• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Kasus Terkait Pemeriksaan Golongan

Dalam dokumen LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATE (Halaman 71-78)

BAB III. PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ABO

3.12 Contoh Kasus Terkait Pemeriksaan Golongan

Untuk membedakan bentukan rouleaux dan aglutinasi dapat dilakukan dengan pencucian sel dengan salin atau melakukan salin replacement technic. Pada aglutiasi penambahan salin tidak menyebabkan sel terpisah sedangkan pada rouleaux formation sel akan terpisah. Pada kasus Whartons’s jelly yang juga menyebabkan pembentukan rouleaux, sel harus dicuci minimal 8 kali (Harmening et al, 2012; Mehdi, 2013).

Berikut adalah gambar sel darah merah untuk membedakan rouleaux formation dan agglutination.

Gambar 3.13 Rouleaux dan aglutination (Harmening et al, 2012).

3.12 Contoh Kasus Terkait Pemeriksaan Golongan Darah ABO

Tabel 3.6 Pemeriksaan golongan darah ulang dengan tube test

Tabel 3.7 Pemeriksaan golongan darah ulang setelah pencucian sel dan dikerjakan dengan metode tabung, inkubasi 37 o C.

Kesimpulan : Penderita golongan darah O Rh positif

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memecahkan kasus di atas antara lain:

1. telusuri diagnosis dan riwayat golongan darah pasien,

2. lakukan inkubasi pada suhu 37 oC dan pencucian eritrosit dengan larutan salin.

Hasil pemeriksaan golongan darah menunjukan adanya discrepancy antara cells grouping dan serum grouping. Aglutinasi yang positif pada cells grouping, serum grouping, bovin albumin maupun autokontrol kemungkinan disebabkan karena proses aglutinasi sudah berlangsung sebelum sampel dianalisis akibat adanya autoantibodi yang menyelimuti eritrosit pasien ataupun yang beredar dalam serum.

Munculnya aglutinasi pada semua metode pemeriksaan golongan darah kemungkinan disebabkan adanya extra antibody. Jika extra antibody tersebut bersifat cold, untuk melepaskan aglutinasi tersebut bisa dilakukan inkubasi pada 37 oC dan pencucian eritrosit dengan larutan salin. Pada pencucian sampel dengan salin dan prewarming technique (inkubasi 37o C) kemungkinan terjadi migrasi reaktivitas autoantibodi sehingga golongan darah menjadi jelas (Shaz and Hillyer, 2009).

Anti-A Anti-B Suspensi sel A Suspensi

sel B Suspensi sel O Anti-D Bovin

Albumin Autokontrol

3+ 4+ 3+ 3+ 3+ 4+ 4+ 4+

Anti-A Anti-B Suspensi

sel A Suspensi

sel B Suspensi

sel O Anti-D Bovin

Albumin Autokontrol

Negatif Negatif 3+ 3+ Negatif 4+ Negatif 4+

Kasus 2.

Laki-laki 70 tahun dengan perut membesar, pucat, berak hitam sejak 1 minggu dan sudah dirawat dengan hepatitis B sejak 3 tahun yang lalu. Dari hasil pemeriksaan golongan darah didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 3.8 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test

Anti-A Anti-B Anti-D Bovin Albumin

Negatif 4+ 4+ Negatif

Tabel 3.9 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test

Setelah dikirim sampel baru dan dilakukan pemeriksaan golongan darah ulang didapatkan hasil yang sama seperti di atas.

