• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri Khas Akhlak Dalam Islam

BAB III DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN

B. Pembentukan Akhlak

3) Ciri Khas Akhlak Dalam Islam

Abdurrahman, (2012:214-215) Mengemukakan ciri khas akhlak sebagai berikut:

a. Aklak tidak bisa di pisahkan dalam hukum syara,termasuk semua bentuk ketentuan hukum syara yang lain seperti khusyu adalah sifat perbuatan orang yang sedang mengerjakan shalat ,yang tidak ada pada orang di luar shalat.Jujur,Amanah dan menunaikan janji adalah sifat perbuatan orang yang melakukan muamalah (berhubungan dengan orang lain)

b. Akhlak tidak di dasarkan pada ilat sehingga tidak ada satupun ilat dalam masalah akhlak. Jujur,amanah dan menunaikan janji di perintahkan semata-mata karena hukumnya wajib menurut syariat yang kewajibannya telah di tentukan oleh dalil Al-qur‟an,bukan di sebabkan adanya ilat tertentu maka perbuatan tersebut tidak bisa di di laksanakan oleh seorang muslim karena keuntungan materi atau mengharapkan pujian orang dan sebagainya.

c. Akhlak tidak tunduk pada manfsaat tertentu .sebab,orang yang melakukan hukum akhlak kadang-kadang mendapatkan kerugian sehingga akhlak pada kondisi tertentu mestilah di lakukan walau menyakitkan diri sendiri.Akhlak seperti ini tercermin dala jiwa mereka yang rela menolong orang lain yang mungkin saja akibat dari pertolongan yang mereka lakukan akan berakibat buruk bagi mereka sepeti tim sar yang di tugaskan untuk mengefakuasi masyarakat yang terancam bahaya padahal bisa saja bahayapun akan menimpa mereka.

d. Akhlak sama seperti akidah artinya pentingnya akhlak dalam didri seseorang sama dengan pentingnya akidah karna itu sesorang yang mempunyai akhlak yang baik seperti jujur,adil,menolong orang lain dan akhlak baik lainya akan menjadi tolok ukur baiknya akidah dalam diri sesorang. Akhlak merupakan tuntunan fitrah manusia, memuliakan tamu dan membantu orang lain selaras dengan tuntutan fitrah manusia itu sendiri.

Dari beberapa uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa ciri khas akhlak merupakan keseluruhan tingkah laku menusia yang bersifat ilahiah yang di mana manusia dalam berinteraksi kepada Allah, juga sesama manusia dan alam di

sekitarnya termotifasi oleh keinginannya untuk dekat dengan Allah tanpa didorong oleh keinginan materi duniawi hal ini dipengaruhi oleh kedudkan akhlak dalam diri seseorang sama dengan kedudukan aqidah, sehingga prilak baik atau akhlak mahmuda yang di tampilkan manusia sejatinya cerminan dari aqidahnya.

71

POLA ASUH DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

A. Islam dan Pola Asuh Orangtua Dalam Keluarga 1. Peranan dan Fungsi Keluarga

Syamsu, (2012: 37-42) Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan- kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self-actualization).

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan

keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang dicintainya. Keluarga yang hubungan antaranggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai (1) pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, (2) sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis, (3) sumberkasihsayang dan penerimaan, (4) model pola perilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, (5) pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara sosial dianggap tepat, (6) pembentuk anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, (7) pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan motorik, verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, (8) stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, (9) pembimbing dalam mengembangkan aspirasi, dan (10) sumberpersahabatan/teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

Syamsu, (2012: 39-41) menguraikan beberapa hal yang terkait dengan fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologik, fungsi keluarga ini dapat diklasifikasikan ke

1) Fungsi Biologik

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi (a) pangan, sandang, dan papan, (b) hubungan seksual suami-istri, dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan (keluarga yang dibangun melalui pernikahan merupakan tempat "penyemaian"

bibit-bibit insani yang fitrah). Dalam memenuhi kebutuhan pangan, perlu diperhatikan tentang kaidah "halalan thoyyiban" (halal dan bergizi). Nilai halal sangat diutamakan, karena dalam agama sesuatu hal yang di konsumsi dari barang yang subhat akan berdamapak buruk bagi yang mengkonsumsinya.

