KINERJA PELAYANAN PUBLIK
PADA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN PACITAN
(Studi Kasus Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan)
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam mencapai derajat Sarjana S2 / gelar Magister pada Program Magister Manajemen ST IE WIDYA WIWAHA
Diajukan oleh :
ARIEF KURNIAWAN
NPM : 151202853
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN
STIE WIDYA WIWAHA
YOGYAKARTA
2016
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
TESIS
KINERJA PELAYANAN PUBLIK
PADA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN PACITAN
(Studi Kasus Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan)
Oleh :
ARIEF KURNIAWAN
NPM : 151202853
Tesis ini telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji
Pada Tanggal Januari 2017
Dosen Penguji I
Dosen Penguji II/Pembimbing
Prof. Dr. Abdul Halim, M.BA., Akt
Nur Widiastuti, SE. M.Si
dan telah diterima sebagai salah satu persyaratan
Untuk memperoleh gelar Magister
Yogyakarta, Januari 2017
M engetahui,
PROGRAM MAGIS TER MANAJEMEN
S TIE WIDYA WIWAHA YOGYAKARTA
DIREKTUR
………..
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
KATA PENGANTAR
Dengan memenjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan Rakhmat dan RidhoNyalah, tesis yang BERJUDUL KINERJA PELAYANAN PUBLIK PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PACITAN dapat diselesaikan dengan baik.
Penulisan tesis yang dibuat dengan penuh ketekunan, ketelitian dan kesabaran dapat menjadi hikmah bagi penulis dan mudah-mudahan bermanfaat bagi orang lain.
Tesis ini telah memberikan pengalaman yang sangat berarti bagi penulis karena adanya pemahaman yang banyak tentang organisasi manajemen.
Sudah barang tentu di dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Tanpa bantuannya, dukungan serta dorongannya tesis ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu sudah sepantasnyalah jika pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Ibu Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan, Ibu NGATM ISIH, SH, M . Hum, atas kesempatan yang telah diberikan kepala penulis atas kepercayaan, bantuan, saran dan masukan serta kerja samanya dalam proses pencarian data dan segala informasi mengenai Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
2. Dosen Pembimbing Bapak Prof. Dr. Abdul Halim, M .BA., Akt dan Ibu Nur Widiastuti, SE. M .Si. atas petunjuk-petunjuk dan pengarahannya selama penulis berada dalam bimbingannya.
3. Staf pengajar M agister M anajemen Kelas 15.1.B yang telah banyak meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran penulis.
4. Rekan-rekan M ahasiswa M agister M anajemen Kelas 15.1.B yang telah memberikan bantuannya selama masa kuliah dan proses penulisan tesis.
5. Kepada istri, anak-anak serta seluruh keluargaku, terimakasih atas semua motivasi serta dukungan baik moril maupun material.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain dan penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan baik yang menyangkut kemampuan akademis maupun pengalaman empiris, berakibat pada kedangkalan analisis dan kekurang sempurnaan penulisan ini semua disebabkan keterbatasan yang penulis miliki.
Pacitan, November 2016
Penulis.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
DAFTAR ISI
C. Pertanyaan Penelitian………...………. 5
D. Tujuan Penelitian ……….………. 6
E. M anfaat Penelitian ……….... 6
BAB II : KERANGKA TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA ………... 8
B. LANDASAN TEORI ……….. 9
1. Kinerja Pelayanan ……….…... 9
2. Aparat Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan ……….….…….. 15
3. Iklim Organisasi .………..…... 23
4. Definisi Operasional ………... 29
BAB III : M ETODE PENELITIAN
F. Tempat, Jadwal dan Anggaran Penelitian ... 38
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN A. KEBIJAKSANAAN BIDANG PERTANAHAN DAN KEGIATAN PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN PACITAN ……… 41
1. Kebijaksanaan Bidang Pertanahan ………..……….. 41
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
2. Kegiatan Pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan ………. 43
3. Proses Pengurusan Sertifikat ………... 44
B. ANALISA DAN INTERPRETASI ……….…………. 45
1. Kinerja Pelayanan ………...……… 45
a. Responsivitas ………...………. ………... 46
b. Responsibilitas ………..……….. ....……….. 48
c. Akuntabilitas ………..………..……….. 52
d. Produktifitas ………... 54
e. Kepuasan ………...………... 60
2. Keterkaitan Faktor Aparat Pelaksana Kegiatan Pelayanan Terhadap Kinerja Pelayanan ………...………. 61
a. Hubungan Antara Komitmen M oral Aparat Terhadap Kinerja Pelayanan ………... 62
b. Hubungan Antara Konflik Kepentingan Terhadap Kinerja Pelayanan ... 64
c. Keterkaitan Faktor Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pelayanan ... 65
d. Interprestasi ……… 68
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ………...………. 70
B. Saran ……..………...……….. 71
DAFTAR PUSTAKA ……… 74
Lampiran-lampiran ……… 77
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
DAFTAR TABEL
.
1. Tabel 1. Penyelesaian Produk Sertifikat Pendaftaran Pertama Kali dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 54 2. Tabel 2. Penyelesaian Produk Peralihan dan Pembebanan Hak dari Tahun 2012 sampai
dengan 2016 ... 56 3. Tabel 3. Penyelesaian Permohonan Informasi Pertanahan dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 57
4. Tabel 4. Penyelesaian Produk Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah/ Pemecahan, Penggabungan dan Pemisahan Bidang Tanah dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 58 5. Tabel 5. Jumlah Pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 66
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Penyelesaian Produk Sertifikat Pendaftaran Pertama Kali dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 55 2. Gambar 2. Penyelesaian Produk Peralihan dan Pembebanan Hak dari Tahun 2012 sampai
dengan 2016 ... 56 3. Gambar 3. Penyelesaian Permohonan Informasi Pertanahan dari Tahun 2012 sampai dengan 2016 ... 57 4. Gambar 4. Penyelesaian Produk Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah /
Pemecahan, Penggabungan dan Pemisahan Bidang Tanah ... 59
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
INTISARI
Penelitian ini mengambil topik tentang kinerja pelayanan publik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan dengan studi kasus proses pelayanan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan. Dalam hal ini penulis bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kinerja pelayanan publik serta upaya dalam meningkatkan kinerja pelayanan publik pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan. Penulis memiliki asumsi kinerja pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor dan faktor-faktor tersebut dikedepankan menjadi variabel pengaruh (independent), meliputi aparat pelaksanan layanan, dan iklim organisasinya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan dari data primer dan data sekunder kemudian dianalisa secara kualitatis. Setelah dilakukan penganalisaan dapat diketahui bahwa kinerja pelayanan di Kantor Pertanahan Kabupetan Pacitan masih belum optimal dan belum sesuai dengan keinginan masyarakat secara ideal. M asih terdapat kekurangan yang dapat dilihat dari variabel aparat pelaksana layanan dan iklim organisassi Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
Dari variabel aparat pelaksana, yang dilihat dari dimensi komitmen moral aparat dan konflik kepentingan yang melibatkan aparat. M asih kurang maksimalnya komitmen moral aparat pelaksana kegiatan pelayanan dan terdapatnya berbagai konflik kepentingan yang melibatkan aparat, sebagai akibat dari kurangnya sarana dan sumber daya dan kelengkapan persyaratan dalam pengurusan sertifikat tanah, sangat mempengaruhi buruknya kinerja pelayanan Kantor Pertanahan Kabuparten Pacitan.
Untuk itu kedepan sebagai upaya dalam meningkatkan mutu kinerja pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan, maka pimpinan harus lebih meningkatkan motivasi kerja bawahannya agar lebih menunjukkan loyalitas dan dedikasi dalam melaksanakan tugasnya. Dengan cara melarang petugas/pegawai yang tgerlibat dalam pelayanan pertanahan menerima apapun dari masyarakat/pemohon, dan menindak tegas oknum aparat yang terang-terangan melanggarnya. Dengan demikian aparat dapat terhindar dari praktek kolusi dalam proses kegiatan pelayanan sertifikat pertanahan. Sehingga diharapkan Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan yang dikenal sebagai perantara/calo dapat mengubah citranya menjadi Kantor Pertanahan yang bersih dan mengutamakan kinerja pelayanannya.
Kata Kunci : Kinerja Pelayanan, Aparat, Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
ASBTRACT
This research uses a topic which is about the quality of service of land affairs office with study case land certificate in Pacitan’s land Affairs Office. In this case, the writer aimed to determine the extent to which the permormance of public service as well as efforts to improve the permormance of public services in the district land affairs office Pacitan. The writer has an assumption that the quality of services is influenced by some factors and these factors are moved to the front become influence variable (independent), comprise service executor apparat us and its organization’s climate.
