rendah. Penelitian yang dilakukan Agung dan gunarsih (2004) menyebutkan bahwa variable daya tanggap (responsiveness) berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Karanganyar. Penelitian yang dilakukan Atmawati dan Wahyudi (2007) dalam judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall” dan Hartono (2006), yang berjudul “Analisis Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah PT.Bank Jateng Cabang Purworejo” juga mendapat hasil yang sama. Berdasarkan telaah teoritis yang disampaikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan suatu hipotesis yang mewakili pengaruh antara daya tanggap (responsiveness) dengan kepuasan nasabah, sebagai berikut :

H4 : Responsiveness berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Semakin tinggi kualitas layanan Daya Tanggap maka semakin tinggi kepuasan.

5) Pengaruh Empati (Emphaty) Terhadap Kepuasan Nasabah

(35)

diukur dengan mempunyai rasa peduli terhadap permasalahan yang dihadapi nasabah, karyawan dapat berkomunikasi dengan baik, perhatian secara individual kepada nasabah dan memahami kebutuhan nasabah agar nasabah dapat merasa dihargai. Parasuraman (Assauri, 2000) menyatakan ada 10 bagian yang dapat menjadi penentu kualitas pelayanan kepada pelanggan, salah satunya adalah courtesy, dalam kegiatan ini adanya suatu nilai moral yang dimiliki oleh karyawan yang memberikan pelayanan kepada pelanggan yang tercermin dati pribadi karyawan seperti sikap sopan dalam memberikan pelayanan, sehingga karyawan mampu memenangkan hati pelanggan. Adanya rasa simpati dari pihak pengelola bank merupakan alat utama dalam memenuhi harapan nasabah untuk diperlakukan secara istimewa tersebut. Dengan demikian rasa perhatian dari pihak pengelola bank dalam melayani nasabah merupakan nilai lebih bagi nasabah. Hal ini akan menambah kepuasan mereka terhadap kualitas pelayanan bank. Hubungan empati (emphaty) dengan kepuasan nasabah adalah : empati (emphaty) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Semakin baik persepsi pelanggan terhadap empati (emphaty) maka kepuasan nasabah juga akan semakin tinggi. Dan jika persepsi nasabah akan empati (emphaty) buruk maka kepuasan nasabah juga semakin rendah.

(36)

H5 : Emphaty berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Semakin tinggi kualitas layanan Empati maka semakin tinggi kepuasan.

6) Hubungan Kepuasan Nasabah Terhadap Loyalitas

Kepuasan konsumen merupakan salah satu unsur utama dalam upaya mempertahankan konsumen yang ada atau menarik konsumen yang baru (Kotler & Amstrong, 2003). Jakpar (2012) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang membandingkan antara kesan kinerja suatu produk dengan harapannya. Griffin (2005) menjelaskan bahwa kepuasan sering dipandang sebagai dasar munculnya loyalitas. Pembeli yang puas akan memberitahukan kepada orang lain dan melakukan pembelian ulang (loyal), apabila terjadi ketidakpuasan menyebabkan orang cenderung beralih pada produk.

Menurut Hwang (2012) loyalitas merupakan indikator kunci dari keberlanjutan merek karena konsumen menjadi loyal kepada merek dan membuat konsumen kecil kemungkinan beralih ke merek pesain, bahkan ketika pesaing menawarkan lebih banyak manfaat. Loyalitas konsumen terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan suatu perusahaan tercermin dari kebiasaan konsumen melakukan pembelian barang atau jasa secara terus menerus (Musanto, 2004).

Bagi perusahaan, loyalitas konsumen memberikan nilai tinggi bagi inisiatif kepedulian pelanggan, yaitu lebih murah untuk mempertahankan pelanggan. Mempertahankan pelanggan lebih mudah daripada menarik pelanggan baru yang loyalitasnya belum terbukti.

(37)

Industry in Hong Kong” dan penelitian yang dilakukan oleh Rai dan Medha, (2013) dengan judul “The Antecedents of Customer Loyalty: An Empirical Investigation in Life Insurance Context” menunjukakan bahwa variabel kepuasan memberikan pengaruh positif secara signifikan Loyalitas Pelanggan.

H6 : Kepuasan nasabah berpengaruh positif terhadap loyalitas. Semakin tinggi kepuasan nasabah maka semakin tinggi loyalitas nasabah.

7) Hubungan Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Nasabah

Jika proses kualitas pelayanan itu terjadi berulang - ulang, berkelanjutan dan dipupuk secara terus menerus maka akan memberikan kepuasan pada pelanggan sesuai harapan. Untuk itu diperlukan upaya yang lebih dimana perusahaan melihat lebih jauh ke depan, tidak hanya sekedar memberikan kepuasan kepada pelanggan tetapi juga menciptakan pelanggan menjadi loyal kepada perusahaan.

Menurut Assauri (2003: 40) dalam Tuhu (2006) lembaga keuangan yang berhasil dalam perannya pada pelayanan nasabah (customer service) yang dapat memberikan kepuasan nasabah (customer satisfaction) dan loyalitas nasabah (customer loyalty). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pembentukan dan pembinaan kualitas pelayanan organisasi melalui service excelence.

Parasuraman et.al (1998: 36) menemukan hubungan positif dan signifikan antara persepsi kualitas pelayanan dengan keinginan untuk merekomendasikan kepada orang lain. Unsur loyalitas lain yang diwujudkan dalam komunikasi pengalaman positif seseorang.

(38)

Berdasarkan tinjauan pustaka seperti yang diuraikan diatas, maka kerangka pemikiran yang dikembangkan pada penelitian ini adalah:

H1 : Kualitas Kehandalan (Reliability) yang baik berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.

H2 : Kualitas Pelayanan Jaminan (Assurance) yang baik berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.

H3 : Kualitas Sarana Fisik (Tangible) yang baik berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.

H4 : Kualitas Daya Tanggap (Responsiveness) yang baik berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah

H5 : Kualitas Empati (Emphaty) yang baik berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.

Referensi

Dokumen terkait

Namun sejauh apa seorang mahasiswa memiliki pendapat dan pandangan terhadap smartphone yang dimilikinya, sehingga sejauh apa memberi umpan-balik positip

Pelayanan yang dilkukan oleh katering mazter selama ini masih menggunakan sistem penjualan manual, dimana pemilihan kategori masakan, penyimpanan data makanan, pemesanan dan

Pengertian kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W.J.S Poerwadaminta yaitu perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka pada seseorang.

This research integrates existing LOD 2 building models and multiple close-range images for façade structural lines extraction.. The major works are orientation determination

3.2.1 Tuliskan rata-rata masa studi dan rata-rata IPK lulusan selama tiga tahun terakhir dari mahasiswa reguler bukan transfer untuk tiap program studi S1 yang dikelola oleh

Detailed shape (3D) Distances. Normal vector

(1) PIHAK KESATU dengan Surat Perintah Kerja ini memberikan kewenangan kepada PIHAK KETIGA, dan PIHAK KETIGA menerima kewenangan dari PIHAK KESATU untuk mengelola

(1) PIHAK KESATU dengan Surat Perintah Kerja ini memberikan kewenangan kepada PIHAK KETIGA, dan PIHAK KETIGA menerima kewenangan dari PIHAK KESATU untuk mengelola