• Tidak ada hasil yang ditemukan

Elektrogravimetri.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Elektrogravimetri.docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (konstan)nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya.

Elektrogravimetri adalah suatu metoda analisis kuantitatif berdasarkan pengendapan atau pendepositan logam tersebut pada elektroda dengan bantuan arus listrik, dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu logam tertentu dalam larutannya.

Pada elektrogravimetri atau elektroanalisis elemen diendapkan pada elektroda yang stabil dan arus yang dipakai adalah arus searah. Pada prinsipnya elektrogravimetri sama dengan elektrolisis, hanya pada elektrogravimetri dibuat khusus untuk gravimetri. Dimana diharapkan endapan logam mengendap pada katoda dengan baik dan anodanya tidak larut. Seperti juga pada elektrolisis pengendapan pada elektroda.

Pada praktikum kali ini terjadi peristiwa elektrolisis. Peristiwa elektrolisis terjadi ketika arus listrik dialirkan melalui senyawa ionik dan senyawa tersebut mengalami reaksi kimia. Larutan elektrolit dapat menghantar listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang menghantarkan arus listrik melalui larutan.

1.2 Tujuan

1. Mengamati peristiwa elektrolisis

2. Menentukan kadar Cu dalam larutan CuSO4 secara elektrogravimetri.

1.3 Manfaat

1 Dapat mengamati terjadinya peristiwa elektrolisis

2 Dapat menentukan kadar Cu dalam larutan CuSO4 secara elektrogravimetri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Elektrogravimetri adalah suatu metoda analisis kuantitatif berdasarkan pengendapan atau pendepositan logam tersebut pada elektroda dengan bantuan arus listrik, dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu logam tertentu dalam larutannya.

Dalam analisis ini, unsur tembaga diendapkan secara kuantitatif pada katoda yang iner berupa sangkar platina. Pertambahan massa endapan dijadikan dasar pada penentuan kadar Cu2+ yang mengalami proses reduksi menjadi logam Cu pada permukaan katodanya. Proses ini harus mencapai kesempurnaan dilakukan dalam suasana asam kuatserta dengan bantuan pengadukan

2.1 Dasar-Dasar Gravimetri

Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (konstan)nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya.

Pemisahan unsur murni yang terdapat dalam senyawa dapat terjadi melalui beberapa cara. Diantaranya yang terpenting:

a. Cara pengendapan

b. Cara penguapan atau pengeringan (evolution) c. Cara analisis pengendapan dengan memakai listrik d. Macam-macam cara fisik lainnya.[1]

2.2 Elektrolisis

Peristiwa elektrolisis terjadi ketika arus listrik dialirkan melalui senyawa ionik dan senyawa tersebut mengalami reaksi kimia. Larutan elektrolit dapat menghantar listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang menghantarkan arus listrik melalui larutan. Hantaran listrik melalui larutan elektrolit terjadi sebagai berikut, sumber arus searah memberi muatan yang berbeda pada kedua elektroda. Katoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif) bermuatan negatif, sedangkan anoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif) bermuatan positif. Spesi (ion, molekul atau atom) tertentu dalam larutan akan mengambil elektron dari katoda, sementara spesi lainnya melepas elektron ke anoda. Selanjutnya elektron akan dialirkan ke katoda melalui sumber arus searah. Elektrolit kuat mempunyai daya hantar yang relatif baik meskipun konsentrasinya relatif kecil, sedangkan elektrolit lemah mempunyai daya hantar yang relatif buruk meskipun konsentrasinya relatif besar. Pada proses elektolisis selain jenis larutan, jenis elektroda juga mempengaruhi hasil elektrolisis. Disini elektroda dipilih berdasarkan kemampuannya untuk menghantarkan listrik (bersifat konduktor). Maka elektroda yang dipilih adalah bersifat logam. Jenis elektroda kita pilih berdasarkan deret volta dan segi ekonomis.