Hasil pemeriksaan golongan darah menunjukkan hasil cell (forward) grouping tidak sesuai atau tidak setuju dengan hasil serum (reverse) grouping. Pada cell grouping, aglutinasi 4+ dengan anti-B dan aglutinasi negatif dengan anti-A. Jika hanya berdasarkan cell grouping, maka golongan darah dapat disimpulkan golongan darah B. Pada serum grouping, aglutinasi 2+ dengan suspensi sel A, 1+ dengan suspensi sel B dan 1+ dengan suspensi sel O. Hasil pemeriksaan serum grouping sulit disimpulkan. Aglutinasi pada masing-masing suspensi sel bersifat lemah (tidak mencapai 3+ atau 4+). Jika dianggap golongan O karena aglutinasi positif pada sel A dan sel B maka tidak sesuai dengan hasil reaksi pada sel O dan cell grouping. Golongan darah yang mungkin pada pasien ini adalah golongan darah B Rh positif. Munculnya aglutinasi pada sel B dan sel O kemungkinan disebabkan adanya extra antibody yang perlu ditelusuri lebih lanjut dengan pemeriksaan skrining dan identifikasi antibodi (Nester and Aubuchon, 2011).

Anti-A Anti-B S u s p e n s i sel A

Suspensi sel B

S u s p e n s i

sel O Anti-D Bovin Albumin

Auto kontrol

Negatif 4+ +2 1+ 1+ 4+ Negatif Negatif

Kasus 3.

Hasil pemeriksaan golongan darah pasien didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 3.10 Hasil pemeriksaan golongan darah dengan slide test

Anti-A Anti-B Anti-D Bovin Albumin

Negatif Negatif 3+ Negatif

Tabel 3.11 Hasil pemeriksaan golongan darah ulang pada sampel yang sama dengan tube test

Dari hasil pemeriksaan golongan darah kesan cells grouping adalah golongan darah O dan kesan serum grouping adalah golongan darah AB. Pada kasus di atas sangat penting untuk menelusuri data pasien meliputi umur, diagnosis, dan kadar imunoglobulin jika memungkinkan.

Umur pasien merupakan faktor yang paling penting karena konsentrasi antibodi ABO rendah pada bayi yang baru lahir dan penderita usia lanjut. Data diagnosis pasien juga penting karena penurunan konsentrasi antibodi ABO juga dapat disebabkan oleh beberapa kondisi patologis seperti pada kasus Chronic lymphocytic leukemia, Congenital hypergammaglobulinemia atau Acquired hypogammaglobulinemia, Congenital agammaglobulinemia atau aquired agammaglobulinemia, Immunosupressive therapy, Bone marrow transplant dan Multiple myeloma (Blaney and Howard, 2013).

Ada pun penanganan lanjutan yang bisa dilakukan untuk menentukan golongan darah pasien adalah melakukan inkubasi serum grouping pada suhu ruang selama 15-30 menit. Selanjutnya lakukan sentrifugasi dan baca apakah ada aglutinasi atau tidak (Blaney and Howard, 2013).

Anti-A Anti-B Suspensi sel A

Suspensi sel B

Suspensi

sel O Anti-D Bovin Albumin

Auto kontrol Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 3+ Negatif Negatif

DAFTAR PUSTAKA

Blaney, K.D., Howard, P.R. 2013. Compatibility Testing. Basic&Applied Concepts of Blood Banking and Transfusion Practices. Third Edition. United States: Elsevier Mosby. pp.188-201.

Cooling, L. 2014. ABO, H, and Lewis blood groups and structurally related antigens. In: Fung, M., Grossman, B.J., Hillyer, C.D., Westhoff, C.M., eds. Technical manual. 18th edition. Bethesda, MD: AABB :291-315.

Depkes RI.2008. Serologi Golongan Darah. Modul 2 Pelatihan Crash Program Petugas Teknis Transfusi Darah Bagi Petugas UTDRS.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal 73-120.

Diagast. 2016. User instruction ABO Rh 1 reagent.

Diamed. 2016. User instruction ABO/D + Reverse grouping reagent.

Himedia. 2015. HiPer® Blood Grouping Teaching Kit. India. Himedia Laboratories.p.3-6.

Harmening, D. M., Forneris, G., Tubby, B. J. 2012. The ABO Blood Group System. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia:

F.A Davis company. p.119-148.

McClelland, D.B.L. 2012. Blood products and transfusion procedures.

Handbook of Transfusion Medicine. London: TSO (The Stationery Office). pp. 5-22.

