• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Kondisi Aset Penghidupan KMA Saga

5.2.2 Modal Alam (Natural Capital)

89

90

Lahan garapan merupakan suatu wadah atau tempat setiap rumah tangga atau individu untuk bercocok tanam dan melakukan aktivitas lain yang berhubungan dengan pengelolaan tanah. Kepemilikan terhadap suatu lahan garapan menjadi salah satu modal untuk bertahan hidup bagi setiap rumah tangga yang terdampak oleh penetapan kawasan Taman Nasional Kelimutu yang masuk dalam areal lahan perkebunan mereka. Indikator variabel kepemilikan lahan disajikan dalam Tabel 5.6.

Luas kepemilikan lahan merupakan keseluruhan luas lahan yang diusahakan masyarakat baik milik sendiri dan menyewa. Luas kepemilikan lahan oleh anggota KMA Saga disajikan dalam Tabel 5.6. Luas lahan tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan anggota masyarakat tanpa divalidasi lebih lanjut luas lahan sebenarnya di lapangan. Kepemilikan atau penguasaan lahan merupakan salah satu indikator kesejahteraan penduduk. Luas lahan standar yang harus dimiliki petani untuk Pulau Jawa minimal 0,25 hektar, sedangkan untuk luar Pulau Jawa minimal 0,5 hektar (Mulyani dan Agus, 2017). Anggota KMA Saga banyak menggantungkan hidupnya pada lahan kebun, lahan pekarangan, dan lahan garapan yang dimilikinya. Hal ini terkait dengan strategi penghidupan yang dijalani oleh rumah tangga guna memenuhi kebutuhan dan pendapatan sehari-hari.

Berdasarkan Tabel 5.6 mengenai luas kepemilikan lahan oleh KMA Saga, menunjukkan, keseluruhan (100%) anggota KMA Saga memiliki luas penguasaan lahan > 5000 m2.

Tabel 5. 7 Penguasaan Lahan oleh KMA Saga

Luas Kepemilikan Lahan (m2) KMA Saga

<5000 m2 0%

>5000 m2 100%

Sumber: Data Primer, 2022

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kepemilikan lahan oleh KMA Saga (Tabel 5.5), menunjukkan bahwa masyarakat masih menggarap lahan pertanian (70%), Sebagian anggota yang menjawab terkadang (30%) adalah petani yang kurang produktif, yaitu petani yang sudah berumur dan mengurangi aktivitas di

91

dalam lahan garapan dengan mewariskannya kepada anak atau cucu mereka. Semua lahan yang dimiliki oleh anggota KMA Saga merupakan lahan milik sendiri (100%) yang telah diwariskan secara turun-temurun dari orang tua sebelumnya. Namun lahan tersebut, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Beberapa mengatakan, bahwa lahan tersebut hanya ditanami oleh tanaman umur panjang/berkayu, sehingga masyarakat membutuhkan waktu lama untuk memanen hasilnya. Sedangkan tanaman hortikultura/pertanian mulai berkurang untuk ditanam, bahkan hampir tidak ada yang menanam tanaman umur pendek, akibat semua lahan sudah ditanami tanaman umur panjang, seperti kopi, cengkeh, kakao, kemiri, dll.

Hal ini menjadi perhatian penting, agar lebih difokuskan dalam ketahanan pangan masyarakat. Pendapatan yang didapat dari hasil panen, digunakan untuk biaya anak sekolah, kebutuhan sehari-hari, dan beberapa acara keluarga yang selalu ada dalam tiap tahunnya. Maka dari itu, masyarakat sering merasa kesulitan dalam kebutuhan sehari-hari karena tekanan dari Pemanfaatan lahan pekarangan oleh anggota KMA Saga masih rendah, karena masyarakat lebih terfokus pada tanaman yang ada di lahan yang lebih besar. Namun, pemerintah dan beberapa dinas terus mendorong masyarakat untuk mulai menanam tanaman yang berumur pendek (yang dapat dipanen tiga bulan), sehingga masyarakat tidak perlu kesusahan dalam kebutuhan dapur sehari-hari, dan tidak mengalami kesulitan disaat musim lapar.

Sebanyak 90% dari total anggota menyatakan bahwa hasil yang mereka dapat dari lahan mereka mampu mencukupi kebutuhan mereka, namun beberapa anggota (10%) menyatakan sektor pertanian/perkebunan tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka.

Selain menggarap lahan milik sendiri dan lahan di dalam kawasan TNK, beberapa anggota KMA Saga juga memanfaatkan areal pekarangan rumah mereka sebagai lahan garapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 30 % dari total anggota KMA Saga memanfaatkan lahan pekarangan rumah mereka untuk bercocok tanam. Tanaman kayu keras dan tanaman obat-obatan kebanyakan dipilih oleh masyarakat, dan hasilnya hanya dimanfaatkan sendiri dalam kebutuhan rumah

92

tangga. Hasil panen tidak dalam jumlah banyak dan tidak dijual, sehingga lahan pekarangan tidak memberikan kontribusi pada pendapatan rumah tangga mereka.

Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat memiliki lahan kosong, namun lahan tersebut jarang untuk diolah oleh masyarakat.

