• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4 Keberlanjutan Penghidupan Kelompok Massyarakat Adat Saga 107

5.4.4 Total Keberlanjutan

116

117

5.5 Strategi Penghidupan Berkelanjutan Kelompok Masyarakat Adat Saga Pendekatan penghidupan berkelanjutan dibangun dengan keyakinan bahwa masyarakat membutuhkan sejumlah aset untuk mencapai hasil-hasil livelihood yang positif. Aset yang dibutuhkan banyak dengan jenis yang berbeda- beda. Namun bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan terhadap akses, perlu mencari cara untuk memperoleh dan menggabungkan aset-aset yang benar mereka miliki secara inovatif guna mempertahankan hidup.

Dalam pendekatan penghidupan berkelanjutan, Taman Nasional Kelimutu merupakan struktur yang mempengaruhi penghidupan. Struktur ini berarti perangkat keras organisasi yang menetapkan kebijakan dan legislasi (formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis) dan fungsi-fungsi lain yang mempengaruhi livelihood (Saragih, 2010). Jika Taman Nasional Kelimutu dianggap sebagai struktur, maka kebijakan mengenai kemitraan konservasi merupakan proses. Proses yang dimaksud yaitu yang menentukan bagaimana struktur dan individu (dalam hal ini masyarakat) berjalan berhubungan (Saragih, 2010).

Sebagai suatu struktur dalam penghidupan, Taman Nasional Kelimutu membuat proses-proses menjadi berfungsi (dalam hal ini yaitu kemitraan konservasi). Tanpa adanya Taman Nasional yang memadai dan melaksanakannya, maka kemitraan tidak berarti dan menghambat pembangunan. Masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap Taman Nasional seringkali memiliki pengetahuan terbatas tentang hak-hak serta fungsi dan jalannya pengelolaan kawasan. Kondisi ini yang dapat menciptakan konflik tenurial, karena sering membuat masyarakat terpinggirkan, tidak cukup mampu, dan berani untuk mendesak dan menuntut perubahan atas kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi penghidupan mereka.

Dengan adanya kebijakan Perdirjen KSDAE NO.6 Tahun 2018 tentang Juknis Kemitraan Konservasi, memberikan pengaruh penting dalam setiap aspek penghidupan masyarakat. salah satu masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat sekitar kawasan adalah kemiskinan dan keterbatasan-keterbatasan dalam penghidupan mereka yang seringkali secara sistematis membatasi mereka dan

118

kesempatan untuk maju. Jika kebijakan mengenai kemitraan konservasi benar- benar pro-masyarakat dan melindungi masyarakat adat yang hidup di sekitar kawasan Taman Nasional, berikut adalah penjelasan mengenai pengaruh kemitraan konservasi terhadap penghidupan berkelanjutan Kelompok Masyarakat Adat Saga:

3. Pengaruh Kemitraan Konservasi terhadap Aset Penghidupan KMA Saga Kemitraan konservasi menyediakan dukungan sehingga masyarakat dapat melakukan pengelolaan sumberdaya di lahan kelola. Balai Taman Nasional Kelimutu telah berupaya melalui program kemitraan konservasi.

meskipun beberapa upaya dapat dikatakan kurang efektif bahkan cenderung tidak meningkatkan aset yang ada. Dari segi modal alam, upaya tersebut dilakukan dengan pemberian akses lahan garapan dengan budidaya tradisional, serta pemulihan ekosistem kawasan. Dari segi modal manusia, dilakukan dengan mengadakan mengadakan pelatihan dalam pengembangan eco interpreter dan peningkatan kapasitas masyarakat. Dari segi modal sosial, dilakukan dengan membentuk dan menguatkan kelembagaan kelompok masyarakat adat yang diharapkan dapat menjadi wadah komunikasi kelompok.