2) Fungsi Ekonomis

Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajiban untuk menafkahi anggota keluarganya (istri dan anak). kewajiban suami memberi makan dan pakaian kepada para istri dengan cara yang ma'ruf (baik). Seseorang (suami) tidak dibebani (dalam memberi nafkah), melainkan menurut kadar kesanggupannya sehingga berapapun banyaknya nafkah yang di berikan suami atau ayah dalam membiayai kehidupan keluaraga mestilah di anggap sebagai suatu anugrah.

3) Fungsi Pendidikan (Edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai "transmiter budaya atau mediator" 'sosial budaya bagi anak.

Keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang di- selenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan". Berdasarkan pendapat dan diktum undang-undang tersebut, maka fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkutpenanaman, pembimbinganatau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

Berkaitan dengan tanggung jawab orangtua dalam mendidik anak, agama telah memberikan kaidah-kaidah yang menjadi rujukan dalam rangka mengembangkan

"waladun shalihun" (anak yang shaleh).

Di antara kaidah-kaidah agama adalah: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tauhidullah), maka pengaruh pendidikan orangtuanyalah yang membuat dia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi. Kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis baca, berenang, memanah, dan memberi rizkiyang baik. pembinaan jiwa orangtua (kewajiban bersyukur kepada Allah);

pembinaan/pendidikan kepada anak yang menyangkut aspek-aspek: iman dan tauhid (tidak memusyrikkan Allah), akhlak/kepribadian (bersyukur kepada Allah dan kepada kedua orangtua, bersikap sabar dalam menghadapi musibah, tidak bersikap sombong/angkuh kepada orang lain), ibadah (menegakkan salat, bertaubat, rajin beramal shaleh dan da'wah (memerintah atau mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan dan melarang atau mencegah orang lain berbuat kejahatan/keburukan).

mendidik anak tidak hanya sebatas anak mampu mempertahankan hidupnya, namun lebilt dari itu adalah mampu memaknai hidupnya atau memahami misi suci hidupnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi ini.

4) Fungsi Sosialisasi

Keluarga merupakan buaian atau penyemaian bagi masyarakat, masa depan dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determinant factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin), mau bekerjasama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, budaya, dan agama).

5) Fungsi Perlindungan (Protektifi)

Quraish, (2011: 169) mengemukakan bahwa tidak seorangpun yang dapat berlindung dari neraka jika siksanya dating. Karena itu, di samping berupaya dan bermohon perlindungan dari ancaman bencana duniawi juga perlindungan ukhrawi melalui membimbing keluarga, sehingga memiliki ketahanan mental serta sifat-sifat terpuji agar terhindar dari aneka ancaman itu.

Orangtua mempunyai tanggungjawab untuk melindungi anggota keluarga,

untuk mengarahkan serta membimbing anak agar memhami agama sebagai benteng bagidalam menghadapi tantangan zaman yang di warnai dengan berbagai hal yang menjerumuskan pada kerusakan.

Karena begitu pentingnya menjaga anggoat keluarga dalam islam sehingga Allah SWT berffirman dalam Qs.At-tahrim (66: 6)

















Terjemahnya:

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik psikologis) para anggotanya.

6) Fungsi Rekreatif

Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi anggotanya. Sehubungan dengan hal itu, maka keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, hubungan komunikasi yang tidak kaku (kesempatan berdialog bersama sambil santai), makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor, dan sebagainya.

7) Fungsi Agama (Religius)

mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Dalam agama islam Satu-satunya cara untuk menghindari siksa api neraka atau murka Tuhan adalah dengan beragama yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Para anggota keluarga yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki mental yang sehat, yakni mereka akan terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan atau kesejahteraan masyarakat.

