ANALISIS DAN PROYEKSI
4.3 Analisa Data Dan Informasi
4.3.1 Analisis pembangunan kehutanan
Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menciptakan model pengelolaan hutan yang optimal efisien dan lestari adalah pembentukan kelembagaan pengelolaan hutan langsung ditingkat tapak yaitu dengan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) pada setiap fungsi kawasan hutan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo PP No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan menjelaskan bahwa Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat (KPH) adalah wilayah unit terkecil pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Setiap fungsi pokok kawasan hutan terdiri dari fungsi hutan konservasi, fungsi hutan lindung, dan fungsi hutan produksi terbagi dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, dan pemerintah provinsi. KPH dipimpin oleh Kepala KPH sebagai pimpinan, pemegang kewenangan, dan penanggung jawab pengelolaan hutan dalam wilayah yang dikelolanya di tingkat tapak.
Program–program kegiatan perhutanan sosial yang telah dilaksanakan di wilayah KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI hingga Tahun 2018 ini adalah kegiatan berupa Pengelolaan Hutan Berbasis
IV- 8 Masyarakat (PHBM) berupa 1 (satu) Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan 5 (empat) Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pemegang izin HTR yaitu Koperasi Produsen Mandiri Maju Bersama dengan luas 403,70 Ha di Desa Rantau Benar, Kecamatan Renah Mendalu. Untuk HKm antara lain : Kelompok Tani Runai Jaya dengan luas 222 Ha berada di Desa Rantau Benar, Kecamatan Renah Mendaluh; Koperasi Produsen Tani Hutan Karya Putra Mendaluh; dengan luas 1.597 Ha di Desa Muara Danau Kecamatan Renah Mendaluh; KTH Hulu Lumahan Letari dengan luas 106 Ha di Desa Sungai Penobann, Kecamatan Batang Asam; dan KTH Panoban Lestari dengan luas 197 Ha di Desa Sungai Penoban, Kecamatan Batang Asam. Terdapat juga HKm KTH Mahau Lestari dengan luas 172 ha yang berada di Desa Sunagi Penoban, Kecamatan Batang Asam.
Terdapat berbagai kegiatan yang telah ada dan akan berjalan di kawasan KPHP dimana kegiatan tersebut merupakan kegiatan kerjasama antara KPHP dengan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : kegiatan yang sudah berjalan berupa kegiatan pengamanan hutan dan patroli pencegahan dan pemadaman awal kebakaran hutan dan lahan dimana sumber dana berasal dari APBN/BPHP Wilayah IV Jambi, kegiatan sosialisasi perhutanan sosial dimana sumber dananya berasal dari pihak ketiga yaitu Yayasan CAPPA, serta kegiatan rutin berupa patroli dan pemasangan papan-papan larangan yang bekerjasama dengan Yayasan Konservasi Ekosistem Hutan Sumatera (KEHUS) dan Dinas Kehutanan. Kegiatan selanjutnya yang direncanakan yaitu kegiatan sosialisasi dampak kerusakan hutan dan lahan di sekitar wilayah KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI.
Selain itu, pemberian izin pemanfaatan kawasan kepada perusahaan besar swasta juga telah diterbitkan pada wilayah KPHP terdapat 2 (dua) konsesi ijin di hutan produksi berupa Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) yaitu PT. Wirakarya Sakti seluas 61.828,59 Ha dan PT. Rimba Hutani Mas seluas 9.852,01 Ha. Sebelumnya juga terdapat IUPHHK-HTI PT. Wana Teladan, akan tetapi izinnya
IV- 9 sekarang sudah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sekarang seluruh areal dirambah oleh masyarakat. Selain IUPHHK-HT, sebelumnya di areal kawasan KPHP juga terdapat Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) yaitu PT.
Hatma Hutani dan sekarang IUPHHK-HA tersebut sudah berakhir masa berlakunya dan areal yang ditingggalkan relatif tidak terjaga.