After being analized, we will know that the quality of land affirs office’s service is still low and not appro. This research uses qualitative description method which all of the files are collected from primary and secondary file, then will be analized qualitatively. There are some deficiencies that are visible from variable of service executor apparatus and organization’s climate of land Affairs Office of Pacitan City with social’s desire ideally.
Looking at it from variabel of service if service executor apparatus, it is visible from dimension of morality commitment of apparatus and conflict of importance that involves apparatus. The low morality commitment of service executor apparatus and some conflict of importance which involve apparatus, caused by the length of bureaucracy chain in management handling of land certificate, really influence the badness of quality of land Affirs Office Service. The contribution factor or donation becomes the important role in handling on-time service and iti will be really felt by notary public employees of PPAT.
For the next step to the front, as an effort to increase the quality of the services of land affairs office, the leader has to increase work’s motivation of his subordinates in order to show more loyality and dedication in doing job, by forbididing tribute paid by any sebjects from the clients. So the apparatus can be prevented from collusion practices in progress of is expected that land Affairs Office of Pacitan that is famous for illegal agent, can change it is image to be clean land Affairs Office and give top priority to its service’s quality.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah lembaga pemerintah non kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Badan Pertanahan Nasional dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria.
Pada masa pemerintah saat ini fungsi dan tugas dari organisasi Badan Pertanahan Nasional dan Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum digabung dalam satu lembaga kementerian yang bernama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Atas perubahan ini sejak 27 Juli 2016 Jabatan Kepala Badan Pertanahan Nasional dijabat oleh M enteri Agraria dan Tata Ruang yaitu Bapak Sofyan Djalil, yang sebelumnya dijabat oleh Bapak Ferry M ursyidan Baldan.
Pada masa perkembangan zaman yang serba modernisasi dan serta perkembangan pembangunan yang makin berkembang ini, maka banyak dibutuhkan lahan dalam perkembangan pembangunan tersebut, maka tanah dalam hal ini memiliki arti penting dan fungsi yang sentral dalam penggunaannya. Selain memiliki fungsi sosial, ekonomi, serta budaya, tanah juga mempunyai fungsi politik dalam penggunannya, maka dari itu banyak kalangan yang tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaan pembangunan tersebut yang ikut berkecimpung didalamnya.
Semakin banyak pembangunan yang dilaksanakan semakin banyak pula jumlah lahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Padahal tanah memiliki sifat yang tetap dan tidak bertambah, sedangkan kebutuhan akan tanah itu sendiri semakin hari semakin bertambah seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan-kemajuan pembangunan seperti sekarang ini.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Dari berbagai aspek perkembangan pembangunan yang ada, juga dapat merubah pola hidup ataupun pola berfikir masyarakat luas baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan pada umumnya. Dari yang semula masyarakat Indonesia memiliki sifat kegotong-royongan serta rasa kekeluargaan yang sangat kental sekarang banyak dijumpai masyarakat yang cenderug hidup dengan sifat individual. Hal ini dikarenakan kebutuhan hidup dari masyarakat itu sendiri yang semakin hari semakin bertambah dengan seiring berkembangnya zaman maupun dengan adanya perkembangan teknologi.
Adanya perubahan sikap yang demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam kehidupan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu hal yang amat penting guna menjamin kelangsungan hidupnya. M enyadari akan fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan, pengaturan dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berlaku.
Untuk mengatur tanah-tanah yang ada di Indonesia ini, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 yang dikeluarkan pada tanggal 24 September 1960. Ketentuan lebih lanjut mengenai Undang–Undang Pokok Agraria ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan 2 (dua) kewajiban pokok yaitu :
1. Kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
2. Kewajiban para pemegang hak atas tanah untuk mendaftarkan ha katas tanah yang di pegangnya.
Dengan pendaftaran hak atas tanah berarti pihak yang didaftar akan mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah yaitu
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
tanahnya, batas-batas tanahnya serta panjang dan lebar tanah tersebut. Hasil akhir dari pendaftaran hak atas tanah dinamakan “Sertifikat Tanah”. Untuk mewujudkan harapan-harapan yang ingin dicapai sebagaimana yang telah ditetapkan pada kebijaksanaan catur tertib bidang Pertanahan tersebut, maka dalam kenyataan praktek sehari-hari, Kantor Pertanahan sebagai institusi resmi pemerintah yang berwenang mengatur dan mengeluarkan sertifikat tanah, dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari tidak luput dari perhatian publik berkaitan dengan kinerja pelayanan yang mereka berikan bagi masyarakat yang menggunakan jasanya.
Permasalahan dalam hal pelayanan tersebut memiliki dimensi yang sangat luas dengan aneka ragam corak pelaksanaan diberbagai keadaan. Barangkali jika kita mampu mengukur kondisi kinerja pelayanan publik, dalam hal ini tentunya bukan hanya pada Kantor Pertanahan saja tetapi pada setiap institusi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan publik yang berlaku dilingkungan masing-masing, maka hasilnya adalah suatu rasa frustasi yang tidak kunjung habisnya. Kalau kita sebentar pergi ke negara tetangga dan merasakan kinerja pelayanan publik mereka, kiranya rasa frustasi tersebut semakin menjadi-jadi karena seakan-akan untuk kita menjadi sangat tidak mampu memberikan pelayanan yang berkinerja kepada masyarakat.
Sebagai contoh untuk memperlihatkan gambaran kinerja pelayanan publik di Republik ini, yang dalam hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan maka difokuskan pada pelayanan Kantor Pertanahan. Dikutip dari situs Lapor.go.id atas laporan Sdr. Sutrisno Tanggal 16 April 2016 . 09.41 WIB Kategori Pertanahan area Kediri, Pemohon penerbitan sertifikat pengganti di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kediri Jawa Timur, pada awal pengurusan datang ke bagian Informasi, kemudian disarankan menemui Bpk. Toni di bagian HTPT, lalu diberi tahu untuk biaya sekitar Rp.7.500.000,-. Biaya tersebut diserahkan ke Bpk. Toni sejak sekitar bulan Juni 2015 dan
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
berkas-berkas sudah dipenuhi serta sudah di daftarkan dengan no berkas 38470/2015, akan tetapi sampai saat ini sertifikat belum jadi dan masih dalam proses. Bahkan sudah dilaporkan ke bagian Pengaduan, tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Begitu pula dengan yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat yang dikutip dari situs Lapor.go.id atas laporan Sdr. Luciana Kardjono Tanggal 14 M ei 2016 . 08.37. Laporan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN tentang keluhan atas kelambatan administrasi dalam pembuatan pemisahan (splitting) sertifikat tanah di daerah Cigugurgirang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Surat permohonan tersebut atas nama Ipah Yuningsih, Hak M ilik 10.31.02.06.1.01776 dengan nomor resi pendaftaran: 18529/2015 dan waktu pengajuan bulan Agustus 2015, hingga saat ini (1 M ei 2016, atau sudah sembilan bulan), proses belum selesai. M enurut sepengetahuan Pemohon dan berdasarkan informasi dari pihak BPN, proses splitting paling lama adalah 3 (tiga) bulan. Semua proses pengukuran tanah sudah selesai dilakukan sebelum November 2015. Ketika ditanyakan kembali pada pihak BPN Kabupaten Bandung Barat pada bulan M aret 2016, jawabannya adalah belum bisa dipastikan.
Berikut ini wawancara yang dilakukan dengan seorang pemohon, yang sedang mengurus sertifikat sebidang tanahnya di Desa Pringkuku, Kecamatan Pringkuku sebagai berikut:
‘’ Saya sudah mengurus sertifikat tanah saya 5 bulan lalu, tapi sampai saat ini belum selesai. Ternyata setelah saya tanyakan pendaftarannya baru dilaksanaan 1 bulan lalu . M emang salah saya kenapa saya mengurus sertifikat tidak langsung ke Kantor Pertanahan dan uang pendaftarannya juga saya serahkan kepada perantara. Disini saya mau mengadu tapi pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan juga gak bisa mempercepat, karena pengumumannya memerlukan waktu 60 hari ke depan .’’ (wawancara 1 Agustus 2016 ).
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Dari beberapa contoh kasus di K ant or P ert anahan ini menunjukkan bahwa permasalahan pelayanan publik dalam pembuatan sertifikasi tanah merupakan salah satu permasalahan pokok bagi institusi tersebut yang harus segera diatasi. Agar tidak mendapat sorotan yang lebih jauh di era reformasi ini maka kinerja pelayanan di Kantor Pertanahan harus segera di evaluasi, sehingga hambatan-hambatan yang mempengaruhi kinerja pelayanan pada Kantor Pertanahan dapat ditemukan dan diatasi. Disamping itu image masyarakat yang berkembang bahwa melakukan pengurusan sertifikat di Kantor Pertanahan itu mahal dan lama akan dapat dihilangkan dari pemikiran masyarakat luas.
