• Tidak ada hasil yang ditemukan

skripsi

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "skripsi"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR PEKERJAAN DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PENGEMUDI TRUK TANGKI BBM DI

PT X JAKARTA TAHUN 2019

SKRIPSI

ASTRI SOFIA MARSELINA S.

031511016

PRODI D.IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA

2019

(2)

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR PEKERJAAN DENGAN TINGKAT KELELAHAN KERJA PADA PENGEMUDI TRUK TANGKI BBM DI

PT X JAKARTA TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Oleh: ASTRI SOFIA MARSELINA S.

NIM. 031511016

PRODI D.IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA

2019

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Astri Sofia Marselina Simamora Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi/25 Oktober 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Advent

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jalan Melati 3 RT 009 RW 008 No. 27, Kelurahan Karang Satria, Kecamatan Tambun Utara, Bekasi Utara.

Telepon : 081932883280/081299425362

Email : astrimarselina25@gmail.com II. Riwayat Pendidikan Formal

1. Tahun 2003 – 2009 : SD ADVENT 14 BEKASI 2. Tahun 2009 – 2012 : SMP ADVENT 14 BEKASI 3. Tahun 2012 – 2015 : SMA ADVENT 1 JAKARTA 4. Tahun 2015 – 2019 : UNIVERSITAS BINAWAN

(7)

vi KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Faktor Individu dan Faktor Pekerjaan dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pengemudi Truk Tangki BBM di PT X Jakarta Tahun 2019.”

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar Sarjana Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orangtua dan abang saya yaitu Arman Simamora yang selalu saya cintai dan tak pernah lelah untuk selalu memberikan semangat dan dukungan kepada saya baik secara doa, material, motivasi dan dukungan moral agar saya bisa mengerjakan skripsi ini dengan baik.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Kepala Prodi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Binawan, yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada saya dalam melaksanakan penelitian skripsi ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Ibu Chyntia Febrina, SKM, M.Sc, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mem bantu saya secara menyeluruh dalam penyusulan skripsi ini.

4. Bapak dr. Agung Cahyono, T, M.Si, selaku dosen penguji saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji dan membantu saya secara menyeluruh dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Putri Winda Lestari, SKM, M.Kes (Epid), selaku dosen pembimbing akademik dan penguji saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguji dan membantu saya secara menyeluruh dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh pimpinan dan staff fungsi HSSE di PT X yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian.

(8)

vii 7. Sahabat-sahabat saya di gereja yaitu Jaklyn Daga, Vanessa Tamba, Dahlian Silaen, Maria Eklawati, Theresia Aruan, Chyntia Sitohang, Yephana Simbolon, Jennifer Rantelobo, Jessica Simbolon, dan Alicia Simbolon yang turut mendoakan dan mendukung serta selalu memberikan semangat kepada saya dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat saya di kampus yang telah banyak membantu saya dalam memberikan informasi yaitu Nova Yohana, Annisa Tri Wahyuni, Sagita Marbun, Tika Nissa, dan Pipit Ananda sehubungan dengan penelitian skripsi ini serta memberikan doa dan dukungan.

Penulis juga menyadari segala kekurangan dalam skripsi ini baik dari segi penulisan dan penyajian materi. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan untuk perbaikan pada penulisan skripsi selanjutnya. Akhir kata, saya berharap kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga penelitian ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Jakarta, Juli 2019

Penulis

(9)

viii ABSTRAK

Nama : Astri Sofia Marselina Simamora Program Studi : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Judul : Hubungan Faktor Individu dan Faktor Pekerjaan dengan Tingkat Kelelahan Kerja pada Pengemudi Truk Tangki BBM di PT X Tahun 2019.

Kelelahan kerja merupakan faktor yang signifikan yang dapat menyebabkan kecelakaan di setiap bidang industri baik kecelakaan transportasi, penerbangan, pertambangan, manufaktur, konstruksi, dan rumah sakit. Berdasarkan wawancara awal, didapati 7 dari 10 pengemudi truk tangki yang merasakan kelelahan kerja. Hal tersebut dapat berpontensi menimbulkan kecelakaan truk tangki BBM. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor individu dan faktor pekerjaaan dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X.

Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 80 responden yang menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria-kriteria seperti usia pengemudi ≥ 35 tahun, masa kerja ≥1 tahun dan pekerja waktu tidak tertentu, perokok aktif ≥1 tahun, bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent serta hadir ketika pengumpulan data.

Analisis data secara univariat dan bivariat dengan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang berhubungan dengan kelelahan kerja yaitu usia (p=0,000), kualitas tidur (p=0,019) dan durasi mengemudi (p=0,003). Sedangkan beberapa variabel yang tidak berhubungan adalah status gizi (p=0,110), jumlah jam tidur (=0,750), kebiasaan merokok (0,039) dengan nilai rentangan CI 95%=0,966- 2,774 (mencakup nilai 1) sehingga tidak berhubungan, dan shift kerja (p=0,416).

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia, kualitas tidur, dan durasi mengemudi dengan tingkat kelelahan kerja dan tidak ada hubungan antara status gizi, jumlah jam tidur, kebiasaan merokok, dan shift kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

Kata Kunci: Kelelahan kerja, faktor individu, faktor pekerjaan, pengemudi truk tangki.

(10)

ix ABSTRACT

Name : Astri Sofia Marselina Simamora Study Program : Occupational Health and Safety

Title : Relatationship Individual Factors and Work

Factors with Work Fatigue Levels in Drivers of Fuel Oils Tank Truck at PT X Jakarta in 2019.

Work fatigue is a significant factor that can causes accidents in every field of industry such as transportation, aviation, mining, manufacturing, construction, and hospital accidents. Based on preliminary interviews found 7 out of 10 tank truck drivers who feel work fatigue. This has potential to cause fuel tank truck accidents. Therefore, the purpose of this study was to determine the relationship between individual factors and work factors with the level of work fatigue in fuel tank truck drivers at PT X in 2019.

This research is quantitative observational with cross sectional approach.

The sample in this study amounted to 80 respondents who used purposive sampling techniques with the criteria for the age of the driver ≥ 35 years, work period ≥1 years and time workers not specified, active smokers ≥1 years, willing to become respondents and sign informed consent and were present when collecting data. Univariate and bivariate data analysis with chi- square test.

The results showed that were several variables related to work fatigue, namely age (p = 0,000), sleep quality (p = 0.019) and driving duration (p = 0.003). While the unrelated variables were nutritional status (p = 0.110), total hours of sleep (= 0.750), smoking habits (0.039) with a range of CI 95% = 0.966-2.774 (includes a value of 1) so that they are not related, and work shifts (p = 0.416).

The conclusion from this study shows that there is a relationship between age, sleep quality, and duration of driving with work fatigue levels and there is no relationship between nutritional status, number of hours of sleep, smoking habits, and work shifts with work fatigue levels in fuel tank truck drivers at PT X in 2019.

