• Tidak ada hasil yang ditemukan

Term of Reference (TOR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Term of Reference (TOR)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

KONGRES

KEBUDAYAAN MALUKU II

TAHUN 2016

“Mengokohkan Identitas ke-Maluku-an Dalam Perspektif

Bupolo”

Term of Reference

(TOR)

(2)

2

LEMBAGA KEBUDAYAAN DAERAH MALUKU (LKDM)

KONGRES KEBUDAYAAN MALUKU II - 2016

Tema

:

“Mengokohkan Identitas Ke-maluku-an Dalam Perspektif Bupolo”

Term of Reference (TOR)

A. PENDAHULUAN

ebudayaan bersifat unik dan selalu menjadi penanda, yakni sebagai identitas bagi para pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Tidak hanya itu, kebudayaan bahkan menjadi sumber inspirasi yang membentuk karakter mental, moral dan etika individu dan masyarakat; sumber motivasi yang selalu mengarahkan atau melatar-belakangi tindakan individu dan masyarakat di dalam struktur sosial. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan basis nilai dan norma sekaligus media ekspresi yang selalu menjadi pilar penyangga bagi tegaknya eksistensi suatu komunitas (masyarakat setempat).

Maluku merupakan salah satu di antara 19 (sembilan belas) wilayah kebudayaan di Indonesia yang dikonstruksikan oleh Cornelis van Vollenhoven, seorang Antropolog berkebangsaan Belanda yang dikenal lewat karyanya Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie (Hukum Adat Hindia Belanda). Sebagai salah satu wilayah kebudayaan, Maluku pun seringkali dibagi lagi ke dalam 3 (tiga) wilayah kebudayaan khususnya dari perspektif kekuasaan politik, yaitu wilayahkebudayaan Maluku Tengah, disebut sebagai wilayah republik-republik negeri; wilayah kebudayaan Maluku Tenggara, disebut sebagai wilayah Kebangsawanan; dan wilayah kebudayaan Maluku Utara yang disebut sebagai wilayah Kesultanan. Seiring dengan perkembangan jaman terutama pasca kemerdekaan Indonesia hingga pemekaran-pemekaran wilayah administratif pemerintahan kabupaten/kota di Provinsi Maluku, tampak masing-masing daerah otonomi selalu mengedepankan kekayaan sosio-budayanya sebagai identitas penanda yang mengandung nilai-nilai filosofis, yang umumnya bisa diidentifikasi dari ungkapan yang tertera pada setiap simbol daerah. Sebut saja Manggurebe Maju (Kota Ambon), Retemena Barasehe (Buru), Saka Mese Nusa

(SBB), Pamahanu Nusa (Maluku Tengah), Itawotu Nusa (SBT), Kalwedo Kidabela (MBD),

Duan Lolat (MTB), Larvul Ngabal (Maluku Tenggara), Maren (Kota Tual), Uriu Lurlein

(Kepulauan Aru), Lolik Lalen Fedak Fena (Buru Selatan). Adakah ini mengindikasikan pembentukan wilayah kebudayaan (tata ruang budaya) baru di Maluku? Jika demikian, maka perkembangan ini menjadi hal yang serius untuk diperbincangkan agar dinamika perkembangan kebudayaan masyarakat setempat pada setiap kabupaten/kota tidak terlepas dari – atau tetap

(3)

3

berada dalam bingkai Maluku sebagai satu entitas kebudayaan yang multikultural (kebudayaan Siwalima) dan bagian integral dari kebudayaan nasional Indonesia.

Kepelbagaian (kemajemukan) kebudayaan-kebudayaan di Maluku sebagai suatu realitas objektif, menegaskan tentang ciri masyarakat pulau yang berkarakter multikultur – polietnik. Berbagai aspek dan faset kebudayaan-kebudayaan di Maluku ini, pada dasarnya mengandung cara berpikir, kadar emosionalitas, pengalaman, kebijaksanaan, perbuatan/tindakan, lintasan gagasan dari masa lalu hingga sekarang, serta lain-lain aspek dan faset yang cukup kaya tersebar di berbagai pulau. Kekayaan sistem sosial budaya inilah yang seyogianya dieksplorasi dan direkayasa secara cerdas dan kreatif sebagai framework bagi pembangunan daerah, sehingga proses pembangunan tidak menimbulkan anomie dan menyebabkan masyarakat menjadi teralienasi, tetapi sebaliknya dapat memperkuat kohesi sosial lintas perbedaan identitas asal (subetnik), menjadi sumber inspirasi, moral dan etika dalam kehidupan bersama sebagai orang basudara, juga dapat menjadi basis kekuatan bagi pelaksanaan pembangunan yang menyejahterakan masyarakat.

Merujuk pada konteks berpikir di atas, serta dengan menyimak hasil Kongres Kebudayaan Maluku ke- I (KKM I) yang telah berlangsung di Ambon pada tanggal 3 – 6 November 2014 lalu, maka realitas kemajemukan kebudayaan Maluku yang telah digali dan dibangun dengan berbagai esensi dan maknanya, telah mendapat ruang yang sangat substansial untuk diintrodusir dan dipahami identitasnya secara Ke-Maluku-an. Rasanya tak ada kata yang sangat pantas untuk disematkan selain kata ‘sukses’ atas kinerja LKDM dan Panitia KKM I yang telah menghasilkan tonggak sejarah pencanangan tanggal 6 November sebagai ‘Hari Budaya Maluku’, yang ditandai dengan Pembacaan Deklarasi Kebudayaan di Arena Gong Perdamaian Maluku pada tanggal 6 Nopember 2014. Dengan declare ini, eksistensi Identitas Ke-Maluku-an bisa menjadi pilar penyokong terhadap segala problematika kehidupan yang menantang negeri berjuluk Al Mulk ini. Dan di sisi lain pula, ada pesan penting agar Identitas Ke-Maluku-an itu, tidak hanya sebatas simbolik yang meninabobokan anak negeri, tapi konteksnya haruslah dimaknai dalam rentang kemarin, kini, dan esok, untuk kepentingan yang lebih berdaya.

