• Tidak ada hasil yang ditemukan

CIDERA KRANIOSEREBRAL DAN MEDULLA SPINALIS

PENDAHULUAN

Cedera Kranioserebral (CK) ialah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara langsung (kerusakan primer) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder). Cedera kranioserebral tersering ialah CK tertutup yang sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu-lintas, terjatuh dari ketinggian, olahraga (tinju) dan lain-lain. Faktor risiko CK yang paling sering ialah; usia muda, minum minuman keras atau obat-obatan, sistem penunjang lalu-lintas yang kurang baik dan sistem pengaman kendaraan tidak ada atau kurang baik.

Di Amerika CK penyebab kematian nomor satu pada usia anak-anak dan remaja, diperkirakan tiap tahun ada 1.500.000 kasus CK, dan 230.000 dirawat dan selamat, angka kematian 50.000/tahun, dan lebih dari 90.000 menderita cacat kronis, 10% penderita dari jumlah diatas meninggal sebelum tiba di rumah sakit, CK berat 50% fatal. Di Indonesia CK yang terjadi sebagian besar adalah CK tertutup akibat kekerasan (rudapaksa), karena kecelakaan lalulintas, dan sebagian besar (84%) menjalani terapi konservatif dan sisanya sebanyak 16%

membutuhkan tindakan operatif. CK merupakan keadaan yang serius, karena itu setiap dokter dan tenaga medis diharapkan mempunyai ketrampilan dan pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama kepada penderita sebelum ahli saraf tiba di rumah sakit

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS) 63

didapati; perdarahan telinga (otorrhoe), perdarahan hidung (rhinorrhoe), hemotimpanum atau laserasi liang telinga luar.

post-auricular ecchymoses (Battle's sign), peri-orbital ecchymoses (Raccoon's eyes), dan ditemukan cedera saraf kranialis.

Pemeriksaan penunjang foto kepala dengan posisi basis cranii atau CT scan kepala.

3. wajah : fraktur os nasi, fraktur mandibula atau fraktur multipel.

4. jaringan otak : bisa timbul cedera fokal atau diffus (lihat gambar).

a. fokal; pada tempat cedera atau counter coup timbul edema, laserasi, perdarahan atau kontusio, sering pada lobus temporal dan frontal, biasanya multipel mungkin bilateral.

b. Diffuse; biasanya DAI (Diffus Axonal Injury) lesi terutama di daerah s u b c o r t i c a l . S t r i c h ( 1 9 6 1 ) menyatakan ada hubungan antara koma yang berlangsung lama dan gangguan respon motorik dengan degenerasi DAI.

Rhinorrhoe

Otorrhoe

Poss-auricular ecchymoses (Battle's sign)

Peri-orbital ecchymoses(Raccoon's sign)

Diffus Axonal Injury (DAI)

Lesi fokal : kontusio

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS)

64

5. Selaput otak (duramater): akibat cedera kranioserebral dapat timbul perdarahan pada epidural, subdural, ataupun sub- arachnoid.

SDH terjadi karena robeknya vena vena jembatan, sinus venosus, dura-mater atau robeknya arachnoidea, sehingga darah terkumpul diantara duramater dan arachnoid.

Perdarahan epidural terjadi karena robek-nya a. meningea media dengan atau tanpa fraktur os temporalis, 70%

perdarahan ter jadi di daerah temporal/parietal. Darah ter kumpul antara duramater-tengkorak.

Berat ringannya cedera kranioserebral ditentukan berdasarkan penurunan tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran dapat dinilai secara kwalitatif (kompos mentis, apatis, somnolen, soporous, dan koma), dan dengan cara kwantitatif menggunakan skala koma Glasgow (GCS) menilai respon motorik nilai tertinggi 6 nilai terrendah 1, respon verbal nilai tertinggi 5 dan nilai terrendah 1, dan respon visual mempunyai nilai tertinggi 4. dan nilai terrendah 1, jadi nilai GCS tertinggi 15, dan nilai GCS terendah 3.