Keywords: Work fatigue, individual factors, work factors, tank truck drivers.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ... 7

1.4.2 Manfaat Bagi Universitas Binawan ... 7

1.4.3 Manfaat Bagi Perusahaan ... 7

1.4.4 Manfaat Bagi Pengemudi Truk Tangki... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II INJAUAN PUSTAKA ... 9

(12)

xi

2.1 Kelelahan Kerja ... 9

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja ... 9

2.1.2 Kelelahan Kerja Pada Pengemudi ... 10

2.2 Jenis Kelelahan Kerja ... 11

2.3 Gejala Kelelahan Kerja ... 13

2.4 Mekanisme Kelelahan Kerja ... 14

2.5 Pengukuran Kelelahan Kerja ... 16

2.6 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja ... 21

2.6.1 Faktor Individu ... 24

2.6.2 Faktor Pekerjaan ... 30

2.7 Tingkat Kelelahan Kerja Secara Subjektif ... 36

2.8 Dampak Kelelahan Kerja ... 37

2.9 Work Fatigue Risk Management ... 38

2.9.1 Identifikasi Risiko ... 40

2.9.2 Analisis/Penilaian Risiko ... 42

2.9.3 Pengendalian Risiko ... 43

2.10 Persyaratan dan Waktu Kerja Pengemudi Truk Tangki ... 45

2.11 KerangkaTeori ... 46

BAB III ETODOLOGI PENELITIAN ... 47

3.1 Kerangka Konsep ... 47

3.2 Hipotesis ... 48

3.2.1 Hipotesis Nol (H0) ... 48

3.2.2 Hipotesis Alternatif (Ha) ... 48

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 49

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.5 Definisi Operasional ... 51

(13)

xii

3.6 Sumber Data Penelitian ... 53

3.7 Instrumen Penelitian ... 53

3.8 Pengumpulan Data ... 54

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 55

3.9.1 Pengolahan Data ... 55

3.9.2 Analisis Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1 Hasil Penelitian ... 59

4.1.1 Profil Perusahaan ... 59

4.1.2 K3LL di PT X ... 60

4.1.3 Hasil Analisis Univariat ... 62

4.1.4 Hasil Analisis Bivariat ... 70

4.2 Pembahasan Penelitian ... 77

4.2.1 Hubungan Usia dengan Kelelahan Kerja ... 77

4.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja ... 78

4.2.3 Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Kelelahan Kerja... 79

4.2.4 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja ... 80

4.2.5 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja ... 81

4.2.6 Hubungan Durasi Mengemudi dengan Kelelahan Kerja ... 82

4.2.7 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85

5.2.1 Saran untuk Perusahaan ... 85

5.2.2 Saran untuk Pengemudi ... 86

5.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya ... 87

(14)

xiii DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN ... 93

(15)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh ... 26

Tabel 2.2 Pengaruh Tipe Jalan Terhadap Variasi Perjalanan ... 32

Tabel 2.3 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif ... 37

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 51

Tabel 4.1 Distribusi Data Numerik Usia ... 63

Tabel 4.2 Distribusi Data Ktaegorik Usia ... 63

Tabel 4.3 Distribusi Data Numerik Status Gizi ... 64

Tabel 4.4 Distribusi Data Kategorik Status Gizi ... 64

Tabel 4.5 Distribusi Data Numerik Jumlah Jam Tidur ... 65

Tabel 4.6 Distribusi Data Kategorik Jumlah Jam Tidur ... 65

Tabel 4.7 Distribusi Data Numerik Kualitas Tidur... 66

Tabel 4.8 Distribusi Data Kategorik Kualitas Tidur ... 66

Tabel 4.9 Distribusi Data Numerik Kebiasaan Merokok ... 67

Tabel 4.10 Distribusi Data Kategorik Kebiasaan Merokok ... 67

Tabel 4.11 Distribusi Data Numerik Durasi Mengemudi ... 68

Tabel 4.12 Distribusi Data Kategorik Durasi Mengemudi ... 68

Tabel 4.13 Distribusi Data Numerik Shift Kerja ... 69

Tabel 4.14 Distribusi Data Kategorik Shift Kerja ... 69

Tabel 4.15 Distribusi Data Numerik Tingkat Kelelahan Kerja ... 70

Tabel 4.16 Distribusi Data Kategorik Tingkat Kelelahan Kerja ... 70

Tabel 4.17 Hubungan Usia dengan Kelelahan Kerja ... 71

Tabel 4.18 Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja ... 72

Tabel 4.19 Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Kelelahan Kerja ... 73

Tabel 4.20 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja ... 74

Tabel 4.21 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja ... 75

Tabel 4.22 Hubungan Durasi Mengemudi dengan Kelelahan Kerja ... 76

Tabel 4.23 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja ... 77

(16)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Sistem Penghambat dan Sistem Penggerak pada

Otak ... 15

Gambar 2.2 Ilustrasi yang Menunjukkan Mekanisme Neurofisiologis ... 16

Gambar 2.3 Ilustrasi yang Menggambarkan Alat Ukur Waktu ... 18

Gambar 2.4 Ilustrasi yang Menunjukkan Alat Uji Hilang Kelipan ... 18

Gambar 2.5 Ilustrasi Teori Kombinasi ... 21

Gambar 2.6 Pengaruh Rotasi Shift Kerja ... 34

Gambar 2.7 Skema Penanggulangan Kelelahan ... 39

Gambar 2.8 Kerangka Teori ... 46

Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 47

(17)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 94

Lampiran 2. Dokumentasi Foto ... 101

Lampiran 3. Data Responden ... 102

Lampiran 4. Tabulasi Kuesioer PSQI ... 105

Lampiran 5. Tabulasi Kuesioner IFRC ... 111

Lampiran 6. Hasil Skor Kuesioner IFRC ... 119

Lampiran 7. Hasil Analisis Univariat ... 120

Lampiran 8. Hasil Analisis Bivariat ... 124

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri minyak dan gas (migas) diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu industri hulu migas dan industri hilir migas. Industri hulu migas mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak, gas bumi, gas metana batubara (GMB), shale gas serta panas bumi sedangkan industri hilir migas mencakup kegiatan bisnis pengolahan, pemasaran, dan niaga serta bisnis LNG. Bisnis pemasaran dan niaga mencakup aktivitas pendistribusian produk- produk hasil minyak dan petrokimia yang diproduksi oleh kilang minyak.(1)

Salah satu contoh dari kegiatan bisnis pemasaran dan niaga adalah pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) dari Terminal BBM menuju SPBU. Terminal BBM merupakan tempat penyimpanan dan penyaluran bahan bakar minyak dari tangki minyak ke dalam truk tangki BBM. Salah satu terminal BBM di Indonesia adalah depot PT X.

