• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS) 37

MENGATASI KEJANG AKIBAT INFEKSI SSP Seizure paling sering terjadi pada meningitis akut yang telah melibatkan perenkim otak, dapat fokal atau umum. Sebagian kecil timbul sebelum dirawat dan lebih sering terjadi sewaktu perawatan. Sebenarnya seizure disebabkan oleh iritasi korteks, oleh toksin bakteri atau inflamasi meningen vaskulitis, infark otak demam tinggi, dan hipotremia. Bila seizure terjadi selama perawatan maka pemeriksaan neuro imajing diperlukan untuk evaluasi penyebab.

Keterlambatan membawa ke RS, manajeman di tempat yang tidak benar dan anggapan yang tidak masuk akal, menyebabkan gejala sisa permanen pada penderita.

Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus dilakukan bila berhadapan dengan penderita kejang:

Ÿ Siapkan infus, cegah aspirasi dengan membuat posisi lateral dekubitus

Ÿ Diazepam 10 mg.i.v, diazepam dapat diulang setiap 5 menit, disusul pemberian O2

Ÿ Siapkan alat bantu pernafasan

Ÿ Persiapkan pemeriksaan glukosa darah, elektrolit.

Sekiranya kejang berhenti maka:

Ÿ Airway dan pernafasan harus terjamin Ÿ Antikonvulsan siapkan, airway-breathing-

circulation dilakukan segera, ikuti dengan pemberian O2

Ÿ Bila kejang terus berulang, maka program terapi disesuaikan dengan manajemen status konvulsivus

Diazepam diberikan i.v, kosentrasi serum dan otak bertahan selama 10-15 detik dan efek puncak pada 8 menit kemudian. Sedanagkan pemberian oral, retkal akan bertahan antara 0,5- 3 jam.

Diazepam, 90-95% diikat protein plasma dan selain di otak juga dapat memasuki jaringan lemak. Obat ini memperlihatkan efek farmakokinetik ganda. Awalnya, waktu paruh serum dihubungkan dengan distribusi ke tubuh

dan bagian SSP. Pada fase kedua, terjadi metabolism di hepar dan diekskresikan melalui urine dengan waktu paruh eliminasi 1-2 hari.

Meskipun waktu paruh eleminasi diazepam lama, obat ini efektif untuk waktu paruh teraupetik 15 menit jika digunakan untuk mengontrol kejang (dosis 0,25 mg/kgBB).

Bila penderita masih kejang, diazepam dapat diulang 5 mg i.v. sampai maksimum 20 mg.

Setelah itu dianjurkan fenitoin 15-20 mg/kg BB i.v. lambat atau per-infus. Kecepatan pemberian fenitoin tidak boleh melebihi 200mg/menit karena risiko perubahan EKG dan aritmia. Bila terjadi kelainan ini, tetasan diperlamabat. Jika kejang masih menetap, dianjurkan perawatan ICU dengan perlakuan sesuai dengan protocol status konvulsivus.

SYOK SEPTIK

Syok septik terjadi karena interaksi kompleks sel- sel. Produk bakteri berinteraksi dengan sel pejamu dan serum protein timbul rangkaian ang dapat menyebabakan cedera sel dan kematian.

Sebenarnya yang berbahaya bukan hanya produk bakteri tetapi penyebaran dan respons pejamu yang tidak beraturan akan menyebabkan pelepasan mediator yang merusak sel.

Hipotensi dapat terjadi pada penderita meningitis dengan sepsis. Bila syok, maka penderita mengalami:

1. Hipotensi

2. Takhipnoe > 20 x /menit 3. Takhikardia > 140 x /menit 4. Oliguria

Terapi syok Septik:

Ÿ Oksigen, infuse cairan isotonik/kristoloid Ÿ Ventilasi makanik

Ÿ Antibiotik, dianjurkan broad spectrum - Bila pasien tidak ada respons dengan

guyuran cairan isotonik/kristaloid, berikan dopamin (5-10) mcg/kg/menit/iv.

- Infuse diatur sesuai dengan tekanan darah seringkali pasien memerlukan dosis

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS)

38

dopamin diatas 20 mcg/kg/menit

- Kortiko steroid dosis besar pada penelitian tidak terbukti bermanfaat

- Di luar negeri diberikan terapi anti- endotoksin antibodi

- Syok septis dengan disfungsi end organ perlu perawatan intensif di ICU

Prognosis Syok Septik :

Ÿ Tergantung kondisi penjamu, organism, antibiotic awal dan kompleks

Ÿ Kegagalan end organ meningkatkan mortalitas pada sepsis dengan syok septik - Perubahan fungsi mental dengan

manifestasi agitasi sampai koma.

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi perubahan metabolism asam amino salah satu penyebab enesefalopati.

- Hiperventilasi dengan alkalosis respirasi tampak pada sepsis stimulasi pusat ventilasi meduler oleh endotoksin dan mediator radang merupakan penyebab hiperventilasi.

- Terdapat tanda-tanda iritasi selaput meningen.