Syamsu dalam Dadang Hawari (2012:41-42) “penelitian ilmiah membuktikan: (1) remaja yang komitmen agamanya lemah mempunyai risiko yang lebih tinggi (4 kali) untuk terlibat penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif) apabila dibandingkan dengan remaja yang komitmen agamanya kuat, (2) anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak religius, risiko untukterlibat penyalahgunaan NAZA jauh lebih besar dari anak yang dibesarkan dalam keluarga yang religius.Mengingat pentingnya peranan agama dalam pengembangan mental yang sehat, maka sepatutnvalah dalam keluarga diciptakan situasi kehidupan yang agamis, seperti memasang asesoris rumah dengan kaligrafi atau lukisan yang bernuansa keagamaan, salat berjamaah, menelaah kitab suci, dan berakhlakul karimah.Pengokohan penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga merupakan landasan fundamental bagi perkembanan

sebaliknya, apabila terjadi pengikisan atau erosi nilai-nilai agama dalam keluarga atau masyarakat, akan timbul malapetaka kehidupan yang dapat menjungkirbalikkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini seperti diungkapkan oleh Tarmizi Taher dalam ceramahnya yang berjudul "Peace, Prosperity, & Religious Harmony in The 21 Century: Indonesian Muslim Perspectives" (Perdamaian, Kesejahteraan, dan Kerukunan (Umat) Agama di Abad 21: Perspektif Umat Islam Indonesia) di Georgetown Amerika Serikat: "Akibat disingkirkannya nilai agama dalam kehidupan modern, kita menyaksikan semakin meluasnya kepincangan sosial, seperti merebaknya kemiskinan dan gelandangan di kota-kota besar;

mewabahnya pornografi dan prostitusi, HIV, AIDS; meratanya penyalahgunaan obat bins, kejahatan terorganisasi, pecahnya rumah tangga hingga mencapai 67%

di negara-negara modern; kematian ribuan orang karena kelaparan di Afrika dan Asia di tengah melimpahnya barang konsumsi di sebagian belahan dunia utara"

(Suara Pembaharuan: 27 November 1997).

2. Metode Mengasuh Anak Pasca Kelahiran

Abdul, (2009: 97-132) Proses kelahiran selalu diiringi dengan kepedihan dan rasa letih pada badan dan pikiran. Detik-detik lahirnya jabang bayi merupakan detik- detik paling sulit untuk kedua suami istri. Seorang wanita di saat-saat sulit ini sangat perlu untuk menghadap kepada Allah Subhânahu wa Ta‟âlâ dengan memanjatkan doa dengan segala kejujuran, ketulusan dan tobat yang sebenarnya. Maka, akan dengan cepat Allah Subhânahu wa Ta‟âlâ memudahkan proses kelahirannya dan

tersebut.

1. Azan di telinga kanan, iqamat di telinga kiri

Berkenaan dengan di azankannya bayi di telinga kanan dan aqamat di teling kiri bayi telah sampai kepada kita riwayatnya dari Ibnu Abbas:

ْت ٍَِغَحنا ٌُِرُأ ِيف ٌََّرَأ َّيِثَُّنا ٌََّأ ٍطَّاثَع ٍِْتا ٍَِع )كحيثنا ِؤس( َٖشْغُينا َُِِّرُأ ِيف َواَلَأَٔ َذِنُٔ َوَْٕي ٍّيِهَع ٍِ

Artinya:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW melantunkan adzan di telinga Al-Hasan bin Ali ketika dilahirkan, dan melantunkan iqamah di telinga kirinya. (HR. Al-Baihaqi)

Dalam islam seorang anak yang baru di kahirkan di syariatkan untuk di perdengarkan hal ini di lakukan agar yang pertama kali di dengar sang anak adalah kalimat-kalimat tauhid.

