Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Delirium
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Oleh kelompok 2
1. Septina Wahyu N 14612596 2. Wahyu Wijanarko 14612589 3. Wahyu Galih S 14612573
4. Azhari A 14612599
5. Pricillia Maharani 14612583 6. Vivi Vitriana 14612601
7. Alma Tria A 14612593
8. Dicky Agung 14612603
9. Siti Umayah 14612607
10. Lilis Stiyani 14612605
11. Fatchtin 14612604
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2016
Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul “Keperawatan Gerontik” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan yang dibimbing oleh Rika Maya Sari,M.Kes
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
2. Yayuk Dwi Rahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku kaprodi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
3. Rika Maya Sari, M.Kes selaku Dosen pembimbing mata kuliah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
4. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moral maupun material.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Ponorogo, Oktober 2016 Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Tujuan...1
BAB II PEMBAHASAN...3
2.1 Konsep Dasar Derilium ...3
2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ...7
BAB III PENUTUP...19
3.1 Kesimpulan ...19
Daftar Pustaka ...20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk prosesmengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran penting dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana proses tersebut melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang semua atau beberapa kejadian yang pernahh dialami. Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan , dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini penting pada kemapuan inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpretasikan lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan nama pada beberapa hal.
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak yanglebih tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada kemampuan individu untuk melakukan funsi sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atautidak mampu melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine & lyness,2000 dalam Aggraini, 2014). Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi Demensia dan Delirium.Banyak orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan Depresi. Juga tentangrespon kognitif yang maladaptive pada seseorang. Hal ini merupaka tugas perawatsebagai tenaga professional yang mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan asuhankeperawatan khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas olehkelompok kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasienpada semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut.
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat disertaifluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain atauberhubungan dengan penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain terganggusehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat. Sebagian besardemensia merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan demensia Rara, (2016).
1. Apa pengertian dari Delirium? 2. Apa Epidemologi Delirium? 3. Manifestasi klinis Delirium? 4. Etiologi Delirium?
2. Apa saja macam-macam Delirium?
3. Apa perbedaan dari Delirium dan Demensia?
4. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi dari gangguan kognitif (demensia dandelirium? 5. Bagaimana proses pembuatan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien dengan Demensia dan
Delirium? 1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah 1.3.1 Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik pada semester 5. Dandiharapkan untuk dapat memahami tentang asuhan keperawatan jiwa
khususnyapada klien dengan gangguan kognitif. 1.3.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami tentang Delirium
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang macam-macam dari Delirium 3. Mahasiswa mampu memahami tentang perbedaan dari Delirium
4. Mahasiswa mampu memahami faktor apa saja yang mempengaruhi dariganggua kognitif (delirium)
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Derilium
2.1.1 Definisi Delirium
Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara dari fungsi sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam Septian, 2015). Istilah delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara klinis ditandai oleh periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi, mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam memberikan respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba), halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan stimulasi autonom. Gangguan perhatian, penting pada keadaan bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak. Agitasi delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut menjadi keadaan bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan oleh adanya halusinasi yang gembira dari delirium tremens yang menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher dkk, 1999 dalam Aggraini, 2014).
2.1.2 Etiologi
Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi dibedakan dengan faktor presipitasi. Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium, sedangkan faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami delirium. Faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti demensia, umur lanjut, kecelakaan otak seperti stroke, penyakit parkinson, gangguan penglihatan dan pendengaran, ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan alkohol, isolasi sosial, depresi, gangguan sensorik dan gangguan multiple lainnya, dan riwayat delirium post-operative sebelumnya.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium. Termasuk perubahan lingkungan (perpindahan ruangan), pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia, imobilisasi, malagizi, dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014). 2.1.3 Gambaran Klinis
Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang mulainya sangat cepat (biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan cenderung berfluktuasi, dengan perubahan tingkat kesadaran, ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan bahasa) atau terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan oleh demensia. Lebih lanjut, terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum, atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam Aggraini, 2014).
kewaspadaan: bangun, tidur, atau koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek sebagai kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek bangun dan sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat diperiksa jika subyek minimal memiliki tingkat kesadaran tertentu (Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam Septian, 2015).
Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi paling awal, yang sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat stimulasi lingkungan berada pada titik terendah. Tingkat kesadaran dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang sama, atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk atau gangguan tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar benar mengantuk, letargi, atau bahkan semi-koma pada kasus yang lebih berat.
