IMPLEMENTASI STRATEGI COOPERATIVE LEARNING ” STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)” UNTUK MENINGKATKAN
MUTU PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Yufika Fitria Hadist NIM 111-13-132
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal be
rperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci.boleh Jadi kamu membenci
sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi
(pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk
bagimu;
Allah
mengetahui,
sedang
kamu
tidak
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, terukir doa dan terucap syukur dari lubuk hati yang teramat dalam serta keta’dziman
senantiasa mengarungi buah karya sederhana ini sebagai salah satu bukti
kesungguhan dalam meraih cita-cita, skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Zaenal Abidin, Ibu Mujiati dan Bapak
Sutikno, Ibu Lasminah yang selalu tercurahkan doa restunya dalam setiap hembusan nafas dan langkahku, yang selalu memberikan dukungan serta motivasi dalam kehidupanku, dan kasih sayang mereka yang tiada hentinya.
2. Kepada adik-adikku tersayang Ferdinin Djati Wika, Arum Djati Zaliya, dan Rini Purwanti, Wiwin Suryani yang selalu memberikan dukungan dan
mendoakanku.
3. Kepada nenekku tersayang Warti dan keponakanku Bintang Herlis E.P yang selalu mendoakanku dan memotivasiku.
4. Dosen Pembimbing Akademikku, Bapak Yahya S.Ag.
5. Dosen Pembimbing Skripsiku,Bapak Dr. Saadi, M.Ag. selaku pembimbing
skripsi saya, yang rela meluangkan waktu untuk membimbing dalam pembuatan skripsi ini sampai selesai.
6. Ketua Jurusan PAI, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.
7. Sahabat dan teman dekatku yang selalu memotivasi dan membantu menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman SSC ( Student Sport Club) yang telah memberikan pengalaman
dalam berorganisasi dan selalu memberikan motivasi.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah menganugerahkan nikmat dan kekuatan pada kami. Dan atas karunia dan petunjuk yang telah Allah berikan
kepada hamba-Mu ini kami dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan judul ”Implementasi Strategi Cooperative Learning Student Team Achievement
Division (STAD) Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017”.
Shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan agung baginda
Nabi Muhammad SAW, di mana atas perjuangan serta ide-ide Beliaulah kita dapat meneruskan syariat yang dibawanya sebagai penegak dan pembawa Islam sampai
akhir hayat kita. Amin.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ketua Jurusan IAIN Salatiga, Ibu Siti Rukhayati, M. Ag.
4. Dosen Pembimbing Akademik, Bapak Yahya S. Ag. Dan Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Dr. Sa’adi, M. Ag. Yang telah membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu dalam pelaksanaan bimbingan.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang
S1.
7. Bapak Suyadi, M. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
skripsi.
8. Bapak Sri Haryanto, S. Pd. I, selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam yang telah memberi arahan dan bimbingan serta yang telah memberikan kepercayaan untuk membimbing siswa kelas VIII E.
9. Segenap dewan guru, staf, dan siswa –siswi, terimakasih atas kerjasamanya
dan bantuan selama penulis melakukan penelitian sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat khusunya bagi penulis serta para pembaca
umumnya.Aamiin.
Salatiga, 11 Desember 2017
Yufika Fitria H
ABSTRAK
Hadist, Fitria Yufika. 2018. Implementasi Strategi Cooperative Learning“Student
Team Achievement Division (STAD)” untuk Meningkatkan Mutu
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. Sa’adi, M. Ag.
Kata Kunci : Kooperatif Learning, Student Team Achievement Division (STAD), Mutu Pembelajaran PAI.
Masalah pokok dalam penelitian ini yaitu apakah metode STAD mampu meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga tahun pelajaran 2016/2017.Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran STAD dapat meningkatkan partisipasi, motivasi dan prestasi siswa di SMP Negeri 3 Salatiga.Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan tiga siklus. Subjek penelitian ini siswa kelas VIII E yang berjumlah 26 siswa, terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI.Pada siklus I partisipasi siswa sebesar 30,5 %, siswa masih bingung dan belum siap dengan metode yang diterapkan. Untuk siklus ke II peserta didik sudah mulai menunjukkan rasa partisipasi yaitu 72%, mereka aktif dalam bertanya, aktif berdiskusi, dan mampu menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Pada siklus ke tiga, partisipasi siswa sangat meningkat 97,2%, siswa lebih siap dalam mengikuti setiap pembelajaran PAI. Metode STAD juga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.Pada siklus I, motivasi siswa masih rendah hanya 35%.Hal ini di karenakan pemilihan teman kelompok yang secara acak tidak sesuai dengan harapan masing-masing murid, sehingga hasil belajar mereka rendah. Siklus ke II, motivasi siswa mulai terlihat sebesar 70%, mereka mengikuti pembelajaran dengan penuh semangat, sehingga hasil belajarnya meningkat dibanding siklus I. Untuk siklus ke III, motivasi belajar murid meningkat menjadi 95%, ditunjukkan dengan hasil belajar yang meningkat cukup signifikan.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………...…….i
HALAMAN BERLOGO………...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii
PENGESAHAN KELULUSAN….……...iv
DEKLARASI………...v
MOTTO ...vi
PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR... ...viii
ABSTRAKSI ...x
