ن ْو ُرِفاَكْلا
A. Pengertian Muḥkam dan Mutashābih
Adapun tujuan pembelajaran dari bab ini adalah 1.
Mahasiswa memahamai pengertian muḥkam dan mutashābih; faktor adanya muḥkam dan mutashābih pada ayat; perbedaan pendapat dalam memahami mutashābih; macam-macam ayat mutashābihāt;
hikmah adanya ayat-ayat muḥkam, hikmah adanya ayat-ayat mutashābihāt; 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian muḥkam dan mutashābih; faktor adanya muḥkam dan mutashābih pada ayat;
perbedaan pendapat dalam memahami mutashābih; macam-macam ayat mutashābihāt; hikmah adanya ayat-ayat muḥkam, hikmah adanya ayat-ayat mutashābihāt.
URAIAN MATERI
kokoh, faṣīḥ (indah dan jelas), pembeda antara yang ḥaq dan yang bāṭil, antara yang benar dengan yang dusta.192 Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Qur’an seluruhnya adalah muḥkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya Q.S. Hūd (11):1; dan Q.S. Yunus (10): 1.
Adapun mutashābih secara bahasa berarti tashābuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan shubhat adalah merupakan keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara kongkrit maupun abstrak.
Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah (2): 25;
اهباَشَتُم ِهِب اوُتُأ َو
,maksudnya adalah sebagian buah-buahan surga itu serupa dengan sebagian yang lain dalam hal warna, tidak dalam rasa dan hakikat. Dikatakan pula mutashābih adalah mutamāthil (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tashabuh al-kalām adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang lain. Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Qur’an seluruhnya adalah mutashābih, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Zumar (39):
23; maksudnya Al-Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan keindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya. Inilah yang dimaksud dengan al-tashābuh al-‘ām atau mutashābih dalam arti yang umum.
Masing-masing muḥkam dan mutashābih dengan pengertian secara mutlak atau umum sebagaimana di atas tidak menafikan atau kontradiksi satu dengan yang lain. Jadi Al- Qur’an di dalamnya memuat ayat-ayat muḥkam dan mutashābih.
Kekokohan dan keindahan ayat dan maknanya mengandung kesempurnaan dan saling melengkapi. Hal ini karena kalām yang muḥkam dan mutqān berarti makna-maknanya sesuai sekalipun lafal-lafanya berbeda-beda atau serupa (mutashābih).
192 Al- Qaṭṭān, Mabāḥith...,Vol. I, 220.
Jika Al-Qur’an memerintahkan sesuatu hal, maka ia tidak akan memerintahkan kebalikannya di tempat lain, tetapi ia akan memerintahkannya pula atau yang serupa dengannya.
Demikian pula dalam hal larangan dan berita. Tidak ada pertentangan dan perselisihan dalam Al-Qur’an,193 dalam hal ini Allah menegaskan dalam Q.S.al-Nisa’(4): 82.
Uraian tersebut di atas adalah pengertian muḥkam dan mutashābih dalam arti yang umum, sedangkan dalam pengertiannya yang khusus, terdapat perbedaan pendapat berkaitan dengan muḥkam dan mutashābih. Hal ini bermuara pada cara pemaknaan yang berbeda terhadap firman Allah dalam Q.S. Ali ‘Imran (3): 7; Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam memberikan pengertian muḥkam dan mutashābih, yakni sebagai berikut:
1. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedang lafaẓ mutashābih adalah lafal yang samar maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia atau tidak tercantum dalam dalil-dalil naṣ (teks dalil-dalil), sebab lafaẓ mutashābih termasuk hal-hal yang artinya hanya diketahui oleh Allah. Contoh; peristiwa datangnya hari kiamat dan huruf-huruf muqaṭṭa’ah pada awal surat Al-Qur’an. Pendapat ini dianut oleh al-Alūsīy dan golongan Ḥanafiyah;
2. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang diketahui maknanya, baik karena memang sudah jelas artinya maupun karena dengan ditakwilkan. Sedangkan lafaẓ mutashābih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli oleh Allah SWT, manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contoh;
terjadinya hari kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf-huruf muqaṭṭa’ah. Pendapat ini dipilih oleh kelompok ahl al-Sunnah;
193 Ibid., 221.
3. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang tidak bisa ditakwilkan kecuali hanya dari satu arah atau satu segi saja. Sedangkan lafaẓ mutashābih adalah lafal yang artinya dapat ditakwilkan dalam beberapa arah atau segi, karena memiliki banyak makna. Misalnya; makna surga, neraka, dan sebagainya.