Namun dari segi modal finansial, Balai Taman Nasional Kelimutu lebih sering menyalurkannya dalam bentuk bantuan fisik dan penyaluran dana untuk kepentingan program yang telah direncanakan. Bantuan fisik tersebut seperti, penataan/pemeliharaan jalur trekking dan ekowisata air terjun murumera.

Meskipun demikian, Balai Taman Nasional Kelimutu telah memberikan upaya terbaik untuk menunjang akses para masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur kampung adat, bantuan bibit, pengembangan pupuk organik, dan pengembangan produk kopi dalam bentuk bantuan rumah produksi kopi.

4. Pengaruh Kemitraan Konservasi terhadap Aktivitas Nafkah (Strategi) Kelompok Masyarakat Adat Saga

Hubungan antara program kemitraan konservasi dengan aktivitas nafkah dan aset sangat erat. Jika hanya memiliki atau mengakses aset tertentu maka sebuah aktivitas nafkah yang dapat dilakukan terbatas. Oleh karena itu, setiap rumah tangga hanya dapat melakukan kegiatan berdasarkan aset atau

119

modal yang dimiliki dan diaksesnya. Semakin sedikit aset yang dimiliki atau bisa diakses, semakin sedikit pula pilihan aktivitas nafkah yang bisa dilakukan oleh keluarga tersebut, dan semakin tidak berkelanjutan penghidupannya.

Sebaliknya, semakin beragam aset yang dimiliki seseorang semakin banyak pilihan kegiatan yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan penghidupan yang berkelanjutan. Pemberian akses lahan kelola (modal alam) memberikan penambahan dalam kepemilikan lahan bagi masyarakat. Dengan didukung oleh peningkatan keterampilan (modal manusia) dan bantuan fasilitasi teknologi pasca panen (bantuan fisik), KMA Saga dapat mengubah aktivitas penghidupannya berupa pemanfaatan kopi dan produksi kopi kemasan.

5. Pengaruh Kemitraan Konservasi terhadap Kerentanan dan Ketergantungan KMA Saga pada Sumberdaya di dalam Kawasan TN Kelimutu

Keterbatasan dana pada kegiatan kemitraan konservasi juga menjadi satu faktor yang berpengaruh. Dengan nilai modal sosial masyarakat yang tinggi dapat memberi dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang terjadi yaitu kesadaran masyarakat yang tinggi dalam mendukung Taman Nasional Kelimutu.

Sedangkan dampak negatifnya yaitu penurunan keaktifan dalam kegiatan akibat dari kecemburuan sosial. Hal ini dijelaskan dalam wawancara dengan koordinator Resort:

“… Di kampung sosialnya tinggi, disitu yang jadi sedikit kendala. kalau kelompok yang ini kelola, kelompok lain yang iri. Atau orang yang ini kelola, pasti iri, karena berkaitan dengan uang. Mulai dari situ, orang pengaruh yang lain, akhirnya kelompok mulai pelan-pelan mandek.”

Disamping itu, modal finansial menjadi modal yang terpengaruh kemitraan konservasi dengan pendapatan dan pengeluaran finansial rumah tangga KMA Saga. Pendapatan dari pengelolaan kopi awalnya memberikan kontribusi yang besar pada dua tahun pertama kemitraan konservasi. Namun, terjadinya gagal panen tiga tahun terakhir mengakibatkan periode panen tidak menentu dan lebih banyak menghasilkan produk yang tidak bagus. Hal ini berpengaruh terhadap produksi KMA Saga dan tentunya juga mempengaruhi pendapatan masyarakat.

