• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghidupan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Kolaboratif Taman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.10 Penghidupan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Kolaboratif Taman

IUCN (1997) – dalam Resolusi 1.42 Tahun 1996 – menjelaskan gagasan dasar pengelolaan kolaboratif (juga disebut co-management, atau joint participatory atau multi-stakeholder management) adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumber daya, lembaga non- pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumber daya. Penelitian ini mengadopsi pendekatan penghidupan berkelanjutan untuk pengelolaan kolaboratif Taman Nasional dalam skema Kemitraan Konservasi, guna melihat capaian kegiatan Kemitraan Konservasi terkait mengatasi kerentanan dan meningkatkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat (WWF Indonesia- MFP Dephut DFID, 2006).

Pendekatan penghidupan berkelanjutan diawali dengan adanya kerentanan. Kemudian untuk mengatasi kerentanan tersebut, masyarakat melakukan aktivitas dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki dan yang dapat diaksesnya dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di sekitarnya seperti budaya, kebijakan, hukum, dan institusi. Aktivitas masyarakat dengan menggunakan sumberdaya ini disebut dengan strategi penghidupan berkelanjutan.

Strategi penghidupan berkelanjutan ini bertujuan mengatasi kerentanan yang ada untuk mewujudkan capaian penghidupan yaitu keamanan penghidupan dan keberlanjutan ekosistem/lingkungan.

Permasalahan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional identik dengan keberadaan dan kerentanan penghidupan berkelanjutan, sedangkan sasaran dan tujuan pengelolaan TN kolaboratif identik dengan capaian penghidupan yang hendak diwujudkan, komponen yang ada di dalam TN (biotik, abiotik, dan kultur) identik dengan sumberdaya penghidupan, sedangkan cara mengimplementasikan kegiatan dalam pengelolaan kolaboratif identik dengan strategi penghidupan berkelanjutan. Berikut rincian perbandingan antara penghidupan berkelanjutan dengan pengelolaan kolaboratif TN disajikan pada Tabel 2.1.

35

Tabel 2. 1 Perbandingan kerangka logis (logical frame) penghidupan berkelanjutan dengan kerangka pikir pengelolaan kolaboratif TN dalam hal ini kemitraan konservasi

Uraian Kerangka Logis (logframe) Penghidupan Berkelanjutan Kerangka Pikir Kemitraan Konservasi Masalah Berupa kerentanan (vulnerability context) yaitu situasi

perubahan terhadap penghidupan yang unsurnya berpengaruh negatif

Berupa:

- Masyarakat yang melakukan pemanfaatan pada zona/blok tradisional;

- potensi flora, fauna, sumberdaya perairan dan jasa lingkungan;

- Pemanfaatan sumber daya hutan; dan

- Kerusakan ekosistem akibat perbuatan manusia di wilayah kerjanya

Modal Berupa sumberdaya penghidupan (livelihood assets), meliputi: Berupa komponen ekosistem Taman Nasional, meliputi:

1) Sumberdaya manusia (human capital);

2) Sumberdaya alam (natural capital);

3) Sumberdaya Sosial (social capital);

4) Sumberdaya Fisik (physical capital);

5) Sumberdaya Keuangan (financial capital)

1) Abiotik 2) Biotik 3) Kultur

Dipengaruhi oleh

Organisasi dan kebijakan (structures and proccess) Dipengaruhi oleh:

1) Struktur: pengaruh institusi pemerintah dan swasta serta kegiatan yang mereka laksanakan terhadap penghidupan masyarakat;

2) Proses: langkah dan kegiatan, apa dan bagaimana yang dilakukan lembaga tersebut (hukum, kebijakan, kebudayaan, lembaga)

1) Kebijakan 2) Peraturan

3) Adat istiadat/kearifan lokal

Sumber: Chambers and Conway (1991), Scoones (1998), DFID (1999), Ellis (2000), Permenhut No.P.19 Tahun 2004, Saragih dkk (2007), PermenLHK No.44 Tahun 2017, Perdirjen KSDAE Nomor 6 Tahun 2018, Wijayanti (2017)