Tertarik dengan masalah biaya dan waktu dalam pengurusan sertifikat tanah selama ini, maka penelitian ini memfokuskan pada kinerja pelayanan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan. Sebagai alasan utama adanya keinginan dari masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan cepat sesuai dengan jadwal pelayanan tanpa adanya pungutan-pungutan liar dari oknum yang tidak bertanggung jawab sesuai dengan semangat reformasi. Belum konsistennya pelaksanaan reformasi pelayan pertanahan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan, Ngatmisih, SH. M .Hum setelah di konfirmasi berjanji tidak akan memberikan toleransi, karena ada sanksi administratif. Jika beliau menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan didaerahnya. Warga juga diminta secara proaktif memberikan informasi yang lengkap atau bersedia menjadi saksi apabila ada aparat Kantor Pertanahan yang menyimpang, seperti meminta pungutan di luar ketentuan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparka, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam sebuah rumusan masalah yang nantinya akan dipecahkan ataupun dijelaskan pada bab berikutnya.
Pada kasus yang terjadi dalam penulisan ini masalah yang terjadi dalam pelayanan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan adalah
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
belum sesuainya kinerja pelayanan dengan prosedur yang telah ditetapkan. Walaupun kasus ini tidak terjadi pada semua proses pelayanan pendaftaran, namun hal ini bisa mempengaruhi penilaian masyarakat bahwa pelayanan pengurusan proses pendaftaran sertifikat di Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan terkesan berbelit-belit, mahal dan membutuhkan waktu lama.
.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan ?
2. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kinerja pelayanan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kinerja pelayanan publik yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan dan pelayanan dimaksud apakah sudah sesuai dengan prosedur yang ada atau belum.
2. Untuk menentukan upaya meningkatkan kinerja pelayanan dengan mencari faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan pelayanan publik dan sekaligus mencari faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong agar pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan lebih dapat efektif dan efisien. Serta membantu menawarkan memberikan suatu solusi yang intinya dapat membantu kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan pelayanan di Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
E. Manfaat Penelitian
1. M enjadi sarana pembelajaran, menambah pengetahuan dan wawasan yang berguna bagi banyak kalangan yang membaca tesis ini kelak. Disamping itu dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama studi di Perguruan Tinggi dengan kasus-kasus nyata di Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
2. Sebagai bahan pertimbangan peningkatan kualitas dan efisiensi waktu pelayanan dan memberikan tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan dan kontribusi dalam memutuskan kebijakan strategis pada lembaga Badan Pertanahan Nasional pada umumnya.
3. Dijadikan pembanding untuk penelitian dalam tema yang sama dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya serta memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen SDM . 4. Dijadikan acuan untuk membantu kelancaran kegiatan pelayanan
dan diusulkan untuk dasar penyusunan Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SOPP) pada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
BAB II
KERANGKA TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
Pelay anan p ublik y ang diberikan oleh pemerintah akan mempengaruhi minat p ara masy arakat dan investor dalam menanamkan modalny a di suatu daerah.
M asy arakat dan dunia usaha menginginkan p elay anan y ang cep at, tep at, mudah
dan murah serta tarif y ang jelas dan p asti. Oleh karena itu Pemerintah telah meny usun Standard Pelay anan dan Biay a bagi Badan Pertanahan Nasional y ang
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor.128 Tahun 2015 sehingga Badan
Pertanahan Nasional y ang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan
y ang bertugas memberikan p elay anan kep ada masy arakat untuk p enerbitan
Sertifikat dan p erubahanny a dap at memberikan p elay anan terbaik dan masy arakat
dap at dengan jelas mengetahui subyek atas tanah dan obyek hak atas tanah, letak
tanahnya, batas-batas tanahny a serta p anjang san lebar tanah tersebut. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus dilakukan oleh Pemda, serta p erlu
dilakukan evaluasi secara berkala agar p elay anan p ublik senantiasa memuaskan
masy arakat.
Ada hasil penelitian tentang kualitas p elay anan y ang p erlu dijadikan pedoman
oleh pemerintah dalam melay ani masy arakat di daerah, Studi Internasional
meny atakan bahwa 3-6 dari 10 p elanggan akan bicara secara terbuka kep ada
umum mengenai p erlakuan buruk yang mereka terima. Pada akhirny a 6 dari 10
p elanggan akan mengkonsumsi barang atau jasa alternative (Pabtius D, Soeling,
1997). Hasil studi The Tehnical Assistens Research Program Institute menunjukkan :
95 % dari p elanggan y ang dikecewakan tidak p ernah mengeluh kep ada
p erusahaan.
Rata-rata p elanggan yang comp lain akan memberitahukan kep ada 9 atau
10 orang lain mengenai p elayanan buruk y ang mereka terima.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
70% pelanggan y ang comp lain akan berbisnis kembali dengan p erusahaan
kalau keluhanny a ditangani dengan cep at (Pantius D.Soeling,1997).
Dengan demikian p elay anan memegang p eranan y ang sangat p enting dalam
menjaga loy alitas konsumen, demikian pula halny a p elay anan y ang didberikan oleh
Kantor Pertanahan sebagai institusi resmi p emerintah y ang berwenang mengatur dan
p enerbitan sertifikat tanah, dalam melaksanakan tugasny a sehari-hari tidak lup ut dari
p erhatian p ublik berkaitan dengan kinerja pelay anan y ang mereka berikan bagi
masy arakat y ang menggunakan jasany a, sehingga harapan-harap an y ang ingin dicap ai
sebagaimana y ang telah ditetap kan p ada kebijakasanaan catur tertib bidang
Pertanahan tersebut dap at terwujud.
B. LANDAS AN TEORI
1. Kinerja Pelayanan
Dilihat dari ilmuny a, administrasi merup akan kegiatan p elay anan dan
memang salah satu fungsi p emerintah dalam p embangunan adalah meny elenggarakan
p elay an p ublik. Sondang P Siagian mengatakan, teori klasik ilmu adminstrasi negara
mengajarkan bahwa p emerintahan negara p ada hakikatny a meny elenggarakan dua jenis fungsi utama, y aitu fungsi pengaturan dan fungsi p elay anan. Fungsi p engaturan
biasany a dikaitkan dengan hakikat negara modern sebagai suatu negara hukum (legal
state) sedangkan fungsi pelay anan di kaitkan dengan hakikat negara sebagai suatu
negara kesejahteraan (welfare state).
Baik fungsi p engaturan maup un fungsi p elayanan meny angkut semua segi
kehidup an dan p enghidup an bermasy arakat, berbangsa dan bernegara, dan
p elaksanaanny a dip ercayakan kep ada ap aratur p emrintah tertentu y ang secara
fungsional bertanggung jawab atas bidang-bidang tertentu kedua fungsi tersebut
(Siagian, 1992). Istilah lain y ang sejenis dengan p elay anan itu adalah p engabdian dan
p engay oman. Dari seorang administrator diharap kan akan tercermin sifat-sifat
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
memberikan p elay anan p ublik, p engabdian kep ada kepentingan umum dan
memberikan p engay oman kep ada masyarakat lemah dan kecil. Administrator lebih menekankan p ada mendahulukan kep entingan masy arakat/umum dan memberikan
service kepada masy arakat darip ada kep entingan sendiri (Thoha, 1991).
M enurut Sy ahrir, p elay anan p ublik adalah segala aktivitas y ang dilakukan
oleh p emerintah maup un swasta y ang menghasilkan barang atau jasa, y ang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan p ublik (Syahrir dalam Prisma No. 12, 1986). Hamp ir
sama dengan ap a yang di ungkapkan oleh Sy ahrir juga diny atakan oleh M iftah Thoha,
p elay anan sosial merup akan suatu usaha y ang dilakukan seseorang atau kelomp ok orang atau institusi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kep ada
masy arakat dalam rangka mencap ai suatu tujuan tertentu (Thoha, 1991). Sedangkan
berdasarkan Kep utusan Menteri Pendayagunaan Ap aratur Negara No. 81 tahun 1993 tentang Pedoman Tata laksana Pelay anan Umum, disebutkan p engertian p elay anan
umum sebagai segala bentuk kegiatan p elay anan umum yang dilaksanakan oleh
instansi p emerintah di p usat maup un di daerah dan di lingkungan BUM N/BUM D,
dalam bentuk barang/jasa, baik dalam rangka upay a pemenuhan kebutuhan
masy arakat maupun dalam rangka p elaksanaan ketentuan p eraturan p
erundang-undangan (M oenir, 1992).