Berikut adalah penuturan anggota KMA Saga berkaitan dengan hal tersebut:

120

“Permintaan kopi makin banyak, tiap minggu paling rendah 50 kg, maksimal 100kg. dalam satu bulan kalau tidak ada stok kopi yang dikirim, berarti harus disiapkan 300 kg. Tapi hasil panen per tahun bisa mencukupi tidak untuk memenuhi kebutuhan permintaan selama satu tahun. Karena memang, permintaan kopi dan hasil kopi saga, rasanya agak beda. Jadi orang senang.” – (Wawancara)

“Setelah mencoba untuk membuat kopi bubuk. Ternyata permintaan akan kopi bubuk lebih besar, ada 250 gram 35000 nilai jualnya, 500 gram dari rumah produksi 65000. Karena rasa kopinya beda, karena kopi sekarang belum ada pemupukan. Masih sangat organik.” – (Wawancara)

“Sudah mau dua tahun ini permintaan kopi meningkat, Ketika dari sana minta kirim kopi, disini kopi sudah tidak ada lagi, sudah alihkan ke kopi bubuk. Pesan 50 bungkus, tapi hanya bisa 10 bungkus” – (Wawancara)

“Dengan nilai 1 bungkus 100000 juga kenapa permintaan kopi naik, karena baru habis covid, jadi café-café baru dibuka.” – (Wawancara)

“Pengelolaan kopinya bagus, tapi kalau kopinya tidak ada mau jual apa.bahan dasar kopi. Stoknya tidak ada.” – (Wawancara)

Sementara modal sosial dan modal finansial menjadi modal yang terpengaruh dengan adanya kemitraan konservasi. Modal manusia juga memiliki keterkaitan terhadap peningkatan modal sosial dan penurunan modal finansial. Hal ini disebabkan oleh kapabilitas KMA Saga dalam kelembagaan, mengelola lahan garapan, melindungi usaha dan pengembangan mata pencaharian alternatif.

Selanjutnya, keterampilan dan pengetahuan masyarakat akan mengarah pada kecenderungan strategi penghidupan yang dipilih oleh rumah tangga KMA Saga.

Secara tidak langsung, dengan adanya kemitraan konservasi mempengaruhi modal manusia bersamaan dengan peran modal manusia yang turut mempengaruhi modal lain dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Terlepas dari itu semua, Balai Taman Nasional Kelimutu telah berupaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut diselenggarakan melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta pemanfaatan sumberdaya melalui program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan mengukur keberhasilan upaya pemberdayaan merupakan masalah tersendiri, karena keberhasilan sendiri masih diperdebatkan dalam konteks teknis atau substantif. Evaluasi kegiatan pemberdayaan hampir

121

selalu dilakukan dengan mengukur keberhasilan yang menyangkut bagaimana sebuah program dilaksanakan serta bagaimana anggaran yang direncanakan dapat diimplementasikan namun sering luput melihat sisi substansial dari tujuan pemberdayaan itu sendiri.

Bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan taman nasional dengan skema kemitraan konservasi menjadi fenomena yang cukup menarik. Banyak pihak coba dilibatkan untuk menjalin kerjasama mewujudkan keberdayaan. Namun program ini akan menjadi sia-sia kalau masing-masing pihak tidak berada dalam kapasitas yang setara. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat. Meskipun pemberdayaan masyarakat bukan hanya sebuah konsep ekonomi, namun pemberdayaan masyarakat secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi ekonomi. Konsep ini menyangkut masalah penguasaan teknologi, kepemilikan modal dan akses ke pasar, dan ke dalam sumber-sumber informasi, serta keterampilan manajemen.

Berdasarkan analisis keberlanjutan penghidupan KMA Saga yang didasarkan pada dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan, maka perlu didiskusikan mengenai peningkatan intensifikasi lahan milik KMA Saga di luar kawasan. Sedangkan untuk lahan kelola di dalam kawasan TNK mulai beralih pada pengembangan komoditas lain berbasis non lahan yang lebih ramah lingkungan namun memiliki produktivitas yang tinggi.

122

BAB VI. PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini memberikan pemahaman bahwa masalah yang dihadapi dalam pembangunan masyarakat sekitar kawasan konservasi dapat lebih dipahami dengan pendekatan penghidupan berkelanjutan yang mencakup pemahaman terhadap aset penghidupan dan strategi penghidupan saat ini dan yang akan datang.

