• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Cilok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Cilok"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pangan adalah hak asasi setiap individu untuk memperolehnya dengan jumlah yang cukup dan aman serta terjangkau. Oleh karena itu, upaya pemantapan ketahanan pangan harus terus dikembangkan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Lembata,2009).

Pangan lokal merupakan pangan yang bersumber dari kebudayaan lokal setempat. Indonesia memiliki berbagai macam suku dan etnis budaya, sehingga keragaman makanan khas tiap daerahpun berbeda dengan ciri khas tersendiri. Makanan lokal sebagai sumber budaya daerah setempat saat ini eksistensinya mulai tergusur dengan makanan cepat saji (junk food) seperti pizza dan hamburger yang saat ini banyak digemari masyarakat, oleh karena itu diperlukan pengetahuan untuk meningkatkan pangan lokal dalam masyarakat. Meningkatkan pamor pangan lokal dilakukan dengan cara pengembangan inovasi dari produk olahan tersebut.

Pengembangan inovasi merupakan hal terpenting dalam bidang pangan, sehingga tidak menimbulkan kesan jenuh terhadap konsumen. Peran mahasiswa sebagai civitas academica dapat meningkatkan potensi pengembangan pangan lokal dengan cara mengembangkan teknologi pengolahan pangan lokal, sehingga pangan lokal dapat digemari dan dilirik oleh masyarakat. Salah satu potensi pangan lokal yang saat ini adalah cilok. Pada praktikum kali ini mengguakan bahan utama yaitu daging.

Daging merupakan salah satu sumber protein yang berasal dari hewan. Terdapat beberapa jenis daging yang banyak dikonsumsi di Indonesia yaitu daging ayam, sapi, domba, kambing dan babi. Menurut Lawri (2003), produksi ayam, sapi, domba, kambing dan babi di Indonesia pada tahun 1999 secara berturut-turut ±682.000 ton, ±354.000 ton, ±37.000 ton, ±47.000 ton dan ±138.000 ton.

Jumlah produksi yang tinggi tersebut tidak sesuai dengan jumlah pemanfaatan dalam bentuk produk. Sebagian besar produk yang dihasilkan berupa lauk pauk. Hal ini tidak sejalan dengan kandungan gizi tinggi yang terdapat pada

▸ Baca selengkapnya: proposal cilok bumbu kacang

(2)

daging. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemanfaatan jenis sumber daya hewani ini. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan menggunakan daging sebagai bahan dalam pembuatan cilok.

Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat yang berasal dari kata aci dicolok. Cilok merupakan makanan yang berasal dari Jawa Barat dengan bahan utama berupa kanji. Penggunaan bahan berupa kanji menyebabkan kandungan gizi yang dimiliki oleh bahan rendah sehingga diperlukan adanya diversisifikasi. Peningkatan gizi dapat dilakukan dengan penambahan bahan-bahan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi misalnya daging ayam dan daging sapi.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pengolahan cilok dengan perbedaan daging ayam dan sapi serta formulasi tepung yang digunakan yaitu:

1. Untuk mengetahui teknologi pengolahan cilok sebagai salah satu potensi pangan lokal;

2. Untuk mengetahui karakteristik perubahan fisikokimia yang terjadi selama pengolahan cilok;

3. Untuk mengetahui pengaruh formulasi penggunaan bahan daging dan tepung terhadap karakteristik fisik dan organoleptik cilok.

(3)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cilok dan Kandungan Cilok

Cilok adalah sebuah makanan khas Jawa Barat yang terbuat dari tapioka yang kenyal dengan tambahan bumbu pelengkap seperti sambal kacang, kecap, dan saus. Cilok bentuknya bulat-bulat seperti bakso, hanya saja berbeda bahan dasarnya. Terdapat telur atau daging cincang di dalamnya, karena terbuat dari bahan dasar tapioka maka cilok terasa kenyal saat dikonsumsi (Widyaningsih, 2006).

Pentol cilok adalah makanan ringan menyerupai pentol yang terbuat dari tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa Barat, namun sekarang sudah mulai merambah kedaerah-daerah lain. Perlu diwaspadai akan kemanan pangan dari pentol cilok tersebut, karena biasanya pentol cilok dijual dalam keadaan terbuka dan dibiarkan dalam waktu yang lama, sehingga memungkinkan terjadinya cemaran oleh mikroba. Cemaran oleh mikroba pada pentol cilok juga dipengaruhi oleh sanitasi selama proses pengolahan serta higiene dari penjamah makanan. Selain cemaran oleh mikroba, keamanan pangan pentol cilok juga dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan,kualitas dari bahan-bahan tersebut, penggunaan bahan tambahan makanan serta keberadaan bahan berbahaya dalam pembuatan pentol cilok (Rohmah, 2013).

Cilok atau pentol bakso merupakan produk dari protein daging, baik daging sapi, ayam ikan maupun udang. Cilok dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka, dan bumbu berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Setelah cilok memiliki tekstur kenyal seperti ciri spesifiknya, kualitas cilok sangat bervariasi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dan tepung dan proses pembuatannya (Widyaningsih, 2006). Cilok terbuat dari bahan-bahan seperti pati, tepung tergu, dan bumbu-bumbu, kemudian dibuat

(4)

bulat-bulat sebesar kelereng kemudian di kukus atau direbus dan untuk mengkonsumsinya dicelupkan atau ditambahkan saos (Winarno, 1994).

2.2 Pengertian, Fungsi Penambahan Bahan 2.2.1 Terigu

Terigu berasal bahasa postugis yaitu trigo yang berarti gandum, terigu merupakan bubuk halus yang berasal dari biji gandum. Jenis tepung ini memiliki kandungan pati dan protein dalam bentuk gluten. Kedua jenis senyawa tersebut memiliki peranan sebagai pembentuk kekenyalan pada makanan (Salam, dkk., 2012).