What’s Next?. Inilah pertanyaan menantang yang semestinya direspon secara real berupa action plan, mengingat di hadapan kita masih banyak atau bahkan terlalu banyak PR yang mesti kita selesaikan bersama atas dasar modal Identitas Ke-Maluku-an itu. Selain adanya dinamika kehidupan sosial-kultur masyarakat yang harus terus kita kokohkan, ternyata problem dan tantangan SDA kita juga masih menggunung. Apalagi penetapan Blok Masela secara on shore

oleh Presiden Jokowi sudah menghadang kita. Belum lagi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) pertambangan mineral, maritim, pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata, dan lain-lain, yang butuh pemberdayaan dan pengelolaan secara berkelanjutan. Tambahan pula, SDM kita yang masih harus dimaksimalkan dan dikembangkan terus. Semuanya butuh aksi nyata yang

(4)

4

orientasinya demi pencerahan dan kesejahteraan warga masyarakat secara totalitas di atas landasan identitas ke-Maluku-an yang kokoh.

Bertolak dari dinamika berpikir di atas, maka Kongres Kebudayaan Maluku ke-II (KKM II) yang akan dilaksanakan di Kabupaten Buru pada tanggal 6 - 10 November 2016, menjadi moment yang sangat dinantikan untuk tidak hanya sebatas mengintrodusir identitas ke-Maluku-an itu sendiri, tetapi sudah pada tataran bagaimana agar identitas itu dapat dikokohkan dan diberdayakan pada kepentingan yang lebih praksis terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam rangka menjawab tantangan SDA maupun SDM kita. Harapannya, bisa menemukan sekaligus memformat nilai-nilai identitas ke-Maluku-an yang sangat proporsional untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Maluku di mata dunia, terutama pada aspek kekuatan masyarakat dan ekonomi yang mensejahterakan, serta sumberdaya manusia yang mencerahkan.

Terpilihnya Kabupaten Buru untuk menjadi tuan rumah KKM II merupakan suatu kesempatan emas yang mesti diapresiasi. Karena selain sebagai suatu penghargaan dan kepercayaan khusus untuk diemban, kebetulan juga negeri Bupolo tidak luput untuk menjadikan budaya dan kearifan lokalnya sebagai mata rantai utama dalam mendukung pembangunan daerah. Bahkan setiap moment perayaan daerah maupun Nasional, tak ketinggalan meng-include-kan aspek budaya dalam pelaksanaannya. Hal ini ditandai dengan pelaksanaan Karnaval Budaya dan Pentas Budaya pada setiap agenda tahunan HUT kabupaten maupun hari-hari penting tertentu. Dalam tahun ini juga, Kab. Buru telah menetapkan suatu agenda tahunan Festival Bupolo dengan basis utama kegiatannya berupa agenda-agenda budaya daerah. Selain itu, melalui gema ‘Rana Menyapa Dunia’, Buru pun berketetapan hati untuk mengedepankan nilai-nilai Budaya lokal dalam dinamika pembangunannya. Di mana, akan digali dan dibangun substansi budaya serta berbagai kearifan lokal masyarakat Bupolo yang inspirasinya berlatar lingkungan Danau Rana untuk dijadikan identitas yang menggaung ke seantero dunia. Seiring dengan itu semua, wujud dari urgennya menggali dan merestorasi Budaya untuk pembangunan masyarakat Buru, dikonkritkan secara eksistensial melalui pembentukan Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku (LKDM) Kabupaten Buru. Secara legal formal lembaga ini telah dikukuhkan melalui pelantikan pengurus oleh Bupati Buru pada awal Juli 2016 yang lalu.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari KONGRES Kebudayaan Maluku II Tahun 2016 ini, adalah:

(1) Melakukan konsolidasi sosio-kultural berbagai sub-etnik dalam lingkungan Provinsi Maluku yang berciri kepulauan dalam rangka merespons dinamika perubahan yang semakin pesat dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat Maluku yang berciri multikultur polietnik, agar

(5)

5

potensi kebudayaan Maluku yang bermakna majemuk tersebut dapat digalang dan dimobilisasi sebagai kekuatan pemersatu yang fungsional bagi kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat.

(2) Melakukan sosialisasi tentang manifestasi dan ekspresi berbagai kebudayaan sub-etnik Maluku yang berbeda-beda, sehingga menambah khasanah kekayaan pengetahuan masyarakat sekaligus mendorong sikap apresiatif dan saling menghormati dalam realitas kehidupan bersama yang ber-bhineka sebagai orang basudara di Maluku.

(3) Merumuskan gagasan-gagasan pemikiran yang strategis guna mendukung pembangunan daerah berbasis potensi-potensi lokal sehingga masyarakat Maluku dapat terus dan tetap berkembang di atas landasan moral dan etika yang bersumber dari nilai-nilai budaya ke-Maluku-an

(4) Melakukan tinjauan dan pembahasan tentang identitas ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo sehingga identitas ke-Bupolo-an menjadi empowering dan pengokohan yang tak terpisahkan dari identitas ke-Maluku-an.

C. NAMA KEGIATAN

Kegiatan yang akan dilaksanakan ini disebut ‘KONGRES KEBUDAYAAN MALUKU II (KKM II)’.

