PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI
Jeffry Todo Jeremia*, Dean Ariffa, Nurfah, Ria Devitasari (Army Novia)
Prodi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura
Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi, Pontianak 78124
*email : jeffryremia@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Penentuan Tetapan Pengionan secara
Spektrofotometri” yang bertujuan untuk menentukan tetapan pengionan indikator
metil merah secara spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu metode
analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh
suatu lajur larutan bewarna pada panjang gelombang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma dengan tabung foton hampa. Alat yang
digunakan pada metode spektrofotometri adalah spektrofotometer. Pada
percobaan ini digunakan beberapa sampel asam (HCl) dan basa (NaOH) yang
dimasukkan dalam sel sampel, kemudian spektrofotometer akan
menginformasikan nilai absorbansi, konsentrasi dan transmitasi pada variasi
panjang gelombang. Setelah dianalisis, data yang diperoleh dibuat grafik
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dan kemudian akan diperoleh
ketetapan pengionannya. Pada percobaan ini pengukuran absorbansi menggunakan λ =
400 ─ 500 nm.
Kata kunci :
spektrofotometri, spektrofotometer, absorbansi, panjang
gelombang
I.
DATA PENGAMATAN
A. Absorbansi Metil Jingga dengan suasana Asam pada Panjang
Gelombang 445 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.0125
0.025
0.0003125
0.000156
0.025
0.029
0.000725
0.000625
0.05
0.05
0.0025
0.0025
0.1
0.096
0.0096
0.01
∑ = 0.1875
∑ = 0.2
∑ = 0.0131375
∑ = 0.013281
B. Absorbansi Metil Jingga pada Suasana Basa pada Panjang Gelombang
445 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.005
0,067
0,000335
0.000025
0.01
0.297
0.00297
0.0001
0.02
0.250
0.005
0.0004
0.04
0.505
0.0202
0.0016
∑ = 0.075
∑ = 1,119
∑ =0,028505
∑
=¿
0.002
125
C. Absorbansi Metil Jingga dengan suasana Asam pada Panjang
Gelombang 430 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.0125
0.010
0.000125
0.000165
0.025
0.016
0.0004
0.000625
0.05
0.027
0.00135
0.0025
0.1
0.047
0.0047
0.01
∑ = 0.1875
∑ = 0.1
∑ = 0.006575
∑ = 0.013281
D. Absorbansi Metil Jingga pada Suasana Basa pada Panjang Gelombang
430 nm
II.
HASIL DAN PEMBAHASAN
.1 Pembahasan
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisa yang
didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu
lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
tabung foton hampa. Metode spektrofotometri memiliki keuntungan
yaitu dapat digunakan untuk menganalisa suatu zat dalam jumlah
kecil. (Harini, 2012)
x (c)
y (A)
xy
x
20.005
0.069
0.000345
0.000025
0.01
0.127
0.00127
0.0001
0.02
0.261
0.00522
0.0004
0.04
0.515
0.0206
0.0016
∑ = 0.075
∑ = 0,972
∑ =0.027435
∑
=¿
0.00212
5
Alat yang digunakan pada emtode spektrofotometri adalah
spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan
untuk menganalisa suatu senyawa baik kuantitatif maupun kualitatif,
dengan cara mengukur transmitan ataupun absorban suatu cuplikan
sebagai fungsi konsentrasi. Penentuan secara kualitatif berdasarkan
puncak-puncak yang dihasilkan pada spektrum suatu unsur tertentu
pada panjang gelombong tertentu. Sedangkan penentuan secara
kuantitatif berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan dari
spektrum senyawa kompleks unsur yang dianalisa dengan kompleks
unsur yang dianalisa dengan pengompleks yang sesuai. (Tipler,
1991)
Prinsip percobaan ini adalah mengikuti perbandingan nilai
indikator metil merah. Menentukan spektrum absorpi metil merah
dilakukan bentuk 1 yang berwarna merah dalam larutan asam dan
bentuk 2 yang berwarna kunging dalam larutan basa. Kemudian
dipilih dua panjang gelombang maksimum dan minimum.
Pembuatan larutan baku metil jingga 0,5 gram kristal metil
merah dilarutkan kedalam etanol 95% 300 mL kemudian diencerkan
hingga tepat 500 mL dengan menggunakan akuades. Etanol
digunakan dalam campuran tersebut dikarenakan metil merah lebih
mudah larut dibandingkan air. Kemudian diencerkan dengan akuades
untuk mengurangi konsentrasi campuran tersebut. Metil merah
ditemukan sebagai zwitter ion dalam air. Senyawa ini berupa I dalam
suasana asam (HMR). HMR pada kondisi berwarna merah dan
mempunyai dua bentuk resonansi. Apabila keduanya ditambakan
basa, sebuah ion akan hilang. Anion MR
-yang berwarna kuning.