Adapun hikmah di balik azan ini adalah sebagaimana dikatakan oleh ad- Dahlawi rahimahullâh sebagai berikut:

a) Azan adalah salah satu syiar Islam;

b) Pemberitahuan tentang agama Muhammad;

c) Harus membaca azan tersebut di telinga si bayi;

setan. Dan setan ini mengganggu di awal masa kelahiran bayi. Sampai disebutkan dalam hadis bahwa tangisan bayi untuk pertama, kalinya adalah karena gangguan setan.

Ibnul Qayyim rahimahullâh menyingkap beberapa hikmah lainnya untuk dan ini. Dia katakan:

a) Agar ucapan pertama yang masuk ke dalam telinga manusia adalah kata- kata yang mengungkapkan sifat-sifat kebesaran Allah, keagungan-Nya, dan syahadat yang menjadi syarat sah masuk Islam. Itu semua menjadi seperti talqin bagi si bayi dengan syiar Islam ketika dia masuk ke dalam kehidupan dunia, sebagaimana nantinya dia juga akan di-talqin dengan tauhid ketika keluar dari dunia.

b) Harus diakui tentang sampainya dampak azan ini ke dalam hati si bayi walaupun dia tidak merasakannya. Ini masih ditambah dengan manfaat lainnya, yaitu:

c) Kaburnya setan karena mendengar azan. Sebelumnya, setan ini mengintai si bayi sampai dia dilahirkan, kemudian mengikutinya untuk menggodanya sebagai aplikasi ketentuan dan kehendak Allah Subhânahu wa Ta‟âlâ. Maka, di saat pertama kali ada keterikatan dengan si bayi ini, setan sudah harus mendengar sesuatu yang dapat melemahkannya dan membuatnya gusar.

agama Islam dan kepada beribadah kepada-Nya harus mendahului ajakan setan. Sama seperti fitrah Allah yang digariskan bagi uraat manusia, yakni selalu mendahului perubahan fitrah yang dilakukan oleh setan. Dan hikmah-hikmah terpendam lainnya.

2. Berdoa dan bersyukur kepada Allah

Berdoa dan bersyukur merupakan senjata bagi orang beriman yang akan menumbuhkan kekuatan tersendiri dalam berbagai aktifitas,hal ini di lakukan agar setiap aktifitas yang di lakukan terbingkai dalam naungan Allah sebab hanya kekutanyalah yang mampu mengubah hal sulit menjadi mudah begitupun mendoakan sang anak adalah hal yang di anjurkan dalam islam agar kelak ia tumbuh menjadi anak yang shaleh.

3. Menyuapi bayi dengan kurma

Beberapa hal yang di anjurkan islam dalam memberi makan kepada sang anak adalah sebagai berikut:

a. Disunnahkannya menyuapi bayi;

b. Meminta keberkahan kepada orang-orang saleh (yang masih hidup);

c. Disunnahkan membawa bayi kepada orang-orang saleh untuk didoakan, baik sewaktu dilahirkan maupun setelahnya;

d. Anjuran untuk bersikap baik, lembut, rendah hati dan sayang kepada anak- anak."

a. Memberikan nama bayi

Setelah bayi dilahirkan, kemuliaan dan kebaikan pertama yang diberikan kepadanya adalah menghiasinya dengan nama dan julukan yang baik. Karena, nama yang baik memiliki dampak yang positif pada jiwa dari pertama kali mendengarnya.

Ada tiga pilihan yang diberikan, menurut Imam al-Mawardi.

1) Diambil dari nama orang-orang yang berpegang teguh pada agama, seperti para nabi dan rasul serta orang-orang saleh. Ini dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhânahu wa Ta'âlâ dengan mencintai mereka, menghidupkan nama mereka, meneladani Allah Subhânahu wal Ta'âlâ dalam memilihkan nama-nama tersebut untuk para wali-Nya dan agama-Nya.