2.3 Deret Volta/Nerst

Deret volta merupakan urutan logam-logam (ditambah hidrogen) berdasarkan kenaikan potensial elektroda standarnya. Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, Zn, Fe Ni, Sn, Pb, (H), Cu, Hg, Ag, Pt, Au. Semakin ke kiri letak suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah teroksidasi. sebaliknya, semakin ke kanan suatu logam dalam deret volta, maka logam tersebut semakin mudah tereduksi. [2]

Proses elektrolisis ini menggunakan teori Deret Volta, yang mengatakan bahwa unsur-unsur logam Li, Mg, Al dan seterusnya (bertindak sebagai anoda) yang berada di sebelah kiri hidrogen akan mudah ditangkap oleh unsur-unsur logam sebelah kanan seperti Cu, Hg, Ag, Pt, dan Au (bertindak sebagai katoda) dalam suatu media elektrolit, dan dikatakan pula bahwa semakin ke kanan, unsur hidrogen semakin kuat menangkap unsur logam di sebelah kiri unsur hidrogen. Oleh karena itu struktur pembangun PEB yang berupa aluminium akan bertindak baik sebagai kelongsong maupun matrik dan akan mudah ditangkap/dijerat dengan baik oleh logam yang berada di kanannya. Adapun logam penjerat yang digunakan sebagai elektroda adalah karbon (C), tembaga (Cu), platina (Pt), stainless steel (SS), atau emas (Au). Dalam elektrolisis harus diperhatikan konsentrasi elektrolit, waktu, tegangan, kuat arus dan lain-lain.[3]

Pada elektrogravimetri atau elektroanalisis elemen diendapkan pada elektroda yang stabil dan arus yang dipakai adalah arus searah. Pada prinsipnya elektrogravimetri sama dengan elektrolisis, hanya pada elektrogravimetri dibuat khusus untuk gravimetri. Dimana diharapkan endapan logam mengendap pada katoda dengan baik dan anodanya tidak larut. Seperti juga pada elektrolisis pengendapan pada elektroda dikontrol oleh dua hukum, yakni hukum Faraday dan hukum Ohm.

Hukum Faraday :

a. Jumlah zat yang terjadi pada elektroda berbanding lurus dengan jumlah coulomb yang mengalir.

b. Dalam elektrolisis jumlah listrik yang sama akan menghasilkan berbagai macam zat dengan jumlah yang sebanding dengan berat ekivalen zat-zat tersebut.

Menurut hukum yang pertama, bila w ialah jumlah zat yang dihasilkan pada elektroda dan q adalah jumlah coulomb yang mengalir dalam larutan maka :

w ~ q atau karena coulomb = ampere x detik, maka :

w ~ i . t

dimana i dan t masing-masing menunjukkan kuat arus (dalam ampere) dan waktu (dalam detik).

Dari hukum yang kedua, misalnya pada elektrolisis NaCl cair, dan jumlah natrium (dalam gram) dan jumlah khlor (dalam gram) yang dihasilkan masing-masing pada katoda dan pada anoda berbanding sebagai berat kovalen kedua zat tersebut yaitu sebagai 23 : 35,5

Dari kedua hukum Faraday diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : w ~ e . i . t

dimana e = berat ekivalen, maka hubungan ini dapat ditulis : w=e . i . t

F …(1)

1/F adalah faktor perbandingan. Bila F = i . t, maka w = e, jadi F menunjukkan jumlah coulomb yang diperlukan untuk menghasilkan sebanyak satu ekivalen zat pada elektroda. Jumlah ini yang disebut dengan 1 Faraday. Dalam percobaan elektrolisis perak nitrat, ternyata bahwa bila jumlah listrik yang dilewatkan sebesar 1 coulomb, maka pada katoda terdapat endapan perak seberat 0,001118 gram. Berat ekivalen Ag = 107,88, maka :

F=107,88

0,001118 = 96493 coulomb

Jadi 1 Faraday = 96493 coulombdan biasanya dibulatkan menjadi 96500 coulomb. Dengan menggunakan harga ini persamaan (1) dapat ditulis :

w=e.i.t 96500

Dimana : w = berat zat yang diendapkan/dibebaskan (gram) e = berat ekivalen (gram)

i = kuat arus (ampere) t = lama elektrolisis (detik) Menurut hukum Ohm :

Kuat arus (I) berbanding langsung dengan emf (E) dan berbanding terbalik dengan tahanan (R).

