• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolesistitis Akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kolesistitis Akut"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Kolesistitis akut

Kolesistitis akut

Yahya Iryianto Butarbutar

Yahya Iryianto Butarbutar

102012270

102012270

A9

A9

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Email :

Email :

yahyaseinz@gmail.com

yahyaseinz@gmail.com

Pendahuluan Pendahuluan

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi  penelitian batu empedu masih terbatas.

 penelitian batu empedu masih terbatas.11

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko  penyandang

 penyandang batu batu empedu empedu untuk untuk mengalami mengalami gejala gejala dan dan komplikasi komplikasi relatif relatif kecil. kecil. WalaupunWalaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.

risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.11

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu empedu asimtomatik. Komplikasi yang terjadi diantaranya dapat mempengaruhi organ di empedu asimtomatik. Komplikasi yang terjadi diantaranya dapat mempengaruhi organ di sekitar empedu. sekitar empedu. Isi Isi Anamnesis Anamnesis

Didalam ilmu kedokteran anamnesis merupakan wawancara terhadap pasien atas Didalam ilmu kedokteran anamnesis merupakan wawancara terhadap pasien atas keluhan yang dialaminya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap keluhan yang dialaminya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap  pasien.

 pasien. Perpaduan Perpaduan keahlian keahlian mewawancarai mewawancarai dan dan pengetahuan pengetahuan yang yang mendalam mendalam tentang tentang gejalagejala (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah  pemeriksaan

 pemeriksaan selanjutnya, selanjutnya, termasuk termasuk pemeriksaan pemeriksaan fisik fisik dan dan pemeriksaan pemeriksaan penunjang.penunjang. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap keluarganya atau walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk keluarganya atau walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara, misalnya dalam keadaan gawat-darurat.

(2)

Dalam melakukan anamnesis perlu pertanyaan rutin yang harus diajukan kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit menahun, dan riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara.

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien penderita kolesistis akut pada pemeriksan fisik akan ditemukan demam ringan yang lama-kelamaan meninggi, ikterus ringan, teraba masa kandung empedu, dan juga nyeri tekan di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.3

Pemeriksaan Penunjang

Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya  pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh

karena mengandung kalsium yang cukup banyak.2,3

Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Kolesistografi oral merupakan pemeriksaan radiologi kandung empedu setelah pemberian medium kontras. Pemeriksaan ini sekarang sering digantikan oleh  scan kedokteran nuklir berlabel 99 tekhnetium, ultrasonografi, dan CT scan. Kolesistografi oral merupakan indikasi pada pasien dengan gejala penyakit saluran empedu, seperti nyeri epigastrium kuadran kanan atas, intoleransi lemak, dan ikterus, serta paling sering dilakukan untuk memastikan penyakit kandung empedu.2

Temuan abnormal yang dapat ditemukan adalah saat kandung empedu mengalami opasifikasi, defek pengisian menunjukkan adanya batu empedu. Defek yang terfiksasi, sebaliknya, dapat menunjukkan adanya polip kolesterol atau tumor jinak seperti adenomioma. Bila kandung empedu tidak mengalami opasifikasi atau bila hanya terjadi opasifikasi samar, mungkin terdapat penyakit peradangan seperti kolesistitis, dengan atau tanpa pembentukan  batu empedu. Batu empedu dapat menyumbat duktus sistikus dan mencegah medium kontras memasuki kandung empedu; peradangan dapat mengganggu kemampuan pemekatan mukosa kandung empedu dan mencegah atau menghilangkan opasifikasi. Bila kandung empedu tidak

(3)

dapat berkontraksi setelah perangsangan oleh makanan berlemak, kemungkinan terdapat kolesistitis atau obstruksi duktus koledokus.2

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu,  batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai

90-95%. Ultrasonografi (USG) mempunyai derajat spesifitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra hepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu duktus dital kadang sulit dideteksi karena terhalang udar di dalam usus.

