• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Penelitian

Dalam dokumen skripsi (Halaman 94-101)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan Penelitian

77

78 4.2.2 Hubungan Status Gizi dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Pengemudi dengan status gizi normal (18,5-25,0) lebih banyak mengalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi dengan status gizi gemuk dan sangat gemuk (>25,0). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan pada pekerja pengemudi pengangkutan bahan bakar minyak di TBBM PT Pertamina Kota Pare-Pare tahun 2014 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja dengan uji chi-square yaitu nilai p value= 0,129 lebih besar dari nilai α=0,05 (0,129>0,05). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pekerja dengan status gizi normal (18,5- 24,9) lebih banyak mengalami kelelahan dari pada pekerja dengan status gizi tidak normal (<18,5/>24,9 kg/m2).(9)

Berdasarkan teori dijelaskan bahwa pada umunya kelelahan dapat terjadi akibat kurangnya cadangan energi dan peningkatan metabolisme tubuh sehingga menyebabkan efisiensi pada otot menghilang dan terjadi hambatan pada pusat otak yang berfungsi sebagai pengendali gerakan sehingga pada akhirnya frekuensi potensial kegiatan pada sel saraf menjadi menurun. Penurunan frekuensi tersebut mengakibatkan penurunan juga pada kekuatan. Oleh karena itu, semakin lemah kondisi otot seseorang maka semakin lambat gerakan pada tubuhnya.(17) Teori lainnya juga mengatakan bahwa status gizi menjadi salah satu faktor penentu tingkat kelelahan pekerja karena hal ini berkaitan dengan kesehatan dan daya kerja seorang pekerja. Status gizi yang baik berhubungan secara positif dengan daya kerja pekerja tetapi sebaliknya status gizi yang kurang dan berlebih akan menyebabkan kurangnya ketahanan dalam bekerja

79 ataupun perlambatan gerak dalam melaksanakan aktivitas bekerja.(40)

4.2.3 Hubungan Jumlah Jam Tidur dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara jumlah jam tidur dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Pengemudi dengan jumlah jam tidur cukup (≥7 jam) lebih banyak mengalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi dengan jumlah jam tidur kurang (<7 jam). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah jam tidur dengan kelelahan kerja pengemudi truk trailer di PT AMI tahun 2012 dengan uji chi- square yaitu nilai p value sebesar 0,178 lebih besar dari nilai α=0,05 (p=0,178 >0,05) dengan perolehan hasil yaitu pengemudi dengan jumlah jam tidur cukup (≥7 jam) lebih banyak mengalami kelelahan daripada pekerja dengan jumlah jam tidur kurang (<7 jam).(31)

Berdasarkan teori dijelaskan bahwa kurangnya jumlah jam tidur seseorang dapat menyebabkan penurunan energi dan gangguan pada metabolisme sehingga akan tampak mudah lelah dan lemas serta kurang bersemangat. Hal ini terjadi karena secara umum pada saat tidur terjadi proses regenerasi sel, perbaikan siklus peredaran darah, pertumbuhan dan perkembangan kinerja jaringan, terdapat zat-zat yang berguna untuk menghilangkan keresahan dan kegelisahan, pembuangan zat racun, perbaikan kinerja saraf, dan semua proses tersebut terjadi ketika seseorang tidur. Jika seseorang kekurangan jumlah jam tidur, berarti memiliki hutang tidur (hilangnya akumulasi tidur) yang disebabkan bisa oleh karena penyakit, terbangun karena faktor lingkungan atau penyebab lain, dan karena kebiasaan tidur yang buruk. Hal tersebut dapat

80 mengakibatkan seseorang mengantuk dan kurang waspada pada keesokkan harinya.(41)

4.2.4 Hubungan Kualitas Tidur dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Pengemudi dengan skor kualitas tidur (>5) lebih banyak megalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi dengan skor kualitas baik (≤5). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada pada pengemudi truk tangki di Terminal BBM PT Pertamina Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka tahun 2016 dengan hasil uji chi-square yaitu nilai p value= 0,013 lebih kecil dari nilai α=0,05 yang menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai kualitas tidur buruk lebih banyak mengalami kelelahan berat daripada pekerja yang mempunyai kualitas tidur baik.(42)

Berdasarkan teori dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur yaitu faktor fisiologi, faktor psikologis, lingkungan, dan gaya hidup.