Selain perizinan pemanfaatan kawasan hutan, pada wilayah kelola KPHP terdapat Izin Pinjam Pakai Penggunaan Kawasan Hutan (IPPKH) yaitu CV. Chandra Jaya (2,0934 Ha), PT. Permata Energi Resource (136,18 Ha), dan PT. Transportasi Gas Indonesia (60,8 Ha) dengan luas total keseluruhan IPPKH seluas 199,0734 ha. Di sekitar areal KPHP juga terdapat kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan lahan berupa perkebunan kelapa sawit antara lain : PT. Bukit Kausar yang berada di Kecamatan Renah Mendaluh dan Kecamatan Batang Asam dengan luasan 4.821,98 Ha; PT. Dasa Anugra Sejati yang berada di Kecamatan Batang Asam, Kecamatan Merlung dan Kecamatan Tungkal Ulu dengan luasan 8.991,71 Ha; PT. Ratna Seruni yang berada di Kecamatan Batang Asam dengan luasan 480,00 Ha; PT. Alam Berajo yang berada di Kecamatan Renah Mendaluh dengan luasan 850,00 Ha; PT. Inti Indo Sawit Subur yang berada di Kecamatan Merlung dan Kecamatan Renah Mendaluh dengan luasan 4.556,85 Ha ; PT. Aneka Multi Kerta yang berada di Kecamatan Batang Asam dan Kecamatan Tungkal Ulu dengan luasan 507,21 Ha; dan PT. Produk Sawit Indo Jambi dengan luasan 274,60 Ha.
Sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang telah terbentuk ditambah dengan adanya perusahaan swasta dan masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat yang berada di sekitar kawasan akan dimanfaatkan oleh KPHP untuk menuju pengelolaan kawasan hutan lestari dan masyarakat sekitar KPHP menjadi masyarakat yang sejahtera di tingkat tapak.
IV- 10 4.3.2 Analisis kelembagaan
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jambi Nomor 33 Tahun 2017 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Pada Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bahwa struktur organisasi UPTD KPHP terdiri dari Kepala UPTD KPHP; Kelompok Jabatan Fungsional; Sub Bagian Tata Usaha; Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan; Seksi Perlindungan, Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Pemberdayaan Masyarakat; dan Resort-resort. Pada Pergub tersebut Resort belum diatur secara jelas terutama menyangkut masalah kewenangan, pembagian wilayah dan personil-personil yang membantu kegiatan Kepala Resort, maka untuk memperkuat organisasi resort perlu di perjelas dan di pertegas kewenangan dan wilayah kerjanya.
Permasalahan sumberdaya manusia yang masih dihadapi oleh KPHP dalam hal kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia serta sebaran umur pengelola KPHP. Sumberdaya manusia KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XV, XVI dan XVII terdiri dari 22 orang atau 70,96%
merupakan lulusan SLTA/sederajat dan 9 orang atau 29,03% merupakan lulusan Starta 1. Dari total 31 orang pegawai KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XV, XVI dan XVII menempati posisi jabatan antara lain : 1 orang kepala KPHP; 1 orang Kasubag Tata Usaha; 1 orang Kasi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan; 1 orang Kasi Perlindungan, KSDAE dan Pemberdayaan Masyarakat, 8 orang fungsional umum; 6 orang Polhut;
dan 13 orang merupakan Bakti Rimbawan. Sebaran keahlian masing- masing pengelola juga belum memenuhi kebutuhan KPHP yang diarahkan menjadi pengelola mandiri di tingkat tapak.
Oleh karena itu, untuk mencapai pengelolaan mandiri dan status Badan Layanan Umum, maka dalam 10 tahun pertama diperlukan beberapa pengembangan dan realokasi pemenuhan sumberdaya manusia sebagai berikut:
1. SDM fungsional perencanaan. SDM ini bertugas untuk menangani bidang kerja inventarisasi, pemetaan, tata hutan mikro, penyiapan
IV- 11 sistem informasi manajemen, penyusunan rencana bisnis, penyusunan rencana penerapan PPKBLUD.
2. SDM fungsional pengelolaan kemitraan masyarakat. SDM ini menangani bidang kerja penyiapan ruang kelola untuk masyarakat di dalam areal kerja KPH, penyelesaian ketegangan dan konflik, penataan hubungan kerja dengan pengelola HKm, HD, HTR dan kemitraan, penataan stuktur organisasi dan hubungan tata kerja dengan pengelola Perhutanan sosial.