Kualitas terigu dapat ditentukan dari komposisi kimia yang terdapat didalamnya. Adapun komposisi kimia pada tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia terigu dalam 100 gram bahan

Komposisi Jumlah kalori (Kal) 365 protein (g) 8,9 lemak (g) 1,3 karbohidrat (g) 77,3 kalsium (mg) 16 fosfor (mg) 106 besi (mg) 1,2 vit. B1(mg) 0,12 air (g) 12

Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996) 2.2.2 Tepung Tapioka

Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong. Usia optimum yang telah ditemukan dari hasil percobaan terhadap salah satu varietas singkong yang berasal dari jawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18-20 bulan (Grace, 1977). Ketika umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat sampai pada titik tertentu, lalu umbi akan

(5)

Pengeringan Pemerasan

Penghalusan (80 mesh) Tapioka

mejadi keras dan menyerupai kayu, sehingga umbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah.

Jumlah pati yang dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa dan amilopektin tergantung dari sumber tanaman asal, seperti tapioka yang hanya mengandung amilosa sebesar 17% dan sisanya adalah amilopektin yaitu sebesar 83%,sedangkan pada jagung jumlah amilosa bisa mencapai 25% sampai 80% dan sisanya amilopektin (Smith, 1982).

Menurut Winarno (1992), kandungan pati yang terdapat di dalam ubi kayu adalah 34,6%. Amilosa merupakan fraksi pati yang terlarut. Molekul amilosa yang memiliki sifat hidrofilik dengan afinitas air yang tinggi menyebabkan amilosa pati semakin paralel dengan ikatan hidrogen. Apabila afinitas tersebut menurun maka ukuran pati akan membesar sehingga pada konsentrasi rendah akan terjadi presipitasi dan pada konsentrasi tinggi akan terbentuk gel. Hubungan antara molekul amilosa ini disebut retrogradasi.

Gambar 3. Proses Pembuatan Tapioka

(6)

Proses pembuatan tepung tapioka disajikan pada Gambar 3. Adapun urutan proses pembuatan tapioka adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan dan pencucian

Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas, kemudian dicuci untuk menghilangkan fenolase yang dapat memicu oksidasi, sehingga warna pati yang dihasilkan menjadi putih

2. Pemarutan

Singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air, sehingga diperoleh singkong yang telah halus.

3. Pemerasan dan penyaringan

Hasil parutan singkong dimasukkan dalam air dan disaring, serta diperas sampai patinya keluar semua Pemerasan dilakukan untuk memisahkan air dan ampas.Air yang mengandung pati ditampung dalam wadah pengendapan.

4. Pengendapan

Pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain seperti ampas dan unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan terdapat butiran pati termasuk protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan kompleks. Jadi ,akan sulit memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya. Butiran pati yang akan diperoleh berukuran sekitar 4-24 mikron (1 mikron sama dengan 0,001 mm). Sifat kekentalan (viskositas) cairan tapioka tidak jauh berbeda dengan air biasa. Butiran pati yang berbentuk bulat dan mempunyai berat jenis 1,5 dan butiran ini harus cepat diendapkan. Kecepatan endapan sangat ditentukan oleh besarnya butiran pati, keasaman air rendaman, kandungan protein yang ikut, ditambah zat koloidal lainnya. Pengendapan butiran (granula) umumnya berlangsung selama 24 jam dan akan menghasilkan tebal endapan sekitar 30 cm.

5. Pengeringan

Pengeringan bertujan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung tapioka yang kering, sehingga endapan pati harus segera dikeringkan.

(7)

Dalam pengeringan harus diperhatikan faktor suhu terutama yang menggunakan panas buatan. Suhu jangan melebihi 70 - 80 0C. Gumpalan-gumpalan pati setelah keluar dari pengeringan langsung dihaluskan guna mendapatkan tepung yang diinginkan. Penghalusan atau pengecilan ukuran dengan menggunakan blender dan kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh sehingga ukuran yang dihasilkan lebih seragam (Litbang, 2011).

Tabel 1. Kandungan Kimia Tapioka

Komposisi Jumlah Kalori (gram) 363 Karbohidrat (%) 88,2 Kadar air (%) 9,0 Lemak (%) 0,5 Protein (%) 1,1 Ca (mg/100 gram) 84 P (mg/100 gram) 125 Fe (mg/100 gram) 1,0 Vitamin B1 (mg/ 100 gram) 0,4 Vitamin C (mg/100 gram) 0 Sumber: Astawan (2009) 2.2.3 Daging Sapi

Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor. Kondisi tersebut mengisyaratkan suatu peluang untuk pengembangan usaha budi daya ternak, terutama sapi potong (Suryana, 2009:14). Daging sapi sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Mengkomsumsi protein hewani yang rendah pada anak -anak bersekolah dapat menyebabkan anak - anak yang berbakat normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa protein hewani sangat menunjang kecerdasan, di samping diperlukan untu daya tahan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2008:8). Penggemukan sapi dengan menggunakan pakan tambahan menghasilkan daging sapi bermutu yang memiliki standar jelas. Ketika berlangsung pameran daging disenayan pada tahun 2000, seorang ahli daging dari jerman tertarik dengan daging sapi hasil teknologi Bossdext. Ia menguji bahwa serat - serat daging sapi tersebut sangat lembut. Ketika diuji di

(8)

laboratorium Jerman, daging sapi hasil teknologi tersebut mendapat grade triple A (AAA) yang menunjukan mutu daging sapi terbaik.

Kandungan lemak daging tersebut hanya 1,68%, sedangkan hasil pengemukan tanpa pakan tambahan rata -rata msi di atas 10%. Di jerman, daging sapi ternak sangat rendah itu layak dipasarkan sebagai health food (makanan sehat). Daging sapi impor dan daging sapi lokal yang dipanjang di dalam etalase pasar swalayan dalam waktu 6 hari sudah menghitam. Namun, dalam waktu yang sama daging sapi yang berasal dari pengemukan dengan teknologi Bossdext masih berwarna merah segar (Sarwono dan Bimo, 2004:3).

Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B, dan mineral, khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 207,00

Protein Gram 18,80

Lemak Gram 14,00

Hidrat arang Gram 0,00

Kalsium Mg 11,00 Fosfor Mg 170,00 Besi Mg 2,80 Vitamin A SI 30,00 Vitamin B1 Mg 0,08 Vitamin C Mg 0,00 Air Gram 66,00

Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI., (1995) Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno, 1994). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat.

Penurunan pH daging dari sekitar 6,5 menjadi 5,6 setelah penyembelihan disebabkan glikogen dalam daging berkurang, namun karena dalam suasana anaerob (tidak mengandung O2 karena darah tidak mengalir), maka glikogen yang

(9)

menjadi asam piruvat selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila pH tetap tinggi maka menurunkan mutu daging karena timbul perubahan-perubahan seperti warna daging lebih gelap, sukar meresap garam, dan bumbu dan pertumbuhan bakteri lebih mudah (Syarief dan Irawati, 1988).

2.2.4 Daging Ayam

Daging ayam termasuk mengandung gizi yang tinggi, selain dari proteinnya juga daging ayam mengandung lemak. Protein pada ayam yaitu 18,2 g, sedangkan lemaknya berkisar 25,0 g. Untuk memperjelas zat yang dikandung daging ayam, maka dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4 Komposisi Kimia Daging Ayam dalam 100 gram bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Kal 30,2

Protein Gram 18,2

Lemak Gram 25,0

Hidrat arang Gram 0

Kalsium Mg 14 Fosfor Mg 200 Besi Mg 1,5 Vitamin A SI 810 Vitamin B1 Mg 0,08 Vitamin C Mg 0 Air Gram 55,9 BDD % 58

Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)

Untuk memilih daging ayam segar yang biasa perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan yang elastis dan tidak ada tanda-tanda memar atau tanda lain yang mencurigakan (Litbang Deptan, 2007).

Ayam yang digunakan oleh masyarakat untuk diolah biasanya adalah ayam potong. Disamping harganya lebih murah daripada ayam kampung, ayam potong yang masih muda memiliki daging yang empuk dan cocok untuk masakan ayam panggang, grill atau ayam goreng. Lemaknya sedikit, makin tua umur ayam makin banyak lemaknya. Untuk pengolahan ayam potong sendiri tidak berbeda dengan daging. Ayam yang telah dipotong perlu didiamkan dahulu sekitar 4 jam. Warna merah tua pada daging ayam karena adanya pigmen myoglobin.

(10)

2.2.5 Merica

Merica merupakan rempah yang berasal dari India yang memiliki cirri-ciri berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit lunak (Sutarno dan Agus Handoko, 2005). Terdapat beberapa kandungan minyak atsiri pada lada yaitu felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina. Penggunaan merica pada masakan adalah sebagai penyedapa masakan dan meningkatkan daya simpan (Rismunandar, 1993).

2.2.5 Garam

Garam merupakan padatan yang berbentuk kristal dan memiliki sifat higroskopis (Burhanuddin, 2001). Penggunaan garam dalam bahan pangan adalah memperbaiki citarasa, pengikat air, pengawet dan menghambat pertumbuhan mikroba (Eddy dan Lilik, 2007; Suyanti, 2008).

Garam dapur berfungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang digunakan mempunyai batasan yang pasti. Tekstur, warna, dan rasa dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak 2-3% (Widyaningsih dan Murtini, 2006)

Garam merupakan bahan makanan penting. Pemakaian garam NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan dan tradisi daripada keperluan. Makanan yang mengandung natrium kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga kurang disenangi (Winarno, 1984). Garam juga berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme pencemar tertentu. Garam mempengaruhi aktivitas air (Aw) dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al. 1987).

Garam dapat berperan sebagai pengambat selektif pada mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun yaitu sampai 6%. Mikroorganisme patogenik termasuk Clostridium botulinum dengan pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10-12% (Buckle et al. 1987).

(11)

Bawang putih merupakan salah datu jenis umbi lapis yang dapat digunakan sebagai bumbu masak. Penggunaan bahan tersebut sebagai bumbu masak adalah sebagai pemberi aroma pada produk (Vincent dan Yamaguchi, 1997). Bawang putih memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan yang berfungsi sebagai antibakteri, antibiotic, merangsang pertumbuhan sel tubuh (Vincent dan Yamaguchi, 1997). Adapun kandungan gizi bawang putih dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi bawang putih dalam 100 gram bahan

Komposisi Jumlah Air (g) 58,58 Energi (kkal) 149 Protein (g) 6,36 Total lipid (g) 0,5 Karbohidrat (g) 33,06 Serat (g) 2,1 Gula (g) 1 Kalsium (mg) 181 Iron, Fe (mg) 1,7 Magnesium (mg) 25 Fosfor (mg) 153 Potassium (mg) 401 Sodium (mg) 17 Zn (mg) 1,16 Cu (mg) 0,299 Mangan (mg) 1,672 Selenium (mg) 14,2 Vitamin C (mg) 31,2 Vitamin B6 (mg) 1,235 Beta karoten (mcg) 5 Vitamin A (IU) 9 Vitamin E (alpha-tokoferol) (mg) 0,08 Triptofan (g) 0,066 Threonin (g) 0,157 Isoleusin (g) 0,308 Lisin (g) 0,273 Metionin (g) 0,076 Sistein (g) 0,065

Sumber: USDA National Nutrien database for standar reference, 2013 2.3 Teknologi Pengolahan Cilok

(12)

Cara pembuatan cilok sangatlah mudah. Adapun langkah-langkah pembuatan cilok meliputi penggilingan daging sapi hingga halus, penambahan bumbu-bumbu tambahan, penggilingan yang kedua, pencampuran dengan tapioka, pembentukan adonan, perebusan dalam air mendidih, dan penirisan (Singgih, 2000).