Berdasarkan data publikasi Global Tank Storage 2019, PT X dinilai sebagai terminal BBM terpenting di Indonesia karena PT X menyuplai sekitar 20% kebutuhan BBM harian di Indonesia, atau sekitar 25% dari total kebutuhan SPBU Pertamina dan thruput BBM rata-rata sebesar 16.504 kiloliter per hari dengan wilayah distribusi utamanya meliputi Jabodetabek.(1) Sejalan dengan tingkat kebutuhan harian BBM tersebut, maka dari itu proses pendistribusian bahan bakar minyak dituntut untuk memiliki kedisiplinan waktu dalam pendistribusian dan mampu memenuhi target distribusi per hari.(2)

Salah satu perusahaan yang memerlukan kedisiplin waktu kerja yang tinggi adalah perusahaan bidang distribusi minyak dan gas.(2) Kedisiplinan waktu yang tinggi seringkali menyebabkan pekerja

(19)

2 berkendara dengan kecepatan tinggi guna memenuhi target kerja yang dapat berdampak pada kejadian kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas.(2)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak sengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda. (3) Selain faktor lingkungan seperti kondisi jalan dan keadaan cuaca yang memberikan konstribusi sebagai faktor risiko terjadinya kecelakaan, kelelahan kerja atau berkendara juga ikut berkonstribusi pada kecelakan lalu lintas.(4)

Berdasarkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) 2010, kelelahan berkendara memberikan persentase pada kecelakaan yaitu lebih dari 25% dan merupakan salah satu faktor risiko yang berperan dalam kecelakaan lalu lintas.(5) Work fatigue atau kelelahan kerja merupakan faktor yang signifikan yang menyebabkan kecelakaan di setiap bidang industri baik kecelakaan transportasi, penerbangan, pertambangan, manufaktur, konstruksi dan rumah sakit.(6)

Kelelahan yang terjadi pada pengemudi atau awak mobil tangki dapat mengakibatkan lambatnya dalam merespon saat mengemudi disertai dengan penurunan kesiagaan, perhatian, dan hambatan persepsi pada saat berkendara.(7) Pada tahap selanjutya pengemudi akan merasa mengantuk dan kemungkinan akan menyebabkan pengemudi kehilangan kewaspadaan terhadap hal- hal yang terjadi di jalan.(7)

Menurut Proceedings of the Human Factors and Ergonomics Society 42 nd Annual meeting, pengemudi lokal atau jarak pendek diidentifikasikan melalui suatu penelitian tentang kelelahan yang terkait dengan kecelakaan. Diperoleh urutan lima teratas isu penting terkait kelelahan berkendara yang terjadi pada pengemudi

(20)

3 lokal atau jarak pendek yaitu waktu tidur yang tidak cukup, beratnya beban kerja fisik, suhu panas atau tidak adanya udara AC, menunggu waktu pembongkaran, dan waktu makan yang tidak teratur.(8)

Berdasarkan suatu penelitian sebelumnya terkait faktor-faktor kelelahan kerja pengemudi pengangkutan BBM di TBBM PT.

Pertamina Pare-Pare diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara durasi mengemudi, usia, dan kebiasaan merokok dengan kelahan kerja pengemudi pengangkutan BBM.(9) Selain itu, penelitian lainnya yang dilakukan pada pengemudi taksi di Rungkut Surabaya terkait kelelahan kerja pada pengemudi diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara masa kerja, status gizi, dengan kelelahan kerja.(10)

Faktor lainnya yang berhubungan dengan kelelahan kerja pada pengemudi adalah shift kerja dan pola kerja. Shift kerja merupakan istilah jadwal kerja yang tidak standar dan berhubungan dengan penyebab gangguan fisiologis yang terjadi pada individu. Jadwal kerja menuntut pekerja untuk mengesampingkan jam internal biologis tubuh yang mengatur aktivitas siang dan malam dari manusia.(11) Penelitian lainnya yang menguatkan, mengatakan bahwa waktu atau jam kerja berlebih yang dihadapi oleh pekerja berhubungan dengan kualitas tidur yang buruk yang dapat mengakibatkan fisik menjadi lemah dan berdampak pada performa kerja pengemudi yang bisa menyebabkan pengemudi lebih mudah lelah dan timbunya rasa kantuk saat mengemudi.(12)

Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas POLRI) mencatat jumlah kecelakaan sepanjang tahun 2017 sebanyak 103.228 kejadian dengan korban meninggal 30.568 jiwa.

Selain itu berdasarkan Badan Pusat Statistik (2017), diperoleh data kecelakaan lalu lintas tahun 2016 dan 2017 di DKI Jakarta yang meliputi wilayah Polda Metro Jaya Jakarta, Depok, Tanggerang, dan Bekasi yang tidak mengalami penurunan secara signifikan

(21)

4 yaitu dengan jumlah masing-masing 5908 kasus (1615 korban jiwa) dan 5620 kasus (korban jiwa).(13)

Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas truk tangki antara tahun 2014 hingga 2015, diperoleh data bahwa terjadi kecelakaan lalu lintas sebanyak 147 kejadian selama tahun 2014 dan mengalami penurunan 30% pada tahun 2015 yaitu sebanyak 103 kejadian. Namun, secara detail jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas pada tahun 2015 dan 2016 dari TBBM Plumpang memiliki jumlah yang sama yaitu 11 kecelakaan truk tangki.(14)

Pada bulan Desember 2018 lalu, terjadi kecelakaan lalu lintas di Kota Tanggerang Selatan yaitu truk tangki BBM menabrak pengendara motor yang disebabkan karena pengemudi truk tangki membawa kendaraan dengan kecepatan tinggi dan kemudian menabarak bagian belakang motor. Oleh karena kejadian kecelakaan tersebut, seorang pengendara motor meninggal karena terlindas ban belakang bagian kiri truk tangki.(15)

Berdasarkan penjelasan di atas, kelelahan kerja merupakan permasalahan yang sering dialami oleh pengemudi truk tangki.

Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian pengukuran tingkat kelelahan kerja serta analisa hubungan faktor-faktor individu (usia, status gizi, jumlah jam tidur, kualitas tidur, dan kebiasaan merokok) dan faktor-faktor pekerjaan (durasi mengemudi dan shift kerja) dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Tingkat kebutuhan harian BBM di SPBU menuntut pekerja di PT X untuk melakukan pendistribusian dengan tepat waktu dan memenuhi target distribusi per hari. Oleh karena itu, pekerja seringkali mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi yang dapat berdampak pada kecelakaan kerja berupa kecelakaan lalu lintas. Salah satu faktor penyebab kecelakaan lalu lintas adalah kelelahan kerja yang terjadi pada pengemudi. Kelelahan kerja yang

(22)

5 terjadi pada pengemudi dapat mengakibatkan lambatnya dalam merespon saat mengemudi disertai rasa ngantuk dan kemungkinan akan menyebakan pengemudi kehilangan kewasapadaan terhadap hal-hal di jalan. Tingkat kelelahan kerja yang terjadi pada pengemudi dapat disebabkan oleh hubungan faktor individu dan faktor pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas, ditemukan permasalahan antara waktu dan beban kerja yang tinggi dengan kelelahan kerja serta hubungan faktor-faktor individu dan faktor-faktor pekerjaan dengan tingkat kelelahan kerja. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisa hubungan faktor-faktor individu (usia, status gizi, jumlah jam tidur, kualitas tidur, dan kebiasaan merokok) dan faktor-faktor pekerjaan (durasi mengemudi dan shift kerja) dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Selanjutnya, dari uraian di atas dapat disusun ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Apakah ada hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

2) Apakah ada hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

3) Apakah ada hubungan antara jumlah jam tidur dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

4) Apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

5) Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

(23)

6 6) Apakah ada hubungan antara durasi mengemudi dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

7) Apakah ada hubungan antara shift kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor individu dan faktor pekerjaan dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui hubungan antara usia dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

2) Mengetahui hubungan antara status gizi dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

3) Mengetahui hubungan antara jumlah jam tidur dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

4) Mengetahui hubungan antara kualitas tidur yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

5) Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

6) Mengetahui hubungan antara durasi mengemudi dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

(24)

7 7) Mengetahui hubungan antara shift kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti, penelitian yang dilakukan dapat digunakan untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengalaman dalam mengaplikasikan dan mengembangkan teori ilmu keselamatan dan kesehatan kerja yang sudah didapatkan selama mengikuti perkuliahan serta melengkapi sebagai persyaratan kelulusan menjadi sarjana terapan keselamatan dan kesehatan kerja.