Adapun secara khusus penelitian ini menyajikan informasi tentang:

1. Balai Taman Nasional Kelimutu telah berupaya melalui program kemitraan konservasi. meskipun beberapa upaya dapat dikatakan kurang efektif bahkan cenderung tidak meningkatkan aset yang ada. Dari segi modal alam, upaya tersebut dilakukan dengan pemberian akses lahan garapan dengan budidaya tradisional, serta pemulihan ekosistem kawasan. Dari segi modal manusia, dilakukan dengan mengadakan mengadakan pelatihan dalam pengembangan eco interpreter dan peningkatan kapasitas masyarakat. Dari segi modal sosial, dilakukan dengan membentuk dan menguatkan kelembagaan kelompok masyarakat adat yang diharapkan dapat menjadi wadah komunikasi kelompok.

Namun dari segi modal finansial, Balai Taman Nasional Kelimutu lebih sering menyalurkannya dalam bentuk bantuan fisik dan penyaluran dana untuk kepentingan program yang telah direncanakan. Bantuan fisik tersebut seperti, penataan/pemeliharaan jalur trekking dan ekowisata air terjun murumera.

Meskipun demikian, Balai Taman Nasional Kelimutu telah memberikan upaya terbaik untuk menunjang akses para masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur kampung adat, bantuan bibit, pengembangan pupuk organik, dan pengembangan produk kopi dalam bentuk bantuan rumah produksi kopi.

123

2. Program kemitraan konservasi dilaksanakan dengan pemberian akses lahan kelola di dalam kawasan bagi KMA Saga. Pemberian akses lahan kelola tersebut otomatis menambah kepemilikan lahan (modal alam) dan menjadi aset bagi KMA Saga. Namun, aktivitas masyarakat pada lahan kelola dalam kawasan tersebut terbatas dengan menggunakan budidaya tradisional sesuai dengan petunjuk teknis Kemitraan (Perdirjen KSDAE No 6 Tahun 2018).

Aktivitas pemanfaatan di lahan kelola yang kurang optimal karena dibatasi memberikan pengaruh terhadap penurunan produktivitas dan kurangnya pendapatan bagi KMA Saga (Modal Finansial). Hal ini dikarenakan aktivitas yang berlebihan akan menjadi beban bagi pihak Balai Taman Nasional Kelimutu yang menjaga kelestarian ekosistem kawasan. Oleh karena itu, dalam program kemitraan konservasi, salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah penguatan kelembagaan dan keterampilan masyarakat (modal manusia).

kegiatan tersebut bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat agar mengurangi ketergantungannya pada lahan kelola di dalam kawasan. Selain itu, pihak Balai TNK juga memberikan bantuan dan fasilitasi (modal fisik) dalam mendukung kemandirian dan keberdayaan KMA Saga. bantuan dan fasilitasi itu yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan pasca panen dan mewujudkan alternatif mata pencaharian.

3. Berdasarkan analisis keberlanjutan penghidupan KMA Saga yang didasarkan pada dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi lingkungan, maka perlu didiskusikan mengenai peningkatan intensifikasi lahan milik KMA Saga di luar kawasan. Sedangkan untuk lahan kelola di dalam kawasan TNK mulai beralih pada pengembangan komoditas lain berbasis non lahan yang lebih ramah lingkungan namun memiliki produktivitas yang tinggi.

124 6.2 Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan pada penelitian ini, berikut saran dan rekomendasi baik untuk pihak pengelola Taman Nasional Kelimutu maupun Kelompok Masyarakat Adat Saga sebagai mitra, antara lain:

1. Menyusun exit strategy karena kemitraan memiliki jangka waktu perjanjian kerjasama yang berlangsung selama lima (5) tahun. Justifikasi ini bertujuan agar mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kegiatan dan akses aset yang diberikan.