Pembakuan larutan ataupun standarisasi merupakan suatu proses
yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suati
larutan. (Basset, 1994) Larutan baku adalah larutan yang
konsentrasinya telah diketahui, larutan baku kadang-kadang dapat
dibuat dari sejumlah solute yang diinginkan yang secara teliti
ditimbang dengan melarutkannya ke dalam volume larutan yang
secara teliti diukur volumenya. Cara ini biasanya tidak dapat
dilakukan, akan tetapi karena relatif sedikit reaksi kimia yang
diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan
analis akan ketelitiannya. Larutan baku terbagi menjadi dua, antara
lain larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku
primer adalah larutan yang diketahui secara tepat konsentrasinya
melalui metode gravimetri. Laruan baku primer biasanya dibuat
hanya sedikit, penimbangan yang dilakukan pun harus teliti, dan
dilarutkan dengan volume yang akurat. Larutan baku sekunder
adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasinya dengan larutan standar primer, biasanya melalui
metode titrimetri. (Oxtoby, 2001)
Berikutnya spektrum absorpsi bentuk asam, HMR ditentukan
dalam larutan HCl. 5 ml larutan standar + 10 ml, HCl 0,1 M dan
diencerkan hingga tetap 100 ml. Tujuan dari penambahan HCl pada
larutan standar karena HCl merupakan asam kuat yang terdisiosiasi
semprna dalam air sehingga absorbansi HMR pada suasana asam
yang telah diketahui.
C
15H
15N
3O
2+ HCl C
15H
16N
3O
2Cl
Spektrum absorpsi bentuk basa MR
-ditentukan dalam larutan
NaOH. 10 ml larutan standar + 25 ml NaOH 0,04 M dan diencerkan
hingga 100 ml. Tujuan dari penambahan NaOH pada larutan standar
sebagai pendisiosiasi dalam air dalam bentuk basa.
C
15H
15N
3O
2+ NaOH C
15H
16N
3O
3Na
Variasi konsentrasi dibuat pada percobaan ini. Tujuan dibuatnya
variasi konsentrasi adalah untuk mengetahui perubahan warna setiap
konsentrasi. Penggunaan metil merah adalah untuk mengetahui
perubahan warna basa. Perubahan warna basa yang terjadi adalah
pink. Semakin besar konsentrasi metil merah, maka semakin asam
larutan tersebut.
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa fraksi penyerapan
sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer
menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul
yang menyerap. Hukum Lambert-Beer dapat diketahui hubungannya
antara transmitasi, tebal cuplukan/media, dan konsentrasi.
Zwitter ion adalah senyawa yang memiliki sekaligus gugus
bersifat asam dan basa contohnya metil merah. Kondisi pH netral
zwitter ion dalam bermatan positif maupun bermuatan negatif.
Biasanya ion mudah larut dalam air karena memiliki muatan
(Sastrohamidjojo, 2001)
.2 Perhitungan
Pembuatan Larutan
A. Pembuatan Larutan NaOH 0,04 M
Dik
: V
NaOH= 100 ml
Mr NaOH = 40 gr/ml
Dit
: massa NaOH yang diperlukan?
Jawab :
M
=
massa NaOH
Mr NaOH
×
V
1000
(
ml
)
0,04
=
massa NaOH
40
gr
/
ml
×
1000
100
massa NaOH
=
4
×
0,04
=
0,16
gram
B. Pembuatan Larutan NaCH
3COO
Dik
: V = 100 ml
Mr NaCH
3COO = 82 gr/mol
Dit
: massa NaCH
3COO yang diperlukan?
Jawab : M =
massa NaCH
Mr NaCH
3
3
COO
COO
×
1000
V
0,04
=
massa NaCH
3
COO
82
gr
/
mol
×
1000
100
massa NaOH=8,2×0,04=0,328gram2.2.2 Pengenceran Larutan NaOH
A.
Pengenceran NaOH 2x
M
1V
1= M
2V
20,04
V
1
=
0,02
×
100
V
1=
2
0,04
=
50
ml
B.Pengenceran NaOH 4x
M
1V
1= M
2V
2 0,02V1=0,01×100V
1=
1
0,02
=
50
ml
C.Pengenceran NaOH 8x
M
1V
1= M
2V
20,01
V
1
=
0,005
×
100
V
1=
0,5
0,01
=
50
ml
2.2.3 Pembuatan HCl
Dik
: M
1= 0,1 M
M
2= 12,063 M
V
1= 100 ml
Dit
: V
2?