1.4.2 Manfaat Bagi Universitas Binawan

Bagi institusi, bahan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pemantapan dan perkembangan keilmuan dalam bidang ilmu keselamatan dan kesehatan kerja terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi dan bentuk implementasi manajemen kelelahan kerja yang telah diterapkan di perusahaan.

1.4.3 Manfaat Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan, bahan penelitian yang dikaji oleh peneliti dapat dijadikan masukan, bahan pendukung, dan tolak ukur untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja yang terjadi pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun dan untuk menilai efektivitas dari program manajemen kelelahan kerja yang sudah diterapkan di perusahaan sehingga dapat ditingkatkan dan dikembangkan lebih baik lagi dalam penerapannya yang ada kaitannya dengan kinerja pengemudi truk tangki. Selain itu, dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat peraturan dan kebijakan

(25)

8 perusahaan khususnya dalam membuat program K3 untuk mencegah permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja pada pengemudi truk tangki.

1.4.4 Manfaat Bagi Pengemudi Truk Tangki

Bagi pengemudi truk tangki, bahan penelitian ini dapat dijadikan edukasi untuk memahami dan mengerti faktor- faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada saat mengemudi sehingga dapat dan mampu dalam melakukan pencegahan yang lebih baik. Selain itu, pengemudi truk tangki juga diharapkan dapat memahami bahaya dan risiko yang bisa terjadi pada saat melakukan pekerjaan sehingga pada saat melakukan pekerjaan, pekerja selalu memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Sehingga lebih lanjut, diharapkan manajemen perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja pengemudi truk tangki terutama mengenai kelelahan kerja pada saat mengemudi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Penelitian dilakukan oleh karena ditemukan permasalahan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangkiyang disebabkan beban pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja yang sangat beragam dan sering dialami oleh pekerja pengemudi truk tangki. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2019. Desain pada penelitian ini merupakan kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan dengan pengamatan serta pengambilan data primer (kuesioner) dan sekunder (data – data pengemudi).

(26)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja

2.1.1 Definisi Kelelahan Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lelah merupakan kata dasar dari kelelahan yang mempunyai arti penat, letih, payah, lesu, dan tidak bertenaga.(16) Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk menjaganya dari kerusakan lebih lanjut setelah melakukan aktivitas atau pekerjaan sehingga dibutuhkan pemulihan dengan cara tubuh beristirahat.(17) Pengaturan kelelahan secara sentral dilakukan oleh otak dan suatu sistem pada susunan syaraf pusat yang terbagi menjadi dua yaitu sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis).(17)

Pengertian kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu yang merasakannya, tetapi semuanya berakhir pada keadaan yang menunjukkan kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.(18) Kelelahan kerja juga digambarkan sebagai suatu kondisi melemahnya kegiatan, motivasi, dan kelelahan fisik untuk melakukan kerja.(6) Kelelahan yang terjadi berhubungan dengan jam kerja yang panjang, jangka waktu yang lama tanpa tidur, dan persyaratan lainnya untuk bekerja pada waktu yang tidak selaras dengan irama biologis tubuh atau sirkadian.(19)

Selain dapat disebabkan oleh jam kerja yang terlalu panjang, kegiatan fisik dan mental yang terlalu lama, istirahat yang tidak cukup bagi pekerja, stress kerja yang berlebihan, dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan kelelahan pada pekerja.(20) Kelelahan yang terjadi disertai dengan penurunan dalam kemampuan untuk melakukan

(27)

10 pekerjaan yang dihasilkan dari kegiatan sebelumnya dan merupakan respon terhadap kondisi seperti istirahat yang tidak memadai, terganggunya ritme biologi, dan aktivitas mental dan fisik yang berlebihan.(21)

2.1.2 Kelelahan Kerja Pada Pengemudi

Kelelahan pada saat mengemudi dapat diartikan sebagai penurunan bertahap dari kewaspadaan fisik dan mental yang dapat menyebabkan seseorang tertidur.(22) Kelelahan yang terjadi pada pengemudi dapat berupa kelelahan aktif dan kelelahan pasif. Kelelahan aktif merupakan beban mental atau permintaan tinggi dari kondisi mengemudi dan kelelahan pasif merupakan kondisi dari beban yang rendah. Sebagai contohnya, kelelahan aktif dapat terjadi ketika permintaan tugas mengemudi tinggi termasuk pada saat lalu lintas yang padat, pandangan terhalang, atau tuntutan tugas tambahan selain tugas mengemudi. Sedangkan, kelelahan pasif dapat terjadi ketika pengemudi sudah terbiasa dengan tugas mengemudinya atau tugas mengemudi dapat diketahui atau diprediksi sebelumnya.(23)

Selain itu, kelelahan yang terjadi dapat mempengaruhi pekerja pada saat mengemudi seperti penurunan kewaspadaan, waktu reaksi lebih lama, masalah memori, koordinasi psikometri melemah, dan pengolahan informasi menjadi kurang efisien. Efek kelelahan yang terjadi juga terlihat pada motivasi tugas.(24) Motivasi untuk melakukan tugas menjadi berkurang, komunikasi dan interaksi dengan lingkungan menjadi tidak baik, dan lebih mudah menjadi kesal serta bereaksi lebih agresif terhadap orang atau sesuatu seperti yang terlihat pada perilaku pengemudi.(25)

(28)

11 2.2 Jenis Kelelahan Kerja

Istilah kelelahan pada umumnya memiliki perbedaan pada setiap individu yang merasakannya namun pada dasarnya kelelahan yang terjadi menggambarkan berkurangnya kapasitas kerja, hilangnya efisiensi dalam bekerja, dan melemahnya ketahanan tubuh.

Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu:

1) Kelelahan otot, yaitu merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Kelelahan yang terjadi pada otot berlaku dua teori yaitu teori kimia dan teori syaraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa biasanya terjadi kelelahan akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme sebagai penyebab dari hilangnya efisiensi otot dalam bekerja, namun perubahan arus listrik yang terjadi pada otot dan syaraf merupakan penyebab sekunder dari kelelahan kerja pada otot. Teori lainnya yang menjelaskan kelelahan otot yaitu teori syaraf pusat. Pada teori ini dijelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses pada kelelahan otot. Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya rangsangan syaraf melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot.