Salah satu faktor yang berdampak terhadap penurunan aktivitas sehari-hari yaitu faktor fisiologis yang menimbulkan gejala seperti rasa lemah, lelah, daya tahan tubuh menurun, dan ketidakstabilan tanda-tanda vital sedangkan faktor psikologis akan menimbulkan dampak seperti depresi, cemas, dan sulit untuk berkonsentrasi.(43)

81 4.2.5 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

Pengemudi dengan kebiasaan merokok berat (≥10 batang/hari) lebih banyak mengalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi dengan kebiasaan merokok ringan (<10 batang/hari). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja pada pada pengemudi pengangkutan BBM di TBBM PT Pertamina Pare- Pare tahun 2014 dengan hasil uji chi-square yaitu nilai p value=

0,010 lebih kecil dari nilai α=0,05 yang menunjukkan bahwa pada pengemudi yang memiliki kebiasaan merokok berat (≥10 batang/hari) lebih banyak mengalami kelelahan kerja daripada pengemudi yang memiliki kebiasaan merokok ringan (<10 batang/hari).(9)

Berdasarkan teori dijelasakan bahwa tingkat kelelahan otot yang dirasakan akan semakin tinggi sebanding dengan lama dan tingkat frekuensi merokok. Dampak buruk dari kebiasaan merokok dapat menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk menghirup oksigen juga akan menurun, sebagai akibat akhirnya tingkat kesegaran tubuh akan menurun juga. Apabila pekerja melakukan tugas yang membutuhkan pengerahan tenaga, maka yang akan terjadi pekerja akan merasa mudah lelah karena kandungan oksigen yang mengalir ke dalam darah rendah, terjadi hambatan dalam pembakaran karbohidrat, terjadi tumpukan asam laktat sehingga akhirnya menimbulkan rasa nyeri otot.(17)

82 4.2.6 Hubungan Durasi Mengemudi dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara durasi mengemudi denga kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019. Pengemudi dengan durasi mengemudi tidak memenuhi standar (>8 jam/hari) lebih banyak mengalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi dengan durasi memenuhi standar (≤8 jam/hari). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara durasi mengemudi dengan kelelahan kerja pada pada pengemudi pengangkutan BBM di TBBM PT Pertamina Pare-Pare tahun 2014 dengan hasil uji chi-square yaitu nilai p value= 0,001 lebih kecil dari nilai α=0,05 yang menunjukkan bahwa pengemudi yang memiliki durasi mengemudi tidak memenuhi standar lebih banyak mengalami kelelahan kerja daripada pengemudi yang memiliki durasi mengemudi memenuhi standar (9)

Berdasarkan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan dalam pasal 90 menyatakan bahwa durasi kerja pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama yaitu 8 jam dalam satu hari.(3) Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Grandjean mengenai pengaruh kelelahan dan penyegaran yang menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab kelelahan adalah lamanya dan intensitas dari kerja fisik dan mental seperti sikap duduk pada pengemudi yang terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek pada tulang belakang akan melengkung sehingga menyebabkan tubuh menjadi cepat lelah.(15) Selain itu juga sejalan dengan teori pendukung lainnya yang mengatakan bahwa kelelahan yang terjadi pada pengemudi dipengaruhi oleh faktor pekerjaan seperti durasi kerja.(44)

83 4.2.7 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki di PT X tahun 2019. Pengemudi yang memiliki shift kerja 1 lebih banyak mengalami kelelahan kerja sedang daripada pengemudi yang memiliki shift kerja 2. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor shift kerja dengan kelelahan kerja pada pada pengemudi dump truck PT X Distrik KCMB tahun 2012 dengan hasil uji chi-square yaitu nilai p value= 0,332 lebih besar dari nilai α=0,05 yang menunjukkan bahwa pengemudi yang memiliki shift kerja malam lebih banyak mengalami kelelahan kerja daripada pengemudi yang memiliki shift kerja pagi.(28)

Jadwal shift kerja menuntut pekerja untuk

mengesampingkan jam internal biologis atau ritme sirkadian pada tubuh yang mengatur aktivitas siang dan malam dari manusia. Secara teori dijelaskan bahwa shift kerja dapat memberikan efek negatif pada pekerjaan seperti efek fisiologis berkurangnya waktu tidur, kapasitas fisik yang menurun akibat perasaan mengantuk dan lelah, menurunnya nafsu makan, dan gangguan pada sistem pencernaan.(36)