McCullough, J. 2012. Laboratory Detection of Blood Groups and Provision of Red Cells. Transfusion Medicine Third Edition. UK:

Wiley-Blackwell. p. 207-233.

Makroo, R.N. 2009. ABO Blood group System. Practice of Safe Blood Transfusion Compendium of Transfusion Medicine. New Delhi:

Kongposh. p. 39-64.

Mehdi, S.R. 2013. ABO blood group system. Essentials of Blood Banking A Handbook for Students of Blood Banking and Clinical Residents. Second Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 6-18.

Nester, T., Aubuchon, J.P. 2011. Hemotherapy Decisions and Their Outcomes. Technical Manual 17th AABB. Bank United State:

American Association of Blood. p. 571-604.

NIB. 2013. Guidance Manual on “ABO and Rh Blood Grouping”.

National Institute of Biologicals. Ministry of Health & Family Welfare Government of India. p. 9-31.

Ortho Clinical Diagnostic, 2016. User instruction The ID-Micro Typing SystemTM reagent.

Powell, V. I. 2016. Blood Group Antigen and Antibodies. NYU Langone Medical Center.

Rumsey, D. H., Ciesielski, D. J. 2000. New Protocols in Serology Testing: A Review of Techniques To Mee Today,s Challenges.

Immunohematology. Journal of Blood Group Serology and Education, 16(4): 1-9.

Shaz, B.H, Hillyer, C.D. 2009. Autoimmune Hemolytic Anemias.

Transfusion Medicine and Hemostasis Clinical and Laboratory Aspect. USA: Elsevier. p.251-258.

Sanguin Blood Supply. 2016. User Instruction Blood group serology products.

Saluju, G. P., Singal, G. L. 2014. Alternative Technologiesin Blood Banking. Standard Operating Procedures and Regulatory Guidelines Blood Banking.New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. p. 104-110.

Voak, D., Napier, J.A.P., Boulton, F.E., Cann, R., Finney, R.D., Fraser, I.D., Wagstaff, W., Water, A.H., Wood, J.K., Doughty, R.W., Brazier, D., Cant, B., Hedley, G., Knight, R., Milkins, C., Poole, G.D., Ross, D.W., Sangster, J., Scott, M. 1990. Guidelines for microplate technique in liquid-phase blood grouping and antibody screening. A Joint Publication of The British Society For Haematology and The British Blood Transfusion Society.

Journal of Clinical Laboratory Haematology, 12: 437-460.

Walker, P. S., Harmening, D. M. 2012. Other Technologies and Automation. Blood Groups and Serologic Testing. Modern Blood Banking & Transfusion Practices 6th Edition. Philadelphia: F.A

Davis company. p. 273-285.

WHO. 2002. Blood Transfusion Safety. The Clinical Use of Blood.

Genewa: WHO. p 1-121.

WHO, 2009. Basic Blood Group Immunology. Safe Blood and Blood Product. Genewa: WHO. p. 16-24.

WHO, 2009. The ABO Blood Group System. Safe Blood and Blood Product. Genewa: WHO. p. 25-34.

BAB IV

PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS

4.1 Golongan Darah Rhesus

Golongan darah Rhesus merupakan sistem golongan darah terpenting kedua dalam pelayanan transfusi. Antigen Rhesus bersifat sangat imunogenik. Antibodi Rhesus baru terbentuk bila ada paparan antigen Rhesus. Istilah Rhesus positif dan Rhesus negatif rutin digunakan di masyarakat dan para ahli, ketika menyebutkan jenis golongan darah.

Misalnya A-positif atau A-negatif. Rhesus positif mengindikasikan adanya salah satu antigen Rhesus pada sel darah merah, umumnya antigen D. Rhesus negatif mengindikasikan tidak adanya antigen D pada sel darah merah seseorang (Johnson and Wiler, 2012).

Sistem golongan darah Rhesus termasuk sistem golongan darah yang kompleks. Beberapa aspek genetik dan nomenklatur belum diketahui dengan baik. Antibodi yang bereaksi terhadap antigen D pertama kali ditemukan oleh Levin dan Stetson pada tahun 1939. Saat itu ditemukan adanya reaksi transfusi pada pasien golongan darah O dengan riwayat persalinan sebelumnya (Mehdi, 2013).