Guna menemukan formula dan metode y ang tep at dalam upay a melakukan
p erbaikan dan meningkatkan kinerja p elay anan y ang diberikan oleh suatu organisasi
p ublik, maka dibutuhkan p enilaian terhadap kinerjanya sebagai ukuran keberhasilan
suatu organisasi publik dalam mencap ai misiny a.
Untuk organisasi p elay anan p ublik, informasi mengenai kinerja tentu sangat
berguna untuk menilai seberap a jauh pelay anan y ang diberikan oleh organisasi itu
memenuhi harap an dan memuaskan pengguna jasa. Selain itu, p enilaian terhadap
kinerja p elay anan juga penting untuk memberikan tekanan kep ada p ejabat y ang
meny elenggarakan kegiatan p elayanan tersebut.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Patut disayangkan keny ataan p enilaian terhadap kinerja p elayanan organisasi
p ublik masih amat jarang diselenggarakan.Berbeda dengan sektor p rivat y ang kinerjany a dengan mudah bisa dilihat dari p rofitabilitas y ang dip erolehny a, sementara
organisasi p ublik tidak memiliki tolak ukur y ang jelas dan informasi mengenai
kinerja p elay anan y ang diberikan oleh suatu organisasi p ublik sukar didap atkan oleh
p engguna jasa. Bahkan boleh dikatakan informasi yang akurat dan bisa dengan mudah di akses oleh p ublik mengenai kinerja p elay anan sebuah organisasi p ublik
belum tersedia di dalam masy arakat, kalaup un ada hany a sebatas berita tentang
ketidak p uasan masy arakat atas p elay anan birokrasi di media massa. Terbatasny a informasi mengenai kinerja p elay anan publik terjadi karena kinerja belum dianggap
sebagai hal y ang penting oleh p emerintah, dan tidak tersedianya informasi mengenai
indikator kinerja birokrasi p ublik dap at dijadikan bukti bahwa p emerintah belum
serius menangani dan memp rioritaskan kinerja p elay anan p ublik sebagai agenda
kebijakan yang utama.
Faktor lain y ang meny ebabkan sulit didap atkan keterangan dan informasi
mengenai kinerja pelay anan p ublik dikarenakan begitu komp lekny a indikator kinerja,
y ang biasa digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi p ublik. Hal ini disebabkan
oleh Stakeholders y ang sangat bany ak dan memiliki kep entingan y ang berbeda-beda p ada birokrasi publik. Kondisi ini kontras dengan sektor p rivat y ang indikator kinerjany a relatif lebih sederhana. Kesulitan lainny a dalam mengukur kinerja
birokrasi publik adalah dikarenakan tujuan dan misi birokrasi p ublik. Seringkali
menjadi absurd dan tidak jelas karena sifatny a multi dimensional. Keny ataan bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang bany ak dan memiliki kep entingan y ang
sering berbenturan satu dengan y ang lainny a membuat birokrasi p ublik mengalami
kesulitan untuk merumuskan misi y ang jelas.
Konsekwensiny a, Indikator p engukuran kinerja bagi tiap -tiap stakeholders
juga berbeda-beda. M enurut Zeithaml, Parasuraman, dan Beri (1990) mengemukakan
bahwa kinerja p elay anan p ublik y ang baik dap at dilihat melalui berbagai indikator
y ang sifatny a fisik. Penyelenggaraan p elay anan p ublik y ang baik dap at dilihat melalui
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
aspek fisik p elayanan yang diberikan, sep erti tersediany a gedung pelay anan y ang
representative, fasilitas p elay anan berup a televisi, ruang tunggu y ang ny aman, p eralatan p endukung yang memiliki teknologi canggih, misalny a komp uter,
p enamp ilan ap arat y ang menarik di mata pengguna jasa, sep erti seragam dan
aksesoris, serta berbagai fasilitas kantor pelay anan y ang memudahkan akses
p elay anan bagi masy arakat.
Namun demikian menurut Dwiy anto (2002) ada beberap a indikator y ang
dapat digunakan mengukur kinerja birokrasi p ublik, y aitu sebagai berikut :
1. Resp onsivitas 2. Resp onsibilitas
3. Akuntabilitas
4. Produktivitas
5. Kinerja Lay anan
Sementara itu Kumurotomo (1996) menggunakan beberap a kriteria untuk
dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi p elay anan p ublik, antara lain adalah :
1. Efisiensi
2. Efektivitas 3. Keadilan
4. Day a Tanggap
Dari indikator kinerja organisasi p elayanan p ublik yang dikemukakan oleh
Kumorotomo tersebut, dihubungkan dengan p endap at Dwiy anto (2002) y ang
meny atakan, bahwa p enilaian kinerja birokrasi p ublik tidak cukup hany a dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator y ang melekat p ada birokrasi itu sep erti
efisiensi dan efektifitas, tetap i harus dilihat juga dari indikator-indikator y ang melekat p ada p engguna jasa, sep erti kep uasan p engguna jasa, akuntabilitas, dan resp onsivitas.
Penilaian kinerja dari sisi p engguna jasa menjadi sangat p enting karena birokrasi
p ublik seringkali memiliki kewenangan monop olis sehingga p ara p engguna tidak
memiliki alternatif sumber p elayanan. Akibatny a, dalam p roses p elay anan birokrasi
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
p ublik, p enggunaan p elayanan oleh p ublik sering tidak ada hubunganny a sama sekali
dengan kepuasan terhadap p elayanan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi p ublik tidak hany a bisa dilihat dari ukuran internal y ang dikembangkan oleh
organisasi p ublik atau pemerintah, seperti p encap aian target semata. Sekarang ini
sebaikny a kinerja harus dinilai dari ukuran eksternal, sep erti nilai dan norma y ang
berlakuk dalam masy arakat agar didapatkan hasil atau terdap at hubungan antara p enggunaan p elayanan oleh p ublik dengan kep uasan terhadap pelay anan y ang
diberikan. Tentuny a suatu kegiatan organisasi p ublik akan memiliki kinerja y ang
tinggi, kalau kegiatan y ang dilaksanakan dan dijalankan tersebut dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma y ang berkembang dalam masy arakat.
Berdasarkan p enelitian yang dilakukan oleh Norma Ay u Permana, dengan
Judul Kinerja Pelay anan p ada Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan (2009) menunjukkan bahwa kinerja p elay anan yang diberikan Kantor Pertanahan Kabup aten
Pacitan masih menunjukkan hasil y ang kurang op timal, meskip un berbagai kebijakan
telah diambil p roduktifitas belum op timal dan perlu segera ditingkatkan.
Dengan demikian dalam p enelitian ini, p enulis akan lebih menekankan
p engukuran kinerja p elayanan pada indikator-indikator y ang melekat p ada pengguna
jasa sebagaimana p endap at Dwiy anto (2002). Untuk itu p enulis menetap kan
indikator-indikator p engukuran kinerja pelay anan organisasi publik sebagai berikut :
Resp onsivitas, Resp onsibilitas, Akuntabilitas, Produktifitas dan kep uasan p elanggan.
Untuk memp erjelas p enggunaan indikator tersebut, berikut ini dikemukakan satu
p ersatu p enjelasan konsep dari masing-masing indikator tersebut.
1. Resp onsivitas
Resp onsivitas adalah kemamp uan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masy arakat, menyusun agenda dan p rioritas p elay anan, dan mengembangkan
p rogram-program p elay anan p ublik sesuai dengan kebutuhan dan asp irasi
masy arakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk p ada keselarasan
antara p rogram dan kegiatan p elay anan dengan kebutuhan dan asp irasi
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
masy arakat. Responsivitas dimasukkan sebsgai salah satu indikator kinerja
karena resp onsivitas secara langsung menggambarkan kemamp uan organisasi p ublik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi
kebutuhan masy arakat. Resp onsivitas y ang rendah ditunjukkan dengan
ketidak selarasan antara pelay anan dengan kebutuhan masy arakat. Organisasi
y ang memiliki resp onsivitas rendah dengan sendiriny a memiliki kinerja y ang jelek p ula.