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR TABEL...xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Manfaat Penelitian ...7
E. Telaah Penelitian Terdahulu ...8
F. Definisi Operasional ...10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Hakikat Strategi Cooperative Learning
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif……….20
2. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Cooperative Learning...24
3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif .………….…..30
B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)………...32
C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) 1. Pendidikan Agama Islam (PAI) ………...35
2. Mutu Pembelajaran PAI ………..46
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Rancangan Penelitian ...58
2. Subyek, Lokasi, dan Waktu Penelitan ...60
3. Langkah-langkah Penelitian...60
4. Instrumen Penilaian ...63
5. Teknik Pengumpulan Data ...64
6. Analisis Data ...65
B. Gambaran Umum SMP Negeri 3 Salatiga 1. Riwayat Sekolah ……...66
2. Visi Misi Sekolah ………...68
3. Kondisi Fisik Sekolah …...69
4. Keadaan Lingkungan Sekolah .………...…72
C. Pelaksanaan Penelitian 1. Siklus I ……...72
2. Siklus II ………..77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Per Siklus
1. Deskripsi Siklus I ………86
2. Deskripsi Siklus II………94
3. Deskripsi Siklus III……….…...101
B. Pembahasan ...106
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...112
B. Saran-saran ...113
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus I...74
TABEL 3.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I...75
TABEL 4.1 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Pada Siklus I...85
TABEL 4.2 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus I...86
TABEL 4.3 Hasil Penilaian Siswa Siklus I….………...88
TABEL 4.4 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa Siklus II………...92
TABEL 4.5 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus II…………...93
TABEL 4.6 Hasil Penilaian Siswa Siklus II...96
TABEL 4.7 Lembar Pengamatan Partisipasi Siswa pada Siklus III...100
TABEL 4.8 Lembar Pengamatan Motivasi Siswa pada Siklus III………...101
TABEL 4.9 Hasil Penilaian Siswa Siklus III...103
TABEL 4.10 Hasil Belajar Siswa Siklus I, II, III...105
TABEL 4.11 Frekuensi Hasil Belajar Siswa………...….108
TABEL 4.12 Frekuensi Partisipasi Siswa………...109
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam saat ini masih banyak mengalami problematika-problematika dalam pembelajaran. Permasalahan klasik yang mendasar adalah rendahnya kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, mereka merupakan
orang yang secara langsung terlibat dalam pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung masih banyak guru yang menggunakan metode ceramah,
melihat guru menulis di papan tulis, lalu mengingat bahkan mengkopi segala informasi yang disampaikan oleh guru. Ini seakan memberikan kesan bahwa seorang murid ketika di kelas hanya datang, duduk, diam dan mendengarkan.
Kondisi pembelajaran yang statis dan monoton dapat menimbulkan “kemandulan pada intelektual siswa”, yang menyebabkan ketidak tertarikan siswa
terhadap mata pelajaran tersebut. Sehingga muncul suasana yang tidak menyenangkan dan pasif di dalam kelas. Diibaratkan, seperti seorang ibu yang sering memberikan makan pada anaknya, sebagian guru beranggapan bahwa
tugasnya untuk “mengisi” murid sampai penuh dengan bahan-bahan pelajaran yang jumlahnya begitu banyak. Padahal, bukan bahan pelajaran yang diutamakan,
melainkan pengarahan perhatian murid kepada minat dan kemampuannya menerima bahan yang diajarkan (Singer, 1987: 29). Dari situasi pembelajaran
semacam ini, hampir tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk menuangkan kreatifitas serta gagasannya.
Belajar tidak hanya melibatkan stimulus dan respon. Namun, belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar konstruktivisme Jean Piaget berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari bentukan kita
melihat kondisi di sekitar alam semesta. Allah Swt telah berfirman di dalam Q.S
Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (Depag RI, 2009:
75).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dikatakan bahwasanya seluruh yang ada di kehidupan manusia, terdapat segala manfaat jika manusia mau menggunakan akal (kognitif) untuk memikirkannya. Oleh sebab itu, ketika anak sudah mampu
menggunakan akalnya untuk berfikir, maka tugas pendidiklah untuk mengembangkannya.
Namun, proses pembelajaran saat ini masih sebatas sebagai transfer of
knowledge, bersifat verbalistik, dan cenderung bertumpu pada kepentingan pengajar
daripada kebutuhan peserta didik. Hal ini didukung hasil pengamatan awal, yaitu
adanya kecenderungan pengajar dalam memilih dan menggunakan metode mengajar yang bersifat tradisional, sehingga berakibat pada kegiatan pembelajaran
kurang menarik, tidak menantang dan sulit mencapai target. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah mengkaji secara mendalam rujukan tersebut berdasarkan rujukan filosofi atau teori yang valid
dan penelitian secara oprasional. Kita mendukung PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang di antaranya mengatur standarisasi proses
Daryanto dkk (2012: 229) mengatakan, perlunya dilakukan pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk mengembangkan
kreatifitas peserta didik, terutama aspek berfikir kreatif. Model pembelajaran kooperatif diyakini dapat memberi peluang peserta didik untuk terlibat dalam
diskusi, berfikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri. Meskipun model pembelajaran kooperatif mengutamakan peran aktif siswa, bukan berarti pengajar tidak berpartisipasi.