Namun, sebagian orang justru lebih suka memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama bapak moyang yang mereka agungkan, hingga hampir dianggap sebagai suatu ajaran dan memiliki kedudukan sebagai legalitas bahwa anak tersebut termasuk dalam anggota keluarga besar itu.

2) Nama yang diberikan memiliki jumlah huruf yang sedikit, ringan di lidah, mudah diucapkan dan gampang didengar.

3) Nama yang diberikan memiliki makna yang baik dan sesuai dengan si pemilik nama serta sesuai dengan status sosialnya dalam masyarakat.

Islam menganjurkan untuk mencukur rambut bagi bayi yang di lahirkan, hal tersebut yang di riwayatkan Tirmidzi sebagai berikut:

َُّعْأَس ِٗمِهْحِا ُحًَِطاَف اَي :َلاَل َٔ ٍجاَشِت ٍَِغَحنْا ٍَِع ص ِالله ُلُْٕعَس َّكَع :َلاَل ٍةِناَط ِٗتَا ٍِْت ّيِهَع ٍَْع ِحََِضِت ِٗلَّذَظَذ َٔ

َت َْٔا اًًَْْسِد َُُّ ْصَٔ ٌَاَكَف ُّْرَََصََٕف ًحَّضِف ِِِشْعَش )ٖزيشرنا ِؤس( . ٍىَْْسِد َضْع

Artinya: “

Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata : Rasulullah SAW telah ber‟aqiqah bagi Hasan seekor kambing dan bersabda, "Ya Fathimah, cukurlah rambutnya dan bersedeqahlah seberat rambut kepalanya dengan perak". Maka adalah beratnya satu dirham atau setengah dirham". (HR. Tirmidzi)

Asy-Syaikh ad-Dahiawi rahimahullâh dalam mengomentari hadis ini (tentang sebab sedekah dengan perak) mengatakan, "Seorang anak ketika berpindah dari masa janin menjadi masa bayi, itu adalah suatu kenikmatan yang patut disyukuri. Syukur paling baik yang dilakukan adalah dengan menggantinya, yaitu bersedekah. Maka, ketika rambut bayi merupakan peninggalan masa janin, mencukumya adalah pertanda dimulainya masa bayi. Saat itu Sepatutnya ditimbang untuk disedekahi dengan perak. Kemudian, menggunakan perak dalam sedekah ini dikarenakan emas cukup mahal dan tidak mungkin dilakukan selain oleh orang kaya. Sementara benda lainnya tidak akan bernilai tinggi apabila disedekahkan seberat rambut bayi.

Asy-Syaikh ad-Dahlawi rahimahullâh mengatakan, "Disunnahkan bagi orang yang mampu menyembelih dua ekor kambing agar menyembelihnya untuk anak laki-laki. Ini dikarenakan anak laki-laki lebih bermanfaat daripada anak perempuan, sehingga pantas kalau ada tambahan syukur."

istiadat bangsa Arab yang selalu melakukan aqiqah untuk anak-anak mereka.

c. Kemaslahatan dan hikmah aqiqah

Aqiqah merupakan salah satu ajaran islam yang di contohkan rasulullah SAW. Aqiqah mengandung hikmah dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya. Di laksanakan pada hari ke tujuh dalam kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan mengalirkan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Aqiqah adalah salah satu acara penting untuk menanamkan nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang masih suci dan juga sebagai sedekah.

Ibnu Qoyyim, (2007: 101) Aqikah merupakan perbuatan yang di sunnahkan dan ibadah yang di syariatkan,sebagai ungkapn syukur atas nikmat Allah yang baru di berikan kepada kedua orangtuanya. Di sana terdapat rahasia yang turun temurun menebus Ismail dengan seekor kambing yang di sembelih untuknya, dan Allah menerima tebusannya. Makah al itu menjadi sunnah bagi keturunannya. Ketika seseorang di lahirkan maka ia menebus dirinya dengan sembelihan.