84 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari beberapa faktor individu (usia, status gizi, jumlah jam tidur, kualitas tidur, dan kebiasaan merokok) dan faktor pekerjaaan (durasi mengemudi dan shift kerja) terdapat 3 dari 7 faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja. Berikut ini adalah beberapa penjelasan mengenai kesimpulan:

1) Terdapat hubungan antara usia dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

2) Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

3) Tidak terdapat hubungan antara jumlah jam tidur dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

4) Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan kelelahan kerja pada pegemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

5) Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelelahan kerja pada pengemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

6) Terdapat hubungan antara durasi mengemudi dengan kelelahan kerja pada pegemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

7) Tidak terdapat hubungan antara shift kerja dengan kelelahan kerja pada pegemudi truk tangki BBM di PT X tahun 2019.

85 5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada pengemudi truk tangki BBM di PT X, maka saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

5.2.1 Saran untuk Perusahaan

1) Perusahaan sebaiknya meningkatkan training terkait kelelahan seperti fatigue awareness atau fatigue management plan seperti cara untuk mengenali kelelahan, faktor-faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya kelelahan, dampak dari kelelahan, dan cara untuk menanggulanginya.

2) Perusahaan sebaiknya membuat fatigue risk management system (FRMS) untuk pengemudi truk tangki BBM agar dapat melakukan identifikasi bahaya kelelahan dan mempertimbangkan bahaya-bahaya di luar pekerjaan yang dapat berkontribusi terhadap timbulnya kelelahan pada pengemudi.

3) Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan pencegahan dan penanggulangan kelelahan berdasarkan dari hasil penelitian terkait 10 gejala kelelahan yang paling sering dialami oleh pekerja.

4) Perusahaan sebaiknya memberikan pengawasan dan perhatian yang lebih pada pengemudi yang berusia lebih tua (>42 tahun) untuk mendapat waktu tidur yang cukup serta memberikan arahan mengenai cara mendapatkan kualitas tidur yang baik.

5) Perusahaan sebaiknya memberikan arahan dan peraturan tegas kepada para pengemudi untuk melakukan istirahat selama 30 menit setelah mengemudi selama 4 jam atau saat melakukan penyaluran BBM di SPBU.

6) Perusahaan sebaiknya mempertimbangkan pengemudi yang berusia tua yang lebih dari 56 tahun agar diistirahatkan dengan pertimbangan peraturan yang mensyaratkan bahwa

86 usia pengemudi adalah 22-56 tahun dan pekerjaan sebagai pengemudi yang memiliki tuntutan kerja dan tingkat kewaspadaan yang sangat tinggi saat mengemudi.

7) Perusahaan sebaiknya memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada keluarga pengemudi terkaitnya pentingnya waktu tidur yang cukup dan cara mendapatkan kualitas tidur yang baik bagi pengemudi sehingga mereka dapat berperan dan berpartisipasi untuk perusahaan dalam hal mengingatkan dan menjaga supaya pengemudi mendapatkan kuanititas dan kualitas tidur yang baik ketika berada di rumah.

8) Perusahaan sebaiknya juga meningkatkan training defensive driving untuk mencegah kecelakaan lalu lintas yang dapat disebabkan karena kelelahan kerja.

9) Perusahaan sebaiknya menambah materi safety talk tentang pentingnya minum 2 liter dalam sehari dan cara peregangan otot.

10) Perusahaan sebaiknya meningkatkan sarana dan fasilitas seperti tempat tidur yang nyaman di ruang istirahat awak mobil tangki (AMT).

5.2.2 Saran untuk Pengemudi

1) Pengemudi sebaiknya membawa persediaan minum air mineral selama dalam perjalanan sebanyak 2-3 botol besar yang setara dengan kebutuhan untuk minum dalam sehari yaitu 8 -10 gelas (2 liter) sehingga apabila merasa haus pengemudi dapat segera minum air tersebut.

2) Pengemudi sebaiknya setelah mengemudi selama 4 jam, wajib melakukan istirahat minimal 30 menit di rest area atau beristirahat saat melakukan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) di SPBU. Disarankan bagi pengemudi pada saat istirahat untuk tidur dengan berbaring selama beberapa saat dan sebelum berangkat untuk melanjutkan perjalanan supaya melakukan peregangan otot kaki, tangan, bahu, dan seluruh

87 badan untuk melepaskan ketegangan otot serta mencuci muka.