36 Lanjutan Tabel 2.1 Logframe

Uraian Kerangka Logis (logframe) Penghidupan Berkelanjutan Kerangka Pikir Kemitraan Konservasi Aktivitas Strategi Penghidupan (livelihood strategies): jangkauan dan

kegiatan apa yang dilakukan untuk mewujudkan berbagai tujuan penghidupan

Implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pemulihan ekosistem (Perdirjen No.6 Tahun 2018) yang dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan

Hasil Capaian penghidupan (livelihood outcomes), meliputi: Tujuan dan sasaran kemitraan konservasi, yaitu:

1) Keamanan penghidupan (tingkat pendapatan, pendapatan yang stabil, beradaptasi dengan tekanan dan goncangan, pencapaian kesejahteraan, keamanan pangan, tingkat resiko, musiman, berkurangnya kerentanan)

2) Keberlanjutan ekologis/alam (kualitas lahan, air, padang penggembalaan, hutan, keanekaragaman hayati, menjamin penghidupan generasi berikutnya, memelihara kapabilitas dan aset-aset penghidupan yang dimiliki, penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan).

Mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka penguatan tata kelola dan fungsi kawasan konservasi

Sumber: Chambers and Conway (1991), Scoones (1998), DFID (1999), Ellis (2000), Permenhut No.P.19 Tahun 2004, Saragih dkk (2007), PermenLHK No.44 Tahun 2017, Perdirjen KSDAE Nomor 6 Tahun 2018, Wijayanti (2017)

37

Dari Tabel tersebut terlihat bahwa pada dasarnya pendekatan penghidupan berkelanjutan masyarakat dengan pengelolaan kolaboratif TN dalam skema kemitraan konservasi memiliki banyak kemiripan. Hal yang membedakan adalah istilah, sudut pandang, dan cara klasifikasi terhadap unsur-unsur penyusunnya.

Misal dalam penghidupan berkelanjutan terdapat istilah sumberdaya penghidupan yang terdiri dari sumber daya manusia, alam, sosial, fisik, dan finansial, sedangkan di dalam pengelolaan kolaboratif TN dikenal dengan istilah abiotik (terdiri dari air, tanah, dan udara, dll), biotik (terdiri dari flora dan fauna), dan culture (yaitu perilaku atau aktivitas manusia). Apabila dicermati maka kedua hal tersebut secara substansi sebenarnya sama.

Selain perbandingan kerangka kerja penghidupan berkelanjutan dengan kerangka pikir proses pengelolaan DAS, dapat pula dibandingkan dengan prinsip (Tabel 2.2) serta konsep keberlanjutan diantara keduanya (Tabel 2.3)

Tabel 2. 2 Perbandingan Prinsip Penghidupan dengan Pengelolaan Kolaboratif TN dengan skema Kemitraan Konservasi (KK)

Prinsip Penghidupan Berkelanjutan Prinsip Pengelolaan Kolaboratif TN (KK)

 Manusia sebagai fokus utama pembangunan (People-Centered)

 Memahami penghidupan secara menyeluruh (Holistic)

 Merespon dinamika penghidupan masyarakat (Dynamic)

 Mengoptimalkan potensi

masyarakat (Building on Strengths)

 Menyelaraskan kebijakan makro dan mikro (Macro-Micro-Links)

 Mewujudkan keberlanjutan penghidupan (Sustainability)

 Mendorong Kemitraan di setiap tingkatan (Partnership)

 Memprioritaskan pengentasan kemiskinan (Poverty-Focused)

 Masyarakat sebagai mitra dalam perjanjian kerjasama

 Melibatkan multipihak, koordinatif, menyeluruh dan berkelanjutan

 Bersifat adaptif terhadap dinamika dan fenomena masyarakat sekitar kawasan, serta kondisi lingkungan

 Kerjasama dengan prinsip saling menghargai, saling percaya, dan saling menguntungkan

 Pemanfaatan sumberdaya dengan mempertimbangkan nilai konservasi

 Mewujudkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat

 Memprioritaskan ketergantungan masyarakat dan menciptakan mata pencaharian alternatif