2. Resp onsibilitas
Resp onsibilitas menjelaskan ap akah p elaksanaan kegiatan organisasi p ublik itu dilakukan sesuai dengan p rinsip -prinsip administrasi yang benar atau
sesuai dengan kebijakan organisasi, baik y ang eksplisit maup un imp lisit
(Lenvine,1990). Oleh sebab itu, resp onsibilitas biasa saja p ada suatu ketika
berbenturan dengan resp onsivitas.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas p ublik menunjuk p ada seberap a besar kebijakan dan kegiatan
organisasi p ublik tunduk p ada para p ejabat p olitik y ang dip ilih oleh raky at. Asumsiny a adalah p ara p ejabat p olitik tersebut selalu merep resentasikan
kepentingan raky at. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas p ublik dap at
digunakan untuk melihat seberap a besar kebijakan dan kegiatan organisasi p ublik itu konsisten dengan kehendak masy arakat bany ak. Suatu kegiatan
organisasi p ublik memiliki akuntabilitas y ang tinggi kalau kegiatan itu
dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam
masy arakat.
4. Produktifitas
Konsep produktivitas tidak hany a mengukur tingkat efisiensi, tetap i juga
efektifitas p elay anan. Produktivitas p ada umumny a dip ahami sebagai rasio antara inp ut dengan outp ut. Konsep p roduktivitas ini dirasa terlalu semp it dan
kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran p roduktivitas y ang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
p elay anan p ublik itu memiliki hasil y ang diharap kan sebagai salah satu
indikator kinerja yang p enting. 5. Kepuasan Pelanggan
Kehadiran organisasi p ublik adalah suatu alat untuk memenuhi kebutuhan dan
melindungi kep entingan publik. Jadi kinerja p elay anan p ublik dap at dikatakan
berhasil apabila ia mampu mewujudkan ap a yang menjadi tugas dan fungsi utama dari organisasi y ang bersangkutan. Untuk itu maka, organisasi maup un
kary awan y ang melaksanakan suatu kegiatan harus selalu berorientasi dan
berkonsentrasi terhadap ap a y ang menjadi tugasny a. Termasuk didalamny a untuk mengeksp loitasi segala sumber day a yang dimiliki kary awan guna
menunjang p elaksanaan kegiatan organisasi untuk memuaskan p engguna jasa.
Apabila pengguna jasa merasa puas, inilah hasil atau p rofit dari organisasi
p elay anan p ublik.
2 Aparat Pelaksana Kegiatan Pelayanan
Usaha p eningkatan kinerja p elay anan p ublik tanpa mengikut sertakan
ap araturnya akan tidak berhasil. Selaku tenaga operasional dari suatu bentuk
p elay anan umum, baik burukny a p elay anan umum tadi sangat tergantung p ada
p enamp ilan ap araturny a, di samp ing faktor lainny a, sep erti kinerja p eraturan dan
p rogram kerjany a. Didalam p elay anan umum, ap aratur sering dituduh sebagai
p eny ebab timbulny a berbagai ketidakpuasan terhadap bentuk p elay anan umum.
Kultur birokrasi pemerintahan yang seharusnya lebih menekankan pada p elay anan
masy arakat terny ata tidak dap at dilakukan secara efektif oleh birokrasi di Indonesia. Namun mereka tidak dapat disalahkan sep enuhny a, hal ini karena sikap dan p rilaku
mereka tidak terlep as dari p engaruh atas sistem kemasy arakatan di Indonesia.
M enurut Dwiy anto (2002), secara struktural, kondisi tersebut merupakan imp likasi
dari sistem p olitik Orde Baru yang telah menemp atkan birokrasi lebih sebagai agen
p elay anan p ublik, sedangkan secara kultural, kondisi tersebut lebih disebabkan akar
sejarah kultural feodalistik birokrasi.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Sentralisme dalam birokrasi telah meny ebabkan terjadiny a p atologi dalam
bentuk berbagai tindak peny imp angan kekuasaan dan wewenang y ang dilakukan birokrasi (Dwiy anto, 2000). Patologi birokrasi muncul karena norma dan nilai-nilai
y ang menjadi acuan bertindak birokrasi lebih berorientasi keatas, y aitu p ada
kepentingan p olitik kekuasaan, bukanny a kepada p ublik. Sehingga wajar saja jika
keny ataanny a saat ini p elay anan p ublik y ang diselenggarakan oleh organisasi p emerintah masih jauh dari harap an. Ap arat dianggap kurang p rofessional,
berbelit-belit, disiplin kerja rendah, dan sebagainy a y ang menunjukkan seakan-akan justru
ap aratlah yang minta dilayani, bukan warga masy arakat.
Situasi sep erti ini menuntut p emerintah untuk lebih meningkatkan
ap araturnya, seperti yang diungkapkan Sondang P Siagian, bahwa untuk
p elaksanakan tugas dalam p elay anan ini maka p emerintah p erlu meningkatkan ap araturnya, baik secara kualitatif maup un kuantitatif, untuk memenuhi tugasny a
y ang semakin komp leks (Siagian, 1972). Hal senada dikatakan oleh M uhammad
Nadjib, y aitu bahwa kondisi y ang demikian menuntut ap aratur negara y ang memiliki
visi inovatif, p rofessional, serta memiliki day a tanggap y ang tinggi untuk
mencip takan sistem p elayanan umum menjadi lebih adil dan dap at dinikmati secara
merata oleh masyarakat luas (Nadjib dalam forum komunkasi Pasca Sarjana Pemda
Kalbar, 1996).
Berkaitan dengan hal tersebut Kumorotomo (1996) meny atakan, y ang
terpenting dalam p eningkatan kinerja p elay anan p ublik adalah menegakkan dan
menguatkan dasar fondasi ap arat birokrasi p ada p rinsip -p rinsip moral y ang harus ditegakkan, karena kebenaran y ang ada dalam diri setiap ap arat dan sama sekali tidak
terkait dengan akibat atau konsekuensi dari keputusan y ang diambil. Penegakkan dan
p enguatan melalui p endekatan ini, dilakukan dengan nilai-nilai moral y ang mengikat.
Tugas p ejabat atau ap arat p emerintah tidak bisa disebut mudah. Sebagaimana bany ak
ungkap an bahwa setiap orang y ang menerima suatu p ekerjaan harus bersedia
menerima tanggung jawab y ang meny ertainy a dan mau menanggung konsekuensi
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
atas setiap kegagalan y ang mungkin terjadi, maka p ejabat negarap un harus memikul
tanggung jawab sep erti itu.
Hal y ang sama berlaku untuk para p egawai negeri pada eselon y ang lebih
rendah. Tak seorangp un dap at menghindar dari p erny ataan bahwa p ara pegawai
negeri harus melakukan ap a y ang menjadi harap an raky at, menaati kaidah hukum,
menaruh perhatian terhadap kep rihatinan dan masalah-masalah warga negara, dan
mengikuti p ola perilaku etis tanp a cacat. Dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan
y ang ditugaskan, kebany akan isu akan muncul bilamana seorang ap arat tidak dap at
memuaskan setiap orang. Karena cara-cara dan sikap y ang dilakukan setiap ap arat p elaksana p ada organisasi p ublik ketika berhadap an dengan masy arakat pengguna
jasany a, akan selalu disertai risiko bahwa ia mengecewakan atau membuat marah
sebagian warga negara dan sekaligus memuaskan warga negara y ang lain.
Sekarang kita melihat bahwa aparatur negara y ang merup akan kep anjangan
tangan p emerintah memiliki p osisi p enting dalam kaitanny a dengan masalah-masalah
kemasy arakatan. Kebijakan-kebijakan yang diambil olehny a akan berdampak luas
manakala kep utusan itu bertalian dengan hajat hidup masy arakat luas. Rasionalitas
saja terkadang tidak mamp u untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan hakiki orang
bany ak dan tidak jarang keputusan-kep utusan y ang baik harus menyertakan
p engalaman, intuisi dan hati nurani. Ditambahkan oleh Kumorotomo, bagaimanap un
juga falsafah, kearifan, dan niat baik akan menjadi p enop ang yang p aling kokoh bagi
p ara administrator untuk menjada kewibawaan dan kredibilitas mereka. Lebih dari
itu, dalam p ersoalan ap ap un sepanjang meny angkut hubungan antar dua atau lebih individu, pertany aan-p ertany aan y ang mengandung nilainilai filosofis dan moral akan
senantiasa relevan (Kumorotomo, 1996).
Adalah merup akan sebuah keharusan bagi aparat p emerintah untuk lebih
meningkatkan kesadaran akan moralitasny a, mengingat interaksi antar individu y ang
berlangsung p ada p roses p elayanan publik. Yang mana Proses p elay anan p ublik
tersebut merup akan bidang y ang rawan terhadap berbagai peny alahgunaan
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
kekuasaan, p eny elewengan keuangan, dan p emanfaatan jabatan untuk tujuan-tujuan
y ang tidak bermoral. Dalam dunia empiris, memasukkan nilai-nilai moral ke dalam manajemen p elayanan publik merup akan up ay a y ang tidak mudah, karena harus
mengubah p ola pikir y ang sudah lama menjiwai ap aratur p emerintah, meski semua
ini sangat tergantung dari ap arat itu sendiri.