Secara klinis berat ringannya cedera kepala

dapat dibagi menjadi (lihat tabel 1)

Table 1: Klasifikasi Cedera Kranioserebral

PENATALAKSANAAN

A. Tatalaksana Cedera Kepala dengan kesadaran baik (SKG = 15) yaitu,

1. simple head injury Ÿ Deficit neurologis (-)

Ÿ Jika ada luka, lakukan perawatan luka Ÿ Pemeriksaan rontgen hanya atas

indikasi

Ÿ Pasien dipulangkan dan keluarga diminta mengobsevasi kesadaran Ÿ Bila dicurigai adanya kesadaran

menurun saat observasi, pasien segera dibawa kembali ke RS

2. Kesadaran terganggu sesaat

Ÿ P a s i e n m e n g a l a m i p e n u r u n a n kesadaran sesaat, pada saat diperiksa pasien sudah sadar kembali.

Ÿ Buat foto kepala Ÿ Lakukan perawatan luka

Ÿ Pasien dipulangkan, keluarga diminta mengawasi kesadaran

Ÿ Bila dicurigai adanya penurunan kesadaran, pasien dibawa kembali ke RS B. Tatalaksana CK dengan kesadaran menurun

a. Cedera kranioserebral ringan (GCS 13-15)

Lm Tipe CK Kriteria

1 Minimal (SHI) GCS = 15, LOC (-), amnesia (-)

2 Ringan (CKR)

GCS = 14 atau 15, LOC < 10 menit, amnesia pasca CK < 24 jam, dapat disertai gejala klinik lain; mual, muntah, nyeri kepala atau vertigo.

3 Sedang

GCS = 9 – 13, LOC = 10 menit tetapi kurang dari 6 jam, dapat atau tidak ditemukan defisit neurologis fokal, atau amnesia pasca CK < 7 hari .

4 Berat (CKB) GCS = 5 – 8, LOC > 6 jam, defisit neurologi +, ada amnesia pasca CK > hari.

5 Kritis GCS = 3 – 4, LOC > 6 jam, ditemukan defisit neurologis.

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS) 65

Ÿ Perubahan orientasi atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal neurologis.

Ÿ Lakukan pemeriksaan fisik, rawat luka, foto kepala, istirahat baring, mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien, beri terapi simptomatis.

Ÿ Observasi minimal 24 jam di RS, nilai tanda-tanda ICH apakah ada :

b. interval lusid : masa sadar antara siuman dari pingsan setelah kecelakaan dan menurunnya kembali kesadaran.

c. tanda-tanda ICH :

Ÿ sakit kepala, muntah-muntah Ÿ kesadaran menurun

Ÿ gejala lateralisasi : pupil anisokor, reflek patologis (+)

Ÿ curiga ICH buat CT. Scan

Tatalaksana tergantung dari derajat cedera kepala, yaitu :

Cedera Kepala Ringan (Komosio Serebri) a. Tirah baring boleh pakai bantal,

lamanya disesuaikan dengan keluhan (vertigo, sefalgia), bila tidak ada keluhan boleh mobilisasi.

b. Simptomatis : anti vertigo, anti emetik, analgetika.

c. Antibiotika jika ada luka.

Cedera kranioserebral sedang (GCS 9-12) Pada keadaan ini pasien dapat mengalami g a n g g u a n k a r d i o p u l m o n e r, u r u t a n penatalaksanaan sebagai berikut;

a. periksa dan atasi gangguan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation)

b. nilai tingkat kesadaran, pupil, gejala fokal neurologis, dan cedera organ lain.

c. bila curiga fraktur leher, pasang collar cervical

d. foto kepala/leher, CT. Scan jika curiga

ICH

e. observasi fungsi vital, kesadaran, pupil dan defisit neurologisnya lainnya Cedera kranioserebral berat (GCS 3-8)

Ÿ pasien biasanya disertai cedera multipel

Ÿ biasanya disertai juga kelainan sistemik

Ÿ pasien sering dalam keadaan hipoksi, hipotensi, dan hiperkapnia akibat gangguan kardio-pulmonal, urutan tindakan menurut proritas sbb:

Resusitasi Jantung Paru dengan tindakan ABC, yaitu;

A . (Airways)

Bebaskan jalan nafas, pasang pipa orofaring/endotracheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu, pasang NGT kosongkan lambung untuk mencegah aspirasi muntahan.

