• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Penyakit Dan Keganasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Konsep Penyakit Dan Keganasan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep penyakit dan keganasan

pada anak dan bayi

Neuroblastoma

Neuroblastoma adalah tumor embrional dari system saraf otonom yang mana sel tidak berkembang sempurna. Neuroblastoma umumnya terjadi bayi usia rata-rata 17 bulan. Tumor ini berkembang dalam jaringan sistem saraf simpatik, biasanya dalam medula adrenal atau ganglia paraspinal, sehingga menyebabkan adanya sebagai lesi massa di leher, dada, perut, atau panggul. Insiden neuroblastoma adalah 10,2 kasus per juta anak di bawah 15 tahun. Yang paling umum kanker didiagnosis ketika tahun pertama kehidupan (Jhon, 2010).

Neuroblastoma merupakan tumor lunak, padat yang berasal dari sel-sel crest neuralis yang merupakan prekusor dari medula adrenal dan sistem saraf simpatis. Neuroblastoma dapat timbul di tempat terdapatnya jaringan saraf simpatis. Tempat tumor primer yang umum adalah abdomen, kelenjar adrenal atau ganglia paraspinal toraks, leher dan pelvis. Neuroblastoma umumnya bersimpati dan seringkali bergeseran dengan jaringan atau organ yang berdekatan (Cecily & Linda, 2002)

Neuroblastoma adalah tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa knak-kanak, dan merupakan neoplasma bayi yang terdiagnosis adalah 2 tahun, 90% terdiagnosis sebelum 5 tahun.Neuroblastoma berasal dari sel krista neuralis sistem saraf simpatis dan karena itu dapat timbul di manapun dari fossa kranialis posterior sampai koksik. Sekitar 70% tumor tersebut timbul di abdomen, 50% dari jumlah itu di kelenjar adrenal. Dua pulu persen lainnta timbul di toraks, biasanya di mediastinum posterior. Tumor itu paling sering meluas ke jaringan sekitar dengan invasi lokal dan ke kelenjar limfe regional melalui nodus limfe.

(2)

Penyebaran hematogen ke sumsum tulang, kerangka, dan hati sering terjadi. Dengan teknik imunologik sel tumor dapat dideteksi dalam darah tepi pada lebih dari 50% anak pada waktu diagnosis atau relaps. Penyebaran ke otak dan paru pada kasus jarang (Nelson, 2000).

Neuroblastoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel Krista neurak embronik, dapat timbul disetiap lokasi system saraf simpatis, merupakan tumor padat ganas paling sering dijumpai pada anak. Insiden menempati 8% dari tumor ganas anak, atau di posisi ke-4. Umumnya ditemukan pada anak balita, puncak insiden pada usia 2 tahun. Lokasi predeileksi di kelenjar adrenal retroperitoneal, mediastrinum, pelvis dan daerah kepala-leher. Tingkat keganasan neuroblastoma tinggi, sering metastasis ke sumsum tulang, tulang, hati, kelenjar limfe, dll (Willie, 2008).

Tumor ini biasanya tidak memungkiri asalnya, dengan mengeluarkan hormon katekolamin. Tekanan darah tinggi yang merupakan akibat tumor ini jarang menimbulkan keluhan, tetapi dapat berfungsi sebagai zat penanda tumor: di dalam air kemih dapat dilihat hormon yang dikeluarkan, sehingga diagnosis tumor menjadi jelas. Dengan dapat dipastikan, apakah tumornya neuroblastoma atau nefroblastoma (Wim De Jong, 2005)

yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantile (pada anak-anak) berkaitan dengan orang tua atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol, dll. (Willie , 2008). Kelainan sitogenik

Etiologi

Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus, meliputi penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17, dan ampifilatik genomik dari oncogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk (Nelson, 2000).