Harap annya adalah agar birokrasi selalu melakukan kewajiban moral untuk
mengup ay akan agar sebuah kebijakan menjadi karakter masy arakat. Jika hal ini sudah
melembaga dalam diri aparat pemerintah dan masy arakat, maka birokrasi barulah
p atut dijadikan teladan. Mereka tidak akan melakukan segala sesuatu y ang merugikan negara dan masyarakat, terutama y ang secara langsung berhubungan dengan
p elay anan y ang diberikan, misalny a saja dengan y ang terjadi sejauh ini dalam p raktek
p elay anan di Kantor Pertanahan bany ak ap arat y ang masih terlibat dengan p raktek mafia atau sebagai calo, sehingga merusak mekanisme dan sistem y ang telah
ditetap kan secara prosedural.
Telah disep akati bahwa moral merup akan daya dorong internal dalam hari
nurani manusia untuk mengarah kep ada p erbuatan-p erbuatan baik dan menghindari
p erbuatan-p erbuatan buruk. Demikian p entingny a sisi moralitas ap arat untuk
diperhatikan dalam up aya meningkatkan kinerja p elayanan publik juga disebabkan
oleh adanya konflik kep entingan p ada tubuh organisasi p ublik itu sendiri.
Dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan sebagai institusi y ang
berwenang mengatur dan melay ani masyarakat dibidang p ertanahan juga sarat dengan
konflik kep entingan y ang ada didalamny a dan secara langsung melibatkan ap arat
sendiri, sebagai konsekuensi logis dari bany akny stakeholders y ang ada p ada Kantor Pertanahan Kabupaten Pacitan.
Dimulai dari Kepala Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan y ang sekarang
berada di bawah naungan Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kep ala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Prop insi Jawa Timur
sebagai atasan langsung, p engawasan fungsional oleh Insp ektur Jendral maup un
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
p engawasan oleh masy arakat baik melalui DPRD atau media massa. Disamp ing itu
masih ada lembaga p eradilan (Pengadilan, Kejaksaan, Kep olisian, p engacara, dan sebagainy a), Instansi p emerintah lainnya y ang terkait sep erti Pemerintah Daerah,
Kecamatan, Desa/Kelurahan serta lembaga keuangan atau perbankan, p engembang
kawasan (developer) maup un masy arakat umum, y ang terlihat sebagai stakeholders
p ada Kantor Pertanahan ini.
Selain konsekuensi y ang timbul dari bany aknya stakeholders y ang berkep entingan sehingga Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan rentan terhadap
konflik kep entingan dalam p elaksanaan p elay anan sertifikat tanah, sejumlah faktor lainny a selaku individu yang berbeda, sep erti ; kep ribadian yang tak cocok/bersifat
p sikologis, artinya konflik tersebut berkaitan dengan karakteristik p ara ap arat,
tentuny a bisa saja menimbulkan konflik internal p ada organisasi Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan dalam rangka melaksanakan tugasny a memberikan p elay anan
p ublik. Sementara itu bentuk konflik lainny a adalah berup a konflik kep entingan y ang
disebabkan oleh masalah struktural, yang sering terjadi antar unit/bagian dalam
organisasi Kantor Pertanahan sendiri.
Konflik kep entingan ini sep erti yang dikemukakan oleh Step hen Robin dap at
berup a: saling ketergantungan p ekerjaan, Diferensiasi horizontal y ang tinggi,
formalisasi y ang rendah, serta ketergantungan pada sumber bersama yang langka, dan
sebagainy a (Step hen Robin, 1990). Sumber konflik kep entingan struktural ini, akan
berp engaruh terhadap p elay anan y ang dilakukan oleh intitusi Pertanahan, meskip un
konflik struktural ini memp engaruhi p roses p elay anan itu secara tidak langsung.
Dalam p enelitian ini akan difokuskan pada konflik kep entingan y ang terjadi
sehubungan dengan makin marakny a pada p roses p elay anan sertifikasi p ertanahan
oleh Kantor Pertanahan, dimana p elayanan sertifikasi p ertanahan dijadikan sebagai
suatu komoditi masy arakat p engguna jasa. Sehingga y ang terjadi adalah bukanny a
suatu institusi negara y ang melayani masy arakat, melainkan telah terjadi
p engekp loitasian terhadap masyarakat p engguna jasa y ang membutuhkan sertifikat
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
p ertanahan. Sedangkan akibat lainny a adalah, karena dianggap sebagai komoditi,
tentuny a bany ak sekali p ihak-pihak yang berkep entingan dengan sumber tersebut. Baik dari oknum ap arat sendiri maup un y ang bukan berasal dari aparat,
berlomba-lomba untuk mendap atkan komoditi tersebut ataup un paling tidak, setiap orang ingin
selalu memp uny ai andil terhadap p enyelesaian komoditi tersebut. Karena dengan
demikian mereka y ang memiliki andil atas suatu komoditi jelas akan memp eroleh keuntungan-keuntungan finansial y ang tidak sedikit. Adany a p rilaku dan p raktek
seperti y ang terjadi p ada p roses p elay anan sertifikasi pertanahan ini, oleh masy arakat
sering disebut sebagaip erantara. Para perantara inilah y ang mengeruk keuntungan dari masy arakat pengguna jasa Kantor Pertanahan.
Situasi ini menimbulkan p raktek p ungli dalam p roses p elayanan sertifikat
p ertanahan menjadi sangat rentan bahkan tidak dap at dielakkan. Tidak heran kalau kemudian masy arakat p engguna jasa sering mentengarai bahwa p erantara p ertanahan
itu adalah ap arat Kantor Pertanahan sendiri. Padahal dalam keny ataany a sebagian
besar p engurusan sertifikat, baik untuk p endaftaran pertamakali, p eralihan hak dan
p elay anan lainnya sebagian besar didaftarkan melalui jasa notaris/PPAT dan
p erangkat desa/kelurahan letak tanah. Walaupun sebenarnya ada oknum ap arat
Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan yang dengan sengaja menjadi perantara dalam
p engurusan sertifikat.
Berkaitan dengan p erilaku oknum ap arat y ang menjadi p erantara y ang sudah
tentu merugikan masy arakat dalam p roses p engurusan pelay anan p ertanahan tersebut,
dalam hal ini Step hen Robin meny atakan tentang ketidakp uasan p eran dalam organisasi. Bahwa cara orang memp ersep sikan diriny a sendiri dalam p osisi
masing-masing dapat cukup memp engaruhi p restasi mereka dan dengan demikian p otensi
bagi timbulny a konflik kep entingan antara mereka dengan teman sejawatnya dalam
unit mereka dan unit-unit y ang berdampingan semakin besar (Step hen Robin, 1990).
Kemudian Robin menjelaskan juga, jika orang menerima sebuah peran, maka ia
membawa serta sejumlah harap an dan asp irasi. Jika harap an-harap an tersebut tidak
terpenuhi misalnya, jika p ekerjaan mereka tamp aknya tidak menantang atau jika
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
imbalan y ang mereka terima dianggap tidak mencukup i, maka individu tersebut dap at
memp erlihatkan frustasi mereka dalam sejumlah tindakan. Ada y ang akan mengundurkan diri, beberap a akan mengurangi usaha y ang mereka berikan p ada
p ekerja mereka, sementara y ang lainny a lagi lebih memilih untuk melawan.
Kelomp ok terakhir ini tamp akny a merasa senang jika dap at mengacaukan sistem
y ang ada.
Setidakny a p endap at Step hen Robin ini, menjelaskan kep ada kita bahwa
p erantara dan oknum ap arat Kantor Pertanahan y ang terlibat dalam p roses p elay anan
sertifikasi p ertanahan tersebut, tergolong kelomp ok y ang oleh Robin dijelaskan sebagai orang y ang menerima p eran, kemudian dengan p erannya tersebut ia memiliki
sejumlah harap an dan aspirasi y ang kemudian tidak terp enuhi. Karena bagi perantara
di Kantor Pertanahan menganggap p ekerjaan mereka tamp akny a tidak menantang atau dikarenakan imbalan y ang diterima selama ini dianggap tidak mencukup i.
Sehingga bany ak ap arat yang lebih memilih untuk mengacaukan sistem dan prosedur
p elay anan, dengan melakukan distrosi terhadap p roses p elay anan p ublik y ang
berlaku.
Selanjutnya p erlu dikemukakan juga perihal prosedur y ang harus dihadapi
oleh p emohon y ang akan mengurus sertifikat tanahny a, mereka menganggap
p ersy aratan terlalu berat, membutuhkan waktu lama dan biaya y ang tinggi. Hal ini
tidak akan terjadi jika masy arakat/p emohon datang sendiri ke Kantor Pertanahan.