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai lebih sedikit rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah dilakukan. Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral atau skintigrafi sangat menyokong kolesistitis akut.2,3

Pemeriksaan CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga abses  perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.2.3

Diagnosis Kerja Kolesistitis

Kolesistitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung empedu. Kolesistitis terbagi menjadi dua yaitu kolesistitis akut dan kronik.

Gambar 1.

(4)

Kolesistitis Akut Definisi

Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah suatu reaksi inflamasi akut dinding kantung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis akut adalah inflamasi akut dari kandung empedu yang dicetuskan oleh obstruksi dari duktus sistikus. Penyebab tersering dari kolesistitis akut adalah obstruksi terus menerus dari duktus sistikus oleh batu empedu yang mengakibatkan peradangan akut dari kandung empedu. Pada hampir 90% kasus disertai dengan kolelitiasis. Respons inflamasi ditimbulkan oleh tiga faktor yakni mekanik, kimiawi, dan bakterial.2-4

Inflamasi mekanik karena meningkatnya tekanan intra luminal dan peregangan yang mengakibatkan tertekannya pembuluh darah dan iskemia dari mukosa dinding, dapat terjadi infark dan gangren. Inflamasi kimiawi yang disebabkan oleh terlepasnya lisolesitin (karena aksi dari fosfolipase pada lesitin dalam cairan empedu), reabsorbsi dari garam empedu,  prostaglandin dan mediator inflamasi yang lain juga terlibat. Lisolesitin bersifat toksis pada

mukosa kandung empedu. Inflamasi bakterial yang berperan pada 50

 – 

 85% kasus kolangitis akut. Kuman yang seringkali diisolasi dari kultur cairan kandung empedu antara lain E.coli, Klebsiella spp, Streptococcus spp, dan Clostridium spp. 4

Kolesistitis seringkali dimulai sebagai serangan nyeri bilier yang secara progresif memberat. Hampir 60

 – 

 70% dari pasien melaporkan pernah mendapat serangan nyeri bilier sebelumnya yang sembuh spontan. Nyeri seringkali timbul larut malam atau dini hari,  biasanya di kuadran kanan atas abdomen atau epigastrium dan menjalar ke bawah sudut

skapula kanan, bahu kanan.3,4

Diagnosis Banding 1. Kolesistitis kronik

Kolesistitis kronik lebih sering dijumpai di klinis. Penyebab terseringnya adalah karena adanya batu dan biasanya disebabkan oleh kolesistitis akut yang berulang yang menyebabkan penebalan dinding kandung empedu dan lama-kelamaan efisiensinya  berkurang. Penyebab kolesistitis kronik mirip seperti kolesistitis akut tetapi timbulnya lebih  perlahan-lahan.2,3

(5)

Gejala Klinis

Diagnosis kolesistitis kronik sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan tidak menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan mual khususnya setelah makan makanan tinggi lemak yang kadang-kadang hilang selepas sendawa. Riwayat  penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di daerah kandung

empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong menegakkan diagnosis.2,3

2. Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada 4F yaitu wanita (female), usia diatas 40 tahun (forty), kegemukan (fat) dan fertile.5

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan elektrolit. Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu batu kolesterol yang berbentuk oval, multifokal atau mulberry form dan mengandung lebih dari 70% kolesterol; batu kalsium bilirubinat (pigmen cokelat) yang berwarna cokelat atau cokelat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama; dan batu pigmen hitam yang berwarna hitam atau hitam kecokelatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tidak terekstraksi. Di negara barat, 80% terdiri dari batu kolesterol, sedangkan di Asia lebih  banyak jenis batu pigmen.5

Di Amerika Serikat, insidens kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria (2,5:1) dan terjadi peningkatan seiring bertambahnya umur. Di masyarakat Barat, komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan penilitian di Jakarta didapatkan 73% batu pigmen dan 27% batu kolesterol.5

Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain perubahan komposisi empedu (sangat jenuh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi kandung empedu atau sspasme sfingter oddi) dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai pusat  presipitasi/pengendapan) kandung empedu.3

Batu pigmen yang terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion seperti bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu, dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Kekurangan enzim ini akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut.3,5