B. (Breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan karena kelainan sentral, atau perifer, yaitu

* kelainan sentral; menyebabkan depresi pernafasan yang ditandai dengan pola pernafasan cheynes stoeks, hiperventilasi neurogenik atau ataksik.

* kelainan perifer; karena aspirasi, taruma dada, edema paru, emboli paru atau infeksi.

Tindakan beri O2, cari dan atasi penyebab, bila perlu pasang ventilator.

C. (Circulation)

Hipotensi dapat karena cedera otak, tapi terbanyak karena faktor extrakranial.

Hipovolemia biasanya karena perdarahan luar atau ruptura alat dalam, trauma dada disertai dengan tamponade jantung/pneu-motorak, septik syok.

D. (Disability)

Setelah resusitasi ABC, lakukan pemeriksaan

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS)

66

fisik meliputi; kesadaran, tensi, nadi, bentuk dan frekuensi pernafasan, pupil (besar, bentuk dan reaksi cahaya), defisit neurologis dan cedera extrakranial.

Pemeriksaan penunjang Ÿ Buat foto kepala dan leher Ÿ Foto lain atas indikasi

Ÿ Skaning otak dibuat bila ada fraktur tulang kranial

Pemeriksaan laboratorium

Ÿ Darah perifer; Hb, leukosit, Ht, diff count Ÿ Gula darah sewaktu, ureum dan

kreatinine

Ÿ Gas darah dan elektrolit

Ÿ Hematologist; trombosit, PT, PTT, fibrinoger dan D-dimer untuk deteksi DIC.

Tekanan intracranial (TIK), normal 0-15 mmH2O, bila didapatkan peningkatan TIK diatas 20 mmH2O harus diturunkan (lihat bab V)

Cairan dan Nutrisi

- Hari I, cairan NaCl 0.9% atau RL 1500- 2000ml

- hari II dapat dimulai makan per oral melalui NGT (bising usus positip) beri glucosa 10%, 100 cc/2jam

- Hari ke-3 diberikan susu dengan dosis spt glukosa

- Hari ke-4 dst diberikan makanan cair 2000- 3000 kalori dengan imbangan sebagai berikut (infus stop) :

Ÿ Protien 1,5-2 g/KgBB/hari.

Ÿ Lipid 10-40% dari jumlah kalori/hari Ÿ Zinc 12 mg/hari

Neurorestorasi/Rehabilitasi

Posisi baring dirubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase torak, dan geakan extrimitas secara pasif untuk mencegah pneumonia ortostatik dan dekubitus.

a. Terapi khusus :

Ÿ Mengatasi peninggian tekanan intracranial berikan manitol 20%

hiperventilasi.

Ÿ Antibiotika jika perlu misalnya pada luka robek, otorhoe, dll.

b. Rehabilitasi :

Ÿ M o b i l i s a s i b e r t a h a p d i l a k u k a n secepatnya setelah keadaan klinik stabil.

Ÿ Latihan otot diberikan bila ada kelumpuhan.

Ÿ Terapi wicara bila ada gangguan bicara.

Ÿ Terapi okupasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrews PJD. Traumatic brain injury. In Neurological Emergencies ed. By Hughes R, 3 ed, BMJ Books, 2000rd

2. Teasdale and Jennett B. Management of head injuries. Davis Company, Philadelphia, 1981

3. Zeidman SM, The Role of Surgical Intervention in Management of The Patient with Traumatic Spinal Cord Injury, American Academy of Neurology 2000, 3 PC 004-1 4. Verma A, Neuroprotective issuls in traumatic

spinal cord injury, American Academy of Neurology 2000, 3 PC. 004-15

5. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Spinal Cord Injury, Emerging Concepts, July 1, 2001

6. Tintinally JE, Keley GD, Stapezynski JS, Emergency Medicine, A Comprehensive study guide 2000, page 1645-1660

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS) 67

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS)

68