• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor adanya Muḥkam dan Mutashābih

Dalam dokumen studi - al-qur'an - UIN Sunan Ampel Surabaya (Halaman 189-194)

ن ْو ُرِفاَكْلا

B. Faktor adanya Muḥkam dan Mutashābih

sedangkan mutashābih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.196

Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muḥkam dalam Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.

Seperti ḥalāl dan ḥarām, kewajiban dan larangan, janji dan ancaman. Sementara ayat-ayat mutashābih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifat-Nya, seperti (

ض ْرَلأا َو ِتا َواَمَّسلا ُهُّيِس ْرُك َعِس َو

), yang artinya: “Kursi-Nya meliputi langit dan bumi”197. Kemudian firman Allah (

ِش ْرَعْلا ىَلَع ُنَمْح َّرلَا

ى َوَتْسا

), yang artinya: “Yang Maha Pengasih, yang bersemanyam

di atas ‘Arsh”.198 Lalu firman Allah (

َناَك ْنَمِل ا ءا َزَج اَنِنُيْعَأِب ى ِرْجَت

َرِفُك

), yang artinya: ...“(bahteranya nabi Nuḥ a.s) berlayar dengan

pantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar”.199 Kemudian firman Allah swt (

ِالله ُدَي ,َالله َن ْوُعِياَبُياَمَّنِإ َكَن ْوُعِياَبُي َنْيِذَّلا َّنِإ

ْمِهْيِدْيَأ َق ْوَف

), yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membai’at-mu ya Rasul, mereka-lah yang berikrar menerima (bahwa Tuhan mereka) adalah Allah. Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka”.200 Dan firman Allah (

ا هَلِإ ِالله َعَم ُعْدَتَلا َو

ُهَهْج َو َّلاِإ ٌكِلاَه ٍئْيَش ُّلُك َوُه َّلاِإ َهَلِإَلا َرَخاَء

), yang artinya: “dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa kecuali (wajah) Allah”.201

tafsir terhadap makna Q.S.Hud (11):1, Q.S.al-Zumar (39): 23, dan Q.S. Ali Imran (3): 7. Al-Qur'an merupakan kitab yang muḥkam sebagaimana Q.S. Hud (11) : 1;

ُهُتاَيَآ ْتَمِكْحُأ ٌباَتِك

, karena

ayat-ayatnya tersusun rapi, dan urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan, dan tidak samar artinya, disebabkan maknanya mudah dicerna oleh akal pikiran. Al-Qur'an merupakan kitab yang mutashābih sebagaimana Q.S.al-Zumar (39): 23; karena sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya.

Karena itu Al-Qur’an secara utuh memuat sisi muḥkam dan mutashābih.

Penyebab adanya ayat-ayat mutashābihāt dalam Al-Qur'an antara lain karena 3 (tiga) faktor;202 Kesamaran pada lafal, 1. Kesamaran pada lafal

a. Kesamaran dalam lafaẓ mufrad

Lafaẓ mufrad yang artinya tidak jelas, baik disebabkan oleh lafalnya yang gharīb (asing), maupun mushtarak (bermakna ganda). Termasuk ḥarf al-muqaṭṭa’ah di awal surah. Contoh; dalam Q.S. Abasa (80): 31;

ةَهِكاَف َو اًّبَأ َو

(dan buah-buahan serta rerumputan) lafaẓ abbā (

ابأ

) jarang dijumpai dalam Al-Qur'an (gharīb). Makna lafal tersebut dijelaskan oleh ayat berikutnya;

ْمُكَل ا عاَتَم مُكِماَعْنَ ِلأ َو

(untuk kesenangan kalian dan binatang ternak kalian) seperti bayam, kangkung dan sebagainya yang disenangi oleh manusia dan binatang ternak. Q.S.Ṣāffāt (37): 93:

نيِمَيْلاِب ا ب ْرَض ْمِهْيَلَع َغا َرَف

(lalu dihadapinya berhala- berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya/ kuatnya/ sesuai dengan sumpahnya) lafaẓ

نيميلا

adalah lafaẓ mushtarak. Ketiga makna tersebut

202 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, ed. Ridlwan Nasir dan M. Muzakki (Surabaya:

Dunia ilmu, 2000), 243-253.

relevan, makna ketiga (sumpah) dijelaskan oleh Q.S.al- Anbiya’ (21): 57;

b. Kesamaran dalam lafaẓ murakkab

Karena lafal yang tersusun dalam kalimat terlalu ringkas, terlalu luas, atau bahkan kurang tertib.