3) Mengadakan program kesehatan bagi pengemudi seperti pentingnya menjaga pola hidup sehat dengan melakukan penyuluhan atau sosialisasi tentang pengetahuan pola makan gizi seimbang, pola tidur yang sehat, mengingatkan pentingnya olahraga teratur bagi pengemudi serta pentingnya pemahaman untuk pentingnya pola hidup tanpa adanya rokok atau setidaknya mengurangi konsumsi rokok.

4) Pengemudi sebaiknya melakukan kebiasaan sebelum tidur yang baik seperti tidak terlalu banyak makan sebelum tidur dan tidak lapar serta menghindari makanan berat dan minuman berkafein dalam waktu 2 jam sebelum tidur agar mendapatkan kualitas tidur yang baik.

5) Setelah 9 jam mengemudi, sebaiknya pengemudi harus digantikan dengan awak mobil tangki lainnya (AMT 2).

5.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya

1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kelelahan pengemudi truk tangki BBM dari sisi ergonomik yaitu desain tempat duduk, sistem kerja, dan lain-lain.

2) Perlu dilakukan pengukuran lebih lanjut mengenai getaran dan kebisingan yang dirasakan pengemudi pada truk tangki.

88 DAFTAR PUSTAKA

1. Pertamina. Kegiatan Hulu, Hilir Pertamina, dan TBBM Plumpang Masuk Daftar Terminal Paling Efisien di Dunia . https://www.pertamina.com/id diakses pada tanggal 14 April 2019 pukul 19:30.

2. Hafsari AR, Wahyuni I, Kurniawan B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisplinan waktu pendistribusian BBM pada awak mobil tangki di PT. X.

Jurnal Kesehatan Masyarakat [Agustus 2018] . 2018 [cited 2019 Feb 17];

6(4): 268-270. Available from: http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm.

3. Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 22. Jakarta: Sekretariat Negara; 2009.

4. Russeng Syamsiar. S. Status Gizi dan Kelelahan Kerja (Kajian Pada Pengemudi Bus Malam di Sulawesi Selatan dan Barat) [Disertasi].

Makassar: Universitas Hasanuddin; 2009.

5. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Analisis Data Kecelakaan dan Investigasi Transportasi Jalan Tahun 2007-2010.

http://knkt.dephub.go.id/ diunduh pada tanggal 6 Februari 2019.

6. Johnson F. Why Need To Reduce Fatigue Risk. Australia: Shift Work Services. 2007. [cited 2019 Apr 14]. Available from:

https://www.safeworkaustralia.gov.au/media-centre/managing-shift-work- and-workplace-fatigue.

7. Setiawaty. Kelelahan Kerja Kronis, Kajian terhadap Kelelahan Kerja, Penyusunan Alat Ukur serta Hubungannya dengan Waktu Reaksi dan Produktivitas Kerja [Disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada;

2008.

8. Beaulieau JK. Working Paper: The issues of fatigue and working time in the road transport sector. International Labour Organization: Geneva Switzerland. 2005 [cited 2019 Apr 15]: [1.p] Available from:

http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_dialogue/

sector/documents/publication/wcms_161410.pdf.

9. Fadel M, Muis M, Russeng SS. Faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja pengemudi pengangkutan pengangkutan BBM Di TBBM PT. Pertamina Pare-Pare. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014 [cited

89

2019 Feb 7]: 1-11. Available from:

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10407/MUHAM MAD%20FADEL%20K11110911.pdf?sequence=1.

10. Prastuti TN, Martiana T. Analisis karakteristik individu dengan keluhan kelelahan kerja pada pengemudi taksi di rungkut Surabaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat [30 November 2017]. 2017 Nov 30 [cited 2019 Apr 15]; 11 (1): 64-72. Available from: https://e- journal.unair.ac.id/IJPH/article/view/7117.

11. Lerman, et al. Fatigue Risk Management in the workplace. JOEM. 2012 [cited 2019 Apr 15]; 54(2): 1-9. Available from:

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/ieoj/article/view/5408.

12. Umyati A, Yadi YH, Sandi ESN. Pengukuran Kelelahan Kerja Pengemudi Bis dengan Aspek Fisiologis Kerja dan Metode Industrial Fatigue Research Committee (IFRC). Jurnal Teknik Industri. 2015 [cited 2019 Feb 6]: 163-164. Available from: https://publikasiilmiah.ums.ac.id.