Sumber: DFID (1999), Ellis (200), Permenhut No.P.19 Tahun 2004, Saragih dkk (2007), Permen LHK No.44 Tahun 2017, Perdirjen KSDAE No 6 Tahun 2018

38

Tabel 2.3 Perbandingan konsep keberlanjutan dalam penghidupan berkelanjutan dengan pengelolaan kolaboratif TN dalam skema kemitraan konservasi

Konsep Keberlanjutan Penghidupan Berkelanjutan

Konsep Keberlanjutan Pengelolaan Kolaboratif TN

 Keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability)

 Keberlanjutan ekonomi (economic sustainability)

 Keberlanjutan sosial (social sustainability)

 Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability)

 Keberlanjutan lingkungan (ekologi)

 Keberlanjutan ekonomi

 Keberlanjutan sosial

 Keberlanjutan kelembagaan

Sumber: Scoones (1998), DFID (1999), Ellis (2000), Saragih dkk (2007), Dephut (2011), Permenhut No.P.19 Tahun 2004, Permen LHK No.44 Tahun 2017

Berdasarkan perbandingan-perbandingan tersebut, banyak terdapat kesamaan diantara penghidupan berkelanjutan dengan pengelolaan kolaboratif TN dalam skema kemitraan konservasi. Dengan demikian diharapkan pendekatan berkelanjutan dapat menjadi salah satu pendekatan yang tepat untuk pengelolaan kolaboratif TN.

Unit analisis perlu diperhatikan dalam pendekatan penghidupan berkelanjutan untuk pengelolaan kolaboratif TN dalam skema kemitraan konservasi. Pengelolaan TN membatasi area pengelolaan berdasarkan zonasi, sedangkan penghidupan berkelanjutan lebih menggunakan batas administrasi maupun non fisik lainnya. Dalam konteks pengelolaan kolaboratif TN berbasis pemberdayaan masyarakat, dengan hasil analisis perkembangan wilayah desa penyangga yang digabungkan dengan kriteria penetapan desa-desa prioritas, diharapkan pengelolaan kolaboratif TN dapat dimulai dengan pengembangan desa- desa potensial.

Pendekatan penghidupan berkelanjutan dalam pengelolaan kolaboratif TN telah menjadi pedoman beberapa pengelolaan TN yang ada di Indonesia. Namun dengan adanya Perdirjen KSDAE Nomor 6 Tahun 2018 tentang kemitraan konservasi, memberikan warna dalam pengelolaan kawasan TN. Nilai tambah pendekatan penghidupan berkelanjutan untuk pengelolaan kolaboratif TN karena pendekatan tersebut memandang manusia sebagai subjek pembangunan yang

39

memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan aset yang dimiliki dan yang dapat diakses untuk pengelolaan sumberdaya alam dan melangsungkan hidupnya serta mempertimbangkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam (Saragih dkk, 2007). Dengan keberlanjutan sumber daya alam maka keberlanjutan penghidupan akan terjamin (Chambers dan Conway, 1991). Disamping itu, pendekatan ini pantas diadopsi karena: (1) pendekatan penghidupan berkelanjutan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup manusia sebagai pemanfaatan sumberdaya hutan di dalam kawasan TN pada saat ini tanpa mengorbankan/mengabaikan kepentingan generasi mendatang; (2) perlunya menggabungkan pengelolaan kolaboratif TN, yaitu berbasis aset yang dimiliki masyarakat, untuk pembangunan pedesaan dan konservasi sumberdaya di dalam kawasan TN; (3) pengelolaan TN kolaboratif dapat menjadi unit penting program pembangunan pedesaan, misalnya dalam konteks pertanian, pendekatan penghidupan untuk pengelolaan kolaboratif TN dapat digunakan untuk mendukung peningkatan ketahanan pangan pedesaan dan pendapatan melalui pengelolaan terpadu; (4) aset alam dalam kawasan TN berupa lahan, air, dan ekosistem pendukungnya menghubungkan secara jelas antara pengelolaan TN kolaboratif dan mata pencaharian.

40