(3)

Manifestasi Klinis

Menurut Cecily & Linda (2002), gejala dari neuroblastoma yaitu Gejala yang berhubungan dengan massa retroperitoneal, kelenjar adrenal, paraspinal. 1. Massa abdomen tidak teratur,tidak nyeri tekan, keras, yang melintasi garis

tengah.

2. Perubahan fungsi usus dan kandung kemih

3. Kompresi vaskuler karena edema ekstremitas bawah

4. Sakit punggung, kelemahan ekstremitas bawah

5. Defisit sensoris

6. Hilangnya kendali sfingter

Gejala-gejala yang berhubungan dengan masa leher atau toraks.

1. Limfadenopati servikal dan suprakavikular 2. Kongesti dan edema pada wajah

3. Disfungsi pernafasan

4. Sakit kepala

5. Proptosis orbital ekimotik

6. Miosis

7. Ptosis

8. Eksoftalmos

(4)

Menurut Willie (2008) manifestasi klinis dari neuroblastoma berbeda tergantung dari lokasi metastasenya:

1. Neuroblastoma retroperitoneal

Massa menekan organ dalam abdomen dapat timbul nyeri abdomen, pemeriksaan menemukan masa abdominal yang konsistensinya keras dan nodular, tidak bergerak, massa tidak nyeri dan sering melewati garis tengah. Pasien stadium lanjut sering disertai asites, pelebaran vena dinding abdomen, edema dinding abdomen.

2. Neurobalstoma mediastinal

Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di mediastinum superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala, namun bila massa besar dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.

3. Neuroblastoma leher

Mudah ditemukan, namun mudah disalahdiagnosis sebagai limfadenitis atau limfoma maligna. Sering karena menekan ganglion servikotorakal hingga timbul syndrome paralisis saraf simpatis leher(Syndrom horner), timbiul miosis unilateral, blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.

4. Neuroblastoma pelvis

Terletak di posterior kolon presakral, relative dini menekan organ sekitarnya sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi, dan retensi urin.

5. Neuroblastoma berbentuk barbell

yaitu neuroblastoma paravertebral melalui celah intervertebral ekstensi ke dalam canalis vertebral di ekstradural. Gejala klinisnya berupa tulang

(5)

belakang kaku tegak, kelainan sensibilitas, nyeri. Dapat terjadi hipomiotonia ekstremitas bawah bahkan paralisis.

Stadium

Beberapa system penentuan stadium staging, system kelompok evans dan kelompok Onkologi Pediatrik (Pediatrik Oncology Group POG ). System klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai system klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (INSS).

Klasifikasi stadium INSS : 1. Stadium I

Tumor terbatas pada organ primer, secara makroskopik reseksi utuh, dengan atau tanpa residif mikroskopik. Kelenjar limfe regional ipsilateral negative.

2. Stadium IIA

Operasi tumor terbatas tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral negative.

3. Stadium IIB

Operasi tumor terbatas dapat ataupun tak dapat mengangkat total, kelenjar limfe regional ipsilateral positif.

4. Stadium III

Tumor tak dapat dieksisi, ekspansi melewati garis tengah, dengan atau tanpa kelenjar limfe regional ipsi atau tanpa kelenjar limfe regional ipsilateral positif.

5. Stadium IV

Tumor primer menyebar hingga kelenjar limfe jauh, tulang, sumsum tulang, hati, kulit atau organ lainnya.

(6)

6. Stadium IVS

Usia <1 tahun, tumor metastasis ke kulit,hati, sumsum tulang, tapi tanpa metastasis tulang(Willie, 2008).