3. SDM fungional untuk penyiapan pengelolaan kelas perusahaan
4. SDM fungsional untuk penyiapan bisnis KPH termasuk membuka peluang investasi dan pasar bagi produk dan jasa kehutanan yang dikelola di KPH. SDM ini sekaligus diminta untuk dapat segera mewujudkan pemasaran produk KPHP baik HHBK maupun jasa lingkungan agar KPH mampu beroperasi secara mandiri.
5. SDM yang berdedikasi untuk memelihara hubungan kerja antara KPH dengan pemegang izin.
6. SDM manajerial untuk peguasaan resort, penguasaan manajemen konservasi dan perlindungan, serta pemulihan fungsi kawasan (rehabilitasi, reklamasi).
7. SDM perkantoran untuk menyelesaikan tugas di bidang kerja tata- usaha, bidang kerja sarana-prasarana, dan bidang kerja keuangan 4.3.3 Analisis potensi kawasan
a. Potensi flora
Kawasan hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Tanjung Jabung Barat Unit XVI merupakan hutan dengan tipe hutan dataran rendah. Tipe hutan dataran rendah memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi termasuk flora, dan memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis tanaman baik tanaman pangan, tanaman buah-buahan maupun tanaman obat- obatan. Beberapa famili yang umum ditemukan pada ekosistem ini antara lain Dipterocarpaceae, Lauraceae, dan Myrtaceae.
IV- 12 Hasil analisis vegetasi pada wilayah di KPHP yang dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIII Pangkal Pinang (2018) didapatkan bahwa potensi kayu dan jenis kayu yang ditemukan masih cukup banyak.
Hasil inventarisasi menunjukan bahwa masih ditemukan 96 jenis pada stadia pohon dengan rata-rata kerapatan 126,28 pohon per hektar. Stadia tiang masih ditemukan 82 jenis dengan kerapatan 932,01 tiang per hektar. Stadia pancang masih ditemukan 70 jenis dengan kerapatan 1.382,66 pancang per hektar dan 69 jenis semai dengan kerapatan 5.490,83 semai per hektar.
Berbagai jenis species penting penyusun hutan hujan tropis juga masih banyak ditemukan antara lain medang dengan kerapatan 13,46 pohon per hektar; meranti dengan kerapatan 17,59 pohon per hektar; kelat dengan kerapatan 10,25 pohon per hektar; tapus dengan kerapatan 5,53 pohon per hektar;
balam dengan kerapatan 7,43 pohon per hektar; mempening dengan kerapatan 6,33 pohon per hektar.Hasil inventarisasi ini menunjukkan bahwa jenis species dan famili dari vegetasi yang umum tumbuh dan ditemukan pada ekosistem hutan dataran rendah masih ditemukan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekosistem hutan di KPHP masih dalam kondisi cukup baik.
Selain itu, berbagai jenis pohon tropis penghasil hasil hutan bukan kayu juga masih cukup banyak ditemukan antara lain: tampui dengan kerapatan 8,81 pohon per hektar; jelutung dengan kerapatan 0,70 pohon per hektar; cempedak dengan kerapatan 0,50 pohon per hektar; kedondong dengan kerapatan 2,21 pohon per hektar; petai dengan kerapatan 0,70 pohon per hektar; manggis dengan kerapatan 0,10 pohon per hektar;
rambutan hutan dengan kerapatan 0,10 pohon per hektar.
IV- 13 Species-species tumbuhan hutan yang ditemukan pada wilayah kelola KPHP merupakan aset penting dalam pengelolaan KPHP. Kawasan hutan KPHP dapat dijadikan pusat dan sumber plasma nutfah ekosistem hutan tropis.
Keragaman plasma nuftah ini menjadi sangat penting karena semakin terbatasnya ekosistem hutan tropis yang masih baik dan sejalan dengan peningkatan kebutuhan benih dan bibit species hutan untuk kegiatan restorasi ekosistem hutan yang rusak di Indonesia.
b. Potensi fauna
Hasil inventarisasi dan pengamatan terhadap keragaman fauna diperoleh bahwa setidaknya kawasan KPHP merupakan habitat dari jenis mamalia dan species yang masuk dalam kelompok aves (burung).