D. TEMA KONGRES KEBUDAYAAN MALUKU II

Berdasarkan hasil persetujuan Pengurus LKDM Provinsi Maluku dan LKDM Kabupaten Buru, dan merujuk pada hasil -hasil Rapat Panitia KKM II, serta dengan mempertimbangkan hasil kerja TIM TOR KKM II (Bidang IPTEKES LKDM Kab. Buru), maka Kongres Kebudayaan Maluku II Tahun 2016 akan diselenggarakan dalam sorotan tema:

“MENGOKOHKAN IDENTITAS KE-MALUKU-AN DALAM PERSPEKTIF

BUPOLO”

Tema ini lahir dari pergumulan bathin dan intelektual anak negeri Maluku yang menyadari, merasakan dan melihat betapa perkembangan kebudayaan-kebudayaan lokal di Maluku dewasa ini mengalami degradasi yang cukup serius; sebuah kenyataan yang memprihatinkan karena berpotensi mengancam eksistensi anak-anak negeri Maluku. Kemerosotan nilai-nilai dan norma-norma budaya lokal, ditengarai sebagai implikasi dari derasnya arus perubahan sosial yang masuk dan berpengaruh melalui berbagai saluran sehingga berdampak pada pengenalan dan perawatan

(6)

6

citra diri atau kepribadian anak-anak negeri Maluku dengan basis sosio-kulturalnya masing-masing.

Menyadari adanya perbedaan latar belakang identitas asal di satu pihak, dan kuatnya arus perubahan sosial budaya terutama melalui pembangunan di lain pihak, maka dirasakan sangat penting untuk mendorong proses konsolidasi sosial budaya di Maluku, agar kebudayaan-kebudayaan lokal yang menjadi akar identitas masing-masing komunitas (masyarakat setempat) dapat tetap dipertahankan dan bahkan dikembangkan sebagai wilayah orientasi nilai bersama (representasi kolektif); suatu identitas kolektif sebagai suatu kekuatan yang adaptif dengan – dan fungsional terhadap pembangunan. Dengan demikian, nilai-nilai dan norma-norma sosial budaya lokal bisa direvitalisasi sebagai sumber inspirasi, moral dan etika dalam dinamika pembangunan daerah yang bersifat mempersatukan, dan bukan sebaliknya mencerai-beraikan Maluku sebagai satu totalitas kebudayaan besar.

Identitas ke-Maluku-an kini telah menjadi obsesi bersama yang mencerminkan keinginan kuat seluruh elemen budaya-budaya lokal untuk mempersatukan diri di dalam wadah Maluku yang mengikat kepelbagaian budaya yang mewujud dalam satu citra diri dan kepribadian sebagai orang

basudara di Maluku. Suatu proses teritorialisasi budaya yang mengakomodasi realitas objektif yang ber-bhineka, membentuk satu identitas “tunggal” yang bermakna majemuk – identitas ke-Maluku-an. Ini merupakan manifestasi dari cross-cutting identity di mana masing-masing individu dan/atau komunitas akan tetap mengakar pada basis-basis sosio-kulturalnya masing-masing; tetapi pada saat yang sama pula, “menggantung” ke atas pada budaya Maluku sebagai representasi kolektif.

Pembentukan identitas ke-Maluku-an sebagai cross-cutting identity seperti yang dimaksudkan di atas, hakekatnya bukanlah sesuatu yang bersifat natural, tetapi sebuah proses rekayasa sosial berdasarkan platform yang digagas dan dirumuskan secara sengaja dan tepat terutama melalui media pembangunan daerah. Dengan demikian pembangunan yang bermakna perubahan dengan sengaja (intended change) atau perubahan yang direncanakan (planned change) dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dan daerah, dapat dilakukan berdasarkan kekuatan potensi-potensi lokal sehingga masyarakat tidak mengalami alienasi dan anomi akibat tidak mempunyai orientasi nilai-nilai bersama (budaya Maluku), dan tercabut dari akar budayanya masing-masing (budaya-budaya di Maluku).

Mengokohkan Identitas ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo yang akan diwacanakan melalui KONGRES Kebudayaan Maluku II ini, diharapkan dapat menjadi trigger yang lebih memicu kesadaran kultural sub-sub etnik di Maluku sebagai orang basudara yang terikat dalam satu teritori Maluku, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi identitas kolektif : identitas ke-Maluku-an yang kokoh.

(7)

7

Dalam kongres ini, kekokohan identitas ke-Maluku-an sengaja disorot dalam perspektif Bupolo, dengan maksud bahwa selain memberikan kepercayaan kepada seluruh warga masyarakat Buru atas penyelenggaraan kongres, mengandung pula pemaknaan hakiki atas kata Bupolo itu sendiri. Ada beberapa versi tentang makna Bupolo, tetapi secara umum Bupolo adalah nama lain dari Buru itu sendiri, dan kata ini melekat sebagai ungkapan bagi orang Buru yang mengandung makna filosofis bagi masyarakat Buru. Secara terminologi, Bupolo adalah istilah asli Buru yang berarti ‘Pulau’. Kata ini merupakan istilah yang menggambarkan karakteristik orang Buru sebagai masyarakat pulau yang di dalamnya terjadi interaksi sosial-kemasyarakatan atas dasar semangat

kai wai (basudara), ina fuka (penghormatan penuh kasih sayang), dan rete mena bara sehe (maju terus pantang mundur). Dalam hal ini, seluruh elemen warga tanpa mengenal agama, suku, ras, dan asal usul, senantiasa mengedepankan kasih sayang dan semangat persaudaraan yang kokoh tanpa henti dalam membangun kekerabatan sosial untuk memajukan Buru. Ini sangat sinkron dengan makna lain Bupolo yang berarti Bapolo (baku peluk) atau saling berpelukan untuk menerjemahkan adanya kasih sayang dalam tali persaudaraan dengan siapapun. Olehnya itu, Bupolo mengekspresikan adanya ‘Kebhinekaan Dalam Ika’, yang mengimplementasikan Bhineka Tunggal Ika dalam NKRI, serta bagian dari salah satu cita dari Nawa Cita-nya Presiden RI, Jokowi.

