• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Nafkah (Strategi) Kelompok Masyarakat Adat Saga

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.3 Aktivitas Nafkah (Strategi) Kelompok Masyarakat Adat Saga

Strategi penghidupan KMA Saga (livelihood strategy) termasuk dalam suatu pilihan dari segala aktivitas yang melibatkan penggunaan aset untuk melanjutkan penghidupannya. Kepemilikan dan akses set penghidupan oleh KMA Saga dengan adanya program kemitraan konservasi telah dijelaskan. Akses terhadap aset penghidupan tersebut merupakan faktor utama yang mempengaruhi masyarakat untuk memutuskan aktivitas nafkahnya.

Strategi penghidupan yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari analisis strategi penghidupan menurut Scoones (1998), meliputi: rekayasa sumber penghidupan yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi; pola keragaman penghidupan (diversifikasi); rekayasa spasial (migrasi). Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah aktivitas nafkah yang dilakukan KMA Saga diklasifikasikan berdasarkan Scoones (1998).

5.3.1 Intensifikasi

Strategi intensifikasi dilaksanakan masyarakat dengan pemanfaatan lahan pekarangan, pemanfaatan lahan pertanian, pemanfaatan lahan kosong, dan penambahan lahan garapan oleh KMA Saga disajikan pada Tabel 5.13.

Tabel 5. 13 Aktivitas Intensifikasi oleh KMA Saga

Kegiatan KMA Saga (%)

Pemanfaatan lahan pekarangan 30

Pemanfaatan lahan pertanian 90

Pemanfaatan lahan kosong 26

Pemanfaatan lahan garapan di kawasan TN 40

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

Pemanfaatan lahan pekarangan dilakukan oleh 30% dari anggota KMA Saga atau sebanyak 12 orang. Umumnya lahan pekarangan ditanami dengan tanaman buah-buahan, tanaman obat dan beberapa tanaman sayuran. Namun, pemanfaatan lahan pekarangan ini tidak begitu intensif, karena masyarakat lebih fokus pada pengelolaan lahan kelola yang dimiliki. Strategi intensifikasi pada lahan pertanian pada daerah Saga ini tidak begitu beragam. Strategi intensifikasi lahan

104

pertanian dengan cara mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman pada satu lahan perkebunan pada waktu yang bersamaan. Hal ini dilakukan oleh kebanyakan anggota KMA Saga, dan diantaranya didominasi oleh jenis tanaman umur panjang, seperti: kopi; cengkeh; kemiri; pinang; kakao dan beberapa jenis kayu lokal.

Berdasarkan hasil wawancara, saat ini hampir jarang masyarakat yang menanam jagung, kebanyakan petani menanam tanaman umur panjang. Berikut adalah wawancara terkait lahan kelola KMA Saga:

“Hanya untuk orang Saga, kalau ditanya padi tidak ada… ladang sudah tidak ada, semua umur panjang. Kalau dulu yang tempat sawah kecil-kecil orang sekarang sudah tanam cengkeh semua.” – (Wawancara)

“Terus yang pertama yang paling awal karena hama. Hama yang paling besar adalah babi dan kera. Orang sudah malas mau jaga…” – (Wawancara)

“Mulai sekitar tahun 90an kebawah itu sudah tidak ada, sudah mulai ada kopi, cengkeh. Dulu ada yang tanam jagung dan padi…”– (Wawancara)

“Karna dulu Saga itu, sebelum kawasan masuk menjadi kawasan TNK. orang tua dan nenek moyang jadikan lokasi itu tanaman bawang, bawang merah bawang putih. Saga dulu terkenal dengan bawang merah dan bawang putih. Kopi nih sekitar tahun 90an. Tahun 60 an sampai 80 an terkenal dengan bawang, juga wortel, kentang. Hasilnya itu per ton. Tidak untuk skala flores, tetapi untuk kabupaten secara skala besar, semua orang tau Saga penghasil bawang terbesar.tapi sekarang..” – (Wawancara dengan Bapak Kepala Desa Saga)

5.3.2 Diversifikasi

Kegiatan ekonomi pedesaan tidak semata-mata melandaskan diri pada sektor pertanian. Bermacam aktivitas dan usaha lainnya pun turut mempengaruhi ekonomi pedesaan.Pertanian memang masih dianggap penting bagi sebagian orang desa, tetapi masyarakat tetap berusaha mencari kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Asumsi penganekaragaman penghidupan didasari kerangka aktivitas orang di pedesaan yang ditentukan oleh penguasaan aset-aset meliputi, manusia, alam, sosial, fisik dan finansial. Strategi ini meliputi kegiatan pertanian di luar bercocok tanam, sektor perdagangan, sektor jasa, penghasilan dari modal, dan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang disajikan pada Tabel 5.14.