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada neuroblastoma menurut Suriadi dan Rita (2006), antara lain :

a. Foto abdomen bisa memperlihatkan klasifikasi tumor. Tumor adrenalis menggeser ginjal, tetapi biasanya tidak merubah system pelvicalyces pada urogram intravena atau pemeriksaan ultrasonografi.

b. Peningkatan kadar kartekolamin urina (VMA dan VA) mengkonfirmasi diagnosis pada 90% kasus dan juga merupakan indicator rekuensi yang sensitive. Kadang-kadang timbul metastasis tulang (Thomas, 1994)

c. CT Scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada dan abdomen.

d. fungsi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.

e. Analisa urine untuk mengetahui adanya Vanillymandelic acid (VMA) homovillic acid (HVA), dopamine, norepinephrine.

f. Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N myc.

g. Meningkatnya ferritin, neuron spesific enolase (NSE), ganglioside (GDZ).

Penatalaksanaan

Menurut Cecily (2002), International Staging System untuk neuroblastoma menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan, dan pengobatan serta

(7)

mengelompokkkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah, ditambah keadaan sumsum tulang.

Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi tahap I, II, III, tergantung cirri tumor primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi menjadi tahap IV dan IV (S untuk spesial ), tergantung dari adanya keterlibatan tulang kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer. Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan minimal, atau banyak reseksi. Reseksi dengan tumor tahap I. Untuk tahap II pembedahan saja mungkin sudah cukup, tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan radioterpi lokal. Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi, dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat. Neuroblastoma tahap II dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan, transplantasi sumsum tulang autokolog atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang, metaiodobenzilquainid (MIBG), dan imunoterapi dengan antibody monklonal yang spesifik terhadap neuroblastoma. Pengobatan terdiri atas penggunaan kemoterapi multiagens secara simultan atau bergantian.

1. Siklofosfamid – menghambat replikasi DNA.

2. Doksorubisin – mengganggu sintesis asam nukleat dan memblokir transkripsi DNA.

3. VP-16 – menghentikan metaphase dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat.

Jenis terapi :

1. Neuroblastoma berisiko rendah

(8)

a. Operasi yang diikuti oleh watchful waiting (penungguan yang diawasi dengan ketat).

b. Watchful waiting sendirian untuk bayi-bayi tertentu.

c. Operasi diikuti oleh kemoterapi, jika kurang dari separuh dari tumor yang dikeluarkan atau jika gejala-gejala serius tidak dapat dibebaskan dengan operasi.

d. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.

e. Kemoterapi dosis rendah. 2. Neuroblastoma beresiko sedang

Perawatan untuk pasien neuroblastoma berisiko sedang mungkin meliputi : a. Kemoterapi.

b. Kemoterapi yang diikuti oleh operasi dan/atau terapi radiasi.

c. Terapi radiasi untuk merawat tumor-tumor yang menyebabkan persoalan-persoalan yang serius dan tidak merespon secara cepat pada kemoterapi.

3. Neuroblastoma beresiko tinggi

a. Kemoterapi dosis tinggi yang diikuti oleh operasi untuk mengeluarkan sebanyak mungkin tumor

b. Terapi radiasi pada tempat tumor dan, jika diperlukan, pada bagian-bagian lain tubuh dengan kanker.

c. Transplantasi sel induk (Stem cell transplant). d. Kemoterapi yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

e. Percobaan klinik dari monoclonal antibody therapy setelah kemoterapi. f. Percobaan klinik dari terapi radiasi dengan yodium ber-radioaktif sebelum

stem cell transplant.

g. Percobaan klinik dari stem cell transplant yang diikuti oleh 13-cis retinoic acid.

(9)

Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke sum-sum tulang, tulang, hati, otak, paru, dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke tulang cranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sum-sum tulang menyebabkan anemia, hemoragi, dan trombositopenia (Willie, 2008).

Prognosis

Kelangsungan hidup 5 tahun 60%. Kadang-kadang dilaporkan pemulihan spontan(Thomas, 1994). Identifikasi factor prognosis spesifik adalah penting untuk perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari satu tahun agak lebih baik daripada anak berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau CST yang agresif, angka ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak lebih tua dengan penyakit lanjut jarang melebihi 20% (Nelson, 2000)

Factor yang terpenting dalam prognosis neuroblastoma adalah ada tidaknya ampilifikasi oncogen N-myc.