Cilok dibuat dari daging segar melalui beberapa tahapan proses yaitu pemotongan, penghancuran, pelumatan dan pencampuran, pencetakan serta perebusan.

2.3.1 Pemotongan

Daging segar dipotong kecil-kecil dengan ketebalan sesuai dengan lebar mulut mesin penggiling yang digunakan. Potongan-potongan daging selanjutnya dimasukkan dalam mesin penggiling.

2.3.2 Penghancuran

Proses penghancuran daging dapat dilakukan dengan menggunakan mesin penggiling. Potongan-potongan daging yang telah dimasukkan dalam mesinpenggiling kemudian dilakukan penghancuran, sehingga daging yang keluar dari mesin penggiling berbentuk bulatan-bulatan panjang seperti mie. Jika mesin penggiling tak tersedia, maka proses penghancuran daging dapat dilakukan dengan menggunakan pisau pencacah. Tahap berikutnya adalah proses pelumatan dan pencampuran.

2.3.3 Pelumatan dan Pencampuran

Untuk lebih menghaluskan daging giling dapat digunakan mesin pelumat. Mesin pelumat ini selain berfungsi untuk melembutkan daging, juga digunakan sebagai mesin pencampur. Daging giling bersama-sama dengan bumbu-bumbu yang digunakan dan es dimasukkan dalam mesin pelumat, selanjutnya dilakukan pelumatan dan pencampuran. Setelah daging, bumbu-bumbu, dan es tercampur rata, selanjutnya dimasukkan tapioka yang telah diayak dan bahan tambahan makanan (misalnya bahan pengawet, bahan pengenyal/bahan pengembang) ke dalam mesin pelumat. Pelumatan serta pencampuran dilakukan kembali sampai adonan benar-benar lembut. Kondisi demikian dapat dicapai setelah proses pelumatan dan pencampuran dilakukan selama lebih kurang 3-5 menit. Daya tampung mesin pelumat ini sebesar 1-3 kg daging. Adonan yang telah halus

(13)

kemudian dimasukkan ke dalam suatu wadah (misalnya baskom plastik), selanjutnya dilakukan proses pembentukan.

2.3.4 Pembentukan

Suatu wadah telah siap untuk dibentuk bulatan-bulatan kecil, besarnya bulatan-bulatan sesuai dengan selera dan kebutuhan. Proses pencetakan ini dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan mesin pencetak. Untuk pengusaha skala rumah tangga, proses pencetakan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan, dengan cara mengepal-mengepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan akan keluar berupa bulatan. Sedangkan untuk skala industri proses pencetakan dilakukan dengan menggunakan mesin pencetak, sehingga akan diperoleh bentuk bulatan yang lebih seragam bentuk dan besarnya. 2.3.5 Perebusan

Bulatan-bulatan adonan direbus dalam air mendidih selama lebih kurang 10 menit/sampai matang. Keadaan ini ditandai dengan mengapungnya cilok di permukaan air perebus. Agar cilok yang direbus tidak saling menempel satu sama lain, ke dalam air perebus ditambahkan sedikit minyak goreng. Cilok yang telah matang selanjutnya ditiriskan dan didinginkan (Muzarnis, 1974).

2.4 Reaksi pada Setiap Tahap 2.4.1 Penambahan air panas

Pada tahapan penambahan air dan campuran adonan mengalami hidrasi. Selain itu, pada tahap pengadukan menyebabkan ikatan yang memanjang dan mampu mengikat air serta udara (Winarno, 1995). Kapasitas hidrasi menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Sifat demikian memberi pengaruh besar terhadap sifat adonan yang terbentuk (Sutardi dan Supriyanto, 1996).

Penambahan air panas dalam pembuatan adonan juga menyebabkan terjadinya proses pragelatinisasi. Tahapan ini dapat terjadi karena pemanasan yang berasal dari air panas yang ditambahkan (Naivikul, 2006).

2.4.2 Perebusan

Perebusan dilakukan dengan menggunakan pemanasan (heating processes) dengan suhu tinggi dan penambahan air. perebusan menyebabkan interaksi antara air dan pati yang terdapat pada bahan sehingga menyebabkan gelatinisasi pati.

(14)

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati sehingga tidak dapat kembali pada kondisi awal (Winarno, 2004).

Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang terdapat pada rantai polipeptida. Kemudian terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama. Semakin banyak jumlah ikatan yang terbentuk maka protein tidak dapat terdispersi sebagai koloid sehingga menyebabkan koagulasi. Ikatan reaktif protein yang menahan cairan akan menyebabkan pembentukan gel. Namun, apabila cairan dan protein yang terkoagulasi terpisah maka akan terbentuk endapan (Winarno, 2004).

2.4.3 Reaksi Gelatinisasi

Pada proses pembuatan cilok terdapat proses gelatinisasi yang disebabkan kandungan amilosa dan amilopektin di dalamnya. Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix (Maharaja, 2008).

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat a. Color reader b. Panci c. Kompor d. Pisau e. Food processor f. Sendok g. Baskom h. Rheotex

(15)

Terigu + Tapioka

Daging sapi 50gr Daging ayam 50gr

pencampuran + lada , 10% bawang putih dan garam

Pengulenan Air es

Pencetakan

Pemasukkan dalam air hangat

Perebusan

Pengangkatan dan penirisan

Pengujian organoleptik (warna,kenampakan,aroma dan tekstur) dengan uji kesukaan rentang 1-5 dengan rheotex dan color reader 3.1.2 Bahan a. Daging ayam 50 gr b. Daing sapi 50 gr c. Bawang putih 10% d. Garam e. Lada f. Terigu g. Tapioka h. Air 3.2 Skema Kerja

(16)

3.2.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Pengolahan cilok pada praktikum kali ini digunakan variabel perbedaan daging sapi dan ayam untuk mengetahui karakteristik fisik dan organoeptik cilok. Selain itu, bahan yang digunakan dalam pengolahan cilok antara lain air, merica, bawang putih, garam, terigu dan tapioka.