I=E

R atau E=I.R

2.4 Pemisahan Logam

Bila arus yang konstan dilewatkan melalui larutan elektrolit yang berisi ion tembaga, hidrogen dan kadmium, maka yang paling dulu terpisah dari katoda adalah tembaga, sebab ion Cu2+ paling mudah tereduksi atau potensial reduksinya paling besar.

Ketika tembaga mulai mengendap pada katoda, maka potensial reduksi tembaga tambah lama tambah kecil, sesuai dengan menurunnya konsentrasi ion Cu2+. Bilapotensial reduksi tembaga sudah sama dengan potensial ion hidrogen maka gas hidrogen akan terbentukpada katoda. Potensial katoda konstan selama masih ada gas hidrogen keluar.

Ion tembaga dalam asam sulfat 1 M dielektrolisis, maka tembaga akan terbentuk terlebih dahulu dari logam-logam lain, bila potensial reduksi logam lain kecil dari 0,8 volt (over voltase hidrogen pada elektroda Cu). Dan potensial reduksi hidrogen = 0,0 volt

Pada elektrogravimetri, pemisahan logam sebaiknya mempunyai perbedaan potensial 0,25 volt. Kalau perbedaan ini terlalu kecil, maka sulit dipisahkan. Untuk memisahkan logam-logam yang mempunyai perbedaan potensial kecil, dapat dilakukan dengan membuat salah satunya ion kompleks, sehingga potensialnya jauh berbeda. Contoh, elektrolisis larutan yang berisi ion Cu2+ dan Cd2+. Logam yang mengendap mula-mula adalah logam tembaga. Tetapi bila direaksikan dulu dengan KCN berlebih maka akan terbentuk ion kompleks. Dengan membuat variasi penambahan KCN maka dapat dibuat Cd mengendap lebih dulu dari Cu.

Pada pemisahan larutan yang berisi ion tembaga dan ion bismuth, pemisahan tak dapat dilakukan dengan elektrolisis biasa. Tetapi harus dikomplekskan lebih dahulu dengan KCN, sehingga terbentuk kompleks Cu(CN)43-, sehingga potensial reduksinya menjadi negatif. Maka bismuth akan mengendap lebih dahulu.[4]

2.5 Sifat Logam

Unsur-unsur logam memperlihatkan sifat-sifat yang spesifik, yaitu mengkilap, menghantarkan listrik dan panas, dapat ditempa serta dapat direntang menjadi benang logam yang halus. Sifat-sifat diatas tidak dimiliki oleh unsur-unsur bukan logam. Ditinjau dari konfigurasi electron, unsur logam cenderung melepaskan electron (memiliki energy ionisasi yang kecil). Sedangkan unsur-unsur bukan logam cenderung menangkap electron (memiliki keelektronegatifan yang besar). Dalam sistem periodik terlihat bahwa sifat logam bertambah dari atas ke bawah, dan sifat logam berkurang dalam satu periode dari kiri ke kanan.

Atom-atom logam mempunyai electron valensi yang kecil, sehingga electron valensi dapat bergerak bebas dan sangat mudah dilepaskan akibatnya elektron-elektron valensi tersebut bukan hanya milik salah satu ion logam tetapi merupakan milik bersama ion-ion logam yang terjejal dalam kisi Kristal logam. Dapat dikatakan bahwa electron valensi dalam logam terdelokalisasi, membaur membentuk awan electron yang menyelimuti ion-ion positif logam yang telah melepaskan sebagian elektron valensinya. Akibatnya terjadi interaksi antara kedua muatan (elektron bermuatan negatif dengan ion logam yang bermuatan positif) yang berlawanan dan membentuk ikatan logam. Gaya tarik menarik ini cukup kuat sehingga pada umumnya unsur logam mempunyai titik didih dan titik leleh yang tinggi.