Seiring perjalanan waktu, Budaya berbasis Bupolo telah teruji menjadi identitas yang mampu merekatkan dan mensolidkan, serta mengokohkan kehidupan masyarakat Buru. Meski berpenduduk mayoritas Muslim, kehidupan berjalan dengan harmoni penuh kedamaian tanpa konflik dan gesekan. Bahkan tatkala konflik melanda Ambon secara berkepanjangan, eskalasinya tidak berimbas secara signifikan di tanah Bupolo. Dalam perkembangannya, konflik akibat Gold Rush dari maraknya pertambangan emas ilegal pada episentrum Gunung Botak, terbukti juga tidak menggoyahkan kekokohan masyarakat Bupolo. Bermodal identitas ke-Bupolo-an yang kokoh dan didukung oleh kelimpahan potensi SDA Buru, gerak Pembangunan Buru terakselerasi dengan cepat dari tahun ke tahun, sehingga mampu melesat lebih maju dari beberapa Kabupaten/kota lainnya di Maluku. Hal ini tak terbantahkan, setelah Kabupaten Buru di nobatkan sebagai Kabupaten dengan kinerja terbaik ke-2 oleh Pemprov Maluku, dan mendapat penghargaan dari Gubernur Maluku pada HUT ke-71 Provinsi Maluku tanggal 19 Agustus 2016 lalu.

Dalam konteks ke-Maluku-an, Bupolo dengan berbagai semangat budayanya terutama kai wai, ina fuka dan Rete Mena Bara Sehe, sangat sinergis dengan semangat identitas ke-Maluku-an, misalnya pela gandong, masohi, dan manggurebe maju, ataupun simbol dan semangat serupa pada berbagai daerah lain. Dengan demikian, identitas ke-Bupolo-an sebagai identitas yang mencitrakan karakter asli orang Buru akan saling berkelindan dengan identitas ke-Maluku-an itu sendiri,

(8)

8

sehingga terjalin saling kekerabatan dan kesatupaduan yang kokoh untuk membangun masa depan Maluku yang berkemajuan dan berkeadaban.

E. LOGO KONGRES

4. Matahari dengan 8 pancaran sinar : melambangkan 8 petuanan adat/budaya di Buru (Kaieli, Misrete, Fogi, Lisela, Waesama, Ambalau, Tagalisa, Lilialy). Meskipun secara administrasi telah terpisah menjadi 2 Kabupaten yaitu Kab. Buru dan Buru Selatan, namun secara Budaya masih menyatu. Pancaran Matahari bermakna pancaran budaya lokal Buru sebagai identitas ke-Bupolo-an yang saling bersinergi pada semua petuanan di Buru untuk menjadi simbol jatidiri yang solid dan kokoh. Warna kuning yang terpancar memberi makna kekayaan budaya yang penuh keceriaan dan optimisme penuh semangat.

5. Gunung : melambangkan latar kehidupan masyarakat Bupolo dengan Gunung Kapala Madan sebagai gunung tertinggi, beserta rangkaian gunung lainnya, yaitu Gunung Date dan Gunung Batabual. Empataliran air dari gunung menggambarkan 4 aliran sungai besar (Waeapo, Hameta, Waenibe, dan Waemala) yang bersumber dari Danau Rana di puncak Gunung Kapala Madan yang mengalir ke semua wilayah petuanan Buru dan menjadi sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat Bupolo.

6. Lautan Biru yang bergelombang warna putih menggambarkan Buru sebagai bagian dari Maluku yang terkenal sebagai daerah kepulauan dengan wilayah laut luas. Potensi laut menjadi

1. Lambang tubuh manusia yang didominasi warna biru dalam ekspresi sedang melambaikan tangan menggambarkan sapaan penuh keakraban dan sopan santun, serta penuh keterbukaan terhadap orang/tamu yang datang dari luar, menandakan identitas kai wai dan ina fuka orang Buru. Warna biru

mengekspresikan kegairahan penuh percaya diri.

2. 14 helai daun berwarna hijau : melambangkan konsep

Siwalima sebagai basis Budaya orang Maluku. Merefleksikan dinamika kehidupan berbudaya orang Maluku yang tetap hidup dan tumbuh, serta berkembang dengan semangat dan energi yang tetap segar untuk maju dan sejahtera. Daun hijau menandakan pula daun minyak kayu putih sebagai tanaman khas Buru penghasil minyak kayu putih yang menjadi salah satu icon Buru sejak lama. Warna hijau bermakna : menyejukkan, menganyomi, dan memberi keteduhan

3. 11 Gear/gir : melambangkan representasi dari 11 kabupaten/kota yang ada di propinsi Maluku. Gear/gir : bermakna membangun secara dinamis dan saling bersinergi secara kokoh sesuai perkembangan dan kemajuan IPTEKES.

Warna hitam : menyimbolkan warna tanah tempat hidup yang matang, solid, nyaman dan aman.

(9)

9

sumber penghasilan utama bagi masyarakat Maluku, yang bisa dikelola dan diberdayakan melalui mentalitas dan etos kerja, serta keuletan yang tinggi dan tangguh demi Maluku yang Maju dan sejahtera.

7. Pita bertuliskan BUPOLO dengan warna merah putih melambangkan eksistensi Kabupaten Buru dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang juga mencerminkan ekspresi Buru sebagai Taman Mini Indonesia (Miniatur Indonesia). Pita terikat melambangkan kekokohan ikatan sebagai manifestasi dari Bhineka Tunggal Ika yang erat.

8. Perpaduan antara gir dengan tangkai 14 helai daun, serta persentuhannya dengan pancaran sinar matahari dan gunung dengan 4 aliran sungai yang mengalir hingga ke laut yang luas, dan kemudian bertautan dengan tubuh manusia yang terikat oleh pita merah putih (laksana tubuh manusia secara utuh), merefleksikan dinamika pembangunan di kabupaten/kota propinsi Maluku beserta segala potensi SDM dan SDA-nya dalam bingkai kebudayaan lokal yang nyaman, kokoh dan meneduhkan, serta berorientasi pada kesejahteraan dan kebahagiaan hidup.

9. Kilauan sinar kuning yang menyelimuti semua simbol logo, menunjukkan warna keemasan yang mengesankan masyarakat Maluku berhati emas, dan juga Maluku sebagai tanah yang kaya akan sumber daya mineral tambang, terutama tambang emas, sebagaimana halnya di tanah Bupolo.