Sebab, guru berperan sebagai desainner, fasilitator, dan pembimbing selama proses pembelajaran berlangsung.
Perubahan pembelajaran ini dapat dikaitkan dengan ungkapan Silberman (1996: 2) yang menyatakan,
“When I only hear, I forget.”
“When I hearand see, I remember a little.”
“When I hear, see, and ask questionsand discusswith someone else, I
begin to understand.”
“When I, hear, see , question, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.” “When I teachsomeone, I master what I have learned.”
Kata-kata tersebut, berbicara banyak mengenai pentingnya pembelajaran aktif dan menyenangkan.
Pembelajaran yang menyenangkan amatlah penting, karena belajar yang menyenangkan merupakan kunci utama bagi individu untuk memaksimalkan hasil
yang akan diperoleh dalam proses belajar. Untuk itu, tugas guru lebih dari sekedar membantu siswa lulus ujian akhir. Tetapi membantu mereka menjadi pelajar yang ahli dan lebih bertanggung jawab atas diri sendiri, percaya diri, serta menjadi warga
baik terhadap karakter mereka akan membantu guru menerapkan strategi pengajaran yang tepat (Rusydie, 2012: 107).
Setiap sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran, dan pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran, karakteristik pembelajaran dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum metode, strategi dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran berpusat pada pelajar lebih mampu memberdayakan
pembelajaran-pembelajaran. Karena dapat meningkatkan pembelajaran yang menekan kreatif belajar pada pelajar.
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Salatiga masih menggunakan metode ceramah sebagai metode pokok dalam proses pembelajarannya dari pada menggunakan metode lain yang dapat menjadikan siswa
aktif. Dengan metode ceramah peserta didik hanya datang, duduk, diam dan mencatat apa yang di sampaikan oleh guru. Sehingga, siswa merasa jenuh dan
bosan yang mengakibatkan mereka menjadi malas, tidak konsentrasi, dan mengantuk. Proses pembelajaran yang seperti ini sangat tidak efektif dan menghambat peserta didik untuk aktif. Karena masih banyak peserta didik yang
malu bertanya, tidak tahu apa yang harus ditanyakan ketika pembelajaran berlangsung. Hal ini disebabkan siswa merasa takut bertanya, malu, atau kurang
memahami apa yang disampaikan oleh guru. Fenomena semacam ini terjadi khususnya pada peserta didik kelas VIII SMPN 3 Salatiga dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kepasifan dalam proses pembelajaran PAI di SMPN 3 Salatiga salah satunya dengan menggunakan model cooperative
learning tipe Student Team Achievement Division (STAD). STAD adalah suatu
pendekatan yang mengutamakan siswa untuk aktif melalui tim tertentu. STAD
pendekatan ini terdapat beberapa komponen utama yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor kemajuan individu dan penghargaan.
Dengan menggunakan strategi cooperative learning diharapkan mampu meningkatkan partisipasi, motivasi serta prestasi belajar siswa. Sebab metode ini
sangat menyenangkan, memperkuat ingatan dan juga mampu menghargai setiap perbedaan individual karena beragam kecerdasan yang dimiliki. Maka proses pembelajaran akan lebih aktif dan menyenangkan sehingga peserta didik akan
merasa senang dan bersemangat untuk mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Berdasarkan uraian tersebut menjadi daya tarik bagi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “ Implementasi Strategi Cooperative Learning
Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Mutu
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan permasalahan tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?
2. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga?
3. Apakah penerapan strategi cooperative learning STAD mampu meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Negeri 3 Salatiga ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran PAI di SMP Negeri 3
Salatiga.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti mata pelajaran PAI di SMP
Negeri 3 Salatiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran kooperatif STAD mampu
D. Manfaat Penelitian
Segala perbuatan yang dilakukan diharapkan mengandung manfaat baik
bagi dirinya maupun orang lain. Oleh sebab itu, berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan penulis, maka penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut
:
1. Bersifat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran, yang
dapat digunakan sebagai alternatif informasi bagi yang berminat melakukan penelitian tentang implementasi Strategi Cooperative Learning” Student Team
Achievement Division (STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaran PAI.
2. Bersifat Praktis
a. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
pelaksanaan pembalajaran guru-guru agar lebih meningkatkan profesionalitas guru dalam membentuk akhlak yang mulia bagai para
peserta didik.
b. Bagi peserta didik, sebagai sarana untuk meningkatkan motivasi, partisipasi, dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
c. Bagi guru, dapat menciptakan inovasi baru dalam pembelajaran PAI.