1. ampilifikasi oncogen N-myc di atas 10 kopi menunjukkan prognosis buruk dan terapi perlu diperkuat.

2. Pasien stadium III tanpa ampilifikasi oncogen N-myc digunakan terapi kombinasi agresif dan survival dapat mencapai 50%

(10)

3. Pasien stadium I/II dan IVS tanpa ampilifikasi oncogen N-myc dapat memiliki survival mencapai 90% lebih (Willie, 2008)

Kanker Pada Anak

Tahukan Anda?

Data statistic resmi dari IARC(International Agency for Research on Cancer) menyatakan bahwa 1 dari 600 anak akan menderita kanker sebelum umur 16 tahun.

Penyakit kanker pada anak membutuhkan penanganan dengan keahlian, sarana dan prasarana khusus.

Apabila kanker menimpa pada anak, maka akan merupakan beban yang kompleks bukan hanya bagi orang tua tetapi juga pada saudara-saudaranya, dokter, perawat, sekolah dan masyarakat serta lingkungannya.

Kanker pada anak diperkirakan mencapai 1% dari jumlah penyakit kanker secara menyeluruh, namun kanker pada anak dapat disembuhkan bila dideteksi secara dini dan pengobatan serta perawatannya dilaksanakan dengan sarana/prasarana yang memadai.

Jenis Kanker Pada Anak

Leukimia

Leukimia adalah kanker pada anak yang paling banyak dijumpai pada anak-anak. Leukimia mempunyai harapan sembuh dengan pengobatan yang tepat dan benar. Gejala yang perlu diwaspadai dan sering ditemukan pada leukimia antara lain pucat, demam atau pendarahan yang tidak jelas sebabnya, nyeri tulang dan pembengkakan perut.

Tumor Otak

Tumor pada otak dapat mengganggu fungsu dan merusak struktur sususan saraf pusat, karena terletak di dalam rongga yang terbatas(rongga tengkorak). Gejala yang harus diwaspadai pada tumor otak adalah sakit yang disertai mual sampai muntah-muntah. Dapat pula disertai daya penglihatan berkurang, penurunan kesadaran atau perubahan perilalku.

(11)

adalah bila terdapat gangguan bicara dan keseimbangan tubuh, anggota gerak melemah atau kejang.

Retinablastoma

Retinablastoma adalah kanker mata yang sering dijumpai pada anak. Gejala yang perlu duawasi ialah adanya bercak putih di bagian tengah mata yang seolah bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah penglihatan yang terganggu, mata menjadi juling dan bila telah lanjut maka bola mata menonjol keluar.

Limfoma

Limfoma Maglia adalah kanker kelenjar getah bening, kanker ini biasanya ditandai dengan pembesaran dan pembengkakan kelenjar getah bening yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Pembesaran kelenjar getah bening yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah leher, ketiak dan atau selangkangan serta usus tanpa disertai rasa nyeri.

Bila timbulnya di kelenjar getah bening dalam usus maka dapat menyebabkan sumbatan pada usus dengan gejala sakit perut, muntah, tidak bisa buang air besar dan demam. Bila tumbuh di daerah dada maka dapat mendorong atau menekan saluran nafas. Menyebabkan sesak nafas dan muka membiru.

Neuroblastoma

Neuroblastoma adalah suatu gejala jenis kanker saraf yang dapat

menunjukkan banyak gejala, tergantung pada lokasinya. Neuroblastoma dapat terjadi di daerah leher atau rongga dada dan mata. Bila terdapat di daerah mata dapat menyebabkan bola mata menonjol, kelopak mata turun dan pupil melebar.

Bila terdapat di tulang belakang dapat menekan saraf tulang belakang dan mengakibatkan kelumpuhan yang cepat. Tumor di daerah perut akan teraba bisa sudah besar. Penyebaran pada tulang dapat menyebabkan patah tulang tanpa sebab, tanpa nyeri sehingga penderitanya pincang mendadak.