Keseluruhan pemaknaan logo di atas menegaskan tekad dan komitmen masyarakat Maluku, yaitu :

Kokohkan Maluku untuk Maju dan Sejahtera.

F. JENIS-JENIS SUB-KEGIATAN

Berbagai sub-kegiatan berupa rangkaian acara yang diselenggarakan sebagai suatu kesatuan KONGRES Kebudayaan Maluku, terdiri dari:

(1) Konferensi Nasional Kebudayaan Maluku

Konferensi ini direncanakan dihadiri oleh pembicara kunci (keynote speakers) yang diundang dari dalam dan luar negeri, peserta biasa, peserta makalah, dan peserta poster. Selain itu, Konferensi ini akan dibagi ke dalam 4 (empat) panel, masing-masing dengan sub-temanya sebagai berikut:

1.1. Mengokohkan Identitas Ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo pada dimensi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pertambangan, maritim, pertanian, kehutanan, dan pariwisata.

Tema ini akan menggali hubungan manusia Maluku dengan lingkungannya

melalui topik-topik:

a.

kosmologi masyarakat kepulauan Maluku.

b. Pengelolaan Sumber daya Pertambangan Maluku secara berkelanjutan

(10)

10

d.

Isu-isu lingkungan yang dihadapi masyarakat Maluku (

climate change, global

warming

,

indigenous ecological knowledge,

pencemaran lingkungan, dll).

e.

Pembinaan dan pengembangan budaya bertani

f.

Food security

g.

Migrasi dan akses terhadap sumberdaya lingkungan.

h.

Pemberdayaan potensi alam Maluku dalam kepariwisataan.

1.2. Mengokohkan Identitas Ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo pada dimensi pendidikan, Iptekes, kepemudaan, dan kesehatan.

Tema ini mendiskusikan pemberdayaan dan penguatan sumber daya manusia

Maluku dalam topik-topik:

a.

pendidikan karakter berbasis budaya lokal;

b.

pendidikan kemandirian,

life skill

, dan etos kerja orang Maluku untuk

memperkuat daya saing dalam konteks lokal, nasional dan global;

c.

Ketahanan dan pengembangan kesenian lokal

(indigenous art)

d.

Masa depan

indigenous language

e.

Penguatan Iptekes dan inovasinya dalam pengelolaan SDA dan SDM Maluku.

f.

Generasi muda Maluku dan peranannya dalam pembangunan.

g.

Pembangunan kesehatan masyarakat dalam memperkuat SDM

h.

Indigenous health knowledge

1.3. Mengokohkan Identitas Ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo pada dimensi pengembangan sumber daya sosial dan perdamaian berkelanjutan.

Tema ini mendiskusikan budaya orang basudara melalui topik-topik:

a. Pemahaman konsep kemiskinan dari perspektif budaya Maluku

b.

skenario penanggulangan kemiskinan masyarakat Kepulauan Maluku

berbasis kearifan lokal dan global;

c.

Kesetaraan dan pemberdayaan gender,

d.

Konsep damai dan perdamaian berbasis budaya lokal; multi dan lintas

kultur; multi dan lintas religi; multi dan lintas etnis;

e.

Sistem pencegahan konflik berbasis budaya lokal;

f.

Pengakuan kesetaraan dan pemberdayaan komunitas agama-agama suku di

Maluku.

(11)

11

1.4. Mengokohkan Identitas Ke-Maluku-an dalam perspektif Bupolo pada dimensi hukum, pemerintahan, dan politik.

Tema ini akan membahas sejarah dan dinamika sistem serta praktek hukum,

pemerintahan, dan politik melalui topik-topik:

a.

Sistem pemerintahan adat di Maluku dalam dinamika perpolitikan lokal dan

nasional;

b.

Peranan dan penguatan pranata sosial orang Maluku;

c.

Strategi pembangunan politik kebudayaan dan budaya politik orang Maluku

sebagai penegasan identitas ke – Maluku - an.

d.

Diplomasi kebudayaan orang Maluku dalam pergaulan regional dan global

Hal-hal teknis lainnya berkenaan Konferensi ini, diatur tersendiri dan akan diumumkan melalui berbagai media terutama website LKDM.

Tempat:

Aula Kantor Bupati Buru, beberapa Ruang Rapat Kantor Bupati Buru dan Aula

BKD Kab. Buru.

Output:

• Teridentifikasinya kekuatan-kekuatan institusi lokal yang potensial dimanfaatkan bagi

pembangunan daerah dan masyarakat Maluku di masa mendatang.

• Menghasilkan gagasan-gagasan pemikiran konstruktif yang strategis bagi upaya

pengelolaan pembangunan daerah dan masyarakat Maluku di masa mendatang.

(2) Loka Karya Kebudayaan Buru

Loka karya ini dimaksudkan untuk meninjau dan mendiskusikan dinamika pembangunan kebudayaan Buru, dan sekaligus mengupas tuntas problem, tantangan, dan harapan terhadap budaya dan kearifan lokal Buru. Orientasi agenda ini adalah untuk menghasilkan blue print

yang mensinergikan program Pembangunan Buru dengan ragam Budaya Buru yang terinspirasi oleh latar ketahanan dan kekuatan lokal beridentitas ke-Bupolo-an. Hasil-hasil loka karya diharapkan menjadi beberapa agenda strategis yang selanjutnya dirumuskan menjadi bagian dari road map pembangunan daerah Kabupaten Buru kurun waktu 2017-2022. Hal-hal teknis lainnya berkenaan Loka Karya ini, diatur tersendiri dan akan diumumkan melalui berbagai media terutama website LKDM Provinsi Maluku.