E. Telaah Penelitian Terdahulu
Pada dasarnya urgensi kajian pustaka adalah sebagai bahan auto critic
terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya,
sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian yang terdahulu. Dan untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang membahas permasalahan yang sama atau hampir sama dari seseorang, baik dalam bentuk skripsi, buku dan
dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan memaparkan beberapa bentuk tulisan yang sudah ada yang ada kaitannya dengan penelitian yang peneliti
Pertama, Skripsi Fitriani 2009 Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul “Penerapan Strategi Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement
Division (STAD) Sebagai Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Motivasi Siswa
Dalam Pembelajaran Qur’an Hadist Di Kelas VIII D Mtsn Wates Kulon Progo
Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya penerapan
strategi cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Qur’an Hadis yang
dilaksanakan di kelas VIII D MTsN Wates Kulon Progo dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi siswa. Peningkatan keaktifan siswa pada aspek perhatian
siswa, kemauan bertanya, pasrtisipasi dalam kelompok, antusiasme dalam mengerjakan tugas dan mengungkapkan pendapat. Sedangkan dalam hal motivasi para siswa mempunyai rasa senang, perhatian, respon yang baik saat pembelajaran
berlangsung, dan semangat.
Kedua, skripsi Makromah 2011 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam
Negeri Wali Songo Semarang yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran
Kooperatif Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Kompetensi
Dasar Menyebutkan Tugas Malaikat Siswa Kelas IV SDN 02 Karang Malang
Kangkung Kendal 2010/2011”. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas
didapatkan dengan penerapan strategi pembelajaran kooperatif ”make a match”,
mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dikarenakan mudah, tidak menyulitkan, menyenangkan dalam permainan kartu dan tidak membosankan peserta didikk,
sehingga mereka dapar merespon materi pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Ketiga, skripsi Huda 2014 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakarta yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Division (STAD) Pada Mata Pelajaran Seni Budaya
Hasil penelitian ini menunjukkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD telah meningkatkan prestasi belajar siswa pada kelas VII B SMP Negeri
1 Piyungan. Hal ini, dilihat dari aspek kognitif yaitu terjadi peningkatan pengetahuan dilihat dari siswa mapu menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru
baik saat proses pembelajaran maupun pada tes kemampuan kognitif.
Dari ketiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian penulis. Letak perbedaannya yaitu pada
objek, subjek, serta fokus penelitian. Ketiga penelitian di atas sama-sama menekankan pada aspek pembelajaran yang mana menggunakan salah satu strategi
atau model pembelajaran. Sedangkan untuk penulisan ini diterapkan untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam. Namun, letak perbedaannya dengan penelitian sebelumnya yaitu penulis ingin meningkatkan mutu pembelajaran PAI dengan
memakai model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Diharapkan melalui strategi tersebut mampu meningkatkan partisipasi, motivasi, serta prestasi belajar siswa.
Dengan begitu mutu pembelajaran PAI dapat meningkat. F. Definisi Operasional
1. Strategi Pembelajaran kooperatif
Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu mencapai keluaran
yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-kondisi yang diciptakan. Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik siswa yang heterogen, baik kelas
kecil maupun kelas besar, penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi pengorganisasian, penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini bermaksud supaya pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien
Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa.
Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan
sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian strategi pembelajaran adalah suatu rencana yang di desain dengan menggunakan sumber belajar yang ada untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efisien guna mencapai
pembelajaran yang maksimal. Strategi pembelajaran sangat berguna baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan
bertindak dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa mempermudah dalam proses belajar.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar dengan
srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal. Pembelajaran yang demikian masih mendominasi proses
pembelajaran pada sebagaian besar jenjang pendidikan. Guna mengatasi hal ini, perlu adanya keikut sertaan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran.
Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi siswa dapat meningkat dan kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran oleh rekan
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012: 161). Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan
teman sejawat sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar lainnya. Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman sejawat guna mencapai tujuan tertentu.
2. Student Team Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dari Universitas John Hopkin USA. STAD merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan
penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk bisa
Model kooperatif tipe STAD ini terdiri dari lima komponen sebagai berikut:
a. Presentasi Kelas
Materi pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi juga bisa memasukkan presentasi audiovisual.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan
anggotanya untuk bisa mengerjakan kusi dengan baik. c. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekidar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.
d. Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor individual adalah untuk memberikan kepada
tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa juga dapat digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka
mengalami langsung. 3. Mutu Pembelajaran
Mutu pendidikan sesungguhnya ditentukan oleh mutu belajar, karena
inventasi peserta didik terletak pada mutu belajarnya. Dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan esensi mutu pendidikan terletak pada mutu
layanan belajar. Dengan demikian mutu pendidikan berkaitan dengan mutu layanan pembelajaran (Satori, 2016: 135). Oleh karena itu, profesionalisme guru sebagai pendidik dilihat dari kinerjanya dalam membimbing proses belajar
siswa, ini menjadi perhatian yang utama. Belajar bukan sekedar mencari tahu, namun membuat siswa berakhlak mulia, percaya diri, bersikap kritis, memiliki
kepekaan yang tinggi terhadap masalah kehidupan, serta memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah.
Ada kriteria umum sesuatu itu dikatakan bermutu, pertama ketika sesuatu
itu bernilai baik atau mengandung makna yang baik. Dalam konteks pendidikan, apabila seseorang mengatakan sekolah itu bermutu, maka bisa
dimaknai bahwa lulusannya baik, gurunya baik, gedungnya baik, dan sebagainya. Kedua, mampu memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Mutu sekolah akan baik jika sekolah tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan (Fathurrohman, 2015: 122-123). Untuk itu, pendidikan yang bermutu adalah kemampuan lembaga pendidikan dalam
pada pelajar dan proses yang ada di dalamnya. Tanpa adanya proses yang baik, maka madrasah yang bermutu juga mustahil untuk dicapai.