(6)

Batu kolesterol; kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol tergantung dari asam empedu dan lesitin (fossfolipid). Proses pembentukan batu kolesterol adalah terjadinya supersaturasi kolesterol kemudian mengalami nukleasi kolesterol dan disfungsi kandung empedu.3,5

Gejala Klinis

Keluhan timbul bila batu bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala klinis dapat berupa kolik bilier, mual, muntah. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini akibat obstruksi transien duktus sistikus oleh batu, sehingga menyebabkan peningkatan intralumen dan distensi kandung empedu. Kolik biasanya timbul malam hari atau dini hari. Nyeri meningkat tajam dalam 15 menit dan menetap selama 3-5 jam. Timbul di kuadran kanan atas atau epigastrium, dapat menjalar ke punggung kanan atau bahu kanan. Kolik biasa disertai dengan mual dan muntah.5

3. Kolangitis

Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri pada cairan empedu di dalam saluran empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi dari aliran empedu seperti tumor, striktur, stent, dan paling sering batu koledokus. Simptom umumnya berupa demam, menggigil, nyeri perut, dan ikterus (trias dari Charcot). Timbulnya kolangitis berasal dari kombinasi adanya bakteri di cairan empedu ditambah dengan meningkatnya tekanan dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada beberapa keadaan jalur infeksi cukup jelas misalnya timbulnya kolangitis setelah ERCP, pada anastomosis entero bilier, bakteri mencapai saluran empedu secara retrograd, namun pada banyak keadaan, mekanisme yang tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu jelas. Kemungkinan besar bakteri naik dari duodenum yang dimungkinkan oleh adanya divertikel periampuler atau disfungsi motorik dari sfingter Oddi. Bakteri

 – 

  bakteri yang terlibat adalah bakteri gram negatif aerob seperti E.coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau Enterobacter, bakteri anaerob ditemukan pada 10

 – 

20% kasus. Bila kolangitis tidak diobati dengan baik, dapat timbul bakteremia dan selanjutnya abses hati tunggal atau multipel.4

Gejala klinis

Manifestasi klinis yang paling sering adalah demam, menggigil, nyeri abdomen dan ikterus (Trias Charcot). Rentang dan derajat beratnya simptom sangat lebar. Beberapa pasien hanya menunjukkan demam, menggigil dan nyeri, pasien lain terutama pasien tua hanya nyeri dan ikterus atau gejala yang minimal, sebagian kecil pasien lain dapat dengan renjatan sepsis. Pada kolangitis yang khas adalah simptom intermiten yang menunjukkan obstruksi parsial

(7)

yang intermiten. Nyeri abdomen khas seperti pada batu kandung empedu yakni di kuadran kanan atas atau di epigastrium dan dapat menjalar ke punggung atau di bawah skapula kanan. Bentuk kolangitis yang paling berat adalah kolangitis supuratif dengan adanya pus di saluran empedu dengan gejala klinis yang berat. Pada pasien ini obstruksi biasanya hebat dan pus mengisi saluran empedu.4

Etiologi Kolesistitis

Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus sehingga menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).2,3

Patofisiologi Kolesistitis

Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Dinding kandung empedu akan meradang, kasus yang lebih berat akan terjadi nekrosis dan ruptur. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada  pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat nutrisi secara parenteral atau dapat juga

terjadi sumbatan karena keganasan kandung empedu.2,3

Faktor risiko

Faktor risiko kolesistitis adalah faktor yang menyebabkan pembentukan batu empedu, termasuk hiperlipidemia, diet tinggi karbohidrat, obesitas, diabetes melitus, hemoglobinopati, nutrisi intravena jangka waktu lama, dismotilitas kandung empedu, mengkonsumsi alkohol dalam jangka waktu yang panjang atau penyakit lain seperti diabetes melitus, siriis hati,  pankreatitis dan kanker kandung empedu. Faktor-faktor risiko ini meningkat dengan  bertambahnya usia seseorang. Jika dilihat dari sudut jenis kelamin, perempuan lebih berisiko

karena pengaruh hormon dan kelamin.2

Gejala Klinis Kolesistitis

Keluhan khas adalah nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan kenaikan suhu tubuh disertai menggigil. Rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan bervariasi tergantung dari beratnya

