• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Individu

Dalam dokumen skripsi (Halaman 41-47)

BAB II INJAUAN PUSTAKA

2.6 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja

2.6.1 Faktor Individu

Faktor usia memiliki pengaruh terhadap terjadinya perasaan lelah. Pada pekerja yang memiliki usai lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot. Namun keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda.(27)

Pada sebuah penelitian, dinyatakan bahwa pengemudi pria usia muda lebih tahan terhadap efek buruk dari kurang tidur dibandingkan dengan pengemudi usia lebih tua sehingga sering kali tetap memaksakan berkendara dalam kondisi yang berisiko terjadi kecelakaan, hal ini diprediksi ketika

25 pengemudi sudah merasa mengantuk dan sudah merasa lelah dengan melihat ritme sirkadian.(29)

Hal lainnya yang berkaitan dengan usia yaitu keluhan otot skeletal yang mulai dirasakan pada usia kerja dengan rentangan usia antara 35-65 tahun. Keluhan pertama mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan bertambah sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Hal ini umumnya terjadi karena pada usia setengah baya, ketahanan dan kekuatan otot mengalami penurunan sehingga resiko keluhan pada otot akan meningkat.(17)

Sejalan dengan bertambahnya usia, pada tubuh akan mengalami penurunan lainnya seperti VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan, dan kemampuan mengingat hanya jangka pendek. Oleh karena itu, usia selalu dihubungkan dan dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang.(17)

2.6.1.2 Status Gizi

Status gizi adalah salah satu unsur yang menunjukkan kualitas fisik pekerja yang berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Selain itu keadaan gizi yang tepat dan kondisi fisik yang baik juga memberikan pengaruh yang sangat penting pada efek dari kelelahan pada pengemudi.(26)

Pada umumnya, pengukuran status gizi dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa Depkes RI 2009, menjelaskan

26 bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan suatu cara dengan rumus yang sederhana untuk mengukur status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan. Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat menimbulkan penyakit yang berbeda.

Apabila berat badan berlebih maka dapat memicu dalam peningkatan risiko terhadap penyakit degeneratif namun sebaliknya jika berat badan kurang maka dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi.(30) Dalam mengukur IMT orang dewasa, diperlukan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

IMT = π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› (𝐾𝑔)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› (π‘š)×𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› (π‘š)

Kategori ambang batas Indeks Masa Tubuh untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh

IMT Kategori Keterangan

<17.0 Sangat Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17.0-18.5 Kurus Kekurangan berat badan

tingkat ringan

18.5-25.0 Normal -

25.0-27.0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan

>27.0 Sangat gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat

Sumber: Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa

27 2.6.1.3 Jumlah Jam Tidur

Kualitas dan kuantitas atau jumlah jam tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh waktu tidurnya dalam 24 jam dan pada dasarnya manusia diatur untuk tidur pada malam hari dan melakukan pekerjaan atau aktivitasnya pada siang hari.

Kebutuhan jumlah jam tidur pada setiap orang berbeda-beda, tetapi pada umumnya selama 8 jam dari 24 jam, dan jika tidur selama 7 sampai 9 jam didapatkan maka dapat bermanfaat untuk optimalisasi kinerja.(26) Dalam suatu penelitian mengungkapkan sebuah survei mengenai pengemudi truk di Australia bahwa ditemukan 20% dari pengemudi mimiliki jam tidur yang kurang dari 6 jam, dan dalam perjalanan mereka dilaporkan bahwa 40% lebih besar mengalami peristiwa berbahaya saat mengemudikan kendaraan dalam perjalanannya.(31)

National Traffic Commission (NTC)

menyatakan mengenai pengaturan jam kerja dan istirahat pengemudi kendaraan berat (heavy vehicle) bahwa jam kerja maksimum yang diperbolehkan adalah 12 jam dalam periode waktu selama 24 jam dan wajib untuk istirahat minimum selama 7 jam tanpa terputus yang dimaksudkan pengemudi wajib untuk tidur tanpa terputus.(31)