Peranan guru dalam proses pembelajaran optimal memiliki berbagai bentuk sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap, struktur motivasi dan keterampilan
kognitif anak. Di dalam domain sikap, tugas guru membantu anak untuk mengambil sikap yang kreatif dalam proses pembelajaran. Di bidang motivasi, tugas guru adalah membangkitkan anak dalam proses belajar dan
membangkitkan keinginan anak untuk secara kontinu mau belajar. Sedangkan dalam domain kognitif tugas guru adalah memperlengkapi kemampuan untuk
belajar dalam memperoleh pengetahuan dan ketrampilan (Jamaludin dkk, 2015: 124).
Menurut Jamaludin dkk (2015:57), pembelajaran adalah penciptaan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar. Penciptaan sistem lingkungan berarti menyediakan seperangkat peristiwa-kondisi lingkungan yang
dapat merangsang anak untuk melakukan aktivitas belajar. Jadi mutu pembelajaran adalah kegiatan belajar yang mampu meningkatkan motivasi, ketrampilan dan kognitif anak sehingga siswa merasa puas dengan hasil belajar
yang diperoleh.
4. Pendidikan Agama Islam
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual agama, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan pendidikan menurut orang awam, adalah mengajari murid di sekolah, melatih hidup anak hidup sehat, melatih
yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah baik di sekolah ataupun diluar sekolah guna meningkatkan potensi anak serta
membentuk kepribadian yang utama.
Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir (2014: 32) pendidikan islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Secara singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim
semaksimal mungkin.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Majid, 2005: 132).
Mata pelajaran pendidikan agama Islam itu secara keseluruhannya dalam lingkup Al-qur’an dan al-hadis, keimanan, akhlak, fiqh/ibadah, dan sejarah,
sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam mencakup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya
maupun lingkungannya. Pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi (Majid, 2005: 132). Jadi pendidikan agama Islam adalah pembelajaran untuk
mempelajari tentang pengetahuan agama Islam secara mendasar dan mendalam guna membentuk seorang muslim yang berkerpibadian islami sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran menyeluruh terhadap skripsi ini, maka penulis
menyajikan sistematika penulisan dengan beberapa bagian. Adapun pembagiannya terdiri dari berbagai bab yakni:
Bab pertama berisi pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua, merupakan landasan teori penelitian yang meliputi strategi pembelajaran kooperatif, pembelajaran STAD, mutu pembelajaran PAI.
Bab ketiga, berisi tentang gambaran umum SMP Negeri 3 salatiga dan metode
penelitian.
Bab keempat berisi mengenai pembahasan, penulis akan membahas mengenai
implementasi strategi cooperative learning” Student Team Achievement Division
(STAD)” untuk meningkatkan mutu pembelajaranPendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 3 Salatiga.
BAB II
LANDASAN TEORI A. Hakikat Strategi Cooperative Learning
1. Pengertian pembelajaran kooperatif
Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum yang berisi komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu
mencapai keluaran yang diinginkan secara optimal di bawah kondisi-kondisi yang diciptakan. Seperti pada situasi kelas dengan karakteristik siswa yang heterogen, baik kelas kecil maupun kelas besar,
penanganannya jelas berbeda, baik dalam strategi pengorganisasian, penyampaiana maupun strategi pengelolaan. Hal ini bermaksud supaya
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efesien serta memiliki daya tarik sendiri (Rusmono, 2012: 21).
Menurut pandangan Wena (2011: 2), strategi pembelajaran berarti
cara dan seni untuk meggunakan sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran
dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan sendiri. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seorang tanpa
pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran, dapat juga diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2008: 186). Dengan demikian strategi pembelajaran adalah suatu rencana yang di desain dengan
Khanifatul (2013: 18) mengatakan bahwa tujuan dari strategi pembelajaran yang pertama, yaitu mengoptimalkan pembelajaran pada
aspek afektif yang berhubungan dengan nilai. Dalam konteks ini adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya
tersembunyi, tidak dalam dunia empiris. Pengoptimalan aspek afektif akan membantu membentuk siswa yang cerdas sekaligus memiliki sikap positif dan secara motorik terampil. Kedua, mengaktifkan siswa
dalam proses pembelajaran yang tidak hanya bertumpu pada intelektual saja, tetapi juga menghendaki hasil belajar yang seimbang antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketika berpatisipasi aktif siswa akan mencari sendiri pengertian dan membentuk pemahamannya sendiri dalam pikiran mereka. Dengan demikian, pengetahuan baru yang
disampaikan oleh guru dapat diinterpretasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Paradigma lama dalam proses pembelajaran adalah guru mengajar dengan srategi ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, mendengar, mencatat dan menghafal. Pembelajaran yang demikian
masih mendominasi proses pembelajaran pada sebagaian besar jenjang pendidikan. Guna mengatasi hal ini, perlu adanya keikutsertaan peserta
didik secara aktif dalam pembelajaran. Dengan aktifnya siswa dalam pembelajaran diharapkan hasil pembelajaran dan retensi siswa dapat
Pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012: 161). Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses kerja sama dalam suatu kelompok untuk mempelajari suatu materi akademik, yang spesifik sampai tuntas (Khanifatul, 2013: 19). Dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok kecil, yang berusaha memanfaatkan antar teman
sejawat guna mencapai tujuan tertentu.