Pertama dalam proses pengolahan cilok yaitu proses pencampuran tepung terigu dan tapioka masing – masing sebanyak 50 gram. Selanjutnya dilakukan penghancuran daging ayam dan sapi masing – masing sebanyak 50 gram. Penghancuran berfungsi untuk mempermudah dalam pembuatan cilok selain itu juga untuk memperluas permukaan sehingga mudah bercampur dan bumbu mudah menyerap. Penghancuran dilakukan menggunakan mesin food processor agar ukurannnya seragam dan teksturnya lebih halus.

Proses selanjutnya setelah daging halus, kedua macam daging tersebut masing – masing dicampurkan dengan campuran 50 gram tepung tapioka dan 50 gram tepung terigu. Pencampuran bahan dengan menambahkan tapioka sebanyak 50 gram yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya gelatinisasi sehingga adonan membentuk gel dan tekstur cilok yang dihasilkan kenyal. Kemudian penambahan terigu (modified cassava flour) sebanyak 50 gram yang berfungsi sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan cilok dan membantu proses gelasi, sehingga dapat menambah kekenyalan dari cilok yang dihasilkan.

(17)

Bahan-bahan tamBahan-bahan yang digunakan dalam proses pengolahan cilok antara lain garam gram, merica (lada putih) dan bawang putih 10 gram yang berfungsi untuk menambah aroma dan citarasa dari cilok yang dihasilkan.

Bahan yang telah ditambahkan, kemudian diuleni dengan air es hingga tercampur merata, fungsinya untuk mengimbibisi tepung sehingga pelarut dapat masuk ke dalam bahan yang menyebabkan granula pati membengkak dan menyebabkan terbentuknya proses gelatinisasi. Apabila air terlalu banyak ditambahkan dapat menyebabkan air terimbibisi dalam adonan yang menyebabkan tekstur adonan menjadi lembek.

Proses pengolahan cilok selanjutnya adalah proses pembentukan adonan cilok. Proses pembentukan adonan cilok dilakukan dengan membentuk bulatan-bulan dengan diameter ±1cm, sehingga dapat memperbesar luas permukaan dan dapat mempercepat proses perebusan. Setelah cilok dibentuk dilakukan pencelupan ke dalam air hangat lalu selanjutnya cilok direbus dengan air mendidih yang berfungsi untuk mematangkan adonan, sehingga adonan siap untuk dikonsumsi. Setelah cilok muncul di permukaan, cilok dilakukan penirisan agar cilok tidak basah.

Cilok dengan perbedaan variabel daging sapi dan daging ayam kemudian dilakukan pengujian baik secara fisik dan organoleptik. Pengukuran cilok secara fisik dilakukan dengan mengukur tingkat Lightness cilok menggunakan color reader, dan pengukuran tekstur dengan menggunakan rheotex. Pengamatan tingkat kesukaan panelis dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada 15 panelis agak terlatih dengan range skor 1 (sangat tidak suka) hingga 5 (sangat suka). Data dari masing-masing variabel perlakuan yang berbeda kemudian dimasukan kedalam histogram.

(18)

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Pengujian Organoleptik A. WARNA No. Nama Cilok Daging Ayam Sapi 1. Milanda Aisyah 4 3 2. Avinda Nur 3 1 3. Dhina P. 5 4 4. Maisaroh 3 4

(19)

5. Dewi Ulfa 2 4 6. M. Ergi 4 3 7. Bagas Bayu 3 4 8. Oriza Krisnata 2 4 9. Etika Hanif 4 2 10. Vania Dyta 3 2 11. Reni Soraya 4 3 12. Qoimatul 3 5 13. Khafidotul 3 3 14. Ika Wahyuni 3 4 15. Ambar Sukma 4 3 Rata-rata 3,3 3,27 KETERANGAN : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka

(20)

B. AROMA No. Nama Cilok Daging Ayam Sapi 1. Milanda Aisyah 3 3 2. Avinda Nur 2 2 3. Dhina P. 4 3 4. Maisaroh 4 5 5. Dewi Ulfa 2 3 6. M. Ergi 3 3 7. Bagas Bayu 3 2 8. Oriza Krisnata 2 2 9. Etika Hanif 4 3 10. Vania Dyta 2 3 11. Reni Soraya 3 4 12. Qoimatul 3 4 13. Khafidotul 3 4 14. Ika Wahyuni 3 4 15. Ambar Sukma 3 4 Rata-rata 2,93 3,267 KETERANGAN : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka

(21)

C. KENAMPAKAN No. Nama Cilok Daging Ayam Sapi 1. Milanda Aisyah 3 4 2. Avinda Nur 3 3 3. Dhina P. 4 3 4. Maisaroh 3 5 5. Dewi Ulfa 2 4 6. M. Ergi 3 3 7. Bagas Bayu 2 5 8. Oriza Krisnata 2 4 9. Etika Hanif 4 3 10. Vania Dyta 3 2 11. Reni Soraya 4 3 12. Qoimatul 2 5 13. Khafidotul 2 4 14. Ika Wahyuni 4 5 15. Ambar Sukma 5 4 Rata-rata 3,067 3,8 KETERANGAN : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka

(22)

D. TEKSTUR No. Nama Cilok Daging Ayam Sapi 1. Milanda Aisyah 4 3 2. Avinda Nur 4 2 3. Dhina P. 3 2 4. Maisaroh 5 3 5. Dewi Ulfa 3 3 6. M. Ergi 4 4 7. Bagas Bayu 4 2 8. Oriza Krisnata 2 3 9. Etika Hanif 3 3 10. Vania Dyta 4 3 11. Reni Soraya 3 4 12. Qoimatul 2 3 13. Khafidotul 2 3 14. Ika Wahyuni 2 3 15. Ambar Sukma 4 5 Rata-rata 3,267 3,067 KETERANGAN : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka

(23)

E. RASA No. Nama Cilok Daging Ayam Sapi 1. Milanda Aisyah 3 3 2. Avinda Nur 3 2 3. Dhina P. 3 2 4. Maisaroh 5 3 5. Dewi Ulfa 3 3 6. M. Ergi 3 3 7. Bagas Bayu 3 2 8. Oriza Krisnata 1 3 9. Etika Hanif 3 3 10. Vania Dyta 2 4 11. Reni Soraya 4 3 12. Qoimatul 3 4 13. Khafidotul 2 3 14. Ika Wahyuni 3 4 15. Ambar Sukma 5 4 Rata-rata 3,067 3,067 KETERANGAN : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Agak suka 4 = Suka

(24)

4.1.2 UJI FISIK

A. Data Pengujian Warna Pada Daging Sapi Pengulangan Daging Sapi Ayam L b L b I -34,2 -3,8 -25,5 -1 II -31,4 -0,2 -28,1 -4 III -32,9 -0,7 -27,7 -0,3 IV -34,1 -1,6 -28,2 -0,5 V -35,7 1 -24,3 -0,1 total -168,3 -5,3 -133,8 -5,9 rerata -33,66 -1,06 -26,76 -1,18

B. Data Pengujian Tekstur

Pengulangan Daging sapi (g/5 mm) Daging ayam (g/5 mm)

I 53 69 II 75 88 III 62 82 IV 83 103 V 81 80 Total 354 422 Rerata 70,8 84,4 BAB 5. PEMBAHASAN

(25)

5.1 Analisa Data

5.1.1 Pengujian Organoleptik

Praktikum pengujian organoleptik pada cilok yang dilakukan kali ini dengan menggunakan perbedaan variabel daging ayam dan daging sapi. Proses uji organleptik dilakukan dengan membagikan kuisioner kepada 15 panelis agak terlatih, lalu penlis memberikan pengujian organoleptik berdasarkan tingkat kesukaan dengan parameter warna, kenampakan, aroma dan tekstur. Penelis memberikan penilaian dengan memberikan skor dengan range 1 (sangat tidak suka) hingga 5 (sangat suka).

A. Warna

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa panelis lebih menyukai warna dari cilok yang dibuat dengan bahan utama daging sapi. Sebagaimana pada grafik disebutkan bahwa daging ayam memiliki nilai 3,3 dan daging sapi memiliki nilai 3,27. Warna cilok dengan bahan daging sapi lebih disukai oleh panelis dikarenakan warna yang dihasilkan lebih khas daging, sedangkan warna yang dihasilkan oleh bahan daging ayam mengahasilkan warna yang pucat. Menurut Wagino, 2008 dalam Afiati, 2009 daging ayam memiliki warna putih pucat sedangkan daging sapi memiliki warna merah pucat hingga merah. Penggunaan kedua bahan baku tersebut menyebabkan perbedaan tingkat kecerahan cilok yang dihasilkan. Perbedaan bahan yang diberikan memberikan warna yang berbeda dari

(26)

hasil produk. Selain itu, pengolahan juga mempengaruhi tingkat kecerahan warna yang dihasilkan. Daging sapi mengalami perubahan warna karena proses heme protein (hemoglobin pada darah dan mioglobin pada daging merah). Proses denaturasi menyebabkan ikatan antara heme protein dan protein miofibril. Proses tersebut menyebabkan perubahan warna menjadi kegelapan (Lanier 2000 dalam Astuti, 2009).

B. Kenampakan

Berdasarkan hasil uji organoleptic yang dituangkan dalam grafik diatas, dapat diketahui bahwa panelis lebih menyukai kenampakan dari cilok yang terbuat dari bahan utama daging ayam. Dalam grafik tersebut kita mengetahui bahwa daging sapi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam, yaitu 3,8 sedangkan daging ayam memiliki nilai 3,067.

Perbedaan kesukaan yang dituangkan oleh panelis ini disebabkan karena perbedaan bahan yamg digunakan. Dimana panelis lebih menyukai kenampakan dari cilok yang terbuat dari daging sapi. Hal ini disebabkan karena cilok dari daging sapi memiliki kenampakan yang khas seperti pentol atau cilok pada imumnya. Karena daging sapi memiliki serabut – serabut pada dagingnya. Hal ini sesuai dengan literatur Lawrie (2003), yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kenampakan adalah kandungan serabut otot dan struktur miofibril. Kandungan serabut yang dimiliki oleh daging ayam lebih kecil dibandingkan kandungan serabut daging sapi (Montolalu, dkk., 2013). Hal ini menyebabkan

(27)

kenampakan daging sapi lebih berserabut dan lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan daging ayam.

C. Aroma

Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa cilok dengan daging ayam memiliki rata – rata 2,79 sedangkan formulasi cilok dengan daging sapi memiliki rata – rata sebesar 3,4. Hal ini menunjukkan bahwa cilok dengan formulasi daging sapi berdasarkan pengujian rangking lebih disukai oleh panelis dikarenakan memiliki nilai rata – rata tingkat kesukaan terhadap aroma cilok yang lebih besar.

Hal ini ini disebabkan karena aroma dari daging sapi lebih menarik dan mencolok jika dibandingkan dengan daging ayam. Karena pada daging sapi memiliki lemak atau marbling yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam. Hal ini sesuai dengan literature Trantono (2011) yang menyatakan Lemak atau marbling daging dapat mempengaruhi rasa, aroma, dan tesktur daging karena rasa daging dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya lemak dalam daging yang akan membantu rasa dan aroma daging menjadi lebih gurih dan membuat tesktur daging menjadi lebih empuk. Keragaman yang nyata pada komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen (Soeparno, 1994). Lawrie (1991) menyatakan lemak sapi kaya akan asam stearat, asam palmitat dan asam oleat.