105

Tabel 5. 14 Aktivitas Diversifikasi oleh KMA Saga

Kegiatan KMA Saga (%)

Pertanian di luar bercocok tanam 100

Sektor Perdagangan 48

Penghasilan dari sektor jasa 22

Penghasilan dari modal 0

Pengolahan dan Pemasaran hasil pertanian 100 Sumber: Olahan Data Primer, 2022

Strategi diversifikasi berupa kegiatan pertanian di luar bercocok tanam, yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di desa Saga adalah beternak.

Diversifikasi melalui sektor perdagangan, dilakukan oleh 48% anggota KMA Saga.

Kegiatan ini terdiri dari membuka kios dan berdagang di pasar. Kegiatan diversifikasi melalui sektor jasa, dilakukan oleh 22% anggota KMA Saga. Kegiatan ini berupa eco interpreter, yang menjadi salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam kemitraan konservasi KMA Saga. Selain itu, dengan adanya potensi desa wisata budaya masyarakat juga sering menjadi pemandu wisata yang menerima kunjungan wisata ke Kampung Adat Saga.

Sedangkan, strategi penghidupan dari penghasilan yang berasal dari kepemilikan harta (modal) tidak ada yang dilakukan oleh semua anggota KMA Saga. Penghasilan dari kepemilikan harta kemungkinan belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya modal sehingga masyarakat lebih memilih kegiatan yang berbasis lahan dan memanfaatkan potensi desa yang ada.

Pada kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, secara keseluruhan dilakukan oleh semua anggota KMA Saga (100%). Kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian terdiri dari: yang diolah untuk dikonsumsi sendiri; diolah untuk dipasarkan; serta diolah, dikemas, dan dipasarkan.

Kegiatan pengolahan untuk dikonsumsi sendiri ini misalnya, kopi yang diolah menjadi bubuk kopi minum, keladi untuk pakan ternak, kayu dari kebun untuk bahan bangunan milik sendiri.

106

Kegiatan pengolahan yang dikemas dan dipasarkan telah dilakukan oleh KMA Saga sejak tahun 2019 yaitu penjualan kopi kemasan baik dalam bentuk biji maupun bubuk. Hal ini didukung dengan adanya kemitraan konservasi dengan memberikan akses lahan kelola dan memberikan pelatihan serta bantuan fasilitasi.

Lahan kelola yang bertambah akibat pemberian akses mempengaruhi aset kepemilikan modal alam KMA Saga. Oleh karena itu, potensi kebun kopi pada lahan kelola kemudian diikuti dengan pelatihan mengenai pengelolaan pasca panen, KMA Saga dapat memproduksi kopi dalam bentuk kemasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua KMA Saga, industri kecil ini telah berjalan sangat baik dan memberikan keuntungan besar. Hal tersebut didukung karena produk kopi KMA Saga telah memiliki pasar dan konsumen tetap sehingga distribusi berjalan dengan lancar. Dengan demikian, pemanfaatan kopi di lahan kelola menjadi kopi kemasan merupakan salah satu kegiatan dari Kemitraan Konservasi KMA Saga dengan Balai TN Kelimutu yang berjalan sukses dan berlanjut. Namun saat pandemic covid-19, aktivitas sempat terjeda, ditambah dengan turunnya produksi kopi.

5.3.3 Migrasi

Strategi migrasi meliputi migrasi permanen dan mobilitas sirkuler/

komuter. Migrasi permanen adalah pindah tempat tinggal secara permanen, dan tidak ada responden yang melakukan strategi tersebut. Secara keseluruhan anggota KMA Saga merupakan penduduk asli Desa Saga sehingga kemungkinan kecil untuk melakukan migrasi permanen.Kegiatan mobilitas komuter kebanyakan dilakukan oleh beberapa anggota keluarga dari anggota KMA Saga karena lokasi tempat kerja yang berada di dan luar kota.

Tabel 5. 15 Aktivitas Migrasi oleh Anggota Keluarga dari Anggota KMA Saga

Kegiatan Masyarakat (%)

Migrasi permanen 0

Mobilitas sirkuler/komuter 34

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

107

5.4 Keberlanjutan Penghidupan Kelompok Masyarakat Adat Saga

Sebuah penghidupan masyarakat memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Capaian dari penghidupan tersebut merupakan hasil dari akumulasi kepemilikan aset dan aktivitas nafkah masyarakat. Dalam konteks penelitian ini, pendekatan penghidupan berkelanjutan digunakan untuk melihat bagaimana program kemitraan konservasi yang telah dilakukan memberi dukungan bagi pencapaian hasil-hasil penghidupan KMA Saga. Hasil dari program ini adalah gambaran lebih konkret dari tujuan penghidupan yang ingin dicapai KMA Saga, meskipun capaian yang akan dicapai bersifat sementara. Namun, penghidupan berkelanjutan memiliki dimensi-dimensi yang memperhatikan peluang orang lain dan generasi mendatang untuk memenuhi aspirasinya sama baiknya dengan peluang yang tersedia saat ini.

Oleh karena itu, berikut adalah penilaian dari strategi penghidupan yang dilakukan oleh KMA Saga berdasarkan dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Indikator yang digunakan untuk penilaian dimensi lingkungan sebanyak 11 indikator, dimensi sosial sebanyak 9 indikator, dan dimensi ekonomi sebanyak 10 indikator.

5.4.1 Dimensi Ekonomi

Dimensi ekonomi berisi mengenai produktivitas dan keterkaitan pasar serta faktor-faktor pendukungnya. Produktivitas bertujuan menilai hasil dari kegiatan penggunaan teknologi/peralatan pengelolaan lahan terhadap produktivitas lahan, tingkat penghasilan atau kesejahteraan baik individu/masyarakat, maupun skala yang lebih besar, terhadap aspek finansial, dan terhadap tenaga kerja.

Keterkaitan pasar bertujuan menilai potensi pemasaran dan hasil pengelolaan lingkungan. Hasil penilaian keberlanjutan terhadap dimensi ekonomi (Tabel 5.16), menunjukkan bahwa kemitraan yang dilaksanakan responden berada dalam klasifikasi cukup berlanjut.

108

Tabel 5. 16 Penilaian Keberlanjutan Dimensi Ekonomi

Dimensi dan Variabel Skor Kriteria

DIMENSI EKONOMI

Produktivitas

1 Peralatan Pengelolaan Lahan

1 (1) manual; (2) sebagian besar

manual; (3) sebagian besar mekanisasi 2 Kontribusi terhadap

pendapatan petani

1 Pendapatan dari non pertanian : (1)

<30%; (2) 30-60%; (3) >60%

3 Rata-rata penghasilan petani terhadap UMK

2 Di atas UMR: (1) 30%; (2) 30-60%

(3) >60%

4 Penggunaan teknologi tepat guna

2 (1) tidak menggunakan; (2) menggunakan 1 jenis; (3) menggunakan > 1 jenis

5 Produktivitas lahan 2 (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi Keterkaitan Pasar

6 Besarnya pasar 2 (1) kecamatan; (2) kabupaten; (3) provinsi

7 Kemudahan pemasaran hasil

2 (1) sulit; (2) mudah, hasil panen dibawa ke pasar; (3) mudah, pembeli datang

8 Posisi tawar petani 2 (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi 9 Pengolahan hasil pertanian

untuk dipasarkan

2 (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi 10 Akses terhadap lembaga

keuangan (Bank/Kredit)

3 Kemudahan memperoleh kredit: (1) sulit; (2) mudah; (3) sangat mudah Jumlah skor dimensi

ekonomi

19

Klas CB

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

Berdasarkan hasil penilaian, dimensi ekonomi memperoleh skor 19 yang berarti cukup berkelanjutan. Namun terdapat beberapa indikator seperti jenis peralatan dalam pengelolaan lahan dan kontribusi pendapatan non pertanian yang perlu mendapatkan perhatian.

109

Tabel 5. 17 Indikator Variabel Produktivitas

Indikator Kriteria Skor

Peralatan Pengelolaan Lahan

(1) manual

(2) sebagian besar manual 1 (3) sebagian besar mekanisasi Kontribusi terhadap

Pendapatan Petani

(1) pendapatan dari non pertanian < 30%

(2) pendapatan dari non pertanian 30-6-% 1 (3) pendapatan dari non pertanian > 60%

Rata-rata penghasilan KMA Saga terhadap

UMK

(1) Diatas UMK 30%

2 (2) Diatas UMK 30 - 60 %

(3) Diatas UMK 60 % Penggunaan Teknologi

tepat guna

(1) tidak menggunakan (2) menggunakan 1 jenis 2

(3) menggunakan lebih dari satu jenis Produktivitas Lahan

(1) rendah (2) sedang 2 (3) tinggi Sumber: Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil penilaian variabel produktivitas dimensi ekonomi (Tabel 5.17), peralatan pengelolaan lahan dan kontribusi pendapatan non pertanian masing-masing memperoleh skor 1. Hal ini menunjukkan bahwa peralatan pengelolaan lahan yang digunakan masih manual, dan belum aktivitas produksi non-farm yang berkontribusi pada pendapatan petani.

Jenis peralatan pada pengelolaan kelola masih manual dikarenakan pengelolaan dibatas pada budidaya tradisional. Oleh karena itu, masyarakat hanya melakukan pengelolaan lahan dengan alat seadanya sehingga produktivitas lahan tergolong sedang (skor 2). Berkaitan dengan kontribusi pendapatan non pertanian yang kurang dari 30% disebabkan sebagian besar anggota KMA Saga melakukan aktivitas nafkah berbasis lahan. Kegiatan produksi souvenir dari biji kopi hanya dilakukan oleh beberapa anggota KMA, sehingga saat ini belum ada kontribusi terhadap pendapatan KMA Saga selain dari aktivitas berbasis lahan. Rata-rata penghasilan KMA Saga terhadap UMK memperoleh skor 2, yang berarti 30-60%

anggota KMA Saga memperoleh penghasilan diatas UMK terutama pada musim panen. Hal ini juga didukung dengan penggunaan teknologi tepat guna (skor 2) yang difasilitasi oleh Balai TNK dalam kemitraan konservasi dengan KMA Saga.

110

Tabel 5. 18 Indikator Variabel Keterkaitan Pasar

Indikator Kriteria Skor

Besarnya Pasar

(1) kecamatan (2) kabupaten 2 (3) provinsi Kemudahan pemasaran

hasil

(1) sulit

(2) mudah, hasil panen dibawa ke pasar 2 (3) mudah, pembeli datang

Posisi tawar petani

(1) rendah (2) sedang 2 (3) tinggi Pengelolaan hasil

pertanian untuk dipasarkan

(1) rendah (2) sedang 2 (3) tinggi Akses terhadap Lembaga

Keuangan (Bank/Kredit)

(1) kemudahan memperoleh kredit sulit (2) kemudahan memperoleh kredit mudah 3 (3) kemudahan memperoleh kredit sangat mudah

Sumber: Hasil Analisis, 2022

Kemudahan akses jalan (transportasi) saat ini juga berpengaruh kepada pasar bagi masyarakat. Besarnya pasar dalam penilaian ini yaitu pada tingkat kabupaten. Untuk Masyarakat adat Saga, hasil panen sering dibawa ke pasar Wolowona di Kota Ende. Sebelumnya masyarakat umumnya kurang dapat mengontrol harga komoditas yang dijual ke pasar atau memiliki nilai tawar yang rendah akibat ketergantungan yang tinggi pada pengumpul di pasar. Dengan adanya kemitraan, peningkatan pengelolaan pasca panen dan jejaring sosial seringkali hasil produksi kopi mendapat permintaan tinggi dari kabupaten lain antar provinsi. Untuk akses ke lembaga keuangan tergolong sangat mudah karena akses dan lokasinya yang berada di Kecamatan Detusoko, sehingga mudah untuk diakses oleh masyarakat.

111 5.4.2 Dimensi Sosial

Dimensi sosial berisi mengenai karakteristik individu dan kegiatan kemasyarakatan. Karakteristik individu digunakan untuk menilai aspek individu/masyarakat terhadap keberlanjutan, antara lain umur, pendidikan, penguasaan lahan (Tabel 5.19). Kemasyarakatan bertujuan menilai komponen dalam masyarakat yang berisi kelembagaan kelompok (keanggotaan dalam lembaga, keaktifan, frekuensi pertemuan, peran serta, keterlibatan dalam gotong royong, serta penggunaan jejaring sosial) maupun konflik di masyarakat.