Menurut Mifzal (2012: 38) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran. Ketiga tujuan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan
sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model struktur penghargaan kooperatif juga mampu meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan yang luas terhadap orang-orang dengan latar belakang
yang berbeda, baik berdasarkan ras, budaya, sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan
peluang kepada para siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, sehingga mereka belajar untuk saling menghargai.
muda maupun orang dewasa yang ketrampilan sosialnya masih kurang.
Interaksi adalah saling mempengaruhi individu satu dengan individu yang lain. Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non verbal,
emosional, dan sebagainya. Tujuan dalam kelompok dapat bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa dalam kelompok perasaan menjadi senang. Tujuan
ekstrinsik adalah tujuan yang didasarkan pada alasan bahwa untuk mencapai sesuatu tidak dapat dicapai secara sendiri, melainkan harus
dikerjakan secara bersama-sama. Groupness menunjukkan bahwa kelompok merupakan suatu kesatuan (Suprijono, 2011: 57).
Dengan demikian model pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan ketrampilan. Untuk
mencapai hal tersebut, model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
reward-nya. Struktur tugas berhubungan dengan bagaimana tugas
diorganisir. Struktur tujuan dan penghargaan mengacu pada derajat kerja sama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai reward.
2. Karakteristik dan prinsip-prinsip cooperative learning
Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur intensif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur intensif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk
sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar,
mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mencapai tujuan kelompok (Hamruni, 2012: 163).
Jadi, hal yang menarik dari pembelajaran kooperatif adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar siswa juga mempunyai dampak pengiring
relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka
memberi pertolongan pada orang lain.
Hamruni (2012: 164) juga menjelaskan bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif
motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan
semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus, di mana setiap anggota kelompok menginginkan
semuanya memperoleh keberhasilan. Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat
informasi. Elaborasi kognitif artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah
pengetahuan kognitifnya.
Dengan demikian karakteristik pembelajaran kooperatif sebagai
berikut (Hamruni, 2012: 165-166): a. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.
Setiap tim bersifat heterogen, maksudnya kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan
latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini, dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga di harapkan setiap anggota
dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok. b. Di dasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran
yang sudah ditentukan.
Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip kerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung
jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu.
d. Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan
bekerja sama. Dengan demikian siswa didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, Suprijono (2011: 58) mengatakan ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan :
a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab perseorangan
c. Interaksi promotif
d. Komunikasi antar anggota
Sedangkan Mifzal (2012: 34-36) berpandangan bahwa elemen-elemen pembelajaran kooperatif terbagi menjadi empat
yaitu sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif
b. Akuntabilitas Individual c. Interaksi tatap muka
d. Keterampilan menjalin hubungan interpersonal
Jadi, dalam proses pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima
berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan sosial. Menurut Rahardjo (2012: 242), prinsip dasar dalam strategi
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi.
e. Setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama
f. Setiap anggota kelompok akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat ditarik
kesimpulan prinsip-prinsip dari pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dilakukan oleh tim yang memiliki tanggung jawab atas tugas kelompok, setiap tim terdiri dari beberapa ras, suku,
sosial, serta kemampuan akademik. Dan penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Setiap pembelajaran yang dilakukan, pastinya memilki keunggulan dan kelemahan. Begitu juga dengan cooperative learning, berikut
keunggulan dari model pembelajaran kooperatif :
a. Materi yang dipelajari peserta didik tidak lagi tergantung
sepenuhnya pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menggali informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta didik lain.
b. Ide atau gagasan peserta didik dapat dikembangkan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain.
c. Membantu peserta didik untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasannya, serta menerima segala perbedaan (toleransi), baik dalam satu kelompok maupun kelompok lain.
d. Strategi cooperative learning merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus
hubungan interpersonal yang positif dengan peserta didik yang lain, mengembangkan ketrampilan mengatur waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
e. Dapat mengkondisikan interaksi guru-murid maupun sesama murid
selama proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir lebih keras ( Suyadi, 2013: 77-78).
Di samping keunggulan, pembelajaran kooperatif juga memiliki keterbatasan, di antaranya :
a. Ketika proses belajar bersama antara peserta didik yang cerdas dengan peserta didik yang kurang cerdas, ada kesan bahwa peserta didik yang dianggap kurang cerdas hanya menghambat
penyelesaian tugas.
b. Keberhasilan cooperative learning dalam upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang sehingga jika model ini hanya diterapkan satu atau dua tatap muka, tidak akan membekali
peserta didik untuk berinteraksi secara intensif dalam belajar kelompok.
c. Karena pembelajaran kooperatif bertumpu pada belajar kelompok, maka terdapat kemungkinan belajar mandiri
menjadi lemah. Oleh karena itu, selain peserta didik belajar sama, hal yang ideal dalam cooperative learning adalah harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri untuk belajar
B. Metode Student Team Achievement Division (STAD)
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja
sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Strategi ini pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin di
Johns Hopkins University (Huda, 2014: 201).