Kekuatan ikatan logam dipengaruhi oleh :

a.

Jari-jari atom, makin besar jari-jari atom menyebabkan ikatan logam semakin lemah.

b. Jumlah elektron valensi, semakin banyak elektron valensinya ikatan logam semakin kuat.

c.

Jenis unsur (golongan utama atau transisi) ikatan logam unsur transisi lebih kuat dari pada ikatan logam-logam golongan utama.[2]

2.6 Sifat-Sifat Endapan

Endapan yang melengket pada katoda dalam analisis hendaklah : 1. Melekat dengan baik, 2. Padat, dan 3 Rata. Bila endapan yang dihasilkan pada katoda, seperti diatas, maka memudahkan dalam proses pencucian endapan tanpa ada yang hilang. Tetapi bila endapan yang dihasilkan itu berlapis, seperti bunga karang, seperti bubuk atau berbutir-butir, maka endapan seperti ini akan banyak yang hilang ketika pencucian. Oleh karena itu pembentukan endapan seperti ini hendaklah dihindarkan.

Endapan logam yang berasal dari larutan ion kompleks ternyatalebih baik dari larutan ion sederhana. Misalnya, Ag yang terbentuk dari larutan ion kompleks Ag(CN)2- lebih melekat dari yang terbentuk dari larutan AgNO3. Nikelyang berasal dari larutan Ni(NH3)62+ sangat memuaskan untuk dikeringkan dan ditimbang.

Pengocokan mekanis juga mempengaruhi sifat endapan, dimana konsentrasi yang besar disekitar katoda direduksi menjadi konsentrasi polarisasi yang minimum, sehingga endapan yang dihasilkan lebih merata.

Naiknya kerapata arus dapat mengecilkan ukuran butir endapan. Bila kerapatan arus sangat tinggi, maka terbentuk gas hidrogen, maka terjadi pengosongan ion logam disekitar katoda. Jika terlihat penguapan gas hidrogen, maka hasil biasanya tidak baik, patah-patah/putus-putus, tak rata, seperti bunga karang dan susah melekat. Dan untuk mencegah terbentuknya gas hidrogen biasanya ditambahkan asam nitrat atau ammonium nitrat.

NO3- + 10 H+ + 8e- NH4+ + 3H2O

Ion nitrat direduksi menjadi ion NH4+ dan juga menurunkan aksi penguapan hidrogen. Aksi ion nitrat ini disebut dengan depolarisasi katoda.

Menaikkan temperatur larutan, misalnya antara 70-80oC akan memperbaiki sifat-sifat fisika endapan logam. Bila temperatur naik maka :

1. Tahanan larutan akan turun.

2. Kecepatan pengocokan (aliran) dalam larutan bertambah. 3. Efek over voltase dikembalikan.

Pengocokan mekanis atau oleh naiknya temperatur akan mempercepat proses pengendapan. Ada 2 macam cara analisis yang berdasrkan pengocokan larutan :

1. Cara Lambat

Tidak dapat dilakukan pengocokan larutan dan elektroda diam pada tempatnya.

2. Cara Cepat

Larutan dikocok dengan cepat. Disini dilakukan pengocokan mekanis dengan membuat anoda yang berputar, yang berupa silinder dari kaca platina dan dikelilingi oleh silinder yang sama bentuknya (lebih besar), tetapi diam sebagai katoda. Hail pengocokan bertujuan agar aliran ion logam selalu mendekati katoda. Resikonya arus hanya dipakai selama pengendapan logam.[4]

2.7 Cara Pengendapan

Dalam cara ini penyusun yang akan ditetapkan diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukar larut, hingga tak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian, dan penimbangan. Misalnya pada penetapan larutan perak dengan mengendapkan memakai laruta NaCl berlebihan kemudian disaring, dicuci, selanjutnya dikeringkan pada sushu 130’C dan akhirnya ditimbang sebagai AgCl. Seringkali penyusun yang dicari ditimbang dalam bentuk lain dari sewaktu diendapkan. Contohnya magnesium diendapkan sebagai MgNH4PO4, setelah dipijarkan berubah menjadi Mg2P2O7, bentuk inilah yang ditimbang.