2. Penggunaan kerangka kerja logis (Logical Framework) antara pada penelitian ini belum sepenuhnya sempurna dan menggambarkan implementasi pendekatan penghidupan berkelanjutan dan pengelolaan kolaboratif taman nasional dalam skema kemitraan konservasi. Oleh karena itu, perlunya pengkajian penerapan pendekatan ini lebih lanjut pada beberapa kawasan konservasi yang memiliki keragaman tipologi, dinamika fenomena masyarakat, dan karakteristik permasalahan.

125

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, R. U. (2018). TINGKAT KERENTANAN DAN STRATEGI PENGHIDUPAN MASYARAKAT DI KAWASAN EKOWISATA HUTAN LINDUNG KALIBIRU, KABUPATEN KULONPROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan Mandiri Dan Sukomakmur) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada.

Achmad, Z. H., Antariksa, & Nugroho, A. M. (2017). Vertical and Horizontal Room Cosmology in Traditional House (Sa’o) Adat Saga Village, Ende Regency, Flores. ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur, 1(2).

https://doi.org/10.30822/arteks.v1i2.36

Awang, S. A. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Center of Critical Social Studies dan Kreasi Wacana Yogyakarta, Yogyakarta.

Badan Pusat Statitistik. 2021. Ende Dalam Angka.

Baiquni, M. 2006. Pengelolaan Sumber daya Perdesaan dan strategi penghidupan Rumah tangga di Provinsi DIY Pada masa Krisis (1998-2003). Disertasi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Baiquni, M. 2007. Strategi Penghidupan di Masa Krisis. Penerbit IdeAs Media, Yogyakarta.

Biressu, A. N. (2009). Resettlement and Local Livelihoods in Nechsar National Park, Southern Ethiopia. Thesis summited for Degree, University of Tromso, Norway.

[BTNK] Balai Taman Nasional Kelimutu. 2018. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Kelimutu Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur Periode 2018-2027. BTNK, Ende.

Bungin, B. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Pubik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Edisi Kedua). Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Chambers, R., & Conway, G. R. (1992). Sustainable rural livelihood: practical concepts for the 21st century. Brighton: University of Sussex, Institute of Development Studies. Dalam: IDS Discussion Paper 296.

Colchester M, Sirait M, Wijardjo B. 2003.The application of FCS principles in Indonesia: Obstacles and possibilities.

Cresswel, J. W. 2010. Research Design - Pendekatan Kualitatif, Kuantitafif, dan Mixed (Edisi Kedua). Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Dharmawan AH. 2007. Sistem penghidupan dan nafkah pedesaan: Pandangan

126

sosiologi nafkah (livelihood sociology) mazhab barat dan mazhab Bogor. Dalam Sodality.

DFID (2000): Sustainable Livelihoods Guidance Sheets. Department for International Development.

DFID. 2001. Sustainable Livelihoods Guidance Sheets Departments for International Development. www.livelihoods.org.

DFID. 1999. Sustainable Livelihood Guidence Sheets. DFID, London.

[Dirjen KSDAE]. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. 2020. Zonasi Taman Nasional Kelimutu. Jakarta.

Ellis, F. 2000. Rural Livelihood and Diversity in Developing Countries. Oxford:

Oxford University Press

Feeny D, Berkes F, McCay BJ, Acheson JM. 1990. The tragedy of the commons:

Twenty-two years later. Dalam: Human Ecology. 18 (01): 1-19.

Fridayanti, N., & Dharmawan, A. H. (2015). Analisis Struktur Dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Sekitar Kawasan Hutan Konservasi Di Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(1), 26–36.

https://doi.org/10.22500/sodality.v1i1.9388

Ghimire, K. B. (2008). Parks and people: Livelihood Issues in national Parks Management in Thailand and Madagascar. Published online on Wiley online Library.

Hardin G. 1968. The tragedy of the commons. Dalam: Science. 162(3859): 1243- 1248.

Hartoyo, D., Pambudi, K. S., & Putri, E. F. 2020. Kemitraan Konservasi Dan Masa Depan Hutan Papua. Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 22(2), 148.

https://doi.org/10.26623/jdsb.v22i2.2871

Hoang, M. Q., Hoang, T. S., Truong, Q. H. 2005. Thực trạng quản lý rừng và ảnh hưởn của nó đến sinh kế người dân miền núi Thừa Thiên Huế (Trường hợp xã Phú Vinh, huyện A Lưới, Thừa Thiên Huế, Đề tài nghiên cứu của Trung tâm phát triển nông thôn Miền Trung, Đại học Nông Lâm Huế. Status of forest management and its influence on livelihood of local people: Case study of Phu Vinh commune, A Luoi district, Thua Thien Hue province. Research of Center of development rural in Central Vietnam, Hue Universty of Agroforestry.

Jiren, T. S., Sen, L. C. and Overgaard, A. G. 2010. National parks management and Local livelihood in Ban Suk Sam Ran, Thailand. Thematic reports research, University of Copenhaghen.

127

[KLHK]. 2020a. Statistik Bidang Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Tahun 2019. Jakarta: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan.

Kollmair, M. and Gamper, St. 2002. The Sustainable Livelihood Approach. Input Paper for the Integrated Training Course of NCCR North-South.

Development Study Group. University of Zurich.

MacEwin, A., Nguyễn, T. U., Thẩm, N. D., Hà M. T., Simington, K. 2007. Sinh kế bền vững cho các Khu bảo tồn biển Việt Nam, WWF Việt Nam xuất bản.

Sustainable livelihood for marine protected areas in Vietnam. WWF Vietnam Publish.

Martopo, A., Hardiman, G., & Suharyanto, S. (2013). Strategi Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) di Kawasan Dieng (Kasus di Desa Buntu Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo). Ekosains, 5(2).

Maryudi, A. 2020. Kuliah Kebijakan Hutan Lanjut. [ppt.]. Yogyakarta: Magister Ilmu Kehutanan, UGM.

Massiri, S. D., Nugroho, B., Kartodihardjo, H., & Soekmadi, R. (2019).

Institutional sustainability of a community conservation agreement in lore lindu national park. Forest and Society, 3(1), 64–76.

https://doi.org/10.24259/fs.v3i1.5204

Massoud, M. A., Issa, S., El-Fadel, M., & Jamali, I. (2016). Sustainable livelihood approach towards enhanced management of rural resources. International Journal of Sustainable Society, 8(1), 54-72.

Masud, M. M., Kari, F., Yahaya, S. R. B., & Al-Amin, A. Q. (2016). Livelihood assets and vulnerability context of marine park community development in Malaysia. Social Indicators Research, 125, 771-792.

Morse, S., & McNamara, N. (2013). Sustainable livelihood approach: A critique of theory and practice. Springer Science & Business Media.

Nababan A. 2013. Sinergitas hukum adat dan hukum Negara dalam membentuk masyarakat tertib hukum di Indonesia. [ppt.].

Nistyantara, L. A. (2011). Manajemen Kolaborasi Dalam Rangka Resolusi Konflik Di Taman Nasional Kelimutu. Media Konservasi, 16(1).

https://doi.org/https://doi.org/10.29244/medkon.16.1.%25p

Nugraha, Y. E., & Siti, Y. E. (2020). Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Di Desa Pemo Taman Nasional Kelimutu Kabupaten Ende.

Jurnal Destinasi Pariwisata, 8(2), 169.

https://doi.org/10.24843/jdepar.2020.v08.i02.p01

128

Prayitno, D. E. (2020). Kemitraan Konservasi Sebagai Upaya Penyelesaian Konflik Tenurial dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia. Jurnal

Hukum Lingkungan Indonesia, 6(2), 184–209.

https://doi.org/10.38011/jhli.v6i2.175

Raharjo, S., Firmansyah, R., Indina, L. A., & Aliadi, A. K. D. 12 T. N. (2019).

Kemitraan Konservasi Di 12 Taman Nasional. LATIN-USAID, Bogor.

Rijanta, R. 2006. Rural Diversification in Yogyarakarta Spevial Province: A Study on Spatial Patterns, Determinans and The Consequences of Rural Diversification on the Livelihood of Rural Household. Disertasi, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta.

Rukminda, G. M., Soekmadi, R., & Adiwibowo, S. (2020). PERSPEKTIF MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN KEHUTANAN SEBAGAI SOLUSI KONFLIK TENURIAL DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG RINJANI BARAT. Media Konservasi, 25(1). https://doi.org/10.29244/medkon.25.1.17-25

Sanjay, K. 2002. Involving Indigenous peoples In Protected Area management:

Comparative Perspectives from Nepal, Thailand, and China.

Sanudin, & Awang, S. A. (2019). Evaluasi Kehutanan Sosial: Tantangan Generasi 3. Samudra Biru.

Saragih, S., Lassa, J., & Ramli, A. (2007). Kerangka Penghidupan Berkelanjutan Sustainable Livelihood Framework. Hivos–Circle Indonesia.

https://www.academia.edu/download/47712304/Kerangka_Penghidupan_Be rkelanjutan.pdf

Saragih, S. (2010). Buku Panduan Pelatihan Pengenalan Pendekatan Sustainable

Livelihood. Living on the Edge (LotE).

http://livingontheedgenigeria.blogspot.de/

Scoones, I. 1998. Sustainable Rural Livelihoods: A framework for Analysis.

Working Paper No.72.

Scoones, I. 2015. Sustainable Livelihoods and Rural Development. Penghidupan Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan (Terjemahan). Sirimorok, N.

INSISTPress, Yogyakarta.

Setyadi, A. 2006. Kemitraan dalam Pengelolaan Taman Nasional: Pelajaran untuk tranformasi kebijakan. WWF-Indonesia dan MFP Dephut DFID, Jakarta.

Sudirman, & Massiri. (2022). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pada Kawasan Konservasi (Issue June).

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.

129

Suharjito, D. 2003. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholders Lain dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Di dalam: Seminar Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) 2003;7 September 2003, Bogor.

Suharjito, D. 2011. Membangun Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Hutan Konservasi di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional “Konservasi Tumbuhan Tropika: Kondisi Terkini dan Tantangan ke Depan”, Hal. 50-56.

Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas. LIPI.

Sunderlin, W. D., Belcher, B., Santoso, L., Angelsen, A., Burgers, P., Nasi, R., &

Wunder, S. (2005). Livelihoods, forests, and conservation in developing countries: An overview. World Development, 33(9 SPEC. ISS.), 1383–1402.

https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2004.10.004 Szava, A., & Moran, M. (2007). Aboriginal Settlement.

[UN] United Nations. 2009. State of the world’s indigenous peoples. New York [USA]: United Nations. 238 hal.

White, B. N. F. 1980. Rural Household Studies in Anthropogical Perspective.

Bunga Rampai: RUral Household Studies in Asia. Singapore University Press, Singapore.

Wijayanti, R., Baiquni, M., & Harini, R. (2016). Strategi Penghidupan Berkelanjutan Masyarakat Berbasis Aset di Sub DAS Pusur, DAS Bengawan Solo. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 4(2), 133.

https://doi.org/10.14710/jwl.4.2.133-152

Winarto, Y. (2019). Sustainable Development Strategies for Eco-Culture Conservation in Kelimutu National Park, Indonesia. 156(Senvar 2018), 175–

183.

Wiratno. (2018). Sepuluh Cara baru Kelola Kawasan Konservasi di Indonesia:

Membangun “Organisasi Pembelajar.” Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, 18–38.

http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/10_Cara_Baru Kelola KK.pdf WWF-Indonesia, MFP Dephut DFID. 2006. Kemitraan Dalam Pengelolaan Taman

Nasional: Pelajaran Untuk Transformasi Kebijakan, “proglog: Merajut Kesenjangan antara Konservasi Sumberdaya Alam dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia”. WWF-Indonesia dan MFP Dephut DFID. Jakarta.