Jawab : M
1V
1= M
2V
20,1
×
100 = 12,063 V
2V
2=
10
12,063
=
0,829
ml
A.Pengenceran HCl 2x
M
1V
1= M
2V
2 0,1V1=0,05×100V
1=
5
0,1
=
50
ml
B.Pengenceran HCl 4x
M
1V
1= M
2V
20,05
V
1
=
0,025
×
100
V
1=
2,5
0,05
=
50
ml
C.Pengenceran HCl 8x
M
1V
1= M
2V
2 0,025V1=0,0125×100V
1=
1,25
0,025
=
50
ml
2.2.4 Pembuatan Asam Asetat 0,1 M
Dik
: M
1= 17,49 M
M
2= 0,1 M
V
2= 250 ml
Dit
: V
2?
Jawab : M
1V
1= M
2V
217,49 V
1= 0,1
×
250
V
1=
25
17,49
=
1,43
ml
A.Pembuatan 0,05 M Asam Asetat
M
1V
1= M
2V
2 0,1V1=0,05×250V
1=
12,5
0,1
=
125
ml
B.
Pengenceran 0,01 M Asam Asetat
M
1V
1= M
2V
20,05
V
1
=
0,01
×
250
V
1=
2,5
0,05
=
50
ml
2.2.5 Penentuan Indeks Absorbansi Menggunakan Regensi Linear
2.2.5.1 Absorbansi Metil Jingga dengan suasana Asam pada Panjang
Gelombang 445 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.0125
0.025
0.0003125
0.000156
0.025
0.029
0.000725
0.000625
0.05
0.05
0.0025
0.0025
0.1
0.096
0.0096
0.01
∑ = 0.1875
∑ = 0.2
∑ = 0.0131375
∑ = 0.013281
2 2–
(
)
)
(
HMR
n
n xy
x
y
x
x
¿
(
4
×
0.0131375
)−(
0.1875
×
0.2
)
(
4
×
0.013281
)−(
0.1875
)
2¿
0.053124
0.05255
−
−
0.03515625
0.0375
¿
0.01796775
0.01505
¿
0
,
838
a
1HMR = 0,838
2.2.5.2 Absorbansi Metil Jingga pada Suasana Basa pada Panjang
Gelombang 445 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.005
0,067
0,000335
0.000025
0.01
0.297
0.00297
0.0001
0.02
0.250
0.005
0.0004
0.04
0.505
0.0202
0.0016
∑ = 0.075
∑ = 1,119
∑ =0,028505
∑=¿0.002
125
2 2 – ( ) ) ( MR n n xy x y x x ¿
(
4
×
0.028505
)−(
0.075
×
1,119
)
(
4
×
0.0021
)−(
0.075
)
2¿
0.11402
0.0085
−
−
0.005625
0.083925
¿
0.030095
0.002875
¿
10,468
a
1MR
-= 10,468
2.2.5.3 Absorbansi Metil Jingga dengan suasana Asam pada Panjang
Gelombang 430 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.0125
0.010
0.000125
0.000165
0.025
0.016
0.0004
0.000625
0.05
0.027
0.00135
0.0025
0.1
0.047
0.0047
0.01
∑ = 0.1875
∑ = 0.1
∑ = 0.006575
∑ = 0.013281
2 2 – ( ) ) ( HMR n n xy x y x x ¿
(
4
×
0,006575
)−(
0
.
1875
×
0,1
)
(
4
×
0
.
013281
)−(
0
.
1875
)
2¿
0.0263
0.053
−
−
0.01875
0.035
¿
0.00775
0.018
=
0.419
a
2HMR = 0,419
2.2.5.4 Absorbansi Metil Jingga pada Suasana Basa pada Panjang
Gelombang 430 nm
x (c)
y (A)
xy
x
20.005
0.069
0.000345
0.000025
0.01
0.127
0.00127
0.0001
0.02
0.261
0.00522
0.0004
0.04
0.515
0.0206
0.0016
∑ = 0.075
∑ = 0,972
∑ =0.027435
∑=¿0.0021
25
2 2 – ( ) ) ( MR n n xy x y x x
¿
(
4
×
0.027435
)−(
0.075
×
0.927
)
(
4
×
0.002125
)−(
0.075
)
2¿12,81
a
2MR =
12,81
2.2.6 Penentuan Nilai (HMR) dan (MR
-) dan Penentuan Tetapan Pengionan
Metil Jingga
A. CH
3COOH 0,1 M
a
1HMR [HMR] + a
2MR
-[MR
-] = A
1a
2HMR [HMR] + a
1MR
-[MR
-] = A
20,838 [HMR] + 12,81 [MR
-] = 0.157 × 0.419
0,419 [HMR] + 10,468 [MR
-] = 0.004 × 0.838
0,351122 [HMR] + 5,36739 [MR
-] = 0,065783
0,351122 [HMR] + 8,772184 [MR
-] = 3,352 x 10
-3-3,404794 [MR
-]= 0,062431
[MR
-]= -0.018336204
0,838 [HMR] + 12,81 [-0,018336204] = 0.157
[HMR] = -0,467645313
log
MR
−¿
¿
¿
¿
= log
−
−
0.018336204
0,467645313
= 1,306607156
B. CH
3COOH 0,05 M
a
1HMR [HMR] + a
2MR
-[MR
-] = A
1a
2HMR [HMR] + a
1MR
-[MR
-] = A
20,838 [HMR] + 12,81 [MR
-] = 0.120 × 0.419
-0.419 [HMR] + 10,468 [MR
-] = 0.003 × 0.838
0,351122 [HMR] + 5,36739 [MR
-] = 0,05028