1. Endapan harus sedemikian tidak larut hingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam kenyataannya ini diijinkan asalkan banyaknya yang masih tinggal (tidak terndapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh neraca 0,1 mg.

2. Keadaan fisis endapan harus sedemikian hingga dapat segera dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan serta dicuci hingga bebas dari pengotoran. Zarah-zarah endapan harus dapat ditahan alat penyaring serta besarnya zarah tidak berubah selama pencucian.

3. Endapan harus dapat diubah menjadi senyawa murni dengan susuanan kimia yang pasti; ini dapat dicapai dengan pemijaran atau pengeringan/penguapan memakai cariran yang cocok.

Faktor (1) menyangkut sempurnanya pengendapan serta berhubungan erat atau ditentukan dengan hasil kali kelarutannya (solubility product).

Dianggap bahwa senyawa yang terpisah dari larutan benar-benar murni, walaupun kenyataannya selalu demikian.

Kemurnian endapan tergantung antara lain dari bahan-bahan yang ada dalam larutan sebelum atau setelah penambahan pereaksi (precipitant) dan juga dari kondisi pengendapan. Untuk memahami hal ini diperlukan pengetahuan tentang sifat-sifat zarah kolodial.[1]

2.8 Pemisahan Logam dengan Mengontrol Potensial Katoda

Voltase dekomposisi, ED larutan elektrolit encer diberikan oleh persamaan :

ED = Ekatoda + Eo.k. – (Eanoda + Eo.a) + I.R Dimana :

ED = voltase dekomposisi Eo.k = over voltase pada katoda Eo.a = over voltase pada anoda

Dalam analisis, voltase luar harus lebih besar dari ED. Tetapi kadang dalam elektrolisis tidak banyak yang diperhatikan, hanya kadang voltase naik agar arus konstan. Proses seperti ini disebut dengan elektrolisis arus konstan. Ini hanya bisa dipakai untuk pemisahan logam-logam dibawah hidrogen pada deret volta dari logam-logam diatas hidrogen.

Logam yang mengendap pertama adalah logam dibawah hidrogen, kemudian baru keluar gas H2 pada katoda. Dan selama larutan masih asam logam diatas hidrogen tidak mengendap pada katoda. Misalnya pada pemisahan campuran ion tembaga dan ion seng dan nikel dalam larutan H2SO4. Maka Cu yang diendapkan pertama kali.

Bila logam kedua terletak hanya sedikit diatas yang pertama dalam deret volta, maka pemisahan sulit (tidak mungkin) dengan variasi potendekomposisi. Elektrolisis akan dapat dilakukan dengan jalan pengompleksan atau dengan jalan lain.

Cara pemisahan yang lebih efktif adalah dengan cara elektrolisis potensial katoda yang terkontrol. Disini dipakai elektroda kalomel jenuh (elektron standar), yang disisipkan dalam larutan sehingga voltase katoda dengan setengah sel ini dapat ditentukan. Hubungan seperti ini bertujuan agar dapat mengisolasi batas potensial pada elektroda selama elektrolisis berlangsung agar tertentu nilainya.

Bila dalam larutan ada ion logam M2+ dengan konsentrasi C, maka potensial katoda :

Ekatoda = EM2+

o

+ 0,059 2 log C

Bila konsentrasinya direduksi menjadi 0,1 dari konsentrasi mula-mula, maka : Ekatoda = EM2+ o + 0,059 2 log 0,1 C = EM2+ o + 0,059 2 log C + 0,059 2 log10 -1

Dapat disimpulkan bahwa bila konsentrasi ion logam turun sepuluh kali lipat,

maka potensial katoda akan berkurang 0,059n

.

Jika konsentrasi ion logam turun seribu kali lipat maka potensial katoda

aka berkurang 3 x 0,059n atau 0,177 volt untuk ion bervalensi satu atau 0,088 volt untuk ion bervalensi dua. Maka dengan jalan mengontrol potensial katoda dapat dilakukan pemisahan satu logam dari yang lainnya.