(12)

12 Tempat:

Aula Kantor Bupati Buru Output:

Hasil Konferensi selanjutnya diwujudkan dalam konsep action plan berupa beberapa agenda strategis, seperti:

1. Penulisan Buku Sejarah Buru pra dan pasca Kemerdekaan RI

2. Penelitian dan penulisan buku sejarah pemerintahan adat Bupolo pra penjajahan dan pasca penjajahan Belanda

3. Penyusunan kamus besar bahasa Buru dan bahan ajar bahasa Buru untuk tingkat SD, SMP dan lanjutan atas

4. Pembangunan gedung budaya dan seni INA FUKA

5. Pembinaan dan pengembangan sistem pendidikan dan ketrampilan berbasis komunitas 6. Pembinaan dan pengembangan pilot projek pariwisata

7. Pembinaan dan pengembangan budaya bertani masyarakat adat 8. Pembinaan dan pemgembangan hutan rakyat berbasis bambu dan sagu 9. Pembinaan dan pengembangan usaha nelayan kecil

10. Dan lain-lain

(3) Peresmian Monumen Soekarno dan Napak Tilas/Kunjungan Situs Sejarah di Kabupaten Buru

Agenda ini dimaksudkan untuk merestorasi dan memelihara situs-situs sejarah Kabupaten Buru sehingga menjadi cagar budaya yang nilai dan semangat historisnya tidak tergilas oleh perkembangan zaman. Beberapa peristiwa sejarah pasca kemerdekaan yang menjadi moment penting untuk direstorasi dalam agenda ini adalah : 1) pendaratan kapal KM Sindoro di Namlea Kab. Buru dari tanah Jawa pada tahun 1946, dengan misi menyampaikan berita Proklamasi Kemerdekaan ke pelosok wilayah Timur, sekaligus membawa bendera Merah Putih untuk dikibarkan di tanah Maluku. Dalam misi ini, 3 pemuda Namlea menjadi pelaku sejarah penting menyambut kedatangan kapal dan menerima bendera, yang selanjutnya secara heroik salah satu di antaranya melakukan pemanjatan terhadap tiang yang mengibarkan bendera Belanda, untuk kemudian dirobek dan diganti dengan Bendera Merah Putih RI. Peristiwa ini menjadi simbol sejarah pengibaran Merah Putih untuk pertama kalinya di Tanah Maluku. 2) Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pernah 2 kali mengunjungi Buru yaitu pada tahun 1948 dan tahun 1951. Beliau mengabadikan kehadirannya melalui suatu monumen yang dikenal dengan ‘Monumen Soekarno’. Dalam monumen terlukis kata-kata berhikmah beliau

(13)

13

‘Kutulis Buru dengan tinta emas dan Indonesia tanpa Buru bukanlah Indonesia’. Monumen ini sementara direstorasi dan akan diresmikan dalam KKM II ini oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani.

Tempat:

• Lokasi Monumen Soekarno Namlea dan tempat-tempat bersejarah lainnya

Output:

• Terpeliharanya kekayaan situs sejarah daerah yang secara historis dapat meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang peran negeri Maluku dalam mendukung perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.

• Tertingkatkannya rasa menghargai peranan pelaku-pelaku sejarah Maluku yang secara

gigih dan tanpa pamrih berjuang mati-matian dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

• Termotivasinya generasi muda atas nilai-nilai semangat yang telah ditunjukkan oleh para

pendahulu mereka.

(4) Pagelaran Seni

Pagelaran Seni ini dimaksudkan sebagai media bagi setiap kabupaten/kota untuk mengekspresikan seni budaya yang dimiliki masing-masing, sehingga terjadi komunikasi lintas budaya melalui seni yang memperkaya pengetahuan masyarakat sekaligus meningkatkan apresiasi sub-kultur yang satu terhadap yang lainnya.

Hal-hal teknis lainnya berkenaan Pagelaran Seni ini, diatur tersendiri dan akan diumumkan melalui berbagai media terutama website LKDM.

Tempat:

• Lapangan Pattimura Namlea dan Arena Pantai Merah Putih Namlea

Output:

• Tersosialisasinya seni budaya setiap kabupaten/kota yang fungsional meningkatkan

pengetahuan masyarakat tentang perbedaan ekspresi kultural sebagai kekayaan kebudayaan Maluku.

• Tertingkatkannya rasa saling menghormati dan saling menghargai di antara kebudayaan

(14)

14

(5) Pameran Kebudayaan Maluku

Pameran Kebudayaan Maluku dimaksudkan sebagai media bagi setiap kabupaten/kota untuk memperkenalkan aspek-aspek kebudayaan material masyarakat setempat. Diharapkan dengan Pameran ini, masyarakat akan memperoleh pengetahuan secara visual dan audio-visual tentang keaneka-ragaman kekayaan dari manifestasi kebudayaan material berbagai sub-etnik di Maluku.

Hal-hal teknis lainnya berkenaan Pameran Kebudayaan Maluku ini, diatur tersendiri dan akan diumumkan melalui berbagai media terutama website LKDM.

Tempat:

• Lapangan Pattimura Namlea

Output:

• Tersosialisasinya kebudayaan material dari masyarakat di setiap kabupaten/kota yang

fungsional meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perbedaan ekspresi kultural sebagai kekayaan kebudayaan Maluku.

• Tertingkatkannya rasa saling menghormati dan saling menghargai di antara kebudayaan

sub-sub etnik di wilayah Provinsi Maluku.

(6) Permainan Rakyat

Permainan rakyat diadakan dalam rangka menggali kembali kebiasaan-kebiasaan lama yang pernah ada dan menjadi kegemaran masyarakat dalam bermain di daerah ini. Adapun jenis-jenis permainan rakyat yang digelar antara lain hela rotan, bulu gila, kasti, hasen, apiong benteng, gici-gici, kuda banjir, kacong, gatri,apiong, enggo,dan lain-lain.

Tempat:

• Lapangan Pattimura Namlea dan Arena Pantai Merah Putih Namlea

Output:

• Terlaksananya sejumlah permainan tradisional dalam rangka ikut menyemarakkan suasana

KONGRES Kebudayaan Maluku II tahun 2016.

• Terevitalisasinya nilai budaya lokal melalui permainan tradisional.