Rangsangan aferen ini membuat hambatan pada pusat-pusat otak yang memiliki fungsi dalam mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi menurun.

Penurunan frekuensi yang terjadi, ikut menimbulkan penurunan kecepatan dan kontraksi otot serta gerakan atas perintah kemauan melambat sehingga semakin lambat gerakan seseorang dalam bekerja maka semakin menunjukkan kelelahan otot yang terjadi.

2) Kelelahan umum yang biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monotomi;

intesitas dan lamanya kerja fisik; keadaan lingkungan; sebab- sebab mental; status kesehatan; dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan ini dimulai dari yang sangat ringan hingga

(29)

12 perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan umum atau kelelahan subjektif ini biasanya terjadi pada akhir jam kerja apabila beban kerja yang diterima mencapai bahkan lebih dari 30- 40% dari tenaga aerobik maksimal.(17)

Kelelahan kerja dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu terjadi kelelahan kerja dan penyebab terjadinya kelelahan kerja, yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Berdasarkan waktu terjadi kelelahan kerja:

(1) Kelelahan akut merupakan kelelahan yang terjadi dalam periode waktu yang pendek dan biasanya dihasilkan karena kurang tidur atau kegiatan fisik atau mental yang berat dalam jangka waktu pendek, dan dapat dipulihkan dengan tidur atau beristirahat.

(2) Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang dapat berlangsung setiap hari, berkepanjangan, dan bahkan kadang-kadang dapat terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.

2) Berdasarkan penyebab terjadi kelelahan kerja:

(1) Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan oleh faktor lingkungan fisik di tempat kerja seperti kebisingan, suhu, dan faktor psikologis (konflik mental, monotoni pekerjaan, bekerjaan karena terpaksa, dan tumpukan pekerjaan).

(2) Kelelahan fisik merupakan kelelahan karena kerja fisik, kerja patologis, ditandai dengan penurunan kinerja, rasa lelah, dan memiliki hubungan dengan faktor psikososial.

(3) Kelelahan mental merupakan suatu proses penurunan stabilitas kinerja, suasana hati, dan aktivitas atau kegiatan kerja setelah melakukan pekerjaan dalam jangka waktu yang panjang. Keadaan ini dapat dipulihkan dengan cara merubah tuntutan pekerjaan, pengaruh lingkungan, dan tidur yang cukup.(26)

(30)

13 2.3 Gejala Kelelahan Kerja

Gejala kelelahan kerja yang terjadi terdiri dari dua macam yaitu kelelahan objektif dan kelelahan subjektif. Secara umum gejala kelelahan ini dimulai dari yang sangat ringan hingga perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan umum atau kelelahan subjektif ini biasanya terjadi pada akhir jam kerja apabila beban kerja yang diterima mencapai bahkan lebih dari 30-40% dari tenaga aerobik maksimal. Terdapat suatu daftar gejala-gejala atau perasaan- perasaan yang sering dialami oleh pekerja yang ada kaitannya dengan kelelahan kerja yaitu sebagai berikut:

1) Daftar gejala mengenai penurunan kegiatan:

(1) Perasaan berat di kepala

(2) Lelah yang terjadi di seluruh badan (3) Rasa berat di kaki saat berjalan (4) Menguap

(5) Pikiran menjadi kacau (6) Rasa mengantuk

(7) Seperti ada beban di mata

(8) Gerakan yang terasa canggung dan kaku (9) Ketidakstabilan saat berdiri

(10) Ingin berbaring atau tidur

2) Daftar gejala mengenai penurunan motivasi:

(1) Susah berpikir

(2) Lelah dalam berbicara (3) Timbul rasa gugup

(4) Sulit untuk berkonsentrasi (5) Sulit fokus terhadap sesuatu (6) Sering lupa

(7) Timbul rasa cemas terhadap sesuatu (8) Tidak giat dalam bekerja

3) Daftar gejala mengenai kelelahan fisik (1) Rasa kaku di bahu

(31)

14 (2) Rasa nyeri di punggung

(3) Mengalami sesak nafas (4) Timbul rasa haus

(5) Timbul suara serak

(6) Timbul rasa pening atau sakit di kepala (7) Kejang atau kaku pada kelopak mata (8) Muncul tremor pada anggota badan (9) Merasa kurang sehat(17)

Selain gejala kelelahan umum di atas, berikut ini adalah tanda pengemudi mengalami kelelahan saat mengemudikan kendarannya antara lain adalah:

1) Menguap berulang kali

2) Kesulitan dalam menemukan posisi nyaman 3) Perubahan jalur secara mendadak

4) Terlambat atau terkadang suka mengerem secara mendadak 5) Kesulitan mengingat perjalanan beberapa kilometer yang lalu 6) Kesulitan mengatur kecepatan yang stabil

7) Tidak mengecek spion kendaraan 8) Kehilangan arah untuk keluar 9) Mengalami halusinasi(22) 2.4 Mekanisme Kelelahan Kerja

Kelelahan diatur secara pusat oleh otak. Secara konsep, kelelahan merupakan bentuk reaksi fungsional dari pusat kesadaran pada otak yaitu cortex cerebri yang sistem kerjanya dipengaruhi oleh dua sistem yaitu inhibisi (sistem penghambat) yang bersifat parasimpatis dan aktivasi (sistem penggerak) yang bersifat simpatis.

Selain itu, terdapat struktur susunan syaraf pusat yang sangat penting dalam mengontrol secara luas dan konsekuen yaitu reticular formation atau sistem penggerak pada medula yang meningkatkan dan mengurangi sensitivitas dari cortex cerebri. Cortex cerebri merupakan pusat kesadaran meliputi persepsi, perasaan subjektif, refleks, dan kemauan.(18)

(32)

15 Sedangkan, sistem penghambat (inhibisi) yang terdapat dalam thalamus dapat menurunkan kemampuan reaksi manusia dan cenderung menyebabkan rasa ngantuk untuk segera tidur sedangkan sistem penggerak yang terdapat pada formatio retikularis berfungsi untuk merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh, untuk bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan sebagainya.(18)

Gambar 2.1. Ilustrasi sistem penghambat (inhibsi) dan sistem penggerak (aktivasi) pada otak

Sumber: PPT video online cortex cerebri Hjernebarken

Keadaan seseorang pada suatu waktu sangat dipengaruhi oleh hasil kerja di antara dua sistem yang bekerja saling berlawanan yaitu sistem penggerak (aktivasi) dan sistem penghambat (inhibisi). Jika pada suatu waktu kerja sistem penghambat lebih kuat maka seseorang akan mengalami kelelahan. Namun sebaliknya, jika sistem penggerak (aktivasi) menunjukkan kerja yang lebih kuat maka seseorang akan berada dalam keadaan yang segar untuk melakukan aktivitas. Oleh karena itu, kedua sistem ini harus bekerja secara seimbang dan stabil pada tubuh sehingga pekerja akan merasakan keseimbangan dan kestabilan juga saat melakukan aktivitasnya.

Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini yaitu tingkat

(33)

16 aktifasi dari otak tengah, tingkat pembacaan dari kegiatan dan tingkat kewaspadaan yang meningkat dari kiri ke kanan.(27)

Gambar 2.2. Ilustrasi yang menunjukkan mekanisme neurofisiologis sebagai pengatur fungsi keseimbangan dari organisme

Sumber: Grandjean, Fatigue in industry, British Journal of Industrial Medicine, 1979.

2.5 Pengukuran Kelelahan Kerja

Para peneliti pada sebelumnya tidak memiliki cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Oleh karena itu, pengukuran-kelelahan hanya berupa indikator-indikator yang menunjukkan kelelahan akibat kerja. Indikator-indikator tersebut dibuat menjadi metode pengukuran dalam beberapa kelompok yaitu sebagai berikut:(17)

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan: pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun, ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sepert: target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sebaliknya, kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat

(34)

17 menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan casual factor.

2) Uji psiko-motor (Psychomotor test)

(1) Pada metode ini terlibat fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot.

(2) Waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya sekitar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat; intensitas dan lamanya perangsangan; umur subjek; dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

(3) Dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya.

(4) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli. Alat ukur waktu reaksi salah satunya dapat dilihat seperti pada gambar 3 di bawah ini.

(35)

18

Gambar 2.3. Ilustrasi yang menggambarkan alat ukur waktu reaksi (reaction timer)

Sumber: Buku Tawarka et al. (2004)

3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan.

Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja. Alat uji hilang kelipan atau flicker-fusion test dapat dilihat seperti gambar 4 di bawah ini.

Gambar 2.4. Ilustrasi yang menggambarkan alat uji hilang kelipan (flicker-fusion test)

Sumber: Buku Tawarka et al.(2004)

(36)

19 4) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjective

feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioener tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari:

10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan:

1) perasaan berat di kepala 2) lelah di seluruh badan 3) berat di kaki

4) menguap 5) pikiran kacau 6) mengantuk

7) ada beban pada mata

8) gerakan canggung dan kaku 9) berdiri tidak stabil

10) ingin berbaring

10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi:

1) susah berpikir

2) lelah untuk berbicara 3) gugup

4) tidak berkonsentrasi

5) sulit memusatkan perhatian 6) mudah lupa

7) kepercayaan diri berkurang 8) merasa cemas

9) sulit mengontrol sikap

10) tidak tekun dalam pekerjaan

10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik:

1) sakit di kepala 2) kaku di bahu 3) nyeri di punggung

(37)

20 4) sesak nafas

5) haus

6) suara serak 7) merasa pening

8) spasme di kelopak mata 9) tremor pada anggota badan 10) merasa kurang sehat(17)

Selain metode pengukuran kelelahan di atas, beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran kelelahan subjektif. Beberapa metode tersebut adalah seperti ranking methods, rating methods, questionnaire methods, interviews dan checklists.

5) Uji mental

Metode ini menyatakan bahwa konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur dan menguji kecepatan, ketelitian, dan konstansi adalah Bourdon Wiersma test. Tes ini menunjukkan hasil yang menggambarkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian, dan konstansi akan semakin rendah atau berkurang begitu pula sebaliknya. Tes ini lebih tepat digunakan untuk mengukur kelelahan yang terjadi akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.(17)

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya kelelahan terjadi pada waktu akhir jam kerja dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti monotomi, kerja otot statis, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja- istirahat yang tidak tepat.(17)

6) Visual Analog Scale (VAS)

Merupakan alat pengukuran yang valid dan reliabel untuk penilaian secara kuantitatif pada kelelahan dan tingkat kekuatannya sangat baik untuk digunakan pada subjek yang sehat

(38)

21 dan yang memiliki masalah dengan waktu tidur atau kurangnya waktu tidur sehingga tepat untuk mengukur kelelahan subjektif yang dirasakan pada setiap pengemudi. VAS berguna untuk menilai kelelahan otot yang meluas pada beban kerja yang rendah dan akan sensitive jika terdapat perasaan subjektif yang berbeda VAS juga sangat mudah dipahami oleh subjek yang mengisinya dan hanya membutuhkan kemampuan membaca yang cukup minim. Skala VAS mengukur kelelalahan yang bersifat single item dapat berupa “seberapa lelah yang kamu rasakan saat ini?” (0 = tidak lelah sama sekali, 100 = sangat lelah). (28)

2.6 Faktor Penyebab Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja yang terjadi di industri disebabkan oleh berbagai faktor yang bervariasi. Sebagai solusi untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan serta efisiensi kerja maka diperlukan proses penyegaran yang dilakukan di luar tekanan (cancel out the stress). Hal yang harus dilakukan dalam penyegaran adalah dengan memberikan waktu untuk tidur malam, periode istirahat, dan waktu-waktu untuk berhenti dari pekerjaan sementara. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kelelahan kerja digambarkan seperti gambar 2.5 di bawah ini.(17)

Gambar 2.5 Ilustrasi teori kombinasi pengaruh penyebab kelelahan dan penyegaran (recuperation)

Sumber: Grandjean (1991:838). Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO. Geneva

(39)

22 Berdasarkan Fatigue Management Guide, terdapat beberapa hal dasar penyebab kelelahan kerja yang terjadi pada pengemudi yang dikelompokkan ke dalam 3 hal yaitu sebagai berikut:

1) Driver-Related : circadian cycles (waktu biologi), kondisi kesehatan (fisik dan mental), kuantitas dan kualitas tidur, jumlah jam terjaga (waktu beraktivitas), diet, kebugaran, kehidupan rumah tangga, usia, dan faktor lainya.

2) Work-Related : jam/waktu kerja, jam shift kerja, kecukupan waktu beristirahat, jadwal rotasi kerja, shift malam, budaya perusahaan, beban kerja fisik dan mental yang diterima.

3) Environmental-Related : kondisi jalan, jenis atau karakteristik perjalanan, cuaca, ergonomi kendaraan, ada/tidaknya tempat beristirahat, monotomi jalan, stress dari lingkungan kerja (panas, kebisingan, getaran), dan faktor lainnya.(23)

Dasar yang digunakan dalam Haddon Matrix untuk menganalisis dan menangani kelelahan pada pengemudi yaitu dengan mengklasifikasikan kelelahan pada pengemudi berdasarkan tahapan mengemudi seperti tahap sebelum mengemudi (faktor manusia), saat mengemudi (faktor kendaraan), dan setelah mengemudi (faktor lingkungan). Selain itu, faktor-faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi kelelahan perlu untuk dipertimbangkan seperti faktor psikofisiologis, medis, dan sosiodomestik yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Tahapan sebelum mengemudi

(1) Faktor psikofisiologis: usia pengemudi ( jika usia > 45 tahun maka lebih rentan untuk kelelahan), kurang tidur dan beristirahat, kurang pengalaman kerja, mengalami keresahan dalam bekerja, kurang pelatihan mengemudi, dan kurang berpengalaman dalam mengemudi.