1) Contoh kalimat yang terlalu ringkas; Q.S. al-Nisa’ (4):

3;

ِءاَسِ نلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُحِكْناَف ىَماَتَيْلا يِف اوُطِسْقُت َّلاَأ ْمُتْف ِخ ْنِإ َو ْتَكَلَم اَم ْوَأ ةَد ِحا َوَف اوُلِدْعَت َّلاَأ ْمُتْف ِخ ْنِإَف َعاَب ُر َو َث َلَُث َو ىَنْثَم اوُلوُعَت َّلاَأ ىَنْدَأ َكِلَذ ْمُكُناَمْيَأ

Jika ayat tersebut diperpanjang sedikit misalnya dengan ;

اوُحِكْناَف َّنُه ْوُمُتْج َّو َزَت ْوَل ىَمَاتَيْلا ىِف ا ْوُطِسْقُت َّلاَأ ْمُتْف ِخ ْنِإ َو ْن ِم

اَم َّنِه ِرْيَغ َباَط

َعَاب ُر َو َثَلَُث َو ىَنْثَم ِءآسِ نلا َنِم ْمُكَل

Dengan tambahan tersebut akan menjadi lebih jelas, yakni bahwa jika seseorang hawatir tidak dapat berlaku adil terhadap hak-hak istrinya yang perempuan yatimah, di mana harus menjaga status dan hartanya, maka sebaiknya menikah dengan perempuan lain yang bukan yatim, karena lebih bebas sedikit penjagaannya terhadap hak-haknya

2) Contoh kalimat yang terlalu luas; dalam ayat;

َسْيَل

ٌئْيَش ِهِلْثِمَك

, dalam ayat tersebut kelebihan huruf “

ك

” dalam kata “

ِهِلْث ِمَك

” akibatnya kalimat dalam ayat tersebut menjadi samar artinya; karena sulit dimengerti maksudnya, seandainya kelebihan huruf tadi dibuang, maka artinya akan jelas.

3) Contoh kalimat yang kurang tertib, dalam Q.S.al- Kahfi (18): 1;

َلَع َل َزْنَأ يِذَّلا ِ َّ ِلِلّ ُدْمَحْلا ا ج َوِع ُهَل ْلَعْجَي ْمَل َو َباَتِكْلا ِهِدْبَع ى

Seandainya susunan kalimatnya seperti di bawah ini, maka lebih mudah memahaminya (tidak samar maknanya

)

ا ج َوِع ُهَل ْلَعْجَي ْمَل َو ا مِ يَق َبَاتِكْلا ِهِدْبَع ىَلَع َل َزْنَأ ْيِذَّلا ِ َّ ِلِلّ ُدْمَحْلا

2. Kesamaran pada Makna Ayat

Seperti makna dari sifat-sifat Allah SWT, makna dari suasana dan kondisi hari Kiamat, kenikmatan surga, siksa neraka, akal pikiran manusia tidak mampu menjangkaunya sebagaimana pernyatan Hadith ;

ٌنْيَع َلااَم ْتَأ َر

َرَطَخ َلا َو ْتَعِمَس ٌنُذُأ َلا َو ِرَشَب ِبْلَق ىِف

.

Kesamaran dalam hal-hal tersebut bukan karena lafalnya, tetapi karena makna lafalnya yang tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia.

3. Kesamaran pada lafal dan Maknanya Contoh Q.S. al-Baqarah (2): 189;

وُتْأَت ْنَأِب ُّرِبْلا َسْيَل َو ىَقَّتا ِنَم َّرِبْلا َّنِكَل َو اَه ِروُهُظ ْنِم َتوُيُبْلا ا

Penafsir yang tidak memahami kultur dan adat istiadat bangsa Arab pada masa Jahiliyah, tidak akan paham dengan maksud ayat tersebut. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya (karena terlalu ringkas), juga terjadi pula pada maknanya (karena tidak semua orang mengenal kulktur dan adat istiadat Arab).

Tapi seandainya ayat tersebut ditambah dengan ungkapan;

ٍة َرْمُع ْوَأ ٍ جَحِب َنْي ِج ِرْخُم ْمُتْنُك ْنِإ

maka ayat tersebut, akan lebih mudah dimengerti, apalagi bagi orang yang sudah mengetahui berbagai syarat dan rukun iḥrām dalam haji dan umrah.

Kesamaran dari segi lafal dan maknanya, setidaknya mengandung 5 (lima) aspek sebagai berikut;

1) Aspek kuantitas (

ُةَّيِ مَكْلا

), seperti masalah umum atau khusus. Contoh Q.S. al-Tawbah (9): 5;

ُثْيَح َنيِك ِرْشُمْلااوُلُتْقاَف ْمُهوُمُتْدَج َو

di sini batas kuantitas yang harus dibunuh masih samar.

2) Aspek cara (

ُةَّيِفْيَكْلا

), Contoh dalam Q.S. Ṭaha (20): 14;

ي ِرْكِذِل َة َلََّصلا ِمِقَأ َو

kesamaran dalam hal bagaimana cara salat ?

3) Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contoh dalam Q.S. Ali Imran (3):102;

ْمُتْنَأ َو َّلاِإ َّنُتوُمَت َلا َو ِهِتاَقُت َّقَح َ َّاللَّ اوُقَّتا اوُنَمَآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي

َنوُمِلْسُم

.

sampai kapan batas taqwa yang sebenarnya ?

4) Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan “di balik rumah” dalam Q.S. al-Baqarah (2):189;

اَه ِروُهُظ ْنِم َتوُيُبْلا اوُتْأَت ْنَأِب

5) Aspek syarat, seperti syarat melaksanakan sesuatu kewajiban antara lain; syarat sah salat, puasa, haji, nikah dan sebagainya.

Gambar 9.1

Aspek Kuantitas

Aspek

Cara Aspek Waktu

Aspek tempat

Aspek syarat

Faktor Kesamaran Lafal dan Maknanya

Dalam dokumen studi - al-qur'an - UIN Sunan Ampel Surabaya (Halaman 189-194)