Pemohon dap at dengan jelas melihat di Loket Pelay anan tentang urut urutan p roses,
waktu p engurusan dan biay a. Disamp ing itu p ersy aratan berkas p ermohonan juga telah ditamp ilkan lengkap baik melalui brosur maup un dip asang di dinding Loket
Pelay anan. Akan tetap i jika pemohon melakukan proses melalui p eantara, baik
melalui jasa Notaris ataup un p erangkat Desa/Kelurahan dap at dip astikan biay a akan
bertambah bany ak sesuai kesep akatan antara p emohon dengan p erantara.
Prosedur yang sudah ada seringkali dimanfaatkan oleh p ara perantara. Tidak
jarang y ang muncul sebagai mafia adalah ap arat dari kecamatan atau dari ap arat
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
p emerintah lainnya. Perantara ini sering menawarkan jasanya dengan memberikan
informasi dan keterangan y ang salah dan biay a y ang dimark up, serta memp ersulit sy arat-sy arat formal dalam p engurusanny a.
Hal ini mendorong masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan jasa
mereka, disamp ing warga masy arakat y ang memang sudah trauma berhadap an
dengan ap arat p emerintah akibat p erlakuan dari ap arat kantor p ertanahn y ang sering
justru merendahkan martabat seorang pemohon selaku seorang warga negara y ang
hak-haknya harus dihormati.
Menurut Dwiy anto, p ara p engguna jasa sering powerless dan tidak memiliki bany ak ruang dan kesemp atan untuk meresp on secara wajar p erlakuan y ang buruk
y ang diterimany a ketika berhubungan dengan p ara p ejabat birokrasi (Dwiy anto,
2000). Kondisi p elay anan p ublik sep erti ini terus belangsung, meskipun telah terjadi p enggantian rezim y ang bari di p ucuk p emerintahan nasional, akan tetapi tidak
membawa damp ak p erubahan terhadap kinerja pelay anan p ublik.
Hal y ang p atut menjadi p erhatian adalah p erilaku para p erantara, sehingga
menimbulkan begitu banyakny a p ihak yang ingin dilibatkan dalam p roses p elay anan sertifikat pertanahan ini, y ang pada akhirny a pemohon y ang dirugikan karena begitu
bany akny a konflik kep entingan didalam p engurusannya. Perilaku y ang demikian ini,
menurut Ancok dikarenakan kondisi kehidupan masa depan dengan p erubahan
lingkungan strategi sup er cep at akan menimbulkan bany ak masalah sosial dan
p sikologis. Diduga tingkat stress kehidup an kary awan akan semakin tinggi, karena
p ersaingan hidup y ang makin ketat. Ketegangan emosi yang amat tinggi akan
meny ebabkan manusia mudah marah, lari ke alkohol, narkotik, atau mengakhiri
hidup ny a dengan bunuh diri. Godaan untuk melakukan p elanggaran (korup si, kolusi,
nepotisme) akan semakin besar karena meningkatkan kebutuhan untuk menonjol
secara materi (Djamaludin Ancok, 2000) dari pendap at Ancok tersebut setidakny a
dapat memberikan p emahaman terhadap kita tentang p erilaku menyimp ang ap arat
y ang memiliki kepentingan sendiri-sendiri dalam p roses p elay anan.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
Oleh karenany a dalam penelitian ini akan menekankan dari variable ap arat
p elaksana dan p ihak y ang mendap atkan kuasa untuk mengurus p elay anan p ertanahan, y akni komitmen moral aparat dan konflik kep entingan yang melibatkan ap arat Kantor
Pertanahan Kabup aten Pacitan. Ditekankanny a pada kedua faktor ini lebih
dikarenakan berdasarkan kondisi faktual p raktek di lapangan bahwa komitmen moral
ap arat dan konflik kep entingan p ada Kantor Pertanahan Kabup aten Pacitan y ang selalu berkaitan langsung dengan p elayanan y ang dihasilkan. Keny ataan dilap angan
juga menunjukkan bahwa tingkat p endidikan ap arat, p engalaman kerja ap arat juga
turut berpengaruh dalam p elayanan yang dihasilkan, akan tetap i pengaruh kedua faktor ini berdasarkan penilaian dan pengalaman emp iris dari hasil kajian-kajian
akademis y ang telah sering dilakukan adalah sangat tip is bahkan bisa diabaikan
p engaruhnya terhadap p elay anan y ang dihasilkan, sejauh fenomena untuk p elay anan
p ublik p ada Kantor Pertanhan Kabup aten Pacitan ini masih tetap dijadikan oleh p ihak
p erantara sebagai komoditi y ang dijual kep ada masy arakat p engguna jasany a.
Bila demikian adalah kurang tep at jika p enelitian ini menekankan kajian
hany a p ada tingkat p endidikan ap arat, pengalaman kerja dan sebagainya. Karena p ada
fenomena p elay anan sertifikat tanah ini, akan lebih mengenai dengan menekankan
p ada asp ek komitmen moral aparat pelaksana dan konflik kep entingan yang ada
didalamny a. Jadi p ada tulisan ini, p enulis menetap kan ap arat p elaksana sebagai variabel pengaruh (independent) dengan indikatorny a komitmen moral ap arat dan konflik kepentingan.
3. Iklim Organisasi
Iklim organisasi menjadi sangat p enting karena merup akan wadah setiap
orang untuk menjalankan aktifitasny a. Tidak bisa dip ungkuri bahwa manusia modern
menjadi anggota berbagai organisasi y ang kesemuany a dimaksudkan untuk
memp ermudah p encap aian tujuan, kepentingan dan kebutuhan p ribadinya y ang
semakin lama semakin komp leks, terutama kebutuhan fisik. Dalam usaha p emenuhan
kebutuhan y ang bersifat fisik, manusia mencari nafkah melalui usaha menjadi
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
kary awan dalam sesuatu organisasi tertentu, baik dilingkungan p emerintah maup un
dikalangan swasta.
M eny angkut iklim organisasi ini merup akan istilah untuk menggambarkan
lingkungan organisasi atau situasi organisasi. Iklim organisasi berkenaan dengan
rangkaian sifat y ang dap at dip ersep si orang-orang dalam suatu organisasi atau
unit-unit tertentu. Pembicaraan tentang ikilm organisasi sebenarnya merup akan
p embicaraan lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan organisasi y ang
dilakukan secara sadar atau tidak, y ang dianggap kemudian memp engaruhi p erilaku
organisasi (Streers, 1985). Iklim dap at dip andang sebagai kep ribadian organisasi y ang dilihat anggotany a. Dalam kaitan dengan p engertian iklim organisasi ada beberap a
konsekuensi, p ertama: ini berkaitan dengan p ersep si anggota organisasi tertentu
adalah iklim y ang dilihat p ara p ekerjanya, tidak selalu iklim y ang sebenarny a, sebagai contoh jika p ara p ekerja merasa iklimny a terlalu otoriter, ia akan bertindak sesuai
dengan anggap anny a walaup un manajemen p uncak telah berup ay a untuk bersikap
demokratis.
Hal p enting kedua; p ada definisi ini adany a anggapan terdap at hubungan
antara ciri dan kegiatan lainny a dari organisasi dan iklim. Umumny a dip ercay a bahwa
ciri y ang unik dari organisasi tertentu bersama dengan kegiatan dan p erilaku
manajemen sangat menentukan iklim organisasi itu.
Iklim organisasi memiliki ciri-ciri y ang dihasilkan oleh tingkah laku dan
kebijaksaan anggota organisasi, dap at dimanfaatkan untuk menggambarkan situasi
organisasi saat itu dan sebagai sumber kekuatan untuk mengarahkan aktifitas.
Dengan demikian iklim organisasi akan dip engaruhi oleh bany ak factor.
M enurut hauser dan Pecorella serta Wisler (1977) factor-faktor y ang memp engaruhi
ikilm organisasi dap at diketahui melalui p ersepsi individu-individu yang ada dalam
organisasi tersebut didasarkan p ada respon subjek terhadap p ertany aan y ang diajukan kepada mereka. Kesulitan y ang utama dalam memahami peranan iklim terhadap
organisasi adalah tidak adany a satu kesep akatan diantara p ara ilmuwan y ang
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
merumuskan faktor-faktor utama y ang memp engaruhi iklim organisasi. Hal ini
disebabkan oleh karakteristik lingkungan y ang dihadapi berbeda, y ang menyulitkan untuk mengidentifikasi dimensi inti y ang berkaitan dengan semua organisai.