2.1.4 Peranan Proses Penuaan pada Delirium
pasien usia lanjut adalah lower cognitive reserves, kapasitas metabolik yang rendah, peningkatan sensitivitas terhadap obatan dan rendahnya threshold terhadap efek obat-obat antikoloinergik.
Beberapa mekanisme utama yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya delirium pada usai lanjut:
1. Kehilanagn sel saraf terutama pada lokus coereleus dan substantia nigra. 2. Perubahan pada berbagai sistem neurotransmitter.
3. Penurunan intergritas white matter yang berhubungan dengan usia.
4. Penurunan aliran darah otak, terutama pada gyrus cingulate anterior, basal
ganglia bilateral, bagian prefrontal kiri, bagian frontal lateral kiri dan bagian temporal superior kiri, dan korteks insular.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan I. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan alamat. 2. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
3. Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis, alkohol, atau obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan data terganggu.
4. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).
5. Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun, takikardia, febris, berat badan menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak mau makan. 6. Psikososial
2) Penentu kebijakan di dalam keluarga b. Konsep diri
1) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit.
2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu deman individu tidak tahun dengan jelas
perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan sumber yang cukup.
4) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada. 5) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga
dirinya rendah karena kegagalannya. c. Hubungan social
Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
d. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan kepercayaannya. e. Status mental
1) Penampilan 2) Pembicaraan
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih sulit dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang-ulang satu topik atau bahasan, berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett, 1996).
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
7. Alam perasaan dan afek
Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan tidak dapat diperkirakan. rentang respons emosional yang luas mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia, dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.
8. Persepsi
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan: klien melihat benda-benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi klien lainnya benar-benar meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat diyakinkan hal yang sebaliknya.
9. Proses pikir
Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
10. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi pada orang, tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi dan dapat berfokus pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna seprai atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang, atau mispersepsi sensorinya.
11. Memori
(DSM-IV-TR,2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu melakukan hal-hal yang diminta.
12. Kemampuan penilaian
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat menyadari situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya, klien mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine secara berulang-ulang sehingga menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting. 13. Daya tilik diri
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami delirium ringan dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan tetapi, klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik dalam situasi ini.
14. Kebutuhan klien sehari-hari a. Tidur
Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
b. Selera makan
Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit, karena putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi penurunan berat badan. c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
d. Mekanisme koping
II. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS :
Keluarga mengatakan bahwa klien kadang melihat bayangan yang mendekati dirinya di setiap ruangan yang bercahaya minimal.
Keluarga kadang
memegangi klien dikala sedang gelisah dan tidak enak duduk dan tidur serta berkeinginan untuk melepaskan jarum infus yang terpasang
DO :
Klien ketika didekati perawat mengatakan bahwa ditempat terpasangnya infus ada kecoa yang hinggap. Klien nampak gelisah, berontak, ngomel-ngomel, tidak enak duduk dan tidak enak tidur, mata merah Kontak mata klien saat bertatap muka kurang dan kadang salah mengucapkan namanya bila diajak berkenalan
Terdapat luka lecet pada daerah dahi dan pelipis bekas garukan
Harga diri rendah Isolasi sosial : menarik diri
Perubahan sensori persepsi (halusinasi penglihatan)
Disorganisasi dan tidak masuk akal
Meyakini bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata Resiko tinggi men-cederai diri, orang lain dan lingkungan sekitar
Resiko tinggi men-cederai diri, orang lain dan lingkungan sekitar
DS :
Keluarga mengatakan sudah dua hari ini klien tidak mau makan dan kalau mau hanya bisa menghabiskan makan dua atau tiga suap
Putus asa
Merasa tidak berharga Tidak nafsu makan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
nasi yang disajikan DO :
Berat badan menurun, membran mukosa kering dan terjadi kelemahan DS :
Keluarga mengatakan klien kadang-kadang berbicara sendiri dengan nada yang agak keras
Klien gelisah DO :
Kurang rasa percaya pada
orang lain, sukar
berinteraksi dengan orang lain, komunikasi yang tidak realistik, kontak mata yang kurang.
Harga diri rendah Kegagalan mempertahankan komunikasi dengan orang lain
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Isolasi Sosial : Menarik Diri
DS :
Keluarga mengatakan klien sudah dua hari belum mandi Klien kadang-kadang masih ngompol dan kadang bilang kalau ingin kencing dengan menggunakan pispot
DO :
Kemauan yang menurun, penampilan kurang rapi dan muka agak kusut
Celana nampak sedikit basah
Gangguan perilaku psikomotor (lesu dan letargi dengan sedikit gerakan)
Keterbatasan aktivitas Kemauan perawatan kebersihan diri menurun
Penampilan tidak rapi Defisit perawatan diri
Defisit perawatan diri
III. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri,orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi 2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah
4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
5. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat
IV. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi.
Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. TUK :Dalam 2 minggu klien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan kegelisahan
dan melaporkan pada perawat agar dapat diberikan intervensi sesuai kebutuhan. TUM :Klien tidak akan membahayakan diri, orang lain dan lingkungan selama di rumah
sakit.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan agar lingkungan klien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana dan tingakat kebisingan yang rendah)
Tingkat ansietas atau gelisah akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.
2. Ciptakan lingkungan psikososial : a. Sikap perawat yang bersahabat,
penuh perhatian, lembuh dan hangat. b. Bina hubungan saling percaya
(menyapa klien dengan ramah, memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
c. Tunjukkan sikap perawat yang bertanggung jawab
Lingkungan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi kemampuan perasaan kenyataan.
3. Observasi secara ketat perilaku klien (setiap 15 menit)
Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa kien berada dalam keadaan aman
4. Kembangkan orientasi kenyataan: a. Bantu kien untuk mengenal
persepsinya.
b. Beri umpan balik tentang perilaku klien tanpa menyokong atau membantah kondisinya.
c. Beri kesempatan untuk mengungkapkan persepsi dan daya orientasi
lingkungan.Klien yang berada dalam keadaan gelisah, bingung, klien tidak menggunakan
benda-benda tersebut untuk
membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
5. Lindungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi:
a. Kaji halusinasi klien
b. Lakukan tindakan pengawasan ketat, upayakan tidak melakukan pengikatan.
Klien halusinasi pada faase berat tidak dapat mengontrol perilakunya. Lingkungan yang aman dan pengawasan yang tepat dapat mencegah cedera.
6. Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap tahap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi.
Klien yang sudah dapat mengontrol halusinasinya perlu sokongan keluarga untuk mempertahnkannya. 7. Berikan obat-obatan antipsikotik sesuai
dengan program terapi (pantau keefektifan dan efek samping obat).
Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi.
Diagnosa 3: Kurangnya interaksi sosial (isolasi sosial) berhubungan dengan sistem pendukung yang tidak adekuat dan harga diri yang rendah
TUK :Klien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayai dalam 1 minggu
TUM :Klien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama klien lainnya dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan terapeutik:
a. Bina hubungan saling percaya (menyapa klien dengan ramah, memanggil nama klien, jujur , tepat janji, empati dan menghargai).
b. Tunjukkan perawat yang bertanggung jawab.
c. Tingkatkan kontak klien dengan lingkungan sosial secara bertahap.
Lingkungan fisik dan psikososial yang terapeutik akan menstimulasi
kemmapuan klien terhadap kenyataan.
Temani klien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin mnerupakan hal yang sukar bagi klien.
menjadi orang yang berguna.
3. Orientasikan klien pada waktu, tempat dan orang.
Kesadaran diri yang meningkat dalam hubungannya dengan lingkungan waktu, tempat dan orang.
4. Berikan obat anti psikotik sesuai dengan program terapi.
Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-tanda agitasi
Diagnosa 4: Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktifitas
TUK : Klien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu
TUM : Klien ampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemosntrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
INTERVENSI RASIONAL
1. Dukung klien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuan kien.
Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan meningkatkan harga diri.
2. Dukung kemandirian klien, tetapi beri bantuan klien saat kurang mampu melakukan beberapa kegiatan.
Kenyamanan dan keamanan klien merupakan prioritas dalam keperawatan.
3. Berikan pengakuan dan
penghargaan positif untuk kemampuan mandiri.
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung terjadinya pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkrit, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut kien sulit untuk dilakukaknya.
Karena berlaku pikiran yang konkrit, penjelasan harus diberikan sesuai tingkat pengetian yang nyata.
5. Jangan membiarkan klien memikul tanggung jawab atas keputusan atau tindakan apabila klien dalam keadaan tidak aman.
Keamanan klien merupakan suatu prioritas. Klien mungkin tidak mampu membedakan secara akurat tindakan atau situasi yang potensial membahayakan
6. Apabila diperlukan batasan perilaku atau tindakan klien, jelaskan batasan, konsekuensi, dan alasannya dengan jelas dalam batasan kemampuan klien untuk memahaminya.