Waktu tidur yang pendek dalam satu malam seperti kurang tidur selama satu malam, tidur sebentar pada satu malam atau bahkan tidak tidur sama sekali dalam waktu 24 jam, tidak memiliki dampak negatif yang terlalu kelihatan terhadap kinerja di hari berikutnya dan hal ini disebut

28 sebagai kurang tidur akut. Kurangnya waktu tidur pada satu malam dapat dengan mudah diganti pada periode tidur di malam selanjutnya. Namun, jika memotong waktu tidur atau hutang tidur dalam waktu yang lama seperti berminggu-minggu, berbulan-bulan, dapat menyebabkan kurang tidur kronis dan menyebabkan dampak pada kinerja seperti pekerja dapat tertidur secara tiba-tiba.

Periode tidur yang pendek ini tidak memiliki efek menyegarkan yang sama seperti pada periode waktu tidur yang biasa. Oleh karena itu, pekerja akan merasakan kantuk dan kinerja akan terus memburuk walaupun melakukan tidur secara tiba- tiba dalam beberapa kali.(20)

2.6.1.4 Kualitas Tidur

Kualitas tidur yang baik didapatkan dan ditunjukkan dengan tidur yang tenang, perasaan sangat segar saat bangun tidur di pagi hari dan perasaan penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya. Kualitas tidur bisa baik atau buruk dipengaruhi oleh gangguan tidur misalnya sleep apnea (penyumbatan pernafasan saat tidur) ataupun narkolepsi (memiliki kecenderungan untuk tiba-tiba jatuh tertidur). Hal lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas tidur yaitu efek samping dari penyakit kronis yang sedang dialami atau obat yang dikonsumsi atau faktor luar lainnya seperti kebisingan pada lingkungan tidur.(27)

Salah satu pengukuran atau instrumen kualitas

tidur yang efektif untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur yaitu PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index). Instrumen ini dibuat berdasarkan pada pola

29 tidur responden dengan rentang tidur selama satu bulan terakhir yang bertujuan untuk membedakan antara kualitas tidur yang baik dan tidur yang buruk.

Penilaian PSQI diklasifikasikan menjadi 7 kategori yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi tidur di siang hari. Apabila pada skor akhir ≀5 dikategorikan ke dalam kualitas tidur baik dan jika skor akhir >5 dikategorikan ke dalam kualitas tidur buruk.(32)

2.6.1.5 Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara lama dan tingkat kebiasaan merokok dengan peningkatan kelelahan otot. Tingkat kelelahan otot yang dirasakan akan semakin tinggi sebanding dengan lama dan tingkat frekuensi merokok.(17)

Dalam penelitian lainnya, ditemukan bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan otot, terutama pada pekerjaan yang membutuhkan pergerakan otot.

Hal ini terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Dampak buruk dari kebiasaan merokok dapat menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk menghirup oksigen juga akan menurun, sebagai akibat akhirnya tingkat kesegaran tubuh akan menurun juga. Apabila pekerja melakukan tugas yang membutuhkan pengerahan tenaga, maka yang akan terjadi pekerja akan merasa mudah lelah karena kandungan oksigen yang mengalir ke dalam darah rendah, terjadi hambatan dalam

30 pembakaran karbohidrat, terjadi tumpukan asam laktat sehingga akhirnya menimbulkan rasa nyeri otot.(17)

Dalam suatu penelitian mengenai kelelahan kerja pada pengemudi pengangkutan bahan bakar minyak dinyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan yang mana seseorang dikatakan perokok ringan jika konsumsi rokok kurang dari 10 batang per hari (< 10 batang/hari) dan dikatakan perokok berat jika konsumsi rokok lebih sama dengan 10 batang per hari (β‰₯ 10 batang/hari).(9)

Dalam dokumen skripsi (Halaman 41-47)

Dokumen terkait