Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 1 Uji Kualitatif Ion Natrium (Na) pada Sampel Buah Kiwi, Stroberi dan Timun dalam
Bentuk Infused Water
Sistha Anindita Pinastika Heningtyas
Laboratorium Analisis Fisikokimia, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinangor, Sumedang, Indonesia Email: preciousistha@yahoo.com
Abstrak
Infused water juga biasa disebut dengan detox water. Infused water dapat terdiri dari kombinasi buah, sayuran dan herba yang direndam di dalam air dingin. Penelitian telah membuktikkan bahwa meminum air biasa dapat meningkatkan proses metabolisme pada tubuh manusia dan meminum infused water uah untuk mengurangi berat badan dapat menjadi cara yang mudah untuk meningkatkan konsumsi air. Uji kualitatif ion natrium pada sampel infused water yang mengandung buah kiwi, stroberi dan timun menunjukkan bahwa buah kiwi, stroberi dan timun tidak mengandung ion natrium. Hal ini sesuai dengan literatur, di mana logam yang terkandung dalam buah kiri, stroberi dan timun adalah logam kalium. Kata kunci: Infused water, natrium, kalium
Abstract
Infused water also called detox water. Infused water can generally be any combination of fruits, vegetables, and herbs immersed in cold water. Studies have shown that drinking water naturally boosts metabolism process in human body and drinking fruit infused water for weight loss can be an easy way to increase your water intake. Qualitative analysis of sodium
ion in infused water of kiwi, strawberry and cucumber shows that they do not produce sodium. As shown in literature, kiwi, strawberry and cucumber do not produce sodium, but produce potassium.
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 2 Pendahuluan
Sebuah fotometer nyala adalah alat yang digunakan dalam analisis kimia
anorganik untuk menentukan konsentrasi ion logam tertentu, di antaranya natrium,
kalium, lithium dan kalsium. Fotometri nyala adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran besaran emisi sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang di pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan nyala dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari komponen logam tersebut (Harvey, 2000).
Sebagai contoh logam natrium menghasilkan pijaran warna kuning, kalium memancarkan warna ungu, seadngkan litium memancarkan sinar merah bila dibakar dalam nyala. Hal inilah yang telah dimanfaatkan untuk maksud identifikasi unsur alkali tersebut. Besaran intensitas sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan
unsur dalam larutan, sehingga metoda flame fotometer digunakan untuk tujuan kuantitatif dengan mengukur intensitasnya secara relatif. Metoda ini menggunakan foto sel sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan gas propana atau elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air sehingga yang tersisa hanyalah kandungan logam (Harvey, 2000).
Fotometri nyala didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar unsur akan tereksitasi dalam suatu nyala
pada suhu tertentu serta memancarkan emisi radiasi untuk panjang gelombang
tertentu. Eksitasi terjadi bila lektron dari atom netral keluar dari orbitalnya ke orbital yang klebih tinggi. Dan bila terjadi eksitasi atom,ion molekul akan kembali ke orbital semula dan akan memancarkan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Prinsip dari fotometri nyala ini adalah pancaran cahaya elektron yang tereksitasi yng kemudian kembali kekeadaan dasar (Horwitz, 1990).
Dipancarkannya warna sinar yang berbeda-beda atau warna yang khas oleh tiap-tiap unsur adalah disebabkan oleh karena energi kalor dari suatu nyala-nyala elektron dikulit paling luar dari unsur-unsur tersebut tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi, yang dibolehkan. Pada waktu elektron-elektron tereksitasi kembali ke tingkat
dasar, akan diemisikan foton yang energinya (Klutts dan Scott, 2006).
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 3 Penentuan kandungan natrium dan
kalium dapat dianalisis menggunakan metode fotometri nyala. Metode ini
digunakan dalam analisis kadar natrium dan kalium karena unsur tersebut mudah
tereksitasi dan memancarkan sinar karakteristik dengan intensitas yang cukup tinggi untuk dideteksi oleh fotosel (Horwitz, 1990).
Prinsip kerja Flame Emission Spectroscopy (FES) adalah sampel akan dibakar menggunakan flame atau api hingga menjadi gas. Panas dari flame akan menguapkan larutan dan memutus ikatan kimia untuk membentuk atom yang bebas. Energy panas juga mengeksitasi atom ke
excited state yang akan mengemisikan cahaya ketika atom-atom tersebut kembali ke ground state. Setiap elemen akan mengemisikan panjang gelombang yang spesifik dan terdispersi melalui grating atau prisma dan terdeteksi di spektrometer (Jobsheet, 2012).
Dalam FES, larutan sampel diubah
menjadi aerosol halus (ternebulasi) dan dilewatkan ke dalam api, dimana akan terjadi proses desolvasi, vaporisasi dan atomisasi dalam waktu yang cepat. Selanjutnya atom dan molekul naik ke keadaan tereksitasi melalui tabrakan termal dengan konstituen yang telah menjadi gas. Setelah kembali ke keadaan dasar, molekul akan memancarkan radiasi emisi yang berkarakter dari komponen sampel.