Pada 1940 Lansteiner dan Wiener menemukan adanya peningkatan antibodi dalam serum kelinci yang diimunisasi dengan eritrosit monyet Rhesus. Antibodi yang sama dijumpai mengalutinasi 85% eritrosit manusia. Antibodi tersebut kemudian diberi nama anti-Rhesus (Mehdi, 2013).

Berbeda dengan antigen ABO, antigen Rhesus hanya diekspresikan oleh sel eritrosit dan tidak oleh jaringan tubuh yang lain termasuk leukosit dan trombosit. Antigen D memiliki makna klinis yang signifikan sama seperti antigen A dan B. Antibodi D tidak ditemukan pada semua individu golongan darah Rhesus negatif. Anti-D baru terbentuk setelah seseorang dengan Rhesus negatif terpapar Rhesus positif. Misalnya setelah mendapat transfusi atau setelah proses kehamilan. Lebih dari 80% individu dengan Rhesus D negative akan membentuk anti-D setelah transfusi dengan golongan darah Rhesus D positif (Mehdi, 2013).

4.2 Tujuan Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus

Tujuan utama dari pemeriksaan golongan darah Rhesus adalah untuk mendeteksi ada tidaknya antigen D. Sebenarnya ada beberapa jenis antigen Rhesus, namun antigen D memiliki sifat yang paling imunogenik di antara antigen lainnya sehingga rutin diperiksa bersama dengan antigen golongan darah sistem ABO (Blaney and Howard, 2013).

4.3 Prinsip Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus

Prinsip pemeriksaan golongan darah Rhesus sama dengan golongan darah ABO yaitu apabila antigen direaksikan dengan antibodi yang sesuai maka akan terjadi aglutinasi. Sistem Rhesus merupakan golongan darah dengan tingkat imunogenitas yang tinggi dan komplek serta memiliki nilai klinis yang signifikan. Karena memiliki konsekuensi klinis secara langsung, maka pemeriksaan golongan darah Rhesus rutin dikerjakan pada uji pratransfusi (Levitt, 2014).

Beberapa golongan darah Rhesus dapat bersifat weak D antigens yang hanya dikenali dengan prosedur pemeriksaan Indirect Coomb’s Test (ICT). Pada hasil pemeriksan rutin yang negatif perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi adanya weak D. Standar dari American Association of Blood Bank (AABB) menganjurkan untuk rutin mendeteksi weak D pada pemeriksaan darah donor, tetapi tidak rutin pada sampel pasien (Levitt, 2014).

4.4 Metode Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus

Ada 3jenis metode manual yang bisa digunakan untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus yaitu:

1. Slide test atau white tile.

2. tube test

3. Microwell plate atau Microplate (Roback et al, 2011; Saluju and Singal, 2014).

Pada buku ini hanya akan dibahas pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan 3 metode manual, 2 metode lainnya hampir sama dengan pemeriksaan golongan darah ABO hanya berbeda pada jenis reagen yang digunakan.

4.5 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus dengan Metode Slide Test

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan golongan darah menggunakan metode slide test antara lain: risiko terpapar bahan infeksius sangat besar sehingga keamanan dan keselamatan kerja menjadi perhatian yang sangat penting, penguapan pada bahan yang direaksikan dapat menimbulkan agregat sehingga sering diinterpretasikan sebagai aglutinasi positif, pemeriksaan terhadap weak D tidak dapat dilakukan dengan metode slide test (Roback et al, 2011).

1. Alat

Beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test antara lain:

1. objek gelas, 2. Rh viewbox 3. stik aplikator

Gambar 4.1 Rh viewbox untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test (http://www.guwsmedical.info/human-anatomy/demonstration-rh-blood-

typing.html).

Mixture of blood and anti-D serum Plate heated to 45oC (113oF)

2. Bahan

Sampel untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus dapat menggunakan sampel darah beku atau sampel darah dengan antikoagulan.

Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous menggunakan plasma atau serum. Suspensi sel juga dapat dibuat dalam medium salin atau sel dicuci kemudian disuspensi dalam salin (Roback et al, 2011;

Saluju and Singal, 2014).

Saat ini ada 2 jenis reagen untuk pemeriksaan golongan darah Rhesus yang banyak dipakai, yaitu:

1. Polyclonal human anti-D serum, antisera ini membutuhkan potensiator seperti albumin, enzim atau Coomb’s (AHG) serum yang bereaksi dengan IgG anti-D.

2. Monoclonal anti-D reagen, antisera ini lebih disukai dan lebih umum dipakai karena lebih spesifik dan mampu bereaksi pada suhu 20-37 oC baik dengan metode slide test maupun tube test.

Beberapa jenis reagen anti-D monoclonal, antara lain:

a. IgM anti-D monoclonal b. IgG anti-D monoclonal

c. Campuran reagen anti-D IgM dan IgG monoklonal

d. Campuran reagen anti-D IgM monoklonal dan IgG poliklonal (Makroo, 2009; Saluju and Singal, 2014).

3. Bahan kontrol.

3. Prosedur pemeriksaan

Teknik pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test bersifat sederhana, mudah, tetapi kurang terpercaya. Teknik ini paling memungkinkan digunakan di lapangan. Teknik ini juga dapat digunakan dalam keadaan emergency jika sentrifus tidak tersedia. Slide test tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin karena reaksi yang lemah sering memberikan hasil negatif. Reagen IgM anti-D monoklonal dapat bekerja dengan baik pada metode slide test. (Makroo, 2009;

Mehdi, 2013; Saluju and Singal, 2014).

Ada pun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode slide test adalah sebagai berikut:

1. Lakukan pemanasan objek gelas menggunakan Rh viewbox pada suhu 40-50 oC sebelum dilakukan pemeriksaan,

2. teteskan 1 tetes anti-D pada objek gelas yang bersih dan sudah dilabel,

3. tetekan 1 tetes reagen kontrol, jika diperlukan teteskan pada objek gelas kedua yang sudah diberi lebel, gunakan reagen sesuai dengan petunjuk penggunaan reagen dari perusahaan reagen, 4. pada masing-masing objek gelas, tambahkan 2 tetes suspensi sel

darah merah 40-50% yang disuspensi dalam serum atau plasma, 5. gunakan stik aplikator yang bersih untuk mengaduk campuran

suspensi sel dan reagen pada area sekitar 20-40 mm,

6. letakkan objek gelas pada viewbox dan lanjutkan pencampuran dengan memiringkan objek gelas dengan lembut sambil melihat ada tidaknya aglutinasi. Baca aglutinasi secara makroskopis dalam waktu 2 menit. Jangan melakukan pembacaan bila campuran reaksi sudah kering karena sering keliru dengan agutinasi,

7. lakukan interpretasi dan pencatatan hasil (Roback et al, 2011;

Denomme et al, 2014).

Gambar 4.2 Contoh hasil pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan slide test (Saluju and Singal, 2014).

4. Interpretasi hasil

a. Aglutinasi positif pada objek gelas yang ditambahkan anti-D dan aglutinasi negatif pada kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif.

b. Tidak adanya aglutinasi baik pada objek gelas dengan penambahan anti-D maupun kontrol, mengindikasikan hasil negatif. Lanjutkan dengan pemeriksaan Indirect Coomb’s Test (ICT) untuk mendeteksi adanya weak D karena tidak terdeteksi pada metode slide test.

c. Jika dijumpai aglutinasi pada kontrol, hasil pemeriksaan pada anti-D tidak bisa diinterpretasikan positif tanpa melakukan pemeriksaan lanjutan (Roback et al, 2011; Denomme et al, 2014).