(2) Faktor medis: kondisi kesehatan dan kebugaran pengemudi, riwayat penyakit seperti diabetes dan epilepsi, gangguan penglihatan, terjadi kerusakan pada sistem syaraf, sering

(40)

23 mengonsumsi obat-obatan terlarang (narkoba), alkohol, dan sedang menjalani pengobatan, serta perilaku-perilaku pengemudi lainnya yang dapat menyebabkan kelelahan.

(3) Faktor sosiodomestik: adanya masalah yang terjadi di dalam keluarga pengemudi, kegelisihan karena masalah keuangan, dan kehidupan sosial pengemudi, serta faktor lainnya yang terjadi pada kehidupan pengemudi.

2) Tahapan saat mengemudi

(1) Faktor psikofisiologis: pekerjaan mengemudi dalam jarak jauh, stress saat mengemudi, kebosanan karena monotomi, mengantuk saat mengemudi, waktu istirahat yang kurang saat bekerja, jam kerja yang tidak dapat ditentukan, sikap agresif saat mengemudi, kurangnya asupan gizi, mengalami halusinasi, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang saat mengemudi, kondisi cuaca, dan rasa takut terhadap bahaya yang mungkin terjadi dalam perjalanan.

(2) Faktor medis: kondisi kesehatan pengemudi yang sedang bermasalah, durasi mengemudi yang lama dengan kontraksi otot statis yang dapat meningkatkan tekanan di pembuluh darah, kondisi kadar gula yang rendah saat mengemudi.

(3) Faktor sosiodomestik: kondisi kendaraan saat mengemudi, kebisingan yang tinggi dalam kabin truk tangki, adanya hembusan angin dari jendela kendaraan yang terbuka, tekanan panas yang terjadi karena temperatur kendaraan yang tinggi dan kurang ventilasi kendaraan, asap dan gas- gas pembuangan yang keluar dari kendaraan seperti gas karbon monoksida.

3) Tahapan setelah mengemudi

(1) Faktor psikofisiologis: tugas-tugas yang lebih (ekstra), seperti pekerjaan bongkar muat dan pekerjaan lainnya yang menambah waktu ataupun sudah di luar jam kerja.

(41)

24 (2) Faktor medis: kondisi kesehatan pengemudi setelah mengemudi seharian, riwayat penyakit yang timbul karena kecelakan lalu lintas ataupun penyakit akibat kerja karena menghirup gas karbon monoksida atau bahan kimia berbahaya yang berasal dari minyak yang diangkut.

(3) Faktor sosiodomestik: kurang waktu pemulihan dengan beristirahat, kurangnya waktu tidur setelah mengemudi, kurang rekreasi, kurang waktu luang dengan keluarga, kurang hari libur dari pekerjaan, konsumsi obat-obatan terlarang (narkoba) dan alkohol, serta sedang menjalani pengobatan.(27)

Berdasarkan ha-hal yang ada di atas, dapat ditarik kesimpulan dan garis besar mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja pada pengemudi yaitu faktor individu (usia, status gizi, jumlah jam tidur, dan gangguan tidur, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga), faktor pekerjaan (beban kerja, masa kerja, durasi mengemudi, variasi perjalanan, shift kerja, pola kerja) yang dijelaskan sebagai berikut:

2.6.1 Faktor Individu 2.6.1.1 Usia

Faktor usia memiliki pengaruh terhadap terjadinya perasaan lelah. Pada pekerja yang memiliki usai lebih tua terjadi penurunan kekuatan otot. Namun keadaan ini diimbangi dengan stabilitas emosi yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda.(27)

Pada sebuah penelitian, dinyatakan bahwa pengemudi pria usia muda lebih tahan terhadap efek buruk dari kurang tidur dibandingkan dengan pengemudi usia lebih tua sehingga sering kali tetap memaksakan berkendara dalam kondisi yang berisiko terjadi kecelakaan, hal ini diprediksi ketika

(42)

25 pengemudi sudah merasa mengantuk dan sudah merasa lelah dengan melihat ritme sirkadian.(29)

Hal lainnya yang berkaitan dengan usia yaitu keluhan otot skeletal yang mulai dirasakan pada usia kerja dengan rentangan usia antara 35-65 tahun. Keluhan pertama mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan bertambah sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Hal ini umumnya terjadi karena pada usia setengah baya, ketahanan dan kekuatan otot mengalami penurunan sehingga resiko keluhan pada otot akan meningkat.(17)

Sejalan dengan bertambahnya usia, pada tubuh akan mengalami penurunan lainnya seperti VO2 max, tajam penglihatan, pendengaran, kecepatan membedakan sesuatu, membuat keputusan, dan kemampuan mengingat hanya jangka pendek. Oleh karena itu, usia selalu dihubungkan dan dijadikan pertimbangan dalam memberikan pekerjaan pada seseorang.(17)

2.6.1.2 Status Gizi

Status gizi adalah salah satu unsur yang menunjukkan kualitas fisik pekerja yang berpengaruh terhadap kelelahan kerja. Selain itu keadaan gizi yang tepat dan kondisi fisik yang baik juga memberikan pengaruh yang sangat penting pada efek dari kelelahan pada pengemudi.(26)

Pada umumnya, pengukuran status gizi dilakukan dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa Depkes RI 2009, menjelaskan

(43)

26 bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan suatu cara dengan rumus yang sederhana untuk mengukur status gizi orang dewasa yang berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan berat badan. Kelebihan atau kekurangan berat badan dapat menimbulkan penyakit yang berbeda.

Apabila berat badan berlebih maka dapat memicu dalam peningkatan risiko terhadap penyakit degeneratif namun sebaliknya jika berat badan kurang maka dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi.(30) Dalam mengukur IMT orang dewasa, diperlukan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

IMT = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)×𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)

Kategori ambang batas Indeks Masa Tubuh untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Masa Tubuh

IMT Kategori Keterangan

<17.0 Sangat Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat 17.0-18.5 Kurus Kekurangan berat badan

tingkat ringan

18.5-25.0 Normal -

25.0-27.0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan

>27.0 Sangat gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat

Sumber: Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa

(44)

27 2.6.1.3 Jumlah Jam Tidur

Kualitas dan kuantitas atau jumlah jam tidur seseorang sangat dipengaruhi oleh waktu tidurnya dalam 24 jam dan pada dasarnya manusia diatur untuk tidur pada malam hari dan melakukan pekerjaan atau aktivitasnya pada siang hari.