Berdasarkan status konservasinya, terdapat satu species yang masuk dalam kategori Critically Endangered (CR)/Kritis seperti jenis rangkong gading (Buceros vigil), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), trenggiling (Manis javanica), dan orang utan sumatera (Pongo abelii); Endangered (EN)/Terancam seperti jenis tapir (Tapirus indicus), siamang (Symphalngus syndactylus) dan simpai (Presbytis melalophos); seperti jenis elang bondol (Haliastur indus), elang ular (Spilornis cheela), enggang papan (Buceros bicornis), rangkong badak (Buceros rhinoceros), bajing tanah (Lariscus hosei); Vulnerable/Rentan : seperti jenis beruang madu (Helarctos malayanus), bubut alang-alang (Centropus bengalensis), rusa sambar (Rusa unicolor), dan beruk (Macaca nemestrina); Least Concern/Resiko Rendah seperti tupai (Tupaia javanica), kancil (Tragulus kanchil), bajing terbang (Lomys horsfieldii), bajing darat (Callociurus notatus), cucak rumbai (Pycononotous eutilotus), pelatuk (Dryocopus javensis), puyuh (Coturnix coturnix), kucica
IV- 14 (Copsychus saularis), landak (Hystric brachyura), alap-alap (Falco berigora), srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), kijang (Muntiacus muntjak), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), julang emas (Rhyticeros undulatus), kerangkeng (Anthracocerus albirostris), raja udang (Alcedo atthis). Selain itu terdapat juga orang utan sumatera yang dikelola di blok khusus dalam kawasan KPHP.
Nilai konservasi dari masing-masing jenis tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk meningkatkan nilai tawar kawasan hutan. Selain itu, potensi ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ekowisata dalam kegiatan pengelolaan KPHP. Secara ringkas status dilindungi satwa liar yang terdapat di dalam wilayah KPHP dapat dilihat pada Tabel 2.28.
c. Potensi hasil hutan bukan kayu
Dari hasil inventarisasi di Wilayah KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI ditemukan hasil hutan bukan kayu berupa rotan yeng terdiri dari beberapa jenis yaitu rotan cacing, rotan semut, rotan segitiga, dan rotan cabang dan jernang.
Selain itu terdapat juga kelompok penghasil buah yaitu durian hutan dengan kerapatan 0,80 pohon per hektar; cempedak dengan kerapatan 0,50 pohon per hektar; kedondong dengan kerapatan 2,21 pohon per hektar; manggis hutan dengan kerapatan 0,10 pohon per hektar; dan rambutan hutan dengan kerapatan 0,10 pohon per hektar. Selain itu terdapat species penghasil getah seperti jelutung dengan kerapatan 0,70 pohon per hektar.. Manggis hutan merupakan salah satu species penting untuk diidentifikasi lebih lanjut karena manggis hutan khususnya Garcinia malacenssis merupakan species penting untuk kegiatan pemuliaan manggis. Selain itu potensi madu juga dapat dikembangkan di wilayah KPHP.
Hasil hutan bukan kayu yang penting juga adalah benih dan bibit. Potensi pohon induk berbagai spesies penting
IV- 15 penyusun ekosistem hutan tropis dalam menyediakan bibit dari berbagai sumber bahan tanaman baik dari benih maupun sumber bahan tanaman lain harus diperhitungkan dan dikelola sebagai hasil hutan bukan kayu. Potensi besar sebagai penghasil benih dan bibit ini harus dimanfaatkan selain dengan tujuan peningkatan pendapatan pengelolaan kawasan juga untuk memenuhi kebutuhan bibit kegiatan rehabilitasi dan restorasi ekosistem hutan tropis yang rusak akibat perambahan, illegal logging dan kebakaran hutan dan lahan.