2. Pemanfaatan Kopi

Pemanfaatan Kopi di dalam kawasan Taman Nasional Kelimutu awalnya mempunyai konflik historis dengan pengelola terkait jenis/komoditi. Hal ini dikhawatirkan karena kopi akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun saat ini kopi telah diklasifikasikan sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam pengusahaan di dalam kawasan hutan (HKm).

Tabel 5. 8 Indikator Variabel Pemanfaatan Kopi dalam Modal Alam KMA Saga

Indikator Intensitas %

Aktivitas menggarap lahan di dalam kawasan TN

Tidak 0

Terkadang 30

Ya 70

Sistem yang diterapkan dalam mengambil hasil hutan (Kopi)

Tidak memanfaatkan 0

Berkelompok 0

Perseorangan 100

Hasil produksi per musim panen Sedikit 10

Sedang 56

Banyak 34

Hasil hutan (Kopi) yang dijual Tidak 14

Sebagian 56

Ya 30

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa dari segi pemanfaatan kopi, anggota KMA Saga memiliki angka aktivitas menggarap di kawasan hutan yang tinggi (70%). Tanaman kopi ini berasal dari kebun kopi yang sudah ada sebelum penunjukkan Taman Nasional Kelimutu. Kebun kopi tersebut merupakan kebun milik masyarakat sekitar kawasan, dalam hal ini yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Adat (KMA) Saga. Dengan adanya kegiatan kemitraan konservasi dengan skema pemberdayaan masyarakat, masyarakat diberi akses

93

terhadap lahan kelola masyarakat yang sebelumnya dibatasi aksesnya di dalam kawasan. Berdasarkan hasil observasi dokumentasi, luas kawasan yang menjadi lokasi kemitraan konservasi BTNK dengan KMA Saga memiliki luas 21,37 hektar.

Kondisi ini memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, baik dari sisi hubungan internal dengan pengelola (BTNK), maupun aktivitas masyarakat di dalam kawasan.

Hasil panen kopi tersebut kebanyakan diambil atau dipanen secara perseorangan ketimbang berkelompok. Hal ini disebabkan mayoritas tiap rumah tangga memiliki lahan garapannya masing-masing dalam areal yang sangat luas, hasil panen kemudian bukan digunakan untuk kepentingan kelompok melainkan kepentingan pribadi.Kemudian, hasil panen tersebut hanya digunakan untuk kepentingan pribadi bukan kelompok. Hasil kopi yang diperoleh juga beragam, karena kondisi tanaman kopi di dalam kawasan yang tidak mendapatkan perawatan intensif yang seharusnya.

Berdasarkan hasil wawancara, dikatakan bahwa hasil panen kopi cukup banyak dan menghasilkan keuntungan besar, namun hasil panen tiga tahun terakhir menurun akibat musim hujan yang tidak tentu. Kebanyakan tanaman kopi yang di dalam kawasan berumur tua, karena masyarakat dilarang untuk melakukan intensifikasi maupun pembukaan lahan baru pada lahan garapan di dalam kawasan TNK. Responden biasanya akan membuka kebun kopi baru pada saat kebun kopi sudah melewati masa panen besar atau sudah berkurang hasilnya. Namun karena keterbatasan dalam aktivitas di dalam kawasan, maka masyarakat hanya melakukan kegiatan pemanfaatan yang terbatas. Hal ini juga akan berdampak pada kualitas kopi yang dihasilkan maka dari itu perlu perhatian lebih mengenai kondisi tersebut.

Kondisi tanaman kopi di dalam kawasan TNK tepatnya pada zona tradisional dapat dilihat pada lampiran gambar.

94 3. Kepemilikan Hewan Ternak

Hewan ternak menjadi salah satu investasi yang sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan khususnya yang tinggal dekat dengan kawasan hutan.

Melimpahnya rerumputan liar di lahan hutan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan sumber pakan untuk hewan ternaknya. Investasi dalam bentuk hewan ternak juga dilakukan oleh anggota KMA Saga. Dilihat dari Tabel 5.9, Angka kepemilikan hewan ternak responden ak anggota terbilang tinggi.

Tabel 5. 9 Indikator Variabel Kepemilikan Ternak dalam Modal Alam KMA Saga

Indikator Intensitas (%)

Memiliki hewan ternak Tidak 10

Sedikit (satu jenis) 50 Banyak (lebih dari satu jenis) 40 Peran hutan sebagai sumber pakan ternak Besar 26

Cukup 46

Kecil 28

Sumber: Olahan Data Primer, 2022

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan mayoritas anggota KMA Saga memiliki hewan ternak. Hal ini disebabkan oleh sumber pakan yang melimpah dari kawasan sekitar. Seluruh hewan ternak yang dipelihara merupakan milik pribadi, sehingga dapat dijual jika sewaktu-waktu mereka memerlukan tambahan dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun hewan ternak seperti babi maupun ayam selalu digunakan/dibutuhkan dalam acara maupun ritual adat. Maka dari itu, sudah menjadi keharusan bagi setiap masyarakat desa Saga untuk memelihara hewan karena keperluan adat.

95