7. Libatkan klien dalam membuat rencana atau keputusan sesuai kemampuannya untuk berpartisipasi.
Kepatuhan terhadap terapi meningkat apabila klien terlibat secara emosional didalamnya.
8. Berikan umpan balik faktual terhadap mispersepsi, waham, atau halusinasi klien
Klien harus menyadari perilakunya sebelum klien dapat mengambil tindakan untuk memodivikasi perilaku tersebut.
9. Sampaikan kepada klien dengan cara yang sesuai dengan fakta bahwa orang lain tidak terlibat dalam interpretasi klien.
Ketika diberikan umpan balik dengan cara yang tidak menghakimi, klien dapat merasa perasaannya tervalidasi , sementara bahwa orang lain tidak berespon terhadap stimulus yang sama dengan cara yang sama.
10. Kaji klien setiap hari atau lebih sering apabila diperlukan untuk mengetahui tingkat fungsinya
Klien yang mengalami masalah organik cenderung sering mengalami fluktuasi kemampuan.
11. Izinkan klien untuk mengambil
keputusan sesuai dengan
kemampuannya.
Pengambilan keputusan mening-katkan partisipasi, kemandirian, dan harga diri klien.
12. Bantu klien untuk menyusun kegiatan rutin harian, yang mencangkup hygiene, aktivitas, dsb.
Aktivitas yang rutin atau yang menjadi kebiasaan klien yang tidak membutuhkan keputusan yang terus-menerus tentang apakah melakukan tugas tertentu atau tidak.
Diagnosa 5: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat
TUK : Klien dapat mencapai berat badan normal
Hasil laboratorium elektrolit serum klien akan kembali dalam batas normal dalam 1 minggu.
TUM : Klien tidak memperlihatkan tanda-tanda /gejala malnutrisi saat pulang.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor masukan, haluaran dan jumlah kalori sesuai kebutuhan.
Informasi ini penting untuk membuat pengkajian nutrisi yang akurat dan mempertahankan keamanan klien.
2. Timbang berat badan setiap pagi sebelum bangun
Kehilangan berat badan merupakan informasi penting untuk mengethui perkembangan status nutrisi klien.
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup bagi kesehatan dan proses penyembuhan.
Klien mungkin tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau akurat berkenaan dengan kontribusi nutrisi yang baik untuk kesehatan.
4. Kolaborasi
a. Dengan ahli gizi untuk menyediakan makanan dalam porsi
Kolaborasi :
a. Klien lebih suka menghabiskan makan yang disukai oleh klien.
yang cukup sesuai dengan kebutuhan.
b. Pemberian cairan perparenteral (IV-line)
c. Pantau hasil laboraotirum (serum elektrolit)
yang tidak, kurang dalam mengintake makanan.
c. Serum elektrolit yang normal menunjukkan adanya homestasis dalam tubuh.
5. Sertakan keluarga dalam memnuhi kebutuhan sehari-hari (makan dan kebutuhan fisiologis lainnya)
Perawat bersama keluarga harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan secara adekuat.
Menurut Sheila L. Videbeck (2008) pada pasien delirium selain dibutuhkan intervensi seperti demikian juga dibutuhkan penyuluhan kepada klien atau keluarga antara lain:
1. Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat 2. Kunjungi dokter secara teratur
3. Beritahukan semua dokter dan pemberi perawatan kesehatan tentang obat-obat yang digunakan termasuk obat bebas, suplemen diet, dan sediaan herbal.
4. Periksa ke dokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan. 5. Hindari penggunaan alkohol dan obat penenang.
6. Pertahankan diet yang bergizi 7. Tidur yang cukup
V. Evaluasi
Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan klien ke tingkat fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga perlu memahami praktik perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah rekurensi delirium. Hal ini dapat mencakup pemantauan kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat- obatan dengan cermat atau berhenti menggunakan alkohol dan obat lain.
Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup: 1. Klien akan bebas dari cedera.
2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memiliki banyak penyebab yang semuanya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien.
2. Penyebab utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, serta intoksikasi maupun keadaan putus zat psikoaktif.
3. Penegakan diagnosis delirium yang diinduksi zat psikoaktif dapat ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan EEG. 4. Tatalaksana dapat berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis terdiri
DAFTAR PUSTAKA
Aggraini, Ratih H. 2014. Asuhan Keperawatan Delirium. www.scibd.com Diakses 18 Oktober 2016
Rara, Maisura. 2016. Konsep Asuhan Keperawatan. www.academia.edu Diakses 18 Oktober 2016