(28)

D. Tekstur

Berdasarkan uji organoleptic yang telah dilakukan oleh panelis yang disajikan dalam grafik diatas bahwa panelis lebih menyukai tekstur dari daging ayam dibandingkan dengan tekstur dari daging sapi. Hal ini dapat dilihat bahwa nilai rata – rata cilok yang dibuat dengan bahan utama daging ayam lebih besar dibandingkan dengan nilai rata – rata darai cilok dengan bahan daging sapi yaitu 3,267 untuk cilok daging ayam dan 3,067 untuk cilok daging sapi. Menurut Lawrie (2003), faktor yang mempengaruhi tekstur adalah kandungan serabut otot dan struktur miofibril. Kandungan serabut yang dimiliki oleh daging ayam lebih kecil dibandingkan kandungan serabut daging sapi (Montolalu, dkk., 2013). Hal ini menyebabkan tekstur daging sapi lebih berserabut dibandingkan dengan daging ayam yang meiliki tekstur yang lebih halus dan disukai oleh panelis.

Selain itu menurut penilitian Sayuti (2006) menyatakan tekstur dan kekenyalan sangat berhubungan dengan daya mengikat air. Penilitian yang telah dilakukannya menyimpulkan bahwa rendahnya kemampuan daging dalam mengikat air akan menghasilkan penampilan tekstur daging yang lebih halus dan lembek.

(29)

Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa panelis memilih kedua – duanya memiliki rsa yang disukai. Hal itu dapat dilihat pada grafik bahwa cilok daging ayam dan daging sapi memiliki rata – rata yang sama yaitu 3,067. Penentuan penerimaan panelis terhadap rasa adalah asin, asam, manis dan pahit (Winarno, 1997).

Selain itu tingkat kesukaan terhadap parameter rasa tergantung pada daging yang digunakan. Penggunaan jumlah air yang ditambahkan berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan. Penggunaan air yang semakin banyak menyebabkan konsentrasi bumbu semakin rendah dan rasa yang dihasilkan juga semakin rendah. Pada proses pembuatan adonan air yang digunakan pada pembuatan cilok dengan bahan dasar daging sapi dan ayam berbeda. Pada pembuatan cilok dengan daging ayam jumlah air yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan dengan cilok dengan bahan daging sapi sehingga menyebabkan rasa yang dimiliki oleh cilok berbahan daging sapi lebih disukai. Selain itu, daging sapi merupakan daging merah yang memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan daging unggas yang merupakan daging putih (Lawrie, 1995).

5.1.2 Pengujian Fisik

(30)

70.8

84.4

Berdasarkan data yang didapatkan maka dapat diketahui bahwa cilok dengan bahan dasar daging ayam memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kekerasan daging sapi. Perbedaan ini disebabkan

(31)

perbedaan miofibril (serabut) pada daging ayam lebih banyak daripada daging sapi.

Miofibril pada daging sapi memiliki ukuran serat yang lebih besar daripada daging ayam, sedangkan daging ayam memiliki miofibril dengan ukuran lebih kecil. Ukuran serabut (miofibril) pada daging ayam yang lebih kecil berpengaruh terhadap daya ikat air, hal ini disebabkan semakin kecilnya rongga antar partikel menyebabkan daya ikat airnya semakin tinggi yang berpengaruh terhadap kekenyalan cilok. Jadi daging ayam lebih kecil dalam daya ikat airnya dibandingkan dengan daging sapi. Hal inilah yang menyebabkan tekstur dari daging ayam lebih besar dibandingkan dengan tekstur dari daging sapi.

Penggunaan tepung yang digunakan juga mempengaruhi tekstur yang dihasilkan. Menurut Maharaja (2008) dalam Montalalu, dkk., 2013, kandungan gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur yang dihasilkan. Penggunaan tepung terigu akan menghasilkan tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan tekstur yang dihasilkan oleh MOCAL. Menurut Salim, 2011 MOCAL tidak memiliki kandungan gluten sehingga menghasilkan tekstur yang kurang baik.

B. Warna

Berdasarkan data hasil pengujian organoleptik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa cilok dengan bahan daging sapi memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam. Menurut Wagino, 2008 dalam Afiati, 2009 daging ayam memiliki warna putih pucat sedangkan daging sapi memiliki warna merah pucat hingga merah. Penggunaan kedua bahan baku tersebut menyebabkan perbedaan tingkat kecerahan cilok yang dihasilkan. Warna daging ayam yang putih menyebabkan cilok dengan bahan daging ayam memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cilok berbahan daging sapi. Menurut Taylor (1984), pigmen yang memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin. Kuantitas

(32)

mioglobin bervariasi diantar jenis ternak, umur, jenis kelamin, otot, dan aktivitas fisik, yang akan memepengaruhi variasi warna daging (Lawrie, 2003).

Selain itu, pengolahan juga mempengaruhi tingkat kecerahan warna yang dihasilkan. Daging sapi mengalami perubahan warna karena proses heme protein (hemoglobin pada darah dan mioglobin pada daging merah). Proses denaturasi menyebabkan ikatan antara heme protein dan protein miofibril. Proses tersebut menyebabkan perubahan warna menjadi kegelapan (Lanier 2000 dalam Astuti, 2009). Ketidaksesuain ini dapat disebabkan oleh perbedaan pencahayaan pada saat pengujian.

BAB 6. PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa; 1. Penggunaan daging sapi dalam pembuatan cilok memiliki tekstur, dan rasa

yang lebih baik

2. Penggunaan bahan baku pada produk cilok berpengaruh pada hasil cilok yang dihasilkan

3. Daya resap air pada daging yang digunakan sebagai bahan pembuatan cilok berpengaruh pada tekstur cilok

4. Pada proses pembuatan cilok terjadi proses hidrasi dan galtinisasi 6.2 Saran

Pada pengamatan sensoris, pengamatan yang dilakuakan seharusnya dengan menggunakan panelis yang sama sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Afiati, Fifi. 2009. Pilih-pilih Daging ASUH. BioTrends. Vol. 4 (1): 21.

Astawan M. dan Mita W. 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

Astawan, M. 2003. Pembuatan Mie Bihun. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Solo: Tiga

Serangkai.

Astuti, E. F. 2009. Pengaruh Jenis Tepung dan Cara Pemasakan terhadap Mutu Bakso dari Surimi Ikan Hasil Tangkap Sampingan (HTS). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M.Wootton., 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press: Jakarta.

Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.

Depkes RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: DepkesRI.

Grace, M.R. 1977. Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma.

(34)

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminudin Parakkasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Litbang Deptan, 2007. Pengganti Formalin, Asam Asetat Dapat Untuk Mengawetkan Daging Ayam. http://www.litbang.deptan.go.id [diakses tanggal 18 April 2016].

Montolalu, S., N. Lontann., A. Dp. Mirah. 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar. Jurnal Zootek. Vol. 32 (5): 7.

Muzarnis, E,. 1974. Pengolahan Daging. Jakarta: CV. Yasaguna.

Rismunudar. 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar Swadaya. Rohmah, N.K. 2013. Kajian Keamanan Pangan Pentol Cilok Di Desa Blawirejo Kecamatan Kedungpring Lamongan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Salam, A.R., Haryotejo, B., Mahatama, E., dan Fakhrudin, U. 2012. Kajian Dampak Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Berbasis SNI.Jurnal Standardisasi BSN. (14): 117-130.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

USDA. 2003. National Nutrient Database for Standard Reference. http://www.personalhealthzone.com/nutrients/vegetables/lettuce.html

[diakses tanggal 18 April 2016].

Widyaningsih, T.W, dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agirasana: Surabaya.

(35)

Widyaningsih, T.W. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agirasana.

Winarno F G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(36)

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Rerata Uji Organoleptik a. Warna

Kode 472 (cilok ayam) = 4+3+5+3+2+4+3+152+4+3+4+3+3+3+4 = 3,3

Kode 149 (cilok sapi) = 3+1+4+4+4+3+4+154+2+2+3+5+3+4+3

=

3,27

b. Aroma

Kode 472 (cilok ayam) = 3+2+4+4+2+3+3+152+4+2+3+3+3+3+3 = 2,93

Kode 149 (cilok sapi) = 3+2+3+5+3+3+2+152+3+3+4+4+4+4+4 = 3, 267

c. Kenampakan

Kode 472 (cilok ayam) = 3+3+4+3+2+3+2+152+4+3+4+2+2+4+5 = 3,067

Kode 149 (cilok sapi) = 4+3+3+5+4+3+5+154+3+2+3+5+4+5+4 = 3,8

d. Tekstur

Kode 472 (cilok ayam) = 4+4+3+5+3+4+4+152+3+4+3+2+2+2+4 = 3,267

Kode 149 (cilok sapi) = 3+2+2+3+3+4+2+153+3+3+4+3+3+3+5 = 3,067

(37)

Kode 472 (cilok ayam) = 3+3+3+5+3+3+3+151+3+2+4+3+2+3+5 = 3,067

Kode 149 (cilok sapi) = 3+2+2+3+3+3+2+153+3+4+3+4+3+4+4 = 3,067

2. Rerata Uji Fisik

a. Pengujian Warna Daging Sapi

Nilai L = −34,2+(−31,4)+(−32,95 )+(−34,1)+(−35,7) = −168,35 = -33,66

Nilai b = −3,8+(−0,2)+(−50,7)+(−1,6)+1 = −5,35 = -1,06 b. Pengujian Warna Daging Ayam

Nilai L = −25,5+(−28,1)+(−27,75 )+(−28,2)+(−24,3) = −133,85 = -26,76

Nilai b = −1+(−4)+ (−0,35)+(−0,5)+(−0,1) = −5,95 = -1,18 c. Pengujian Tekstur Daging Sapi

Rerata tekstur = 53+75+625+83+81 = 3545 =70,8 g/ 5 mm d. Pengujian Tekstur Daging Ayam

(38)

DOKUMENTASI a.) Persiapan bahan

(39)

c.) Pembuatan CILOK

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia terigu dalam 100 gram bahan
Tabel 1. Kandungan Kimia Tapioka
Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan
Tabel 4 Komposisi  Kimia Daging Ayam dalam 100 gram bahan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah sebaiknya segera melakukan stabilisasi harga bahan pokok, seperti beras, minyak goreng, daging ayam, daging sapi, daging ikan, serta minyak tanah yang menjadi bahan

Daging biasanya digunakan sebagai bahan utama pembuatan bakso. Daging mengandung banyak nutrisi penting untuk yang baik bagi tubuh seperti protein, air, lemak, mineral,

Ibu membeli daging di pasar diantaranya: daging sapi, daging ayam dan daging kelinci.. Ibu membeli daging di pasar diantaranya: daging sapi, daging ayam, dan

Daging ayam bisa didapatkan dengan mudah di pasar tradisional dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan daging sapi, dan selalu tersedia karkasnya bila dibandingkan

Bahan baku utama pembuatan abon adalah daging sapidan berbagai jenis daging lainya misalnya daging ayam petelur afkir.Daging ayam petelur afkir tergolong daging yang alot,

Teknik membuat kaldu untuk sup terbuat dari tulang berbalut daging, daging sapi, daging ayam, ikan, udang yang direbus dengan menggunakan air dingin sampai

Distribusi data hedonik dan nilai median respons panelis terhadap rasa daging kelelawar, daging sapi, daging ayam, dan ikan cakalang yang dikukus, masak kari,

Teknik pembuatan ayam crispy Tahapan pertama adalah memberikan pelatihan pembuatan ayam crispy, dengan bahan dan cara kerjanya adalah sebagai berikut : Bahan: Daging Ayam,