Bab 9 Kebersihan dan Kesehatan Pribadi
9.4 Determinan Kebersihan Pribadi di Rumah Tangga
menyebabkan pakaian lembab dan itu sebagai sumber perkembangbiakan bakteri. Selain itu ketika saat akan melakukan pengeringan pakaian diharapkan tangan dalam keadaan bersih. Hal ini tekait ketika tangan yang kita gunakan dalam keadaan kotor, terjadi kontaminasi bakteri yang ada ditangan ke pakaian yang kita cuci.
2. Lebih sedikit bakteri yang mati di air cucian ketika suhu air dalam keadaan rendah yaitu di bawah 110oF (43oC). Bakteri jumlahnya dapat berkurang ketika di jemur di bawah sinar matahari langsung.
3. Penggunaan pemutih pakaian dapat membantu dalam mengurangi jumlah bakteri ketika pencucian pakaian.
4. Beberapa orang jarang menggantung dan menjemur pakaiannya di bawah sinar matahari langsung. Sinar matahari dapat membantu dalam mengurangi jumlah mikroba dalam jumlah yang banyak. Selain itu, pengeringan dalam waktu yang lama pada suhu tinggi sangat efektif dalam mengurangi jumlah bakteri.
5. Menyetrika pakaian yang telah kering adalah hal yang sangat penting dilakukan karena uap panas yang dihasilkan dari setrikaan dapat menembus dan mereduksi mikroba yang menempel di kain.
Hal yang penting diketahui pada proses pencucian pakaian sebagai berikut:
1. Siklus mencuci dan membilas dapat mengurangi virus sebanyak 87 hingga 98% dan bakteri 99%.
2. Selama siklus pengeringan, kelangsungan hidup virus melebihi kelangsungan hidup bakteri.
3. Pengeringan paling efektif untuk mengurangi beberapa mikroorganisme seperti S. typhimurium, S. aureus, dan M. fortuitum.
4. Bakteri E. coli tidak ditemukan setelah terjadi proses pengeringan.
Proses mencuci dan mengeringkan dapat mengurangi semua jenis bakteri setidaknya 99,99%, adenovirus tipe 40 sebanyak 99,91%, virus hepatitis A 99,8% dan rotavirus sebesar 98,6%.
9.4 Determinan Kebersihan Pribadi di
masalah yang menyebabkan kendala dalam menerapkan kebersihan secara personal. Penelitian yang dilakukan oleh (Aunger et al., 2016) menunjukkan bahwa frekuensi mencuci tangan pakai sabun berhubungan signifikan dengan kebiasaan seseorang, walaupun seseorang sesibuk apapun orang tersebut pasti menyempatkan untuk melakukan kebersihan. Berikut merupakan determinan kebersihan pribadi berdasarkan pendekatan evo-eco yang di kembangkan oleh (Aunger et al., 2016) dapat dilihat pada gambar 9.4.
Gambar 9.4: Determinan yang Memengaruhi Kebersihan Pribadi di Rumah Tangga (Aunger et al., 2016)
Perilaku mencuci tangan dengan sabun ditunjukan dengan kotak yang berwarna oranye yang merupakan pusat dari perilaku kebersihan pribadi. Gambar yang berwarna hijau diasumsikan sebagai faktor lingkungan sebagai faktor eksogen yang berhubungan dengan tidakan manusia. Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap karakteristik psikologis yang dapat dilihat pada kotak berwarna biru. Karakteristik psikologis tersebut memengaruhi hasil perilaku kebersihan pribadi yang memengaruhi status kesehatan khususnya penyakit menular yang terdapat pada kotak yang berwarna hitam. Rantai yang di sajikan pada gambar tersebut di atas berasal dari model perilaku kognitif dan kesehatan psikologis seperti Theory of Planned Behavior yang dikembangkan oleh (Ajzen and Fishbein, 1973), Model Terpadu Fishbein (Fishbein et al., 2001), dan Teori Kognitif Sosial (Locke and Bandura, 1987) berdasarkan teori-teori tersebut
menghasilkan satu konsep yang berhubungan dengan perilaku kebersihan pribadi.