(7) Kelas Budaya

Dimaksudkan sebagai media sosialisasi beberapa aspek kebudayaan Maluku kepada generasi muda dan masyarakat pada umumnya.

(15)

15 Tempat:

Aula SMA Negeri 1 Namlea Kabupaten Buru

Output:

• Tercapainya pemahaman dan apresiasi terhadap aspek-aspek kebudayaan Maluku.

(8) Kongres Kebudayaan Maluku

Kongres ini dimaksudkan sebagai forum dialog di antara para pendukung kebudayaan-kebudayaan di Maluku, guna membicarakan dan merumuskan posisi kebudayaan-kebudayaan berbagai sub-etnik di Maluku di tengah arus perubahan global, nasional dan lokal. Sebelum pelaksanaan kongres, dilakukan napak tilas ke tempat-tempat bersejarah dan situs-situs Budaya di Buru oleh semua peserta kongres.

Tempat:

Aula Kantor Bupati Output:

• Rekomendasi Kongres Kebudayaan Maluku

G. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

KEGIATAN WAKTU TEMPAT

Peresmian Monumen Soekarno dan Kunjungan Situs-situs

sejarah 06 Nopember 2016

Lokasi Monumen Soekarno Namlea dan situs sejarah lainnya Pembukaan 06 Nopember 2016 Lapangan Pattimura Namlea Konferensi, Pameran Foto dan

Poster 07-08 Nopember 2016

Aula Kantor Bupati, Beberapa Ruang Rapat Kantor Bupati dan Aula Kantor BKD Kab. Buru Loka Karya Kebudayaan Buru 09 November 2016 Aula Kantor Bupati

Pameran Produk Unggulan 06-09 Nopember 2016 Lapangan Pattimura Namlea Permainan Rakyat, Pagelaran

Seni 07-09 Nopember 2016

Lapangan Pattimura dan Pantai Merah Putih Namlea

Kelas Budaya 08 Nopember 2016 Aula SMA Negeri 1 Namlea Kongres 06 Nopember 2016 Aula Kantor Bupati

Penutupan 10 Nopember 2016 Lapangan Pattimura Namlea

H. PESERTA

(1) Konferensi Nasional Budaya

(16)

16 • Perwakilan Pemerintah Provinsi Maluku

• Perwakilan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Maluku • Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku

• Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku dari setiap Kabupaten/Kota • Perwakilan Latupati Maluku

• Cendekiawan dan akademisi • Tua adat dan pemerhati budaya

• OKP

• Masyarakat

• Unsur-unsur lainnya yang diundang Panitia

(2) Loka Karya Kebudayaan Buru

Peserta direncanakan terdiri dari peserta undangan dan peserta kegiatan yaitu dari unsur-unsur sebagai berikut:

• Perwakilan Pemerintah Provinsi Maluku

• Perwakilan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Maluku • Perwakilan Pemkab Kabupaten Buru

• Perwakilan Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku • Pengurus LKDM Kabupaten Buru

• Perwakilan Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku dari setiap Kabupaten/Kota • Perwakilan Perwakilan Latupati Maluku

• Perwakilan 8 Petuanan Buru • Cendekiawan dan akademisi

• Tua adat dan pemerhati budaya Buru

• OKP

• Masyarakat

• Unsur-unsur lainnya yang diundang Panitia (SKPD, Kecamatan, Desa, dll)

(3) Pagelaran Seni

Pagelaran Seni direncanakan diramaikan oleh:

• Perwakilan seni dari setiap Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Maluku • Sanggar-sanggar seni yang diundang oleh Paniti

(17)

17

(4) Pameran Kebudayaan Maluku

Partisipan Pameran Kebudayaan Maluku, direncanakan diikuti oleh:

• Perwakilan setiap Kabupaten/Kota dalam lingkup Provinsi Maluku • Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku

• Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon • Balai Arkeologi Ambon

• Lembaga lainnya yang diundang panitia

(5) Permainan Rakyat

Permainanrakyat akan diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berpartisipasi melalui pendaftaran ke Panitia. Mekanisme pendaftaran diatur kemudian dan diumumkan melalui website LKDM, http://lkdm.or.id

(6) Kelas Budaya

Peserta kelas budayaterdiri dari remaja, pemuda dan masyarakat umum.

(7) Kongres

Kongres ini akan diikuti oleh unsur-unsur sebagai berikut:

• Perwakilan Pemerintah Provinsi Maluku

• Perwakilan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Maluku • Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku

• Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku se-Kabupaten/Kota di Maluku • Latupati Provinsi Maluku

• Latupati Kabupaten/Kota se-Maluku • Peserta lainnya yang diundang Panitia

I. RUNDOWN ACARA KONGKRES KEBUDAYAAN MALUKU II (KKM II)

Adapun gambaran agenda acara KKM II secara detail dapat diperlihatkan pada Rundown Acara KKM II, sebagaimana terlampir pada lampiran TOR ini.

J. SUMBER PENDANAAN

Pendanaan KKM II bersumber dari:

• Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Maluku Tahun 2016. • APBD Kabupaten Buru tahun 2016.

(18)

18 • Sumber-sumber lainnya yang diusahakan oleh Panitia secara sah dan tidak bertentangan

dengan ketentuan normatif yang berlaku.

K. KEPANITIAAN

Sesuai SK Bupati Buru nomor : 430.05/307 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Kegiatan Kongres Kebudayaan Maluku II (KKM II) Tahun 2016, susunan Panitia Pelaksana KKM II adalah sebagai berikut :

Pengarah : Bupati Buru Pengarah : Wakil Bupati Buru Penanggungjawab : Sekretaris Daerah

Kordinator : 1. Ketua Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku (LKDM) Kab. Buru 2. Asisten Pemerintahan dan Kesra

3. Asisten Ekonomi dan Pembangunan 4. Asisten Administrasi Umum

Ketua : Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Buru Wakil Ketua : Kepala Dinas Pariwisata dan Kominfo Kabupaten Buru Sekretaris : Kepala BPM-PD Kabupaten Buru

Bendahara : Sifa Alattas, ST

Seksi Acara dan Persidangan

Ketua : Sekretaris DPRD Kabupaten Buru

Anggota : 1. Kepala Bagian Persidangan Setwan Kabupaten Buru 2. Kepala Bagian Keuangan Setwan Kabupaten Buru 3. Kepala Bagian Umum Setda Kabupaten Buru

4. Kepala Kantor Perpustakaan & Arsip Daerah Kabupaten Buru 5. Kepsek SMA Negeri 1 Namlea

6. Kepsek SMA Negeri 2 Namlea 7. Kepsek SMP Negeri 5 Namlea 8. Kepsek SD Al Hilaal 1 Namlea 9. Asis Tomia, S.STP 10.Faisal Tappa, S.STP 11.A. Said Waliwangko 12.M. Haulussy, S.ST 13.Hamis Umasugi, SH 14.Ita Hukul 15.Endah Sulistijarsih 16.Djuita Halija Baharudin

(19)

19

Seksi Humas

Ketua : Kapala Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Buru Anggota : 1. Kepala Bagian Pertanahan Setda Kabupaten Buru

2. Sekretaris Korpri 3. Iksan Alkatiri 4. Anto Rada

Seksi Pameran, Seni dan Permainan Rakyat

Ketua : Kepala Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Buru

Anggota : 1. Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Kabupaten Buru

2. Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan Setda Kabupaten Buru 3. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buru

4. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buru

5. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Buru 6. Sugira Colle, SP

7. Abdul Kadir Masuku, ST 8. Saleh Hentihu, S.Ag 9. M. Thaib Tan

10. Elvira Kamarullah, S.Pd 11. Sitti. D.W Kiahaly, SH 12. Nadila Suat

Seksi Akomodasi dan Transportasi

Ketua : Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Buru Anggota : 1. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Buru

2. Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Buru 3. Kepala Statistik Kabupaten Buru

4. Kepala ASDP

5. S. Widiastuty Soulissa, ST 6. A. Thaolam Maruapey, S.Pi

Seksi Konsumsi

Ketua : Ketua TP. PKK Kabupaten Buru Anggota : 1. Anggota TP. PKK Kabupaten Buru

2. Anggota DWP Kabupaten Buru

3. Gabungan Organisasi Wanita Kabupaten Buru

Seksi Perlengkapan, Sarana/Prasarana

Ketua : Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buru

(20)

20

2. Inspektur Kabupaten Buru

3. Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Setda Kabupaten Buru 4. A. Hair Tuhulele, SE

5. M. Astakhori R, SE 6. Ali wardana Uar, SH

Seksi Kesehatan

Ketua : dr. Ramdani Drachman Anggota : 1. dr. Dwi Riastuti

2. Irma Marasabessy, SE

Seksi Keamanan

Ketua : Kepala Kantor Satpol Pamong Praja Kabupaten Buru Anggota : 1. Kepala Bagian Ops Polres Pulau Buru

2. Pasi Ops Kodim 1506 Buru

3. Kaban Kesbang Pol Kabupaten Buru 4. Bagus Mulyadi Ismail

5. Ramli Usman

Seksi Kesekretariatan

Ketua : Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Buru Anggota : 1. Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Buru

2. Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Buru 3. Sekretaris BPMPD Kabupaten Buru

4. Saleh Hentihu, S.Ag

5. Dian Savitri Wael, S.STP, M.Si

Seksi Usaha Dana

Ketua : H. Ir. Umad Muhammad, MM Wakil Ketua : Hong Diyanto Fredy

Anggota : 1. Kadis Nakertrans Kabupaten Buru 2. Kepala KP3MD Kabupaten Buru 3. Kadis Pendapatan Kabupaten Buru

4. Kadis Pertambangan dan ESDM Kabupaten Buru 5. Ketua GAPENSI Kabupaten Buru

6. Ketua APAKSINDO Kabupaten Buru

7. Kabid Sarana dan Prasarana Dinas PK Kabupaten Buru 8. Kepala ULP Kabupaten Buru

9. Hartini, SE

(21)

21

L. Website LKDM/KONGRES Kebudayaan Maluku II

Informasi lebih lanjut atau pembaharuan informasi tentang KONGRES Kebudayaan Maluku II, dapat diikuti dan dibaca pada Website LKDM : http://lkdm.or.id

M. PENUTUP

Karuniakanlah kepada kami kemampuan mewujudkan kehidupan masyarakat terpuji, berperadaban yang terus berkembang dan terang benderang penuh dengan keselamatan, kedamaian untuk mewujudkan kesejahteraan yang di idamkan di seluruh jagat alam ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penjaminan mutu kegiatan dilakukan oleh DRPM UI dan Mitra melalui pendampingan program, monitoring evaluasi program (pada tahun berjalan) dan pengukuran dampak

Pada penelitian ini akan dibahas pola pasokan yang paling layak diterapkan di wilayah kepulauan, yaitu dengan menggunakan kapal desalinasi air laut, menggunakan alat desalinasi,

Dengan menghitung koefisien determinasi berdasarkan metode kuadrat terkecil dan metode TELBS diperoleh hasil bahwa metode TELBS adalah metode yang tepat digunakan untuk

Variabel penelitian memiliki data berskala interval, maka analisa univariate yang digunakan adalah distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005) yang meliputi pengetahuan

Jepang adalah negara yang kaya akan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi ketekniksipilan dan saya meyakini bahwa saya bisa belajar lebih banyak lagi kelak dengan cara

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, dapat juga dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kota yang pengangkatannya

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul” Pengaruh Return On Investment (ROI), Earning Per Share (EPS), dan Pertumbuhan Penjualan terhadap Harga Saham pada

Selain Kecamatan Pontianak Utara (yaitu Selatan, Timur, Barat, Kota, Tenggara) diambil di kantor Kecamatan masing-masing - Waktu pengambilan pada jam dan hari kerja Senin s/d