0, 351122[HMR] + 8,772184 [MR
-] = -0,014029042
-3,404794 [MR
-]= 0.062431
[MR
-]= -0,014029042
0,838 [HMR] + 12,81 [0.005654]= 0.120
[HMR]= -0,357651584
log
MR
−¿
¿
¿
¿
= log
−
−
0,357651584
0,014029042
= 1,40643214
C. CH
3COOH 0,01 M
a
1HMR [HMR] + a
2MR
-[MR
-] = A
1a
2HMR [HMR] + a
1MR
-[MR
-] = A
20,838 [HMR] + 12,81 [MR
-] = 0.137 × 0.419
0.419 [HMR] + 10,468 [MR
-] = 0.002 × 0.838
0.351122 [HMR] + 12,81 [MR
-] = 0,057043
0.351122 [HMR] + 10,468 [MR
-] = -1,676 x 10
-3-3,404794[MR
-]= 0.059079
[MR
-]= -0,01735171
0,838 [HMR] + 10,81 [-0,01735171] = 0.137
[HMR]= -0.428729447
log
MR
−¿
¿
¿
¿
= log
−
0,01735171
−
0.428729447
= 1,39284104
pH
log
MR
−¿
¿
¿
¿
C
4,2
1,4
0,1
4,4
1,4
0,05
4,6
1,39
0,01
2.3 Jawaban Pertanyaan
1. A. Spektrofotometer sinar tampak menggunakan sumber sinar
berupa cahaya tampak dengan panjang gelombang 380-750 nm.
B. Spektrofotometer UV menggunakan sinar UV sebagai sumber
energi atau cahayanya dengan panjang gelombang
190-380 nm.
C. Spektrofotometer IR menggunakan inframerah sebagai sumber
energi atau cahaya dengan panjang gelombang
25-1000 µm
.
2. Penentuan tetapan kesetimbangan dapat dilakukan dengan
melakukan titrasi Potensiometri,Teknik Kromatogarfi, dan Teknik
Elektrokimia
3. Jika suhu dinaikan maka proses endotermik akan menyerap panas
dari lingkungan dan reaksi bergeser ke arah reaksi endotermik, jika
suhu diturunkan maka proses eksotermik melepas panas ke
lingkungan maka reaksi bergeser ke arah reaksi eksotermik
III.
KESIMPULAN
Dari percobaan adsorpsi isoterm dapat di simpulkan bahwa percobaan
ini termasuk adsorpsi fisik, karena adanya gaya van der waals antara
adsorben dengan adsorbat yang digunakan sehingga proses adsorpsi hanya
terjadi di permukaan larutan. Serta diketahui bahwa semakin besar nilai
konsentrasi maka semakin besar jumlah zat larutan HCl yang terserap dan
sebaliknya. Dari hasil percobaan dapat kita lihat pengaruh konsentrasi
asam klorida, dimana semakin besar konsentrasi klorida, maka semakin
banyak pula diperlukan titran untuk mentitrasi volume asam klorida yang
telah diadsorpsi. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar juga
kapasitas adsorpsi yang dibutuhkan untuk menyerap zat
IV.
SARAN
Saran dalam praktikum ini adalah untuk praktikum selanjutnya dapat
menggunakan bahan bahan lain dengan jenis yang sama dengan tujuan
yaitu menambah pengetahuan praktikan tentang bahan bahan kimia. Misal
mengganti larutan HCl dengan asam yang lain, larutan NaOH dengan
larutan basa yang lain dan juga indikator metil jingga diganti dengan
indikator lain contohnya metil jingga, metil biru dan sebagainya. Dengan
demikian, pengetahuan praktikan tentang bahan bahan kimia menjadi luas
dan akan berguna untuk kedepannya.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J et al. 1994. Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Harini, Barnadeta Wuri. 2012. Aplikasi Metode Spektrofotometri Visibel untuk mengukur kadar Curcuminoid pada Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta
Oxtoby, D.W. 2001. Kimia Modern. Erlangga : Jakarta
Sastrohamidjojo, 2001. Kimia Dasar. UGM Press : Yogyakarta.
Tipler, P. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi ketiga Jilid I. Erlangga Jakarta.