Berdasarkan gambar 10.4 menunjukkan bahwa terdapat 4 aliran bagian variabel pokok yang masing-masing menggambarkan lingkungan, psikologi, perilaku, dan rantai kesehatan. Namun, terdapat beberapa domain yang berbeda seperti fisik, sosial, biologis dan situasional. Masing-masing aliran ini diasumsikan memiliki efek independen pada perilaku kebersihan pribadi. Praktik perilaku tersebut kemudian diasumsikan dapat berdampak langsung dengan kesehatan, dalam hal ini yaitu frekuensi diare. Aliran pertama dimulai di Lingkungan Fisik, hal ini terkait bahwa untuk mengaplikasikan perilaku kebersihan pribadi membutuhkan prasarana fisik, khususnya yaitu sabun dan air untuk mencuci tangan, dan cairan pembersih tangan seperti hand sanitizer. Diasumsikan bahwa persepsi bahan tersebut di lingkungan dapat berfungsi sebagai salah satu syarat dalam menjalankan perilaku khususnya kebersihan pribadi yang menjadi dasar dari perilaku kebersihan di masyarakat secara umum.
Aliran kedua dimulai dengan lingkungan sosial, di mana norma-norma sosial menjadi pengaruh utama tentang perilaku seseorang dalam melakukan kebersihan. Norma ini datang dalam dua bentuk yaitu deskriptif dan preskriptif.
Norma deskriptif berkaitan dengan persepsi tentang seberapa lazim suatu praktik pada dunia sosial secara umum; bersifat menentukan norma berkaitan dengan apakah informan menganggap orang lain peduli tentang suatu praktik yang harus dilakukan atau pun tidak dilakukan. Namun, pengaruh norma-norma sosial ini sangat berpengaruh terhadap derajat perilaku bersih individu dan keterikatannya pada dunia sosial, yang diukur dengan orientasi sosial dan pengaruh sosial. Akibatnya, persepsi tentang betapa pentingnya orang lain dalam kehidupan sosial sehingga dapat memengaruhi norma seseorang dalam mempraktikkan kebersihan pribadi dari paparan berbagai penyakit. Efek bersih dari interaksi ini disebut 'Dampak Sosial' yang bersifat laten, yang merupakan efek langsung dari semua faktor sosial terhadap tingkah laku kebersihan.
Aliran ketiga adalah biologis, ini dimulai di lingkungan yang 'kotor' (terdiri dari ancaman penyakit) yang mungkin dapat menginspirasi perilaku hidup bersih melalui perasaan bahwa ada kontaminasi yang ditimbulkan akibat sesuatu yang terlihat kotor, sekaligus meningkatkan motivasi kebersihan yang dapat berdampak pada perilaku hidup bersih. Sedangkan ketertiban seseorang dalam menjalankan praktik hidup bersih belum banyak dipelajari dalam psikologi secara akademis atau beberapa literatur promosi kesehatan. Berdasarkan hipotesis tautan di berbagai literatur antropologis dan sosiologis antara
kontaminasi dan keinginan untuk tidak menginfeksi orang lain dengan patogennya yang dibawa oleh seseorang sehingga terjadi keteraturan di lingkungan dalam menjaga kebersihan.
Akhirnya, dua aliran sebab akibat terdiri dari faktor situasional secara ketat didasarkan pada faktor psikologis yang terkait dengan keadaan fisiologis yang mungkin berdampak langsung pada perilaku hidup bersih. Contohnya suatu ketidaknyamanan pada bagian tubuh yang kotor (misalnya, kotoran yang ada di telapak di tangan). Hal tersebut adalah keadaan situasional, yang anda bisa lihat pada gambar yang berwarna ungu. Efek situasional lainnya disebabkan oleh kendala temporal seperti kesibukan seseorang atau rutinitas pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Oleh sebab itu, perilaku hidup bersih penting ditanamkan pada diri pribadi masing-masing orang.