Tidak di pingkiri bahwa sembelihan tersebut baginya merupakan tameng yang menjaganya dari rongrongan setan setelah di lahirkan. Demikian pula, menyebut kalimat basmalah ketika ia di lahirkan menjadi baginya dari bahaya setan.Hal lain yang sunnahkan islam adalah mengazani anak yang baru di

pertama kali di dengarkan oleh anak adalah kalimat tauhid.

Amini, (2011: 120) Aqiqah merupakan sedekah yang baik dan dapat mencegah setiap kebaikan yang akan menimpa anak.

Dengan aqiqah di harapkan sang bayi memperoleh kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.Rasululla SAW bersabda:

َلاُغ ُّمُك :َلاَل ص ِالله َلُْٕعَس ٌََّا ٍبَذُُْج ٍِْت َجَشًَُع ٍَْع َٔ ُكَهْحُي َٔ ِِّعِتاَع َوَْٕي َُُّْع ُحَتْزُذ ِِّرَمْيِمَعِت ٌحَُْيَِْس ٍو

)دٔاد ٕتا ِؤس ( ًََّٗغُي Artinya:”

Dari Samurah bin Jundab, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Tiap-tiap anak tergadai (tergantung) dengan „aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ke-7, di hari itu ia dicukur rambutnya dan diberi nama". (HR. Abu Dawud)

Kandungan hadist di atas adalah menekankan pada ummat islam untuk mengaqiqahkan dan mencukur rambut si bayi pada hari ke-7 kemudian di beri nama hal di atas di anjurkan sebagai bentuk kesyukuran bagi keluarga yang di anugrahi seorang anak.

Riwayat lain yang terkait dengan anjuran aqiqah adalah sebagaimana yang di riwayatkan At-Tirmidzi:

ْىَعََ :َلاَمَف ِحَمْيِمَعنْا ٍَِع ص ِالله َلُْٕعَس ْدَنَأَع آََََّا ٍصْشُك ّوُا ٍَْع َلا ،ٌجَذِحأَ ِحَيِساَجنْا ٍَِع َٔ ٌِاَذاَش ِوَلاُغنْا ٍَِع .

)ٖزيشرنا ِؤس( اًشاََِا ْوَا ٍَُّك اًَاَشْكُر ْىُكُّشُضَي

Dari Ummu Kurz (Al-Ka'biyah), bahwasanya ia pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang „aqiqah. Maka jawab beliau SAW, "Ya, untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

Tidak menyusahkanmu baik kambing itu jantan maupun betina". (HR.

Tirmidzi)

Ibnu Shalih, (t.thn: 24) Mengutip dalam kitab Tuhfatul Mauduud bahwa Tidak sulit untuk di mengerti bahwa salah satu hikmah yang Allah karuniakan dalam pensyariatan dan ketentuan aqiqah bahwa ia akan menjadi sebab begi keteguhan si anak dan keselamatannya yang berlangsung sepanjang hidupnya.ia terjaga dari bahaya syaitan hingga setiap anggota badan hewan aqiqah tersebut bagi setiap anggota tubuh si anak.

Beberapa hikmah di aqiqahnya anak dalam islam:

1) Sebagai pemberitahuan tentang garis keturunan dengan cara yang baik.

Karena, memang harus diberitahukan agar tidak sampai timbul suatu fitnah yang tidak dikehendaki. Juga tidak baik kiranya apabila dibawa berkeliling sambil diumumkan: "Saya punya anak!" Oleh karena itu, perlu suatu tata cara khusus seperti ini.

2) Memupuk rasa kedermawanan dan menekan sikap pelit.

3) Kaum Nasrani apabila ada anak mereka yang lahir, mereka mengusapinya dengan air berwarna kuning. Mereka sebut pembaptisan dan mereka katakan bahwa dengan pembaptisan tersebut si bayi resmi menjadi Nasrani.

4) Aqiqah dilakukan di awal kelahirannya. Ini digambarkan sebagai penyerahan si anak di jalan Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim