• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Konsep Penghidupan Berkelanjutan

bekerja untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dan alam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan. Sebagai sebuah pendekatan, SLA didukung oleh seperangkat prinsip-prinsip dan alat-alat yang menggambarkan cara mengorganisir, memahami, dan bekerja menangani isu-isu kemiskinan yang kompleks dan beragam, dimodifikasi dan diadaptasi menyesuaikan diri terhadap prioritas dan situasi lokal. SLA berkembang baik karena adanya banyak kontribusi yang diberikan oleh berbagai pekerja pembangunan yang berasal dari berbagai organisasi yang berbeda termasuk:

lembaga riset (seperti IDS), NGOs (mis. CARE dan Oxfam), Organisasi multi dan bilateral dan donor (mis, World Bank, SIDA, UNDP, dan DFID) dan dalam konteks Indonesia ada Circle Indonesia, Hivos SEA dan mitra SED-nya, dan sebagainya.

23

SLA dapat digunakan untuk beberapa tujuan berbeda misalnya:

1) Sebagai alat: kerangka kerja SL (Sustainable Livelihood) dapat digunakan sebagai checklist ataupun alat untuk menginventarisasi isu, masalah, kapasitas, perspektif, konteks kelembagaan dan struktur untuk menganalisis kehidupan masyarakat. alat yang memotret realitas dari berbagai titik pandang dan berbagai dimensi.

2) Sebagai tujuan; panduan untuk meningkatkan keberlanjutan penghidupan komunitas di kampung, di mana perumusannya tidak dimonopoli oleh ‘yang berkuasa’ semata.

3) Sebagai seperangkat prinsip; yang dapat digunakan di setiap situasi atau jika menjadikan sebuah kerja sebuah program kerja berperspektif SL. Hal ini bukan dimaksudkan untuk terjebak dalam orientasi proyek semata, tetapi prinsip yang memandu mencapai tujuan penghidupan berkelanjutan.

4) Sebagai pendekatan; kombinasi kerangka kerja SL dan prinsip untuk memandu pembangunan sehingga terjadi perbaikan kualitas penghidupan.

Keberlanjutan mempunya banyak dimensi yang semuanya penting bagi pendekatan sustainable livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika; (1) elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan tekanan dari luar; (2) tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (atau jika tergantung, bantuan itu sendiri secara ekonomis dan kelembagaan harus sustainable); (3) mempertahankan produktivitas jangka panjang sumberdaya alam; (4) tidak merugikan penghidupan dari, atau mengorbankan pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi, orang lain; dan (5) cara lain untuk mengkonseptualisasi berbagai dimensi keberlanjutan adalah membedakan antara aspek-aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional dari sistem-sistem yang sustainable (Saragih et al., 2007).

24

Pendekatan penghidupan bersifat fleksibel dalam penerapannya, tetapi bukan berarti prinsip-prinsip inti harus dikorbankan. International Fund for Agricultural Development (IFAD) dalam Morse (2013) memberikan tujuh (7) prinsip dari pendekatan penghidupan berkelanjutan, yaitu :

1) Be people-centered, artinya pendekatan ini menekankan pada pandangan bahwa masyarakat sebagai pusat pembangunan;

2) Be holistic, artinya suatu pandangan yang melihat secara keseluruhan terhadap aspek kehidupan yang terkait dan berkaitan satu sama lain;

3) Be dynamic, artinya perkembangan masyarakat yang dinamis dimana masyarakat dan kelembagaan terus berubah sehingga dibutuhkan proses pembelajaran;

4) Build on strengths (membangun kekuatan dan kapasitas lokal), artinya pendekatan ini melihat kemampuan dari kebutuhan, dimana modal potensi dan kemampuan masyarakat terus dipupuk hingga mampu menentukan sendiri langkah berikutnya dalam menuju tujuan hidupnya;

5) Promote micro-macro link (hubungan makro-mikro), artinya pendekatan ini mencoba menjembatani jarak antara pihak luar seperti kebijakan dan pengaruh kecenderungan makro yang terjadi dalam masyarakat;

6) Encourage broad partnerships, artinya pendekatan ini memperluas kerjasama antara sektor publik dengan sektor privat;

7) Aim for sustainability, artinya keberlanjutan penghidupan dipandang penting dimana bukan solusi jangka pendek yang dicapai melainkan solusi jangka panjang yang menjadi perhatian. Keberlanjutan mempunyai banyak dimensi sehingga perlu diringkas bahwa keberlanjutan terjadi dengan prasyarat: (a) penghidupan masyarakat bersifat lentur dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dn tekanan-tekanan dari luar; (b) tidak bergantung atau dibuat tergantung pada bantuan dari luar; (c) mempertahankan produktivitas jangka panjang sumber daya alam; dan (d) tidak merugikan atau merusak sumber-sumber penghidupan, atau pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain.

25

Dimensi keberlanjutan meliputi berbagai aspek yakni lingkungan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Keberlanjutan lingkungan tercapai apabila produktivitas sumberdaya alam dan yang mendorong kehidupan dilestarikan atau ditingkatkan penggunaannya oleh generasi mendatang. Keberlanjutan ekonomi dicapai apabila tingkat satuan ekonomi tertentu (rumah tangga) mempertahankan tingkat pengeluaran tertentu secara stabil. Keberlanjutan sosial tercapai ketika pengucilan sosial diminimalkan dan persamaan sosial dimaksimalkan. Dalam terminologi yang lain, keberlanjutan sosial bermakna kesenjangan yang ditekan dan social capital yang meningkat. Keberlanjutan kelembagaan tercapai ketika struktur-struktur dan proses-proses yang berlangsung mampu terus menjalankan fungsinya dan berkontribusi secara positif terhadap penghidupan masyarakat dalam jangka panjang (Saragih et al., 2007).

Pendekatan SL bisa digunakan untuk mengidentifikasi prioritas pembangunan dan kegiatan-kegiatan baru. Pendekatan ini juga bermanfaat jika diterapkan untuk meninjau kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung yang tidak dirancang dengan memperhatikan prinsip-prinsip SL. Dalam proyek/program, pendekatan ini bisa digunakan untuk mempertajam fokus sistem pemantauan dan evaluasi dalam pembangunan, mempertajam fokus kerangka logis.

Kerangka kerja penghidupan berkelanjutan menempatkan masyarakat sebagai fokus pembangunan. Kerangka kerja ini perlu dipahami secara kompleks.

Hal ini dikarenakan tujuannya adalah membantu para pihak yang mempunyai perspektif yang berbeda untuk terlibat dalam diskusi mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi penghidupan, arti penting penghidupan serta hubungan antara faktor-faktor tersebut.

Dalam kerangka kerja SL yang dipaparkan oleh Ellis (2000) pada Gambar 2.1, satuan utama yang dipakai sebagai contoh analisis adalah sebuah rumah tangga di pedesaan tapi juga bisa diperluas pada satuan komunitas tertentu (desa, dusun, permukiman, dan sebagainya). Titik awal (starting point) dalam menganalisis konteks dan sistem penghidupan komunitas dengan kerangka kerja penghidupan (SLA) tidak harus dimulai dari ‘platform penghidupan’ (kolom paling kiri Gambar

26

2.1) yang menyajikan kategorisasi aset atau sumber daya (manusia, alam, sosial, fisik/infrastruktur, dan finansial) yang kemudian diikuti dengan analisis konteks kerentanan (atau konteks yang merentankan – kolom 3 Gambar 2.1).

Gambar 2. 1 Modifikasi Sustainable Livelihood Framework (dari Frank Ellis 2000) Sumber: Saragih, dkk (2007)

Berimplikasi di dalam ‘strategi penghidupan’ (kolom 4 Gambar 2.1) di mana suatu keluarga sebagai satu unit sosial yang diamati memilih untuk mengkombinasikan berbagai aktivitas berdasarkan penggunaan dan kepemilikan aset dan konteks perubahan yang dihadapinya. Framework (Gambar 2,1) menunjukkan bahwa penghidupan masyarakat yang dibentuk atau ditopang oleh berbagai kekuatan dan faktor yang beragam yang dengan sendirinya terus berubah yang dimiliki oleh masyarakat. analisis subyek-subyek dimulai dengan penyelidikan secara simultan terhadap aset-aset (sering juga disebut capital asset, modal dasar atau sumber daya majemuk) masyarakat, analisis hasil-hasil capaian penghidupan (yang mereka dapatkan), dan strategi-strategi penghidupan yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan ideal pada (kolom 6 Gambar 2.1) yaitu tercapainya kondisi yang aman. Untuk umpan balik penting yaitu antara struktur dan proses yang berubah (kolom 2) dan konteks kerentanan

27

(kolom 3). Sedangkan kolom 5 merupakan aktivitas - aktivitas yang mentransformasi aset - aset yang difasilitasi ataupun digambar oleh struktur dan proses dalam konteks risiko yang dinamis.

Berdasarkan Gambar 2.1, menunjukkan bahwa dalam konteks rumah tangga dan konteks pedesaan tidak terdapat strategi tanggal yang menjamin keberlanjutan penghidupan sebuah komunitas, karena tiap keluarga (KK) yang berbeda memiliki strategi penghidupan yang berbeda yang merupakan fungsi dari aset tertentu yang dimilikinya serta akses atas aset tersebut. Dengan demikian, suatu unit keluarga atau komunitas tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada berbagai aset yang dimilikinya atau yang secara materil dan imateril melekat pada unit dimaksud. Aset tersebut meliputi modal manusia (SDM), modal alam, modal sosial, modal fisik dan modal finansial. Namun akses pada modal-modal (capital assets) tersebut kerap dimodifikasi oleh peran relasi sosial, pengaruh kelembagaan, dan organisasi yang berada dalam konteks kerentanan.

Dari konteks tersebut, strategi penghidupan suatu unit keluarga/unit komunitas di desa/pedesaan terdiri dari berbagai aktivitas yang dibagi dalam dua kategorisasi yakni aktivitas penghidupan berbasis sumber daya alam, dan aktivitas non-SDA dengan dampak pada capaian keamanan penghidupan dan capaian keberlanjutan ekologis. Pengertian lain dari penghidupan (livelihood) yang dikemukakan oleh Ellis (2000) yaitu livelihood atau penghidupan terdiri dari aset (sumber daya alam, fisik, manusia, ekonomi dan sosial), aktivitas dan akses untuk mencapainya (dihubungkan oleh institusi dan hubungan sosial) yang bersama-sama menentukan perolehan mata pencaharian oleh individu maupun rumah tangga.

Berdasarkan definisi tersebut, konsep livelihood lebih melihat hubungan antara aset, akses dan pilihan orang dari apa yang dimilikinya untuk mengejar kegiatan alternatif yang dapat membangkitkan level pendapatan yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Dalam memudahkan pemahaman, Scoones (1998) memberikan gambaran kerangka kerja analisis penghidupan berkelanjutan seperti dalam gambar berikut:

28

Gambar 2. 2 Kerangka kerja analisis berdasarkan Scoones (1998)