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan
4-5 orang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
tutorial, kuis, dengan cara berdiskusi. Secara individual, setiap minggu atau setiap dua minggu, siswa diberi kuis. Kuis tersebut diberi skor dan setiap
siswa diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu, pada suatu lembar penilaian singkat
atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu (Hamdani, 2011 : 36).
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain :
a. Perangkat Pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi RPP, Buku
b. Membentuk kelompok kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan
siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila
memungkinkan kelompok kooperatif perlu memerhatikan ras, agama, jenis, kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok
dapat didasarkan pada prestasi. c. Menentukan Skor Awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnnya, pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes,
maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor. d. Pengaturan Tempat Duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk
dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e. Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif
Secara sederhana terdapat empat tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD. Menurut Huda (2014: 201) tahapan tersebut yaitu :
a. Pengajaran
Pada tahap ini guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan
format ceramah-diskusi. Pada tahap ini, siswa seharusnya diajarkan tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut penting.
b. Tim Studi
Pada tahap ini, para anggota kelompok bekerja secara kooperatif
untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah disediakan oleh guru.
c. Tes
Pada tahap ujian, siswa secara individual menyelesaikan kuis. Guru men-skor kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasilnya saat
itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil tes dari individu akan diakumulasikan untuk skor tim mereka.
d. Rekognisi
Setiap tim menerima penghargaan atau reward bergantung pada nilai skor rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin
peningkatan 15 hingga 19 poin akan menerima sertifikat sebagai tim baik, tim yang memperoleh rata-rata poin peningkatan dari 20 hingga
24 akan menerima sertifikat tim hebat, sementara tim yang memperoleh poin 25 hingga 30 akan menerima sertifikat sebagai tim super.
Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik
Selain itu, belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan anatar suku dan etnis dalam kelas multibudaya dan
memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa pecandang cacat. C. Mutu Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)
1. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Penanaman
keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan
Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi serta
pendukung dan pemegang kebudayaan (Majid, 2014: 11).
Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk
yang mempunyai fungsi ganda yang sekaligus mancakup tugas pokok. Fungsi pertama manusia sebagai khalifah di bumi yaitu al-Baqarah: 30 :
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.".
Makna ini mengandung arti bahwa manusia diberi amanah untuk
memelihara, merawat, memanfaatkan serta melestarikan bumi. Agar, terlaksana fungsi kekhalifahan tersebut dengan baik, maka manusia
semesta, merawat dan melestarikan serta mengambil manfaatnya. Syarat kedua, memiliki moral dan akhlak. Bumi yang dipercayakan manusia
untuk menjaganya, merawat, dan memanfaatkannya haruslah memiliki komitmen moral. Betapa banyak kerusakan alam terjadi disebabkan ulah
tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Kerusakan alam akan berdampak negatif untuk manusia (Daulay dkk, 2012: 3) .
Fungsi kedua, manusia adalah makhluk Allah yang ditugasi untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.s Az-Zariyat ayat 56 :
Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Di sini manusia harus tunduk dan pasrah kepada kebesaran Allah Swt. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan khaliq dengan makhluk. Allah pencipta dan manusia yang diciptakannya. Karena itu
manusia harus sadar tentang hal tersebut. Kesadarannya itulah yang membuat manusia harus tunduk dan patuh kepada khaliqnya, yaitu Allah
Swt. sebagai tanda tunduk dan patuh tersebut manusia mengabdikan dirinya kepada-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya (Daulay dkk, 2012: 4).
Dua keseimbangan ini yang selalu dijaga oleh manusia di alam semesta. Berhubungan dengan alam, maka manusia sebagai
pemimpinnya, yang mengusai, memanfaatkan, memelihara serta melestarikannya. Berhubungan dengan Allah. Manusia sebagai hamba, sebagai abdi yang beribadah serta tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kata “pendidikan” dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi dikenal
Bahasa Belanda menyebut istilah pendidikan dengan nama opvoeden, yang berarti membesarkan atau mendewasakan, voden artinya memberi
makan. Dalam bahasa Inggris disebutkan dengan istilah education, yang berarti to give moral and intellectual training artinya menanamkan
moral dan melatih intelektual (Yasin, 2008 : 16).
Dari istilah-istilah dalam berbagai bahasa tersebut oleh Yasin (2008: 16) disederhanakan bahwa ternyata pendidikan itu merupakan
kegiatan yang didalamnya terdapat proses pemberian pelayanan untuk menuntun perkembangan peserta didik. Proses untuk mengeluarkan atau
menumbuhkan potensi yang terpendam dalam diri peserta didik. Proses memberikan sesuatu kepada peserta didik sehingga tumbuh menjadi besar, baik fisik maupun non fisik. Yang terakhir pendidikan sebagai
proses penanaman moral atau proses pembentukan sikap, perilaku, dan melatih kecerdasan intelektual peserta didik.