Beberapa istilah yang perlu diketahui:

Ÿ Bakterimia:terdapat bakteri viable dalam cairan

Ÿ Sepsis:respons pejamu (host) terdapat i n f e k s i d i s e r t a i d e n g a n s i s t e m i k inflammatory respons syndrome (SIRS) Ÿ Sepsis :Bila terdapat sepsis bersama

disfungsi end organ atau hipoperfusi Ÿ Syok septik:Sepsis dan hipotensi, meskipun

sudah diresisitasi cairan, masih saja terdapat perfusi jaraingan yang tidak adekuat.Patofisiologi Meningitis Akut Terjadi invansi kuman pathogen melebihi mekanisme pertahanan dan sampai dirongga subarachnoid. Setelah itu terjadi replikasi dan pelepasan sitokin proinflamatori dan toksin seluler lain. Patogenitas ditentukan oleh kapsul bakteri. Kolonisasi nasofaringeal menjadi

sumber untuk invasi local di sepanjang epitel nasofaring pada orang tanpa antibodi. Invasi ini mengakibatkan bakteremia disertai perlengketan pada epitel pleksus khoroideus diikuti oleh infeksi m e n i n g e a l d a n m e n y e b a r k e r o n g g a subarachnoid.

I n f e k s i H . I n fl u e n z a m i s a l n y a d a p a t mengakibatkan ventrikulitis dengan hasil thrombosis dari vena piamater, arteriole kortikal dan sinus venosus dengan pembentukan efusi subdural.

Umumnya kematian karena meningitis akut (bakteri) terjadi karena TTIK akibat edema serebri vasogenik yg meningkatkan permeabilitas sawar darah otak dan pembengkakan sitotoksik dengan lisis sel dari toksin yang dilepaskan oleh PMN dan bakteri menyebabkan hidrochepalus obstruktif.

Terapi meningitis akut/bakteri langsung terhadap inhibisi dan replica invasi kuman pathogen, pencegahanedema serebri dan pada kasus kasus tertentu mencegah efek sekunder dari sitokin pro inflamatori dalam rongga subarachnoid.

MEMBEDAKAN ANTARA BAKTERI, VIRUS DAN FUNGUS

Setelah diagnosis dibuat, segera dibedakan antara bakteri,virus dan fungus. Umumnya m e n i n g i t i s b a k t e r i l e b i h b e r a t d a n kecenderungan memburuk pada bakteri. Secara sistemik gejala infeksi pernafasan akut atau otogenik terjadi pada bakteri sedangkan parotitis dan diare sering mendahului meningitis virus.

Kecurigaan pada parasit dan fungus sering terjadi pada infeksi HIV. Walaupun pada meningitis ada demam disertai menggigil tetapi tanda-tanda tersebut lebih nyata pada bakteri.

Punksi lumbal merupakan penunjang yang lebih jelas untuk membedakan jenis meningitis ini.

Meningitis fungus/parasit mempunyai onset subakut,sedangkan pemeriksaan cairan serebrospinalis biasanya memperlihatkan gambaran limfosit dan sedikit PMN. Protein meningkat dan glukosa sedikit menurun < 40 mg/L.

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS) 39

LABORATORIUM

Ÿ Metode yang paling sederhana ialah dengan menggunakan pewarnaan gram pada liquor.

Cairan di sentrifuse dan sedimen dibuat pewarnaan. Test ini sangat cepat, yaitu < 15' dengan sensitifitas 25% dan spesifisitas 95%. Kemungkinan untuk menemukan bakteri bila jumlah organism 10 CFU/ml; 3

3 5

25% dan 10 -10 CFU/ml; 60% - 97% bila >

10 .5

Ÿ Test antigen bakteri

Diagnostik cepat juga adalah dengan menentukan antigen bakteri dalam likuor.

Merupakan test imunologis untuk menentukan antigen larut dalam bakteri.

Keuntungan test antigen ini cepat (0,5-1 jam) dan dapat mendiagnosis bakteri yang dikenal, sedangkan kerugian test ini tidak dapat menentukan bakteri yang jarang dan tidak dapat digunakan untuk sensitivitas antibiotik.

Ÿ Kultur bakteri

CSF diokulasikan ke plat agar darah dan plat agar cokelat. Kultur lambat, tapi dapat menentukan sensitivitas bakteri.

Ÿ Deteksi asam nukleat bakteri

Dilakukan dengan PCR dengan 2 langkah, pertama menentukan bakteri dan kemudian

menentukan reseptor RNA kuman-kuman.

Juga tidak dapat menentukan sensitifitas antibiotik.

Kesimpulan

1. Penderita infeksi SSP mempunyai prognosis buruk bila tidak segera diterapi.

2. Kejang, tekanan tinggi intrakranial, dan syok septik merupakan keadaan yang segera harus diatasi.

3. Pengobatan pada penyakit SSP harus segera dilakukan secara empiris. Perkiraan penyebab dicari setelah penderita teratasi kegawatannya dan setelah mendapat obat.

Daftar Pustaka

1. Marshall RS, Masyer SA. On call neurology:

i n c r e a s e d i n t r a c r a n i a l p r e s s u r e . 1997:p.154-64.

2. Cruz J. Neurologic and neurosurgical emergencies. 1998:p.1-34.

3. Lindsay KW, Bone I, Callender R.

Neurosurgery and illustrated 2 ed. n d

1991:p.72-100.

4. Becker K. Management of increased intracranial pressure. American academy of neurology 8AC 006-1, 2000.

5. Stapczynski JS. Shock septic. In: medicine journal vol. 2, no. 5, May 2001.

ADVANCED NEUROLOGY LIFE SUPPORT (ANLS)

40