Kebutuhan jumlah jam tidur pada setiap orang berbeda-beda, tetapi pada umumnya selama 8 jam dari 24 jam, dan jika tidur selama 7 sampai 9 jam didapatkan maka dapat bermanfaat untuk optimalisasi kinerja.(26) Dalam suatu penelitian mengungkapkan sebuah survei mengenai pengemudi truk di Australia bahwa ditemukan 20% dari pengemudi mimiliki jam tidur yang kurang dari 6 jam, dan dalam perjalanan mereka dilaporkan bahwa 40% lebih besar mengalami peristiwa berbahaya saat mengemudikan kendaraan dalam perjalanannya.(31)

National Traffic Commission (NTC)

menyatakan mengenai pengaturan jam kerja dan istirahat pengemudi kendaraan berat (heavy vehicle) bahwa jam kerja maksimum yang diperbolehkan adalah 12 jam dalam periode waktu selama 24 jam dan wajib untuk istirahat minimum selama 7 jam tanpa terputus yang dimaksudkan pengemudi wajib untuk tidur tanpa terputus.(31)

Waktu tidur yang pendek dalam satu malam seperti kurang tidur selama satu malam, tidur sebentar pada satu malam atau bahkan tidak tidur sama sekali dalam waktu 24 jam, tidak memiliki dampak negatif yang terlalu kelihatan terhadap kinerja di hari berikutnya dan hal ini disebut

(45)

28 sebagai kurang tidur akut. Kurangnya waktu tidur pada satu malam dapat dengan mudah diganti pada periode tidur di malam selanjutnya. Namun, jika memotong waktu tidur atau hutang tidur dalam waktu yang lama seperti berminggu-minggu, berbulan-bulan, dapat menyebabkan kurang tidur kronis dan menyebabkan dampak pada kinerja seperti pekerja dapat tertidur secara tiba-tiba.

Periode tidur yang pendek ini tidak memiliki efek menyegarkan yang sama seperti pada periode waktu tidur yang biasa. Oleh karena itu, pekerja akan merasakan kantuk dan kinerja akan terus memburuk walaupun melakukan tidur secara tiba- tiba dalam beberapa kali.(20)

2.6.1.4 Kualitas Tidur

Kualitas tidur yang baik didapatkan dan ditunjukkan dengan tidur yang tenang, perasaan sangat segar saat bangun tidur di pagi hari dan perasaan penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya. Kualitas tidur bisa baik atau buruk dipengaruhi oleh gangguan tidur misalnya sleep apnea (penyumbatan pernafasan saat tidur) ataupun narkolepsi (memiliki kecenderungan untuk tiba-tiba jatuh tertidur). Hal lainnya yang dapat mempengaruhi kualitas tidur yaitu efek samping dari penyakit kronis yang sedang dialami atau obat yang dikonsumsi atau faktor luar lainnya seperti kebisingan pada lingkungan tidur.(27)

Salah satu pengukuran atau instrumen kualitas

tidur yang efektif untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur yaitu PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index). Instrumen ini dibuat berdasarkan pada pola

(46)

29 tidur responden dengan rentang tidur selama satu bulan terakhir yang bertujuan untuk membedakan antara kualitas tidur yang baik dan tidur yang buruk.

Penilaian PSQI diklasifikasikan menjadi 7 kategori yaitu kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi tidur di siang hari. Apabila pada skor akhir ≤5 dikategorikan ke dalam kualitas tidur baik dan jika skor akhir >5 dikategorikan ke dalam kualitas tidur buruk.(32)

2.6.1.5 Kebiasaan Merokok

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara lama dan tingkat kebiasaan merokok dengan peningkatan kelelahan otot. Tingkat kelelahan otot yang dirasakan akan semakin tinggi sebanding dengan lama dan tingkat frekuensi merokok.(17)

Dalam penelitian lainnya, ditemukan bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan otot, terutama pada pekerjaan yang membutuhkan pergerakan otot.

Hal ini terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Dampak buruk dari kebiasaan merokok dapat menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk menghirup oksigen juga akan menurun, sebagai akibat akhirnya tingkat kesegaran tubuh akan menurun juga. Apabila pekerja melakukan tugas yang membutuhkan pengerahan tenaga, maka yang akan terjadi pekerja akan merasa mudah lelah karena kandungan oksigen yang mengalir ke dalam darah rendah, terjadi hambatan dalam

(47)

30 pembakaran karbohidrat, terjadi tumpukan asam laktat sehingga akhirnya menimbulkan rasa nyeri otot.(17)

Dalam suatu penelitian mengenai kelelahan kerja pada pengemudi pengangkutan bahan bakar minyak dinyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan yang mana seseorang dikatakan perokok ringan jika konsumsi rokok kurang dari 10 batang per hari (< 10 batang/hari) dan dikatakan perokok berat jika konsumsi rokok lebih sama dengan 10 batang per hari (≥ 10 batang/hari).(9)

2.6.2 Faktor Pekerjaan

2.6.2.1 Durasi Mengemudi

Berdasarkan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan dalam pasal 90 menyatakan bahwa durasi kerja pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama yaitu 8 jam dalam satu hari dan setelah mengemudikan selama 4 jam kerja berturut-turut maka pekerja wajib beristirahat paling setidaknya setengah jam.(3)

Dalam pengaturan waktu kerja dan periode waktu istirahat pada sektor transportasi, Konvensi ILO No. 153 tahun 1979 mengeluarkan beberapa ketentuannya yaitu sebagai berikut:

1) Setelah mengemudi selama 4 jam atau 5 jam secara terus-menerus maka pengemudi harus beristirahat.

2) Dalam satu hari, jumlah durasi kerja bagi pengemudi adalah 9 jam dan tidak boleh melebihi dari jam kerja itu.

(48)

31 3) Total waktu kerja yang diperbolehkan bagi pengemudi adalah 48 jam dalam seminggu dan tidak boleh melebih dari jam kerja itu.

4) Total waktu istirahat yang ditentukan bagi pengemudi dalam satu hari adalah tidak boleh kurang dari 8 jam berturut-turut.(30)

Jika seseorang yang mengemudi selama 17 jam maka pengemudi memiliki risiko untuk mengalami kecelakaan. Hal ini disebabkan karena pengemudi terlalu lama dalam waktu atau durasi mengemudi sehingga terjadi gejala kelelahan sehingga dibutuhkan waktu istirahat yang cukup bagi pengemudi.(31)

2.6.2.2 Variasi Perjalanan (Monoton)

Variasi perjalanan bagi pengemudi merupakan hal yang seringkali menjadi faktor penyebab dalam menimbulkan rasa kantuk saat mengemudi karena perjalanan yang bersifat monoton. Monoton pada umumnya didefiniskan dengan mengacu pada stimulasi sensorik yang terjadi pada situasi tertentu.(33)

Pada pekerjaan yang berulang, tanda pertama kelelahan ditunjukan dengan peningkatan rata-rata panjang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu siklus aktivitas atau pekerjaan. Suatu aktivitas atau pekerjaan dikatakan monoton jika secara tetap tidak berubah atau dapat berubah dalam situasi yang dapat diketahui atau diprediksi serta terjadi pengulangan dalam waktu yang lama. Pekerjaan yang membosankan atau monoton dapat ditemuka pada pekerjaan seperti mengemudi

Gambar

 Gambar 2.1. Ilustrasi sistem penghambat (inhibsi) dan sistem  penggerak (aktivasi) pada otak
Gambar 2.2. Ilustrasi yang menunjukkan mekanisme neurofisiologis  sebagai pengatur fungsi keseimbangan dari organisme
      Gambar 2.4. Ilustrasi yang menggambarkan alat uji hilang kelipan  (flicker-fusion test)
Gambar 2.3. Ilustrasi yang menggambarkan alat ukur waktu reaksi  (reaction timer)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Flipped Classroom Terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Aritmetika Sosial Kelas VII di MTsN 2 Kediri Tahun Ajaran 2021/2022