Radiasi yang dipancarkan melalui monokromator yang mengisolasi panjang gelombang tertentu untuk analisis yang
diinginkan. Fotodetektor akan mengukur kekuatan radiasi yang dipilih, kemudian
akan diperkuat dan dikirim ke read out meter (Harvey, 2000).
Ion natrium, kalium, litium, atau sesium bila mengalami pemanasan akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (natrium berwarna kuning dengan panjang gelombang 589 nm, kalium berwarna ungu dengan panjang gelombang 768 nm, lithium pada panjang gelombang 671 nm, dan sesium pada panjang gelombang 825 nm). Pancaran cahaya akibat pemanasan ion dipisahkan dengan filter dan dibawa ke detektor sinar (Klutts dan Scott, 2006).
Metode
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang pengaduk,
beaker glass, botol vial, gelas ukur, kertas perkamen, mikroskop, pH indikator, pipet tetes dan tabung reaksi.
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 4 Pembuatan Infused Water
Buah-buahan yang telah dipotong-potong ditambahkan air hingga terendam
seluruhnya. Didiamkan selama 12 jam hingga sari buah tertarik ke dalam air.
Uji pH
Dilakukan uji pH dengan pH indikator dimasukkan ke dalam infused water dari masing-masing sampel. Dicatat pH masing-masing sampel.
Uji Kualitatif Ion Natrium dalam Sampel
Sampel yang akan dianalisis, yaitu infused water dari buah kiwi, stroberi dan timun, diambil beberapa bagiannya. Selanjutnya ditambahkan 1 tetes larutan ammonium oksalat 0.4 M dan 1 tetes larutan ammonium sulfat 1 M, dikocok. Kemudian dimbil 2 tetes dari larutan tersebut dan ditambahkan larutan asam asetat 1M dan 5 tetes seng uranil asetat. Larutan dikocok dalam botol vial.
Pengamatan Mikroskopis
Dilihat endapan yang terbentuk. Jika
terdapat endapan, endapan dari larutan diamati, kemudian dilihat di bawah mikroskop
Hasil dan Pembahasan Hasil
Uji pH
No. Sampel pH
1 Kiwi 5
2 Stroberi 4
3 Timun 7
Tabel 1. Nilai pH sampel buah dalam
infused water
Hasil Uji Kualitatif dan Pengamatan Mikroskopis
Dari hasil pengujian yang dilakukan, tidak terbentuk endapan dari larutan. Tidak adanya endapan ini menyebabkan tidak terbentuknya kristal di bawah mikroskop.
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai pH dari masing-masing sampel buah dalam infused water dengan menggunakan pH indikator universal. Indikator universal merupakan campuran dari beberapa idikator yang memiliki perubahan warna berbeda, sehingga semua perubahan warna itu menyatu dan sebagai hasilnya, indicator universal ini memilki perubahan
dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 5 terbentuk kemudian dicocokkan atau
dibandingkan dengan warna standar yang sudah diketahui nilai pH-nya. Dengan
mengetahui nilai pH maka dapat ditentukan apakah larutan bersifat asam,
basa atau netral.
Dari hasil pengujian pH, diketahui bahwa sampel kiwi dan stroberi bersifat asam karena kiwi memiliki pH sebesar 5 dan stroberi memiliki pH sebesar 4.
Sementara sampel timun bersifat basa karena memiliki pH 7.
Sedangkan pada pengujian kualitatif ion natrium pada sampel buah kiwi, stroberi dan timun, tidak ada ion natrium yang terdeteksi yang ditandai dengan tidak adanya endapan yang terbentuk. Hal ini terjadi karena menurut literatur, buah kiwi, stroberi dan timun tidak mengandung ion natrium, melainkan mengandung ion kalium, sementara pengujian kualitatif ion kalium tidak dilakukan karena tidak adanya reagen.
Timun adalah salah satu sayuran yang sangat rendah kalori, yaitu hanya 15 kalori per 100 g, dan tidak mengandung lemak jenuh atau kolesterol. Timun juga merupakan sumber kalium yang sangat baik dan elektrolit penting. Menurut literatur, timun seharusnya bersifat basa
atau alkalis, namun menurut hasil pengujian dalam praktikum, sampel timun
bersifat netral. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengotor pada timun.
Kiwi adalah sumber mineral yang
sangat diperlukan untuk mempertahankan stamina. Kiwi mengandung elektrolit
(mineral) yang sangat penting untuk pergantian kehilangan elektrolit tubuh akibat keluarnya keringat selama kerja keras, olahraga, atau cuaca panas. Menurut literatur, kiwi bersifat basa. Namun saat dilakukan pengujian pH pada sampel kiwi, diperoleh nilai pH yang bersifat asam. Hal ini dapat terjadi karena kiwi mengandung pengotor.