4.6 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus dengan Metode Tube Test

1. Alat

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode tube test adalah tabung reaksi dan sentrifus (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

2. Bahan

Sampel untuk pemeriksaan dapat berupa darah beku atau darah dengan antikoagulan. Sel darah merah dapat disuspensi secara autologous pada serum, plasma atau salin. Cuci sel darah merah dengan salin kemudian diresuspensi kembali dalam medium salin (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

Reagen yang digunakan dapat berupa reagen monoklonal maupun poliklonal. Reagen digunakan sesuai dengan instruksi penggunaan dari perusahaan reagen (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

3. Prosedur Pemeriksaan

Ada pun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode tube test adalah sebagai berikut:

a. Teteskan 1 tetes anti-D ke dalam tabung yang bersih dan sudah diberi label. Penambahan reagen ke dalam tabung dilakukan sebelum penambahan suspensi sel darah merah dengan tujuan untuk menghindari adanya hasil yang negatif palsu akibat lupa menambahkan reagen,

b. tambahkan 1 tetes reagen kontrol pada tabung kedua yang sudah dilabel,

c. tambahkan masing-masing 1 tetes suspensi sel darah merah 2- 5%,

d. campur dengan lembut dan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit atau sesuai dengan rekomendasi dari perusahaan yang memproduksi reagen,

e. resuspensi dengan lembut endapan sel yang ada pada bagian bawah tabung untuk melihat ada tidaknya aglutinasi,

f. tentukan derajat reaksi dan lakukan pencatatan hasil (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

`

4. Interpretasi hasil

a. Aglutinasi positif pada tabung yang ditambahkan anti-D dan aglutinasi negatif pada kontrol mengindikasikan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif,

b. Tidak adanya aglutinasi pada tabung dengan anti-D maupun kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan negatif. Bila sampel berasal dari pasien, dianggap sebagai Rhesus negatif. Bila sampel berasal dari donor perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan ada tidaknya weak D antigen.

c. Aglutinasi positif pada kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan invalid. Pemeriksaan perlu diulang atau dibutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk membuang IgM atau IgG antibody pada sel darah merah (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

4.7 Pemeriksaan Golongan Darah Rhesus dengan Metode Microwell Plate atau Microplate

1. Alat

Alat yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode microplate antara lain: microplate, micropipette, microplate centrifuge dan microplate shaker (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

2. Bahan

Sampel yang digunakan disesuaikan dengan jenis sampel yang direkomendasikan oleh perusahaan yang memproduksi reagen. Untuk pemeriksaan dengan metode microplate otomatis dapat membutuhkan sampel dengan antikoagulan spesifik (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

3. Prosedur Pemeriksaan

Adapun prosedur pemeriksaan golongan darah Rhesus dengan metode microplate adalah sebagai berikut:

a. Teteskan 1 tetes reagen anti-D pada sumuran microplate. Jika dibutuhkan, gunakan bahan kontrol dan teteskan kontrol pada sumuran kedua dari microplate,

b. tambahkan 1 tetes suspensi sel darah merah 2-5% yang disuspensi dalam medium salin,

c. campur dengan baik dengan cara mengyoyangkan microplate dengan lembut,

d. lakukan sentrifugasi pada microplate centrifuge dengan kecepatan tertentu sesuai dengan rekomendasi perusahaan pembuat reagen, e. resuspensi endapan sel darah merah pada bagian bawah tabung

dengan menggoyang microplate secara lembut atau gunakan microplate shaker.

f. periksa ada tidaknya aglutinasi, lakukan interpretasi dan pencatatan,

g. untuk meningkatkan reaksi yang lemah, lakukan inkubasi pada hasil yang negatif pada suhu 37 oC selama 15-30 menit dan ulangi langkah keempat sampai keenam (Denomme et al, 2014; Levitt, 2014).

2. Interpretasi hasil

a. Aglutinasi positif pada sumuran yang ditambahkan anti-D dan aglutinasi negatif pada kontrol mengindikasikan hasil pemeriksaan positif atau sampel dengan D positif,

b. Tidak adanya aglutinasi pada sumuran dengan anti-D maupun kontrol menunjukkan hasil pemeriksaan negatif. Bila sampel berasal dari pasien, dianggap sebagai Rhesus negatif. Bila sampel berasal dari donor perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan ada tidaknya weak D antigen (Denomme et al, 2014;

Levitt, 2014).