Tabel 5. 19 Penilaian Keberlanjutan Dimensi Sosial

Dimensi dan Variabel Skor Kriteria

DIMENSI SOSIAL

Karakter Individu

1 Umur Pekerja 3 Usia produktif 15-64 tahun : (1) <30%;

(2) 30-60%; (3) >60%

2 Pendidikan terakhir 1 pendidikan SLTA s.d PT : (1) <30%;

(2) 30-60%; (3) >60%

3 Penguasaan Lahan 3 luas penguasaan lahan > 5000 m2: (1) 30%; (2) 30-60% (3) >60%

Kegiatan Kemasyarakatan 4 Keanggotaan pada

lembaga/kelompok tani

3 Keikutsertaan dalam organisasi : (1)

<30%; (2) 30-60%; (3) >60%

5 Keaktifan dalam lembaga sosial masyarakat

2 Keaktifan dalam organisasi : (1)

<30%; (2) 30-60%; (3) >60%

6 Frekuensi pertemuan 2 Pertemuan (1) >3 bulan sekali; (2) 2-3 bulan sekali; (3) <2 bulan sekali 7 Keterlibatan dalam gotong

royong

3 Keterlibatan : (1) <30%; (2) 30-60%;

(3) >60%

8 Frekuensi konflik 3 Konflik (1) tinggi; (2) sedang; (3) kecil 9 Penggunaan jejaring sosial 3 Menggunakan (1) <30%; (2) 30-60%;

(3) >60%

Jumlah skor dimensi ekonomi

23

Klas B

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

112

Berdasarkan hasil penilaian keberlanjutan terhadap dimensi sosial menunjukkan bahwa KMA Saga berada dalam klasifikasi berlanjut (B). Meskipun indikator pendidikan terakhir rendah, namun dengan klasifikasi berlanjut (B) maka kegiatan yang mendukung dimensi sosial dapat dipertahankan maupun ditingkatkan. Penilaian variabel karakter individu pada dimensi sosial, yang perlu ditingkatkan adalah tingkat pendidikan dari masyarakat. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir dan memilih strategi penghidupan berkelanjutan. Hal ini dapat diimbangi dengan keseluruhan anggota KMA Saga yang berada pada umur pekerja produktif, diikuti dengan pengalaman bertani yang cukup lama dan penguasaan lahan yang tercukupi.

113 5.4.3 Dimensi Lingkungan

Dimensi lingkungan meliputi pengelolaan dan dampaknya. Pengelolaan ini meliputi 7 (tujuh) indikator dan dampak terdiri dari 4 (empat) indikator (Tabel 5.20).

Tabel 5. 20 Penilaian Keberlanjutan Dimensi Lingkungan

Dimensi dan Variabel Skor Kriteria

DIMENSI LINGKUNGAN

Pengelolaan

1 Kesesuaian lahan 3 Pertumbuhan tanaman : (1) tidak bagus; (2) cukup bagus; (3) bagus

2 Kesesuaian tata guna lahan

3 RTRW: (1) tidak sesuai (2) cukup sesuai (3) sesuai

3 Tingkat

pemanfaatan lahan

2 (1) rendah; (2) sedang; (3) tinggi 4 Pengalaman

pengelolaan hutan

3 (1) <5 tahun; (2) 5 -15 tahun; (3) > 15 tahun 5 Pemupukan 3 komposisi pupuk organik : anorganik : (1)

<20%; (2) 20%-50%; (3) >50%

6 Sumber air 3 (1) menggunakan sumur (pompanisasi); (2) irigasi; (3) tadah hujan

7 Ketersediaan air 3 Ketersediaan air saat musim tanam : (1) kurang; (2) sedang; (3) cukup

Dampak

8 Kondisi kesuburan 3 (1) tidak subur; (2) agak subur; (3) subur 9 Water Recharge 3 pengambilan air : peresapan air = (1) jauh

lebih besar; (2) hampir seimbang; (3) jauh lebih kecil

10 Pemanfaatan limbah pertanian

1 (1) tidak dimanfaatkan (2) 1 jenis pemanfaatan (3) >1 jenis pemanfaatan 11 Tindakan

konservasi

3 (1) tidak dilakukan; (2) penanaman

rumput/pemeliharaan saluran; (3) tindakan poin 2**

Jumlah skor dimensi lingkungan

29

Klas B Berlanjut

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

114

Tabel 5. 21 Indikator Kesesuaian Lahan dan Tata Guna Lahan

Indikator Kriteria Skor

Kesesuaian Lahan

(1) Pertumbuhan tanaman tidak bagus (2) Pertumbuhan tanaman cukup bagus 3 (3) Pertumbuhan tanaman bagus Kesesuaian Tata Guna

Lahan

(1) RTRW tidak sesuai (2) RTRW cukup sesuai 3 (3) RTRW sesuai Sumber: Hasil Analisis, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, indikator kesesuaian lahan memperoleh skor 3 yang artinya pertumbuhan tanaman bagus, begitupun kesesuaian tata guna lahan yang memperoleh skor 3 yang berarti memiliki RTRW yang sesuai. Hal ini didukung karena kemitraan konservasi sudah memiliki dasar hukum yang cukup kuat sebagai pedoman dan acuan implementasi di lapangan. Pelaksanaan kemitraan konservasi dimulai dari tahap persiapan berupa inventarisasi dan identifikasi karakteristik lokasi, penentuan dan penetapan arah pengelolaan dan pemanfaatan, pengkajian karakteristik lokasi, memfasilitasi pembentukan kelompok masyarakat, dan penguatan kelembagaan kelompok masyarakat. Hal ini sebagaimana dimaksud untuk menentukan kelayakan pemanfaatan zona atau blok tradisional dan masyarakat yang akan melakukan kerjasama.

Tabel 5. 22 Indikator Tingkat Pemanfaatan Lahan, Pengalaman Pengelolaan Hutan dan Pemupukan

Indikator Kriteria Skor

Tingkat Pemanfaatan Lahan

(1) rendah (2) sedang 2 (3) tinggi Pengalaman

Pengelolaan Hutan

(1) kurang dari 5 tahun (2) 5 - 15 tahun 3

(3) lebih dari 15 tahun Pemupukan

(1) komposisi pupuk organik : anorganik = < 20%

3 (2) komposisi pupuk organik : anorganik = 20-50%

(3) komposisi pupuk organik : anorganik = > 50%

Sumber: Hasil Analisis, 2022

115

Berdasarkan hasil penilaian pada Tabel 5.22, tingkat pemanfaatan lahan pada kemitraan KMA Saga termasuk dalam kriteria sedang dengan skor 2. Hal ini didukung karena pemanfaatan pada lahan kelola dalam kawasan hanya sebatas kegiatan budidaya tradisional berupa pemungutan biji kopi, sedangkan pembukaan lahan baru dan kegiatan lainnya masih dilarang dan dibatasi. Hal ini berkaitan dengan bentuk kemitraan konservasi dengan pemberian akses hanya sebatas budidaya tradisional (dalam Perdirjen KSDAE No.6 Tahun 2018). Sedangkan, pengalaman pengelolaan hutan memiliki skor 3 dengan kriteria memiliki lebih dari 15 tahun pengalaman dalam pengelolaan hutan. Ha ini didukung oleh keberadaan pihak pengelola Taman Nasional Kelimutu dan masyarakat adat yang secara simultan hidup bersama kawasan hutan. Selanjutnya, untuk indikator pemupukan pada lahan memiliki skor 3 yang berarti penggunaan komposisi pupuk organik lebih dari 50% dibanding pupuk pada lahan kelola. Namun, faktanya di dalam lahan kelola tidak diizinkan untuk menggunakan pupuk anorganik, sehingga dapat dikatakan bahwa pemupukann dalam lahan kelola kemitraan KMA Saga 100%

berkomposisi pupuk organik.

Tabel 5. 23 Indikator Sumber Air dan Ketersediaan Air

Indikator Kriteria Skor

Sumber Air

(1) menggunakan sumur (pompanisasi) (2) irigasi 3

(3) tadah hujan Ketersediaan Air

(1) kurang (2) sedang 3 (3) cukup Sumber: Hasil Analisis, 2022

Sumber air pada lahan kelola kemitraan hanya berupa tadah hujan karena merupakan kawasan konservasi. Ketersediaan air bagi KMA Saga baik itu dalam pengelolaan lahan Kelola dan dalam memenuhi kebutuhan sehari tergolong cukup.

TN Kelimutu merupakan daerah tangkapan air bagi dua Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Loworea dan DAS Wolowona. Kedua DAS tersebut memiliki beberapa anak sungai yang merupakan sumber air utama bagi kepentingan budidaya pertanian, pemukiman dan kebutuhan lainnya bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun yang berada di bagian hilir.

116 5.4.4 Total Keberlanjutan

Ketiga dimensi keberlanjutan penghidupan tersebut apabila digabung akan mencerminkan keberlanjutan secara total. Total dimensi keberlanjutan dapat dilihat seperti yang disajikan dalam Tabel.5.24.

Tabel 5. 24 Skor Keberlanjutan Dimensi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Dimensi dan Variabel (Ekonomi,Sosial,Ekologi) SKOR

Skor Dimensi Ekonomi 19

Skor Dimensi Sosial 23

Skor Dimensi Ekologi 29

Total skor keberlanjutan 72

Klas: B

Sumber: Hasil Analisis, 2022

Secara keseluruhan, tingkat keberlanjutan dimensi lingkungan menunjukkan skor keberlanjutan lebih baik daripada dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Hasil penilaian dimensi ekonomi dengan klasifikasi cukup berlanjut (CB), seharusnya kegiatan penghidupan KMA Saga di lahan kelola kemitraan dapat diterapkan silvikultur intensif untuk peningkatan produktivitas yang otomatis akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan masyarakat. dengan klasifikasi berlanjut (B) pada dimensi sosial, maka kegiatan yang mendukung dimensi sosial dapat dipertahankan maupun ditingkatkan. Pada dimensi lingkungan menunjukkan klasifikasi berlanjut (B), yang artinya kegiatan penghidupan KMA Saga di dalam pengelolaan lahan kelola kemitraan konservasi telah sesuai dengan yang seharusnya.

Berdasarkan analisis keberlanjutan penghidupan KMA Saga yang didasarkan pada dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan, maka perlu didiskusikan mengenai peningkatan intensifikasi lahan milik KMA Saga di luar kawasan. Sedangkan untuk lahan kelola di dalam kawasan TNK mulai beralih pada pengembangan komoditas lain berbasis non lahan yang lebih ramah lingkungan namun memiliki produktivitas yang tinggi.

117

5.5 Strategi Penghidupan Berkelanjutan Kelompok Masyarakat Adat Saga Pendekatan penghidupan berkelanjutan dibangun dengan keyakinan bahwa masyarakat membutuhkan sejumlah aset untuk mencapai hasil-hasil livelihood yang positif. Aset yang dibutuhkan banyak dengan jenis yang berbeda- beda. Namun bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan terhadap akses, perlu mencari cara untuk memperoleh dan menggabungkan aset-aset yang benar mereka miliki secara inovatif guna mempertahankan hidup.

Dalam pendekatan penghidupan berkelanjutan, Taman Nasional Kelimutu merupakan struktur yang mempengaruhi penghidupan. Struktur ini berarti perangkat keras organisasi yang menetapkan kebijakan dan legislasi (formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis) dan fungsi-fungsi lain yang mempengaruhi livelihood (Saragih, 2010). Jika Taman Nasional Kelimutu dianggap sebagai struktur, maka kebijakan mengenai kemitraan konservasi merupakan proses. Proses yang dimaksud yaitu yang menentukan bagaimana struktur dan individu (dalam hal ini masyarakat) berjalan berhubungan (Saragih, 2010).

Sebagai suatu struktur dalam penghidupan, Taman Nasional Kelimutu membuat proses-proses menjadi berfungsi (dalam hal ini yaitu kemitraan konservasi). Tanpa adanya Taman Nasional yang memadai dan melaksanakannya, maka kemitraan tidak berarti dan menghambat pembangunan. Masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap Taman Nasional seringkali memiliki pengetahuan terbatas tentang hak-hak serta fungsi dan jalannya pengelolaan kawasan. Kondisi ini yang dapat menciptakan konflik tenurial, karena sering membuat masyarakat terpinggirkan, tidak cukup mampu, dan berani untuk mendesak dan menuntut perubahan atas kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi penghidupan mereka.

Dengan adanya kebijakan Perdirjen KSDAE NO.6 Tahun 2018 tentang Juknis Kemitraan Konservasi, memberikan pengaruh penting dalam setiap aspek penghidupan masyarakat. salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat sekitar kawasan adalah kemiskinan dan keterbatasan-keterbatasan dalam penghidupan mereka yang seringkali secara sistematis membatasi mereka dan