Tumor Wilms

Tumor Wilms adalah kanker ginjal yang paling sering dijumpai pada anak.Kanker ini dapat ditandai dengan kecing berdarah, rasa tidak enak di dalam perut dan bila sudah cukup besar teraba keras, biasanya diketahui ketika anak dimandikan.

Rabdomiosarkoma

Kanker ini dijumpai pada otot di mana saja, biasanya pada anak di daerah kepala, leher, kandung kemih, prostat(kelenjar kelamin pria) dan vagina. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada letak kanker.

Pada rongga mata menyebabkan mata menonjol keluar. Di telinga

(12)

menyebabkan sumbatan jalan nafas, radang sinus(rongga sekitar hidung), keluar darah dari hidung (mimisan) atau sulit menelan. Di saluran kandung kemih menyebabkan gangguan buang air kecil atau air seni berdarah. Bila mengenai saluran pencernaan dapat mengalami gangguan buang air besar. Bila mengenai otot anggota gerak akan membengkak.

Osteosarkoma

Osteosarkoma adalah kanker pada tulang. Pembengkakan yang cepat apabila disertai rasa nyeri perlu diwaspadai sebagai kemungkinan adanya kanker tulang. Kanker tulang dapat menyerang setiap bagian tulang, tetapi yang terbanyak ditemukan pada tungkai lengan dan pinggul.Kadang-kadang didahului oleh benturan keras seperti jatuh dan sebagainya.

http://www.ykaki.org/id/cancer/page/kanker-pada-anak

Selasa, 27 Maret 2012

ASKEP NEUROBLASTOMA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN NEUROBLASTOMA A. DEFINISI

Neuroblastoma berasal dari embrionyc neural crest dan kelenjar adrenal merupakan tempat yang sering terkena, tumor ini mempunyai keganasan yang tinggi pada bayi dan anak. Biasanya di temukan pada anak usia 2-4 tahun (prof. DR Iskandar W, 1985).

Neuroblastoma adalah tumor ganas yang terjadi pada system persarafan yang berasal dari sel-sel saraf yang terdapat paa medula adrenal dan system saraf simpatik (Sumadi. 2001).

B. ETIOLOGI

Penyebabnya tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan faktor keturunan karena pada sel-sel tumor ditemukan kelainan genetik tertentu.

(13)

Sel-sel kanker yang berasal dari medula adrenal dan system saraf simpatik berploriferasi,menekan jaringan sekitarnya, kemudian menginfasi sel-sel normal disekitarnya.

Tahap-tahap pada neuroblastoma:

Tahap I : tumor terlokalisasi pada daerah asal tumor, nodus limfe belum terkna Tahap II : tumor unilateral, nodus limfe belumterkena

Tahap III : tumor menginfiltrasi kearaah tengah, tumor unilateral dengan terkenanya nodus limfe, tumor mengenai seluruh nodus limfe.

Tahap IV : tumor menginvasi nodus limfelebih jauh, mengenai tulang sumsum tulang, hati dan organ lain.

Tahap IV-S : tumor dengan cirri tahap I atau II tetapi dngan metastase pada hati, sumsum tulang atau kulit.simpatis

Neuroblastoma berasal dari sel Krista neuralis system saraf dan karena itu dapat timbul dimanapun dari fossa kranialis sampai koksik. Secara histologis, Neuroblastoma terdiri atassel bulat kecil dengan granula yang banyak

D. MANIFESTASI KLINIS

Neuroblastoma bisa tumbuh di berbagai bagian tubuh. Kanker ini berasal dari jaringan yang membentuk sistem saraf simpatis (bagian dari sistem saraf yang mengatur fungsi tubuh involunter/diluar kehendak, dengan cara meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, mengkerutkan pembuluh darah dan merangsang hormon tertentu).