Kesulitan lain adalah dalm menetapkan perangkat ukuran y ang baik akan
meny ulitkan dalm menarik satu kesimp ulan umum.
Salah satu p enelitian y ang dilakukan oleh Camp bell dan rekan-rekan (1973)
mengenai dimensi dari iklim kerja merupakan satu temuan y ang cukup baik. Dengan
menggunakan analisis gugusan atas daftar isian y ang unik, p ara p eneliti
mengidentifikasi sep uluh dimensi iklim p ada organisai secara keseluruhan y ang melip uti :
a. Struktur tugas tingkat p erincian metode y ang dip akai untuk melaksanakan tugas
oleh organisasi.
b. Hubungan imbalan hukuman dan tingkat batas p emberian imbalan tambahan
sep erti tambahan p romosi dan kenaikan gaji didasarkan p ada p restasi dan jasa dan
tidak pada p ertimbangan-p ertimbangan lain sep erti senioritas, favoritisme, dll.
c. Sentralisasi kep utusan. Batas keputusan-kep utusan p enting dip usatkan p ada
manajemen atas.
d. Tekanan p ada p restasi. Keinginan pihak p ekerja organisasi untuk melaksanakan
p ekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kary a
organisasi.
e. Tekanan p ada latihan dan p engembangan. Tingkat batas organisasi berusaha
meningkatkan p restasi individu melalui kegiatan latihan dan p engembangan y ang tep at.
f. Keamanan versus resiko. Tingkat batas tekanan dalam organisasi menimbulkan p erasaan kurang aman dan kecemasan p ada p ara anggotanya.
g. Keterbukaan versus ketertutup an. Tingkat batas orang-orang lebih suka berusaha menutup i kesalahan mereka dan menamp ilkan diri secara baik dari p ada
berkomunikasi secara bebas dan bekerja sama.
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
h. Status dan semangat. Perasaan umum diantara para individu bahwa organisasi
merupakan temp at kerja y ang baik.
i. Pengakuan dan umpan balik. Tingkat batas seorang individu mengetahui ap a
p endapat atasanny a dan manajemen mengenai p ekerjaan.
j. Kompetisi dan keluwesan organisasi secara umum. Tingkat batas organisasi
mengetahui apa tujuanny a dan mengejarnya secara luwes dan kreatif, termasuk juga batas organisasi mengantisip asi masalah, mengembangkan metode baru dan
mengembangkan ketramp ilan baru poada p ekerja sebelum masalh menjadi gawat.
M cClelland (1976) dalam p enelitianny a mengenai hubungan antara motivasi
manajer dan iklim organisasi, menggunakan enam factor iklim organisasi dari Lirwan
dan Stringer (1968) y aitu:
a. Struktur y ang derajatny a dan aturan-aturan y ang dikenakan terhadap pekerjaan
adany a p enekanan dan p erbatasan oleh atasan atau organisasi terhadap anggota
organisasi.
b. Resp onsibility y aitu tanggung jawab dari anggota organisasi untuk berp restasi karena adany a tantangan, tuntutan, serta kesemp atan untuk merasakan p restasi.
c. Warmth and Supprt yaitu dukungan y ang lebih bersifat p ositif dari p ada hukuman
situasi kerja sehingga menumbuhkan rasa tentram dalam bekerja.
d. Rewards y aitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja, hadiah menunjukkan
adany a p enerimaan terhadap p erilaku dan p erbuatan, sedangkan hukuman
menunjukkan p enolakan p erilaku dan p erbuatanny a.
e. Conflict y aitu suasana p ersaingan antar individu maup un bagian dalam organisasi
dalam suasana menang sendiri.
f. Organizational identy y aitu loy alitas kelomp ok dari anggota organisasi sehingga
menumbuhkan loy alitas kelomp ok.
Rangkaian p ertama dari variabel y ang dianggap mempengaruhi ikilm
organisasi ditemukan dalam struktur organisasi. Oleh bukti-bukti y ang ada
menunjukkan makin tinggi p enstrukturan suatu organisasi (semakin tinggi tingkat
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
sentralisasi, formalisasi, orientasi p ada p eraturan dan seterusny a) lingkungan akan
terasa kaku, tertutup dan p enuh ancaman (p ay ne dan phey sey, 1971). M enunjukkan makin besar desentralisasi y ang diberikan kep ada para p ekerja dan makin besar
p erhatian y ang diberikan p ekerjaan akan makin baik. Dengan kebebasan y ang
diberikan akan membangkitkan kep ercayaan kep ada para individu untuk mengambil
keputusan.
Pada organisasi yang relative kecil akan membangun ikilm y ang terbuka
p enuh p ercay a satu sama lain. Sebalikny a organisasi besar akan lebih birokratis dan
cenderung tertutup . Kebijakan dan p raktek manajemen juga dap at mempengaruhi iklim misiny a dalam studi y ang dilakukan oleh Lawler dan rekan-rekan (1974)
menunjukkan bahwa p ara manajer y ang lebih bany ak memberikan ump an balik dan
autonomi dan identitas tugas p ada bawahanny a terny ata sangat membantu ikilm y ang
berorientasi p ada p restasi. Para p ekerja lebih merasa bertanggung jawab p ada
p encap aian tujuan organisasi dan kelompok.
Partisip asi dari seorang kary awan y ang dilibatkan dalam p roses p engambilan
keputusan akan memp ermudah kary awan tersebut untuk memahami p ekerjaanny a. M elibatkan seorang kary awan dalam p roses p engambilan kep utusan akan
memp ermudah kary awan tersebut untuk memahami p ekerjaannya. M elibatkan
seorang kary awan dalam p roses p engambilan kep utusan merup akan indikasi dari gaya seorang p emimp in yang demokratis dan juga berorientasi p ada p ekerjaan.
Kesetaraan ini sendiri akan memungkinkan suasana kerja yang lebih baik
karena karyawan merasa kep entinganny a ikut dip erhatikan.
Dalam setiap organisai adany a p erbedaan kep entingan anggota organisasi
merup akan sesuatu y ang biasa, demikianp un dengan adany a persaingan antara setiap
kary awan, unit kerja atau kelomp ok dalam sebuah organisasi modern memang tidak
dapat dihindarkan, hal ini dimungkinkan oleh p ersep si y ang berbeda atau kep entingan y ang berbeda dari setiap anggota organisasi. Dengan konflik y ang berkep anjangan
akan membawa pengaruh p ada iklim kerja y ang kurang harmonis padahal sebuah
organisasi dituntut sebuah semangat kerja y ang tinggi, demikianp un dengan setiap
p ersaingan harus diarahkan p ada p ersaingan y ang sehat artiny a setiap orang dip acu
STIE
Widya
Wiwaha
Jangan
untuk maju atau unggul, kemajuan y ang dicapai oleh setiap orang tersebut kalau
berkembang secara baik akan meningkatkan efektifitas organisasi.
Ada kebutuhan pokok dalam diri manusia untuk bekerja sama, hal ini
dilandasi oleh keinginan membantu orang lain atau menolong orang lain. Dalam
motivasi pergaulan dimana ada keinginan p okok untuk memperluas pergaulan untuk
mencap ai orang lain dan bekerja dengan orang lain. Ungkap an perhatian sering ditunjukkan dengan membantu orang y ang dip erhatikan. Dalam mewujudkan
p erhatian ini tidak saja ditujukan kep ada orang p erorangan tetapi juga kep ada
kelomp ok-kelompok y ang lebih besar y ang melibatkan seseorang sebagai anggota, termasuk organisasi dan masy arakat.
M enurut Robert E. Lefton y ang merupakan seorang konsultan internasional
untuk p engembangan manajemen dan p engembangan organisasi, bahwa p ada
dasarny a team work dap at terbentuk kecuali y ang bersangkutan terhalang oleh
rintangan-rintangan :
1) Breakdown in probing
2) Promotional leadership
3) Intra team conflict
4) Insufficient alternatives
5) Lack of condor
6) Pointless-meeting
7) Lack self – critique
8) Failure to cycle down ward
Dalam p embinaan team agar menjadi team y ang tangguh adalah tidak mudah, itu
memerlukan up aya y ang berkelanjutan dan terpadu. Pada sebuah tim kerja ada norma,
kerjasama, p ersaingan dan konflik, y ang kesemuany a memerlukan p enanganan y ang
tepat.
M embahas iklim organisasi sangat terasa bahwa cakup anny a demikian luas
dan begitu komp leks namun dalam kaitany a dengan kinerja p elay anan, p enulis tetap
mambatasi p erbhatian p ada beberap a indikator saja melip uti : adanya situasi kerja,