Pendapat ini dinisbahkan kepada Ibn ‘Abbās r.a dan mayoritas ulama ahli Uṣūl al-Fiqh;
4. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafaẓ mutashābih adalah lafal yang tidak bisa berdiri sendiri, dan membutuhkan penjelasan, karena adanya bermacam-macam takwilan terhadap lafal tersebut.
Misalnya: lafal yang bermakna ganda (lafaẓ mushtarak), lafal yang asing (gharīb), lafal yang berarti lain (lafaẓ majāz), dan sebagainya. Pendapat ini dianut oleh Imam Aḥmad bin Ḥanbal;194
5. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang tepat susunan dan rangkaiannya, sehingga mudah dipahami arti dan maksudnya, sedangkan lafaẓ mutashābih adalah lafal yang makna dan maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda atau isyarat yang menjelaskannya. Contoh; lafal yang mushtarak, muṭlaq, khāfī (samar), dan sebagainya. Pendapat ini dianut oleh Imam al-Ḥaramayn.
6. Lafaẓ muḥkam adalah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak mengakibatkan kemushkilan atau kesulitan arti. Sebab, lafaẓ muḥkam itu diambil dari lafaẓ iḥkām (ma’khūdh al-iḥkām) yang berarti baik atau bagus. Contohnya seperti yang ẓāhir, lafal yang tegas, dan sebagainya. Sedangkan lafaẓ mutashābih ialah sebaliknya, yakni yang sulit dipahami, sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Contohnya seperti lafal mushtarak, muṭlaq, dan sebagainya. Pendapat ini
194Muhammad ‘Abd Al-Aẓīm al-Zarqani, Manāhil al-‘Irfān Fī ‘Ulūm al-Qur’ān (t.tp:
Maṭba’ah Īsā al-Bābī al-Ḥalibi Wa Shirkah, t.th), Vol. II, 272.
diusung oleh sebagian ulama muta’akhkhirīn akan tetapi asalnya dari Imam al-Ṭībīy.
7. Lafaẓ muḥkam ialah lafal yang petunjuknya kepada sesuatu makna itu kuat, seperti lafal pada naṣ, atau yang jelas, dan sebagainya. Sedangkan lafaẓ mutashābih ialah lafal yang petunjuknya tidak kuat, seperti lafal yang global, yang mushkil, yang harus ditakwili, dan sebagainya. Pendapat ini dianut oleh Imam Fakhr al-Dīn al-Rāzīy;195
Jika semua definisi muḥkam tersebut dirangkum, maka pengertian muḥkam adalah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa ditakwilkan karena susunan tertibnya tepat, dan tidak ada kemushkilan, pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan dengan mudah. Sedangkan pengertian mutashābih adalah lafal yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau oleh akal manusia karena memuat takwil yang bermacam-macam, tidak dapat berdiri sendiri karena susunan tertibnya kurang tepat, sehingga menimbulkan kesulitan, cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli Allah SWT.
Pengertian Muḥkam dan mutashābih terjadi banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting di antaranya sebagai berikut:
1. Muḥkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutashābih adalah yang hanya diketahui maksudnya oleh Allah sendiri;
2. Muḥkam adalah ayat yang hanya mengandung satu segi makna, sedangkan mutashābih mengandung banyak segi, dan
3. Muḥkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain,
195 Ibid., 273-274.
sedangkan mutashābih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.196
Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muḥkam dalam Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.
Seperti ḥalāl dan ḥarām, kewajiban dan larangan, janji dan ancaman. Sementara ayat-ayat mutashābih, mereka mencontohkan dengan nama-nama Allah dan sifat-Nya, seperti (
ض ْرَلأا َو ِتا َواَمَّسلا ُهُّيِس ْرُك َعِس َو
), yang artinya: “Kursi-Nya meliputi langit dan bumi”197. Kemudian firman Allah (ِش ْرَعْلا ىَلَع ُنَمْح َّرلَا
ى َوَتْسا
), yang artinya: “Yang Maha Pengasih, yang bersemanyamdi atas ‘Arsh”.198 Lalu firman Allah (
َناَك ْنَمِل ا ءا َزَج اَنِنُيْعَأِب ى ِرْجَت
َرِفُك
), yang artinya: ...“(bahteranya nabi Nuḥ a.s) berlayar denganpantauan mata Kami. (seperti itulah musibah yang Kami turunkan) sebagai balasan bagi orang yang ingkar”.199 Kemudian firman Allah swt (