Gejalanya tergantung kepada asal tumor dan luas penyebarannya. Gejala awal biasanya berupa perut yang membesar, perut terasa penuh dan nyeri perut. Gejalanya juga bisa berhubungan dengan penyebaran tumor: Kanker yang telah menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri tulang

(14)

 Berkurangnya jumlah sel darah merah sehingga terjadi anemia

 Berkurangnya jumlah trombosit sehingga anak mudah mengalami memar

berkurangnya jumlah sel darah putih sehingga anak rentan terhadap infeksi

 Kanker yang telah menyebar ke kulit bisa menyebabkan terbentuknya

benjolan-benjolan di kulit

 Kanker yang telah menyebar ke paru-paru bisa menyebabkangangguanpernafasan

Kanker yang telah menyebar ke korda spinalis bisa menyebabkan kelemahan pada lengan dan tungkai.

Sekitar 90% neuroblastoma menghasilkan hormon (misalnya epinefrin, yang dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan terjadinya kecemasan).Gejala lainnya yang mungkin ditemukan;

Kulitnya pucat

Di sekeliling mata tampak lingkaran hitam

Kelelahan menahun, kelelahan yang berlebihan berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan

Diare

Rasa tidak enak badan (malaise) berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan

Keringat berlebihan

Gerakan mata yang tak terkendali Rewel.

E. KOMPLIKASI - Metastase

(15)

- Prognosis buruk

F. PEMERIKSAAN FISIK

CT scan untuk mengetahui keadaan tulang pada tengkorak, leher, dada, dan abdomen.

Punksi sumsum tulang untuk mengetahui lokasi tumor atau metastase tumor.

Analisa urine untuk mengetahui adanya vanillylmandelic aci (VMA). Homovillic acid (HVA), dapomine, norepinephrin.

Analisa kromosom untuk mengetahui adanya gen N-myc

Meninngkatkan ferritin, neuron-specific enolase (NSE), gangnoside (GD2) G. PENANGANAN

Adapun penanganannya antara lain adalah: Pengobatan

Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada lokasi, penyebaran dan usia penderita. Jika kanker belum menyebar, biasanya diangkat melalui pembedahan. Jika kanker berukuran besar atau telah menyebar, diberikan kemoterapi (obat anti-kanker vincristine, siklofosfamid, doksorubisin dan cisplastin) atau terapi penyinaran. Pemberian vitamin B12 dosis tinggi ada baiknya, walaupun belum diketahui pasti kegunaannya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN NEUROBLASTOMA

(16)

A. PENGKAJIAN Pemeriksaan fisik Riwayat penyakit

Kaji adanya rasa nyeri, demam, kelemahan, berat badan menurun, anemia.

Kaji adanya masa diabdomen, inkontinensia atau retensi urin, ekimosis pada supsaorbital, exoptalmus, paralysis akibat kompresi pada saraf spinal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak pengobatan.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh 3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

4. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi neoplasma.

C. INTERVENSI

1. Risiko injury berhubungan dengan mengganasnya tumor, proliferasi sel, dan dampak

pengobatan.

Tujuan: Mempertahankan kemoterapi

Kriteria hasil: > Anak akan sembuh dari penyakit baik secara sebagian maupun secara keseluruhan dan anak tidak akan mengalami komplikasi dari kemoterapi

(17)

Memberikan kemoterapi sesuai dengan anjuran

Siapkan anak dan keluarga apabila akan dilakukan pembedahan Observasi tanda-tanda cystitis

Membantu anak dalam program radioterapi

2. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh

Tujuan: Meningkatkan system pertahanan tubuh.

Kriteria hasil: > Anak tidak akan memperlihatkan gejala-gejala infeksi Perencanaan

Memberikan vaksinasi dari virus yang tidak diaktifkan (misalnya varicella, polio salk, influenza)

Kolaborasi untuk pemberian obat

3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan: Mengurangi mual dan muntah.

Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami mual atau muntah. Perencanaan

Kolaborasi untuk pemberian cairan infuse untuk mempertahankan hidrasi.

Menghindari memberikan makanan yang memiliki aroma yang merangsang mual atau muntah

Menganjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering.

4. Nyeri berhubungan dengan dilakukannya pemeriksaan diagnostic, efek fisiologi

neoplasma.

(18)

Kriteria hasil: Anak tidak akan mengalami rasa nyeri atau nyeri dapat berkurang. Perencanaan

Memberikan teknik untuk mengurangi rasa nyeri nonfarmakologi. Kaji adanya kebutuhan klien untuk mengurangi rasa nyeri

Evalasi efektivitas terapi pengurangan rasa nyeri secara teratur untuk mencegah timbulnya nyeri yang berulang.

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta

Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.

Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.

http://sixxmee.blogspot.com/2012/03/askep-neuroblastoma.html

Sindrom Steven-Johnson, Manifestasi Klinis dan Penanganannya

Posted on Februari 17, 2012

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Nama lain dari penyakit ini adalah sindrom de Friessinger-Rendu, eritema

(19)

muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Istilah eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya merujuk pada kelainan kulitnya saja.

Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang tua. Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan. Tidak terdapat

kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.

Penyebab

 Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat.

 Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit),

 obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),

 makanan (coklat),

 fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),

 lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).

Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson Infeksivirusjamur

bakteri parasit

Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae, vaksiniakoksidioidomikosis, histoplasma

streptokokus, Staphylococcs haemolyticus, Mycobacterium tuberculosis, salmonela

malaria

Obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik

(20)

Makanan Coklat

Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan

(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)

 Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila

pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan kausal.

 Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat, sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

 Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap obat-obatan penyebab.

PATOFISIOLOGI

 Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

 Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi.

(21)

 Antigen penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik). Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi.

 Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya.

 Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan epidermis.

GEJALA KLINIK

 Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

 Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.

 Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.

 Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

DIAGNOSIS

 Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium. Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan terhadap kelainan yang dapat sesuai

(22)

dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab.

 Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris, atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam, dan hasil biopsi yang sesuai dengan SSJ .

 Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan dengan faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum. Pemeriksaan yang rutin dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis, hitung eosinofil total, LED), pemeriksaan imunologik (kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan C4, kompleks imun), biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

 Hasil biopsi dapat menunjukkan adanya nekrosis epidermis dengan keterlibatan kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan dermis.

 Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala perdarahan.

 Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis terdapat peninggian eosinofil.

 Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun, dan dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.

 Pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan gambaran nekrosis di epidermis sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis, pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar dari pembuluh darah dermis superfisial.

 Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin. Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang dari 24 jam.

(23)

 Nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ.

 Erythema Multiforme

 Burns, Chemical

 Burns, Ocular

 Staphylococcal Scalded Skin Syndrome

 Toxic Epidermal Necrolysis

 Burns, Thermal

 Dermatitis, Exfoliative

 Toxic Shock Syndrome

PENATALAKSANAAN

 Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang

umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi

(24)

melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.

 Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

 Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.

Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).

 Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik.

 Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen SSJ.

 Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.

 Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.

 Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.

(25)

 Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya

klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. PROGNOSIS

Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis

http://allergyclinic.wordpress.com/2012/02/17/sindrom-steven-johnson-manifestasi-klinis-dan-penanganannya-2/

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN STEVEN JOHNSON

A.Pengertian

• Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).

• Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).

• Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136). B.Etiologi

Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:

1. Alergi obat secara sistemik a. penisilin, analgetik, arti piuretik b. Penisilline dan semisentetiknya c. Sthreptomicine

d. Sulfonamida e. Tetrasiklin

f. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol)

g. Kloepromazin h. Karbamazepin

(26)

i. Kirin Antipirin j. Tegretol

2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit) 3. Neoplasma dan faktor endokrin

4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X) C.Manefestasi klinis

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun,

penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa: 1. Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

3. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal.

4. Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.