(8)

inflamasi. Tanda radang peritoneum juga dapt ditemukan pada kolesistitis akut apabila  penderita merasa nyeri semakin bertambah pada saat menarik napas dalam. Selain itu,

terdapat juga anoreksia, mual dan muntah.2,3

Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda  peritonitis lokal (Murphy sign positif). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya  batu di saluran empedu ekstra hepatik.2

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan  peninggian serum transaminase dan alkali fosfatase. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat

disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan  peforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.2

Penatalaksanaan

Tindakan umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah tirah baring atau istirahat total, pemberian nutrisi dan cairan parenteral, diet ringan tanpa lemak, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis dan septikemia. Umumnya bakteri penyebab infeksi adalah  Escherichia coli, Streptococcus faecalis  dan  Klebsiella  sp. Dapat dipilih golongan sefalosporin dan metronidazol atau golongan ureidopenisilin seperti pierasilin, atau ampisilin sulbaktam, atau sefalosporin generasi ketiga.2,3

Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah kolesistektomi namun masih diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sebanyak 50% kasus akan membaik tanpa tindakan pembedahan. Sebagian ahli bedah yang mendukung tindakan operasi dini menyatakan, dengan melakukan operasi dini dapat menghindarkan timbulnya gangren dan komplikasi kegagalan dari terapi konservatif. Selain itu, lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih singkat dan biaya dapat ditekan. Sementara ahli bedah yang tidak setuju menyatakan, operasi dini akan menyebabkan penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi lebih sulit karena reaksi inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan gambaran anatomi. Kolesistektomi terbagi menjadi dua yaitu secara terbuka dan laparaskopik. Kolesistektomi terbuka merupakan operasi standar terbaik untuk  penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang

(9)

dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan dengan prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren diikuti oleh kolisistitis. Kolesistektomi laparaskopik indikasi awalnya hanya pada pasien sitematik tanpa adanya kolesistitis akut.  Namun dengan bertambahnya pengalaman prosedur ini dilakukan pada pasien dengan kolesistitis akut dan koledokoliatiasis. Tindakan bedah yang saat ini sering dilakukan adalah kolesitektomi laparaskopi karena mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi, menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama  perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktivitas pasien. Konversi ke kolesistektomi

konvensional sebanyak 1,9% dilakukan oleh karena sukar dalam mengenali duktus sitikus oleh karena perlengketan luas (27%), perdarahan dan keganasan kandung empedu. Komplikasi yang sering dijumpai pada tindakan ini yaitu trauma saluran empedu, perdarahan dan kebocoran empedu.2,3,6

Bila pembedahan tidak dilakukan dapat dilakukan terapi medikamentosa atau menggunakan metode ESWL ( Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy).

Terapi medikamentosa diberikan pada pasien yang menolak operasi atau pasien risiko tinggi untuk kolesistektomi. Zat pelarut batu empedu yang digunakan adalah asam kenodioksikolat (CDCA) dan ursodioksikolat (UDCA). Keduanya hanya efektif untuk batu kolesterol yang kecil (<10mm) dan tidak melarutkan batu pigmen. Mekanisme kerjanya  berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehingga kejenuhannya dalam empedu  bekurang dan batu dapat melarut lagi. UDCA dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari atau 8-12 mg/kgBB/hari merupakan pilihan karena efek samping diare dan rambut rontok lebih kecil. UDCA diberikan selama 6-12 bulan. Bisa juga kombinasi UDCA dan CDCA dengan dosis masing-masing 7,5 mg/kgBB/hari. Terapi dengan zat larut ini harus diberikan lama yaitu antara 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu tersebut larut.5

ESWL ( Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) merupakan prosedur noninvasif yang menggunakan gelombang kejut berulang ( Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada  batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah  batu tersebut menjadi beberapa sejumah fragmen. Pecahan batu tersebut akan keluar melalui

saluran pencernaan. Namun beberapa komplikasi dapat timbul apabila pecahan batu tersebut menyumbat saluran pankreas sehingga menyebabkan pankreatitis. Selain itu juga dapat

(10)

menyumbat saluran cerna yng sempit seperti ileum terminale sehingga menimbulkan ileus obstruktif.5

Komplikasi

Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, kadang dapat berkembang dengan cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati dan  peritonitis. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat pada awal

serangan.2,4,5

Empiema dan Hidrops Kandung Empedu

Empiema kandung empedu biasanya terjadi sebagai akibat progresi dari kolesistitis akut dengan obstruksi duktus sistikus persisten dan superinfeksi cairan empedu yang stagnan dengan disertai pembentukan pus. Gambaran klinis menyerupai kolangitis dengan demam tinggi, nyeri hebat di kuadran kanan atas dan leukositosis yang nyata. Empiema berisiko tinggi untuk sepsis gram negatif atau perforasi. Bila diagnosis mencurigakan keadaan ini, secepatnya dilakukan intervensi bedah dengan perlindungan antibiotika yang sesuai. Hidrops atau mukokel dari kandung empedu dapat juga timbul sebagai akibat obstruksi duktus sistikus yang berkepanjangan, biasanya oleh batu soliter yang besar. Pada keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat melebat dengan progresif oleh mukus (mukokel) atau oleh transudat yang jernih (hidrops). Pada pemeriksaan jasmani didapatkan massa visibel, mudah diraba, tidak nyeri yang kadang-kadang meluas dari kuadran kanan atas sampai ke dalam fossa iliaka kanan. Biasanya asimptomatik walau dapat timbul nyeri kronik di kuadran kanan atas. Pada pasien ini perlu dilaukan kolesistektomi. 2,4,5

Gangren dan Perforasi Kandung Empedu

Gangren kandung empedu timbul sebagai akibat iskemia dan nekrosis dari dinding dan merupakan predisposisi untuk terjadinya perforasi. Batu empedu dapat mengikis dinding yang nekrotik, alternatif lain yakni sinus Rokitansky

 – 

 Aschoff yang mengalami dilatasi dan terinfeksi dapat merupakan titik lemah untuk terjadi ruptur. Keadaan

 – 

  keadaan lain yang sering melatarbelakangi termasuk distensis hebat kandung emepedu, vaskulitis, diabetes melitus, empiema, atau torsi yang mengakibatkan oklusi arteri. Perforasi biasanya terjadi di  bagian fundus yang merupakan bagian yang paling sedikit vaskularisasinya. Perforasi ke dalam omentum akan menimbulkan abses perikolesistik, perforasi ke organ di dekatnya akan menimbulkan fistula bilier internal ke duodenum, jejunum, fleksura hepatika dari kolon atau

(11)

ke lambung. Lebih jarang lagi (1-2%) terjadi perforasi bebas k e kavum peritoneum, prognosis  buruk dengan angka mortalitas sekitar 30%. Penanganan berupa antibiotika yang adekuat dan

tindakan bedah secepatnya.2,4,5 Ileus Batu Empedu

Bila batu empedu besar (>3,5 cm) memasuki fistula dan masuk ke isis, dapat timbul ileus batu empedu. Lokasi obstruksi tersering adalah valvulus ileocaecal. Pada pasien ini terdapat keluhan gejala

 – 

  gejala, dan pemeriksaan radiologik dari obstruksi usus. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologi. Foto polos abdomen menunjukkan obstruksi usus halus dengan adanya gas di saluran empedu dan batu empedu yang ektopik. Tindakan pilihan adalah laparotomi dengan ekstraksi batu (atau mendorong batu ke dalam kolon). 2,4,5

Abses Perikolesistik

Abses perikolesistik adalah suatu bentuk perforasi yang paling sering terjadi dengan isinya terlokalisir dan dibatasi dengan rapat oleh omentum serta visera di dekatnya. Keadaan ini perlu dicurigai bila suatu kolesistitis akut lambat sembuh, terutama bila terdapat episode kedua dari demam, nyeri perut bagian kanan atau timbul massa di abdomen kanan atas. Dengan ultrasonografi dan CT scan abses ini akan tampak. Keadaan ini terutama terjadi pada  pasien tua atau pasien yang mendapat steroid jangka panjang dengan demam dan respons

inflamasi yang minimal.2,4,5 Kolesistitis Emfisematosa

Istilah ini dipakai untuk menunjukkan infeksi kandung empedu dengan organisme yang membentuk gas, E Coli, Clostridium welchii atau Streptococcus anaerob. Pasien dalam keadaan sakit berat, teraba suatu masa di abdomen. Pada pemeriksaan radiologik tampak kandung empedu sebagai bayangan gas berbentuk buah pir berbatas sangat jelas. Kadang-kadang tampak udara menginfiltrasi dinding dan jaringan sekitarnya. Pada posisi tegak tampak permukaan cairan dalam kandung empedu. CT scan dapat juga menampakkan gas. Terapi berupa antibiotika yang adekuat dan tindakan bedah.2,4,5

Sindrom Mirizzi

Pada keadaan ini batu terjepit di leher kandung empedu atau duktus sistikus sehingga dapat menyebabkan obstruksi parsial dari duktus hepatikus komunis di dekatnya. Sindrom ini seringkali menyebabkan kolangitis dan di diagnosis dengan cara ERCP. Tindakan yang

(12)

dilakukan adalah pemasangan stent untuk sementara perendoskopi bila keadaan kolangitis atau ikterus menyolok. Untuk membersihkan batu yang menyumbat dapat digunakan litotriptor elektrohidrolik, selanjutnya kolesistektomi.2,4,5

Prognosis

Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tindakan bedah akut  pada usia tua (> 75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek disamping kemungkinan banyak

timbul komplikasi pasca bedah.2 Kesimpulan

Pasien terkena kolesistitis akut dikarenakan adanya nyeri tekan di perut kanan atas atau epigastrium dan mengalami demam juga ditemukan adanya batu empedu di kandung empedu. Penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah dengan tirah baring atau istirahat total, pemberian nutrisi dan cairan parenteral, diet ringan tanpa lemak, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan juga antibiotik seperti golongan sefalosporin generasi tiga atau dengan metronidazol untuk mematikan bakteri penyebab radang kandung empedu. Juga dapat dilakukan tindakan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu atau kolesistektomi  baik secara langsung maupun dengan laparoskopi. Atau jika pasien tidak dapat dioperasi

dapat digunakan ESWL ( Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy). Daftar Pustaka

1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam  jilid I. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI; 2008

2. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu  penyakit dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.718-20

3.  Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jayaabadi; 2007.161-78

4. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi  pertama. Jakarta: Jayabadi; 2007.h.161-225. 20

5. Lesmana LA. Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyono AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.721-6

6. Lalisang TJM. Kolesistektomi laparoskopi. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jayaabadi; 2007.185-91

Referensi

Dokumen terkait

 Regio kuadran kanan atas (RUQ) : t’dpt hati, kandung empedu, duodenum, pankreas, ginjal kanan, &amp; fleksura hepatika..  Regio kuadran kiri atas (LUQ) : t’dpt lambung,

Nyeri jantung iskemik Nyeri otot skeletal Nyeri kantong empedu Nyeri pankreas. Dada depan

Pencernaan lemak di usus halus terutama terjadi di duodenum dimana terdapat muara saluran cairan empedu yang berasal dari hati atau kantung empedu.. Lemak makanan setelah

65 pasien yang mengeluhkan adanya nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah sebanyak 54 pasien dengan presentasi sebesar (83,1%), Hasil penelitian ini sejalan

Biasanya  pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya $arises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium

Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstruksi ekstra hepatal

Gangguan rasa nyaman : nyeri yang berhubungan dengan iritasi pada mukosa gaster yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri seperti terbakar pada area epigastrium dan nyeri

Anamnesa •Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit akan berubah saat berubah posisi sebagai gejala iritasi diafragma •Rasa mual dan muntah