Hasil inventarisasi menunjukan bahwa kerapatan berbagai jenis species penting penyusun hutan hujan tropis juga masih banyak ditemukan. Kerapatan tingkat tiang dan pohon dari berbagai species tersebut disajikan pada tabel 2.26 dan 2.27.
d. Potensi ekowisata dan jasa lingkungan
Wilayah pengelolaan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI masih memiliki beberapa hamparan kawasan alami, dimana kekayaan hayatinya baik, flora maupun faunanya masih terjaga dengan cukup baik. Kekayaan hayati tersebut selanjutnya berpotensi untuk dijadikan kawasan ekowisata, yang tentunya akan memberikan nilai tambah bagi pengelolaan KPHP. Beberapa potensi jasa lingkungan/ekowisata adalah air terjun Lengkinai, air terjun Lingkis, air terjun Mahau dan air terjun Sungai Alo yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata alam, pemanfaatan air bersih, fungsi perlindungan dan keanekaragaman hayati. Selain itu terdapat sungai Pengabuan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai jasa aliran air.
e. Potensi sosial ekonomi dan budaya
Kondisi masyarakat yang berada di sekitar wilayah KPHP Tanjung Jabung BaratUnit XVI sangat tergantung pada kondisi hutan yang ada terutama yang berkaitan dengan fungsinya sebagai daerah tangkapan sumber air untuk
IV- 16 kebutuhan rumah tangga dimana beberapa kecamatan di sekitar wilayah KPHP belum memiliki sarana/sumber air bersih yang memadai. Hutan juga menyediakan sumber energi (kayu bakar) bagi sebagian penduduk. Potensi pengembangan KPHP diharapkan dapat memperluas kesempatan kerja dan usaha masyarakat sekitar hutan.
Masyarakat desa di sekitar KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI yang bermata pencaharian di bidang pertanian/perkebunan dengan komoditi utama sawit, pinang, kopi dan karet sedangkan untuk tanaman kehutanannya masyarakat memilih tanaman kayu-kayuan yang berumur pendek. Berdasarkan penuturan masyarakat, tanaman kehutanan diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan bangunan dan pertukangan.
Faktor pertambahan penduduk, kondisi ekonomi, dan budaya masyarakat akan berdampak langsung terhadap pengelolaan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI. Secara spesifik, analisis terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar kawasan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI adalah :
1. Pertumbuhan jumlah penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan “per waktu unit” untuk pengukuran.
Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah kependudukan pada khususnya. Di samping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi, penduduk juga akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara maupun dunia.
IV- 17 Di kawasan KPHP Unit XVI Kabupaten Tanjung Jabung Barat, pertumbuhan penduduk dalam kurun waktu 2010-2015 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari persentase pertumbuhan penduduk masing-masing kecamatan yang memiliki pengaruh atau berinteraksi dengan kawasan hutan adalah bernilai positif. Dalam kurun waktu 2010-2015, laju pertumbuhan penduduk di tujuh kecamatan yang di Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang berdekatan dengan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI adalah sebesar 2,16%. Perhitungan pertumbuhan penduduk di sekitar kawasan kelola KPHP disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Pertumbuhan Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun 2010, 2015, dan 2016 di Kecamatan Sekitar KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI
Kecamatan
Tahun
2010 2015 2016
Tungkal Ulu 12.586 13.030 13.272
Merlung 15.302 16.230 16.725
Batang Asam 23.728 27.696 29.539
Tebing Tinggi 34.164 40.395 43.353
Renah Mendaluh 11.828 13.499 14.241
Muara Papalik 10.307 11.174 11.498
Senyerang 23.404 23.099 23.509
Total 131.319 145.123 152.137
Sumber : Kabupaten Tanjung Jabung Barat Dalam Angka, 2017
2. Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Semakin berkembangnya peradaban budaya, ilmu, dan teknologi dituntut individu masyarakat untuk menempuh jenjang sekolah yang lebih tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, menambah keterampilan dan pengalaman, interaksi sosial terhadap indivudu masyarakat lain lebih intens dimana poin-poin ini menjadi modal untuk dapat
IV- 18 mengembangkan diri agar lebih baik di masa yang akan datang.
Di kawasan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI dalam kurun waktu 2014 – 2016, terjadi pertambahan anak usia sekolah dilihat berdasarkan kkelas umur. Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir masyarakat terutama para orangtua sudah semakin maju. Para orang tua menginginkan anak-anak mereka memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dari mereka sehingga kelak anak- anak mereka memiliki kehidupan lebih layak.