5. Kelainan mata

konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola mata), konjungtivitas kataralis , blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

6. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.

7. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.

(27)

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.

D.Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi

tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian

limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) . 1. Reaksi Hipersensitif tipe III.

Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).

2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV

Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.

E.Test diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium:

Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.

2. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.

3. Determine renal function and evaluate urine for blood. 4. Pemeriksaan elektrolit

5. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi. 6. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan

(28)

7. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis

8. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa.

G.Penatalaksanaan 1. Kortikosteroid

Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena

dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian

diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik

Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.Infus dan tranfusi darah.

3. Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas.

4. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.

5. Topikal :

Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

(29)

1. Pengkajian a. Identitas pasien • Nama; • Jenis kelamin • Umur • Status perkawinan • Pekerjaan • Agama • Pendidikan terakhir • Alamat.

b. Riwayat Kesehatan lalu c. Riwayat kesehatan sekarang d. Riwayat kesehatan keluarga e. Riwayat pengobatan

f. Data sosial ekonomi g. Aktifitas sehari-hari h. Pemeriksaan Fisik • Keadaan umum

• Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan. 2. Diagnosa

a. Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal KH: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh

Intervensi:

• Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.

Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat

• Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut

Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan

menurunkan resiko infeksi • Jaga kebersihan alat tenun Rasional: untuk mencegah infeksi • Kolaborasi dengan tim medis

Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut

b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan KH: menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan

Intervensi:

• Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai

Rasional: memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan

(30)

• Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering

Rasional: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan • Hidangkan makanan dalam keadaan hangat

Rasional: meningkatkan nafsu makan • Kerjasama dengan ahli gizi

Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan. c. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit

KH:

• Melaporkan nyeri berkurang

• Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks Intervensi:

• Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya

Rasional: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan

• Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit

Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum • Pantau TTV

Rasional: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat

• Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional: menghilangkan rasa nyeri

d. Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik KH: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas Intervensi:

• Kaji respon individu terhadap aktivitas

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

• Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien

Rasional: energi yang dikeluarkan lebih optimal • Jelaskan pentingnya pembatasan energy

Rasional: energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh • Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga

e. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis KH :

• Kooperatif dalam tindakan

• Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen Intervensi:

(31)

• Kaji dan catat ketajaman pengelihatan Rasional: Menetukan kemampuan visual

• Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.

Rasional: Memberikan keakuratan terhadap penglihatan dan perawatan. • Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan:

Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan. • Orientasikan terhadap lingkungan.

 Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan penglihatan klien.  Berikan pencahayaan yang cukup.

 Letakan alat-alat ditempat yang tetap.

 Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.  Hindari pencahayaan yang menyilaukan.

 Gunakan jam yang ada bunyinya.

• Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.

Rasional: Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan penglihatan menurun. DAFTAR PUSTAKA

• Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. • Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

• Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

• Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

• Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

• Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius. • Kamus kedokteran Dorland_EGC,

• Kamus kedokteran _penerbitdjambatan,

• Ilmu penyakit kulit kelamin_FK UI, saripati penyakit kulit_EGC • Ma_ni blog

http://weisaku.wordpress.com/2010/01/14/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-steven-johnson/

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok tani yang ada di Kecamatan Belik mempunyai kegiatan, baik yang bersifat kegiatan rutin maupun yang tidak rutin. Kegiatan rutin yang umum dilaksanakan adalah

darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional

yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Masalah

Pengujian di Riamkanan (Kalimantan Selatan), Bandung (Jawa Barat), Malang (Jawa Timur), dan Soroako (Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa pada hari-hari dengan rata-rata curah

sumber informasi konsumen mengenai keberadaan “akar café”, frekuensi konsumen mengunjungi “akar café”, dengan siapa konsumen mengunjungi “akar café”,

Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk memilih ML dapat diambil dari ciri-ciri pokok ML dan pertimbangan lain seperti: tingkat kesamaan visi dan nilai-nilai dengan Tim