4.8 Weak D atau Du Phenotype

Setelah penentuan antigen A dan B, pemeriksaan serologi untuk menentukan status antigen D sangat penting dalam praktik transfusi dan kadang-kadang menjadi masalah yang dapat disebabkan oleh banyak faktor baik oleh perbedaan motode pemeriksaan, perbedaan reagen maupun oleh perbedaan kemampuan mengekspresikan antigen D dari eritrosit sehingga menimbulkan discrepancies hasil pemeriksaan.

Variasi antigen D dapat bersifat lemah (weak D) dan dapat bersifat partial D. Weak D terjadi karena menurunnya jumlah D antigen site pada eritrosit tanpa adanya pengurangan jumlah epitop. Partial D terjadi karena adanya variasi kualitas antigen D, jumlah D antigen site pada eritrosit tidak berkurang tetapi terdapat pengurangan satu atau lebih jumlah epitop. Weak D dan partial D penting diidentifikasi pada donor karena dapat menimbulkan respon imun jika darah donor ditransfusikan ke pasien Rhesus negatif. Pasien dengan weak D atau partial D masih aman ditransfusikan darah Rhesus negatif tetapi akan menjadi sangat penting untuk mengkoreksi golongan darah pasien ketika pasien berubah status menjadi donor. Pada bank darah umumnya sulit untuk menentukan apakah golongan darah termasuk weak D atau partial D dan umumnya semua menggunakan istilah weak D (Saluji and Singal, 2014).

Pada beberapa kasus juga dapat dijumpai eritrosit dengan antigen D positif, tidak diaglutinasi oleh antisera D namun memberikan hasil positif pada pemeriksaan Indirect Coombs Test (ICT). Fenomena

tersebut dapat disebabkan oleh ekspresi antigen D yang lemah (Du).

Du bukan merupakan antigen yang berbeda, tetapi merupakan ekspresi yang lemah dari antigen D (Mehdi, 2013).

Ada 2 jenis Du yaitu high grade Du dan low grade Du . High grade Du dapat menunjukkan aglutinasi dengan penambahan anti-D, namun sebagain besar low grade Du hanya memberikan hasil positif pada pemeriksaan ICT (Makroo, 2009).

Terkait dengan kebijakan transfusi, semua donor dengan Du positif dianggap sebagai Rhesus positif dan transfusi hanya boleh diberikan pada pasien dengan Rhesus positif. sedangkan semua pasien dengan Du positif dianggap sebagain Rhesus negatif dan paling aman diberikan transfusi darah Rhesus negatif (Makroo, 2009; Mehdi, 2013).

4.9 Pemeriksaan weak D (Rhesus Du) 1. Alat

Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan weak D (Rhesus Du) antara lain: tabung reaksi, inkubator dan sentrifus.

2. Bahan

Bahan pemeriksaan yang digunakan disesuaikan dengan jenis sampel yang direkomendasikan oleh perusahaan pembuat reagen.

Suspensi sel darah merah yang dibutuhkan adalah 2-5%. Reagen yang digunakan terdiri dari reagen Anti Human Globulin (AHG) baik yang polispesifik atau anti-IgG dan IgG-coated control cells (levitt, 2014).

3. Prosedur Pemeriksaan

a. Teteskan 1 tetes reagen anti-D pada tabung yang bersih dan kering serta lakukan pelabelan pada tabung.

b. Teteskan 1 tetes reagen kontrol pada tabung kedua dan lakukan pelabelan pada tabung.

c. Pada masing-masing tabung, tambahkan 1 tetes suspensi sel eritrosit 2-5%.

d. Campur dan inkubasi kedua tabung pada suhu 37 oC selama 15- 30 menit atau disesuaikan dengan rekomendasi dari perusahaan reagen.

Dalam dokumen LABORATORIUM PRATRANSFUSI UP DATE (Halaman 71-78)