Tabel 4. 5 Angka Partisipasi Sekolah Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2014-2016
3. Kondisi Ekonomi - Tingkat pendapatan
Pendapatan rumah tangga merupakan penghasilan dari seluruh anggota keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama ataupun perorangan dalam rumah tangga. Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi, dimana semakin tinggi tingkat pendapatan maka konsumi juga akan semakin tinggi Karena tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk memenuhi aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar, bahakan bisa menjadikan pola hidup menjadi konsumtif. Terciptanya peluang kerja/mata pencarian baru akan menyebabkan erjadi banyaknya variasi
Umur Tahun)
Tahun
2014 2015 2016
5-9 99,40 100,00 99,65
10-14 91,10 95,79 95,39
15-19 71,76 64,69 77,45
Jumlah 262,16 260,48 272,49
IV- 19 pekerjaan dan memberikan peluang usaha dimasa yang akan datang sehingga tingkat pendapatan penduduk di sekitar kawasan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XV Iakan meningkat.
- Keragaman Mata Pencaharian
Adanya kegiatan pengelolaan kawasan hutan,terutama pada tingkat tapak oleh KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI berupa pengembangan kawasan hutan sebagai tempat wisata, maka dapat diestimasikan bahwa daerah sekitar kawasan hutan memiliki potensi pengembangan usaha lebih beragam. Misalnya :tenaga kerja dalam progam dan kegiatan KPHP, karyawan KPHP, penyediaan sarana home stay bagi para pengunjung (peneliti, wisatawan domestik dan mancanegara, lembaga/instansi terkait), agrofestry guide (pemandu kawasan hutan), pedagang, supir/ojek, dan lainnya. Selama ini mata pencarian penduduk di sekitar wilayah KPHP adalah sebagai sebagian besar sebagai petani, nelayan, pedangang, hanya sedikit sebagai buruh tani dan pegawai negeri sipil (Gambar 2.25). Hal ini diasumsikan secara positif bahwa dengan adanya kawasan ekowisata di wilayah KPHP kelak dapat menciptakan keanekaragaman matapencaharian terutama bagi penduduk sekitar kawasan hutan.
4. Kondisi Budaya
Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di kawasan KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI maka juga diiringi dengan perubahan-perubahan aspek terkait khususnya aspek budaya, seperti :
- Etnis dan Suku yang Lebih Beragam
Secara umum keragaman etnis dan suku yang terdapat di suatu wilayah disebabkan oleh kondisi
IV- 20 geografis suatu wilayah. Perpindahan masyarakat dari suatu tempat ke tempat lain dalam rangka memperoleh kehidupan yang lebih layak juga merupakan salah satu faktor keragaman etnis dan suku di suatu daerah,sehingga dalam suatu daerah tidak hanya terdapat penduduk asli namun juga terdapat penduduk pendatang. Penduduk di wilayah sekitar KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI didominasi 57% oleh penduduk asli setempat dan sisanya 43% merupakan pendatang.
Dari penduduk pendatang 80% didominasi dari suku Batak (Sumatera Utara) dan suku Jawa serta Lampung.
Jika potensi agroekowisata dan usaha bisnis lainnya yang akan dikembangkan oleh KPHP, maka diperkirakan masyarakat akan bermigrasi ke sekitar wilayah kelola KPHP.
- Pelestarian Kearifan Lokal dalam Setiap Daerah Kearifan lokal merupakan gagasan-gagasan, nilai- nilai, atau pandangan dari suatu tempat yang memiliki sifat bijaksana dan bernilai baik yang diikuti dan dipercayai oleh masyarakat disuatu tempat tersebut dan sudah diikuti secara turun menurun. Kearifan lokal memiliki beberapa ciri, antara lain : mempunyai kemampuan mengendalikan, merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budaya luar, mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya, dan mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli.
Adanya nilai kearifan lokal disuatu tempat khususnya di sekitar wilayah KPHP Tanjung Jabung Barat Unit XVI diharapkan dapat membuat masyarakat sekitar hutan bisa bersama-sama melestarikan hutan, mentaati aturan yang ada, menjadi pedoman untuk