2.9 Over Voltase

Potensial polarisasi adalah emf yang dipunyai oleh elelektrolisis. Epolarisasi = Ekatoda + Eanoda

Tetapi pada elektrolisis dalam menghitung potensial polimerisasi ternyata voltasenya berlebih, ini disebut dengan over voltase. Over voltase terdapat pada anoda dan juga pada katoda. Maka voltase dekomposisi menjadi :

ED = Ekatoda + Eo.k. – (Eanoda + Eo.a)

Over voltase pada katoda dan anoda merupakan fungsi dari variabel-variabel berikut :

1. Susunan dan keadaan fisika logam dari elektroda. Disini yang mempengaruhi adalah jenis elektroda yang dipakai. Misalnya elektroda platina dan elektroda yang dipolis dengan platina. Bila elektroda yang dipakai adalah elektroda platina, maka over voltase yang ditimbulkan oleh gas lebih kecil dibandingkan dengan elektroda yang dipolis dengan platina. 2. Keadaan fisika zat yang dihasilkan pada elektroda. Bila logam yang

dihasilkan biasanya sedikit menimbulkan over voltase. Tetapi bila gas yang dihasilkan maka over voltase relatif lebih besar.

3. Kerapatan arus yang dipakai. Bila kerapatan arus dinaikkan, maka over voltase akan naik pula.

4. Perubahan konsentrasi. Bila konsentrasi naik disekitar elektroda, maka over voltase naik pula. Perubahan konsentrasi ini disebabkan oleh kerapatan arus, temperatur dan kecepatan pengocokan larutan.

5. Temperatur. Bila temperatur naik, maka over voltase akan menurun.

Over voltase hidrogen. Over voltase hidrogen sangat penting dalam elektrolisis. Over voltase hidrogen dalam larutan basa lebih besar daripada dalam larutan asam. Dalam elektrolisis anoda dari platina yang biasa dipakai sebab logam-logam lain akan larut ketika elektrogavimetri.[4]

2.10 Instrumen

Terlihat pada gambar dibawah, alat untuk analisis elektrodeposisi tanpa kontrol potensial katoda yang terdiri dari sebuah sel yang cocok dan arus searah catu daya sebesar 6-12 V. Tegangan digunakan untuk mengontrol sel dengan resistor variabel, R. Sebuak pengukur arus (amperemeter) dan voltmeter menunjukkan perkiraan arus dan penggunaan tegangan. Untuk melakukan analisis elektrolisis dengan alat ini, penggunaan tegangan biasanya dengan potensiometer R untuk memberi arus dari beberapa persepuluh dari ampere.[5]

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat : Laboratorium Pendidikan I, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Andalas, Padang

Waktu : Rabu / 30 September 2015

3.2 Alat dan Bahan Beserta fungsinya

3.2.1 Alat

No Alat Fungsi

1 Everbach elektrogravimeter Untuk alat elektrogravimetri 2 Gelas piala 100 dan 250 mL Untuk wadah sampel

3 Gelas ukur 10 Ml Untuk mengukur volume larutan 4 Labu semprot Untuk wadah akuades

5 Pipet gondok 10 Ml Untuk memipet larutan secara teliti 6 Labu ukur 50 mL Untuk mengencerkan larutan

3.2.2 Bahan

No Bahan Fungsi

1 CuSO4 1% Sebagai larutan bahan Cu2+

2 HNO3 6 N Sebagai pembebas katoda dari logam pengganggu

3 H2SO4 10 N Sebagai pengasam larutan

4 Akuades Sebagai pelarut

3.3 Cara Kerja

1. Katoda platina dicelupkan dalam larutan HNO3 agar logam yang mengganggu analisis menjadi larut dan bilas dengan aquades selanjutnya keringkan dalam oven.

2. Katoda yang bersih dan kering ditimbang beratnya.

3. Pipet 10 mL CuSO4 masukkan kedalam gelas piala, tambahkan HNO3 dan H2SO4 masing-masing 5 mL dan tambahkan akuades hingga tepat 200 mL. 4. Larutan tugas diencerkan sampai tanda batas dan dipipet 10 mL pindahkan

pada gelas piala 250 mL, kemudian tambahkan 5 mL HNO3 dan 5 mL H2SO4 10 N serta akuades menjadi 200 mL.

5. Elektroda dipasang pada tempatnya dengan elektroda kecil sebagai katoda dan elektroda besar sebagai anoda. Posisi kutub anoda ditentukan dengan penempatan saklar polarity kekiri atau kekanan.

6. Alat elektrogravimetri dihidupkan, dengan menekan tombol power pada posisi on. Hidupkan mekanik stirrer, jaga jangan sampai berbenturan antar elektoda maupun dengan stirer.

7. Atur pemberian tegangan sehingga dapatkan besaran arus sekitar 2 A, elektrolisis dilakukan selama 50 menit.

8. Proses ini dilakukan kedua bahagian alat yaitu bahagian kanan untuk sampel dan abahagian kiri untuk standar.

9. Setelah 50 menit katoda dicelupkan lebih dalam (sekitar 0,5 cm) dengan menaikkan posisi galas piala, dan proses dilanjutkan selama 15 menit lagi untuk melihat apakah masih terbentuk lapisan endapan atau tidak.

10. Setelah reaksi sempurna, gelas piala diturunkan sehingga elektoda tidak lagi tercelup dan alat dimatikan.

11. Elektroda dibilas akuades, dikeringkan didalam oven dan ditimbang beratnya.

12. Berat Cu yang terendapkan dapat ditentukan dari selisih berat elektroda sesudah dan sebelum proses elektrolisis.

13. Elektroda yang telah selesai digunakan direndam sengan asam nitrat dan dicuci dengan akuades.

3.4 Skema Alat

- dicelupkan dalam larutan HNO3 - dibilas dengan aquadest

- dikeringkan dalam oven - ditimbang beratnya - dipipet 10 mL

- dimasukkan dalam gelas piala

- ditambah HNO3 4 N dan H2SO4 6 N masing-masing 5 mL - ditambah aquadest tepat 200 mL

- diencerkan sampai tanda batas

- dipipet 10 mL pada gelas piala 250 mL

- ditambah 5 mL HNO3 4 N dan 5 mL H2SO4 10 N - ditambah aquadest menjadi 200 mL

 

-- dipasang pada tempatnya (elektroda kecil sebagai katoda dan elektroda besar sebagai anoda)

- ditentukan posisi kutub anoda pada penempatan saklar polarity (kiri atau kanan)

- dihidupkan dengan menekan tombol power - dihidupkan mekanik stirrer

Katoda Platina

CuSO4

Larutan tugas

Elektroda

- dijaga agar tidak terbentur antara elektroda dengan stirrer - diatur pemberian tegangan dengan arus 2 A

- dilakukan elektrolisis sampai sampel bening (selama 50 menit)

- dinaikkan posisi katoda atau dinaikkan ketinggian larutan 0,5 cm

- dielektrolisis selama 15 menit

- dibilas dan dikeringkan elektroda dan ditimbang

- ditentukan dari selisih berat elektroda sesudah dan sebelum elektrolisis

- direndam dengan asam nitrat - dicuci dengan aquadest Berat Cu

Elektroda

3.5 Skema Alat

Keterangan : 1. Amperemeter 2. Power on 3. Pengatur tegangan 4. Anoda 5. Katoda 6. Larutan standar 7. Larutan tugas 8. Mekanik stirrer 9. Mekanik stirrer on 9 8 7 6 5 4 3 2 1

BAB VI ANALISA JURNAL

6.1 Judul Jurnal

Efek ukuran anion pada perilaku elektrokemikal dari selaput H2SO4-struktur poli(o-toluidin). Studi ac-elektrogravimetri dalam larutan asam

6.2 Skema Kerja

0,5 M HNO3

 dialirkan didalamnya tegangan -0,1 – 0,9 V didalam 0,5 M HCl atau HClO4 pada 100 mV s-1 sampai voltamogram stabil

Dilakukan studi ac-elektrogravimmetri

 dilakukan pada rentang potensial dari 0,55 V sampai 0,05 V

 microbalance akan terpasang dengan 4 analizer respon frekuensi dan potensiostat.

Modifikasi eksploitasi elektroda terpolarisasi

 diberikan tegangan dan amplitudo tegangan perturbasi yang kecil antara 65 khz dan 0,01 khz

Ditentukan fungsi transfer elektogravimetri dan impedansi elektrokimia

6.3 Metoda yang digunakan

Metoda yang digunakan dalam jurnal ini adalan ac-elektrogravimetri dan voltametri.

6.4 Analisa Hasil

Ac-Elektrogravimetri telah memungkinkan informasi kinetik untuk memisahkan dan memperkirakan untuk semua spesies yang tertransfer dalam 3 selaput H2SO4-struktur poli(o-toluidin) yang berbeda yaitu selaput POT-NO3-, POT-ClO4- dan POT-Cl-. Informasi ini tidak dapt dijangkau dengan teknik analisis tradisional. Untuk struktur polimer yang sama dari selaput POT, monoatomik dari Cl- bertukar dengan lebih mudah dan cepat daripada anion poliatomik dengan ukuran yang sama dan monilitas NO3-. Namun, transfer ClO4

-menunjukkan perbedaan kesulitan dikarenakan ukuran yang besar, geometri dan interaksi dengan struktur polimer.

6.5 Kelebihan Jurnal

Kelebihan dari jurnal ini adalah jurnal ini menggunakan metoda yang lebih canggih sehingga dapat memisahkan dan memperkirakan spesies yang tertransfer dalam 3 selaput H2SO4-struktur poli(o-toluidin) yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mursyidi, A dan Abdul Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis

Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta : UGM Press (hal : 310-312)

[2] Suyuty, Achmad. Studi Eksperimen Konfigurasi Komponen Sel Elektrolisis

untuk Memaksimalkan pH Larutan dan Gas Hasil Elektrolisis dalam Rangka Peningkatan Prforma dan Reduksi Sox - -Nox Motor Diesel

[3] Widodo, Ghaib dan Prayitno. Juni 2006. Pemungutan Serbuk U3Si dari

Gagalan Produksipeb Dispersi Berisi U3Si22-Al Secara Elektrolisis Menggunakan Elektroda Tembaga. Vol. 2 No. 2

[4] Dasli, Nurdin. Kimia Analitik. Padang : UNAND

[5] Skoog, Douglas A dkk. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry Eighth

Edition. United Kingdom : THOMSON BROOKS/COLE

[6] Agrisuelas,J dkk. 2014. Effects of Anion Size on The Electrochemical

Behavior of H2SO4-Structured poly(o-toluidine) films. An

 

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet antalgin secara iodimetri dengan larutan Iodium sebagai pentiter

29.. Tim Instruktur LEC Garut 30. Dilakukan suatu percobaan elektrolisis larutan kalium iodida dengan elektroda platina. Di ruang katoda terjadi peristiwa yang

Tujuan pengujian ini adalahuntuk menentukan kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet antalgin secara iodimetri dengan larutan iodium sebagai pentiter

MENENTUKAN KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN SERTA PENURUNAN TITIK BEKU

Tujuan pengujian ini adalahuntuk menentukan kadar bahan baku antalgin yang akan digunakan dalam formulasi tablet antalgin secara iodimetri dengan larutan iodium sebagai pentiter

Sistem elektrolisis ini bersifat statis dimana tidak ada penambahan larutan garam krosok terkonsentrasi pada reaktor elektrolisis secara terus menerus atau

Pada larutan vitamin B6 (IPI) yang telah di tetesi larutan CuSO4 2% dan larutan NaOH 3N perubahan warna yang terbentuk adalah hijau muda (++) dengan

Sel, Genetika, dan Biologi Molekular: Praktikum Spektrofotometri Tujuan Untuk menentukan kadar protein terlarut dengan metode biuret.. Larutan sampel dan larutan standar protein