Menurut Roqib (2009 : 18), pendidikan adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna. Hal itu mengandung arti bahwa pendidikan bersifat
dinamis karena jika kebaikan dan kesempurnaan tersebut bersifat statis maka ia akan hilang nilai kebaikannya. Gerak dinamis yang kontinu telah
dilakukan oleh nabi dan membuahkan hasil berupa pembangunan peradaban Islam yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat saat itu dan
Tanpa gerak dinamis dan proses yang terus menerus maka misi pendidikan akan sulit terwujud dengan baik dan efektif karena hidup itu
sendiri menunjukkan suatu gerak dinamis, berbeda dengan kematian yang menunjukkan kondisi statis. Semakin dinamis seorang individu atau
komunitas masyarakat maka semakin baik pula proses pendidikan dan kehidupannya sebab jika gerak dinamis tercabut dari kehidupan mereka maka yang terjadi adalah kematian (pendidikan) dalam kehidupan
mereka. Pendidikan sepanjang hayat hanya bisa dimaknai dan dilaksanakan apabila dinamika kehidupan bisa dipertahankan.
Upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan menumbuh-kembangkan potensi manusia dengan cara menanamkan pengetahuan (aspek kognitif), mengurus dan memelihara dengan cara diberi contoh
perilaku (aspek afektif), dan mengatur atau melatih dengan cara memberi ketrampilan (aspek psikomotor) agar manusia peserta didik bisa
bertambah dan berkembang menjadi sempurna dalam segala aspeknya (Yasin, 2008 : 21).
Sedangkan Islam dalam pendidikan Islam menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Menurut Tafsir
(2014: 32) pendidikan Islami adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Secara singkat, pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin. Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam
pelatihan yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Majid, 2014: 13).
Mujtahid (2011: 20) menyatakan bahwa, konsep pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada
peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan pengawasan, dan pengembangan potensialnya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat.
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses pengembangan potensi manusia dalam segala aspeknya. Proses pengembangan potensi
manusia tersebut berarti suatu aktivitas atau kegiatan yang bisa saja sudah didesain, dikonsep, atau dirancang dengan sengaja sebelumnya, untuk dilaksanakan di suatu tempat (lembaga) atau berupa kegiatan tanpa
dirancang, namun berdampak pada pengembangan pribadi manusia dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam (Yasin, 2008: 25-26).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah pembelajaran untuk mempelajari tentang pengetahuan agama Islam secara mendasar dan mendalam guna membentuk seorang muslim yang
berkepribadian Islami sesuai dengan suri tauladan Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, pendidikan yang sesuai dengan ideologi agama
Islam atau pendidikan dalam perspektif Islam dapat dirumuskan definisinya sebagai proses mengembangkan potensi manusia baik secara
kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Proses aktifitas pendidikan Islam untuk mengembangkan potensi manusia tersebut bisa dilakukan melalui dua pengertian yakni
Yasin (2008: 27) menuturkan bahwa, pendidikan Islam aktivitas konseptual adalah suatu upaya sadar yang dirancang atau didisain untuk
mengembangkan potensi atau fitrah manusia dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam. aktivitas ini dapat dilakukan melalui jalur
lembaga pendidikan formal.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti aktivitas non-konseptual adalah suatu peristiwa interaksi sosial antara manusia atau bertemunya
manusia satu dengan lainnya, baik seorang, dua orang, atau lebih tanpa disengaja, tetapi dampaknya dapat mengembangkan potensi manusia
dalam segala aspeknya sesuai dengan ajaran Islam. Aktivitas pendidikan model ini biasanya terjadi di jalur pendidikan luar formal (di masyarakat dan komunitas) atau dimana saja seseorang tersebut dapat berinteraksi
dengan orang lain (Yasin, 2008: 27).
Islam memberikan perhatian penting terhadap pendidikan, karena
dalam al-Qur’an Allah Swt memerintahkan kepada manusia untuk mendidik dirinya sendiri dan para keluarga agar terhindar dari siksa api neraka. Tujuan pendidikan Islam merupakan salah satu tolok ukur yang
harus ada dalam setiap aktivitas pendidikan Islam. Pada dasarnya, tujuan pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia berkaitan dengan
Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 yang menyatakan, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang terus berkembang
dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Majid, 2014: 16). Maka dari itu, Pendidikan Agama Islam haruslah
mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai ini
juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan di akhirat kelak.
Oleh sebab itu, pendidikan agama Islam sangatlah penting karena dengan pendidikan Islam, orang tua atau guru berusaha secara sadar
memimpin dan mendidik anak diarahkan pada perkembangan jasmani dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama sesuai dengan ajaran Islam. Penanaman pendidikan Islam hendaknya
ditanamkan sejak kecil sebab pendidikan pada masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya.
Mengingat betapa pentingnya pendidikan agama Islam dalam mewujudkan harapan setiap orang tua dan masyarakat, serta untuk
membantu terwujudnya tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan agama Islam harus diberikan dan dilaksanakan di sekolah dengan sebaik-baiknya. Tujuan pendidikan Islam sesungguhnya tidak terlepas dari
prinsip-prinsip pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan as-Sunah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima prinsip dalam pendidikan