Mineral utama yang terkandung dalam kiwi adalah kalium (potasium), magnesium, kalsium, tembaga, seng, mangan, dan fosfor. Kandungan kalium pada kiwi adalah 5,4 mg/kalori, lebih tinggi dibandingkan pisang (4,2 mg/kalori), dan sedikit lebih rendah dibandingkan pepaya (6,6 mg/kalori) dan apricot (6,2 mg/kalori).
Timun dan kiwi yang seharusnya
bersifat basa dapat dikonsumsi untuk menurunkan asam dalam tubuh. Bila tubuh manusia bersifat asam, maka tubuh akan mulai sakit, yaitu pada tingkat pH 6,9 tubuh mulai rentan terhadap infeksi virus yang umum seperti demam, batuk dan flu.
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 6 mengonsumsi buah ini. Adanya kandungan
kalium yang cukup tinggi ini berfungsi untuk menurunkan efek natrium di dalam
tubuh yang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi.
Kalium penting untuk menjaga fungsi otot dan gerak reflek sistem saraf. Kalium juga berperan menjaga keseimbangan air di dalam tubuh. Kalium juga diyakini sebagai mineral penurun tekanan darah tinggi. Di lain pihak, kiwi hampir tidak mengandung unsur natrium, yang oleh sebagian peneliti diakui sebagai pemicu terjadinya tekanan darah tinggi.
Penentuan kandungan natrium dan kalium dalam sampel air dapat ditentukan dengan metode Spektroskopi Emisi Atom atau Atomic Emission Spectroscopy (AES). Alat yang digunakan adalah fotometer nyala yang memiliki prinsip seperti AES. Nyala merupakan sumber yang memiliki energi paling rendah dan mengeksitasi paling sedikit unsur (± 50 unsur logam).
Oleh karenanya AES digunakan
untuk unsur golongan alkali karena unsur-unsur golongan alkali elektronnya mudah tereksitasi, sedangkan unsur-unsur golongan lain membutuhkan panas lebih tinggi untuk dapat tereksitasi elektronnya sehingga tidak dapat menggunakan AES. Bedanya dengan Spektroskop Serapan Atom atau Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS), AES tidak
menggunakan sumber sinar.
Bahan dasar oksidan paling umum yang digunakan pada nyala adalah gas alam-udara atau propana-udara untuk
menetapkan unsur natrium dan kalium. Sampel dibakar dalam nyala yang
kemudian akan membuat atom-atom dalam sampel tersebut tereksitasi dan akan memancarkan sinar ketika kembali ke keadaan ground state.
Setiap atom mengemisikan cahaya yang spesifik yang kemudian akan terdispersi ke prisma dan dibaca oleh detektor. Intensitas cahaya yang dipancarkan ini merupakan fungsi konsentrasi. Oleh karenanya dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dalam penentuan kadar suatu atom dalam sampel. Spektrofotometri Serapan Atom atau
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 7 atom bebas yang menghasilkan absorpsi
dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas
karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas.
Metode spektroskopi emisi nyala atau Flame Emission Spectroscopy (FES) dapat digunakan untuk analisis kualitatif atau kuantitatif kadar logam Na dan K dalam sampel. Spektroskopi emisi nyala adalah alat yang digunakan dalam analisis kimia anorganik untuk menentukan konsentrasi ion logam tertentu, di antaranya Natrium, Kalium, Lithium dan Kalsium.
Prinsip dari FES ini adalah eksitasi atom. Setiap atom memiliki konfigurasi elektron yang berbeda maka energi yang dibutuhkan setiap atom untuk tereksitasi juga berbeda. Besarnya energi yang digarap oleh atom-atom kemudian yang dibebasakan kembali dalam bentuk pancaran (emisi).
Untuk analisis kuantitatif,
intensitas cahaya yang dipancarkan pada panjang gelombang elemen yang akan ditentukan. Besaran intensitas sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan unsur dalam larutan. Metode ini menggunakan foto sel sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan gas propana atau elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air
sehingga yang tersisa hanyalah kandungan logam.
Hasil pengukuran intensitas emisi
yang didapatkan akan sebanding dengan konsentrasi Na/K dalam sampel, bahwa
semakin besar konsentrasi Na/K pada larutan sampel, maka semakin besar juga intensitas emisi yang dihasilkan.
Kesimpulan
Fakultas Farmasi | Universitas Padjadjaran 8 Daftar Pustaka
1. Harvey, D. 2000. Modern Analytical
Chemistry. Boston: McGraw Hill. 2. Horwitz, W. 1990. Official Methods of
Analysis Association of Official
Analytical Chemists. USA: The Association of Official Analytical Chemists.
3. Jobsheet. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
4. Klutts, J. S. dan M. G. Scott. 2006. Tietz Text Book of Clinical Chemistry