13. BPS 2017. www.bps.go.id diunduh pada tanggal 21 Maret 2019.

14. Pertamina Patra Niaga. Annual Report PT Pertamina Patra Niaga 2016.

www.pertaminapatraniaga.com diunduh pada tanggal 20 Februari 2019 pukul 15.00.

15. Seorang Pengendara Motor Tewas Terlindas Truk BBM.

www.republika.co.id diakses pada tanggal 15 April 2019 pukul 21.00.

16. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Arti Kata Lelah [online]. [diakses pada tanggal 4 Maret 2019]. Tersedia dari: https://kbbi.web.id/lelah.

17. Tarwaka, Bakri HA Solichul, Sudiajeng L. Ergonomi Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta: UNIBA PRESS; 2004.

18. Tarwaka. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta:Harapan Press; 2015.

19. Setyawati, L.Selintas tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta Amara Books;2010.

20. Caldwell JA, Melissa MM, J Lynn C, Michel AP, James CM, dan David FN. Fatigu Countermeasures in Aviation. Jurnal Aviation, Space, and Environmental Medicine [ January 2009]. 2009 [cited 2019 Apr 16]; 80(1):

30-31. Available from: https://www.asma.org/asma/media/asma/pdf- policy/2009/fatigue-counters.pdf

90 21. Government of Alberta. Fatigue, Extended Work Hours, and Safety ini the

Workplace. Edmonton, AB: Government of Alberta, Employment and Immigration; 2004.

22. Fatigue management guide for Use by The Carrier Transportation Industry: Driver Faigue. Canada: Direction des communications Societe de I’assurance automobile du Quebec; 2011.

23. Gimeno, P.T., Cerezuela, G.P.,&Montanes, M.C. On the concept and measurement of driver drowsiness, fatigue and inattention:Implication for countermeasures.International Jurnal of Vehicle Design, 42(1/2), 67-86;

2006.

24. Maachi, M.M., Boulos, Z, Ranney, T, Simmons, L.,&Campbell, S.S. Effect of an afternoon nap on nighttime alertness and performance in logn-haul drivers. Accident Analysis and Prevention, 34, pp.825-834, 2002.

25. Brown, ID. Driver Fatigue, Human Factors, 36, 219-31;1994.

26. Kenanti EP. Analisis Tingkat Risiko Kelelahan pada Pengemudi Truk PT X Plant Lenteng Agung [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2012.

27. Damarany P. Analisa Hubungan Faktor Internak dan Eksternal dengan Tingkat Kantuk (Sleepiness) dan Kelelahan (Fatigue) pada Pengemudi Dump Truck PT. X Districk KCMB [tesis]. Depok: Universitas Indonesia;

2012.

28. Febrianti A, Yassierli, Mahachandra M. Evaluasi tingkat kelelahan pada pengemudi bus di kota Bandung. Jurnal Teknik Industri. [cited 2019 Apr

15]: 118-122. Available from:

http://journal.unpar.ac.id/index.php/jrsi/article/view/2213.

29. Pratomo BR, Puspitasari NB. Analisis penyebab kelelahan operator haul dumptruck (HD) studi kasus di PT X Rantau Nangka Kalimantan Selatan. Jurnal Teknik Industri. [cited 2019 Apr 15]: 1-9.

Available from:

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/ieoj/article/view/5408.

30. Indonesia. Pedoman Pemenuhan Kecukupan Gizi Pekerja Selama Bekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Kerja; 2009.

https://id.123dok.com/document/7q0w0pgy-pedoman-pemenuhan- kecukupan-gizi-pekerja-selama-bekerja-2009.html diundul pada tanggal 13 Maret 2019.

91 31. Kristanto A. Kajian Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pengemudi Truk Trailer Di PT AMI [tesis]. Depok:

Universitas Indonesia; 2013.

32. Smyth C. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Practices: The Hartford Institute for Geriatic Nursing, New York University, College of Nursing; 2013.

33. Fletcher, Luke, Petersson, Lars, Zelinsky, Alexander. Road Scene Monotomy Detection in a Fatigue Management Driver Assistance System. 2005. [cited 2019 Apr 18]. Available from:

https://www.semanticscholar.org/paper/Road-scene-monotony-detection- in-a-fatigue-driver-Fletcher-

Petersson/26d410df509f0f0073de751f42b8f6ad302d4fb0.

34. Enform. Guide to safe work fatiigue management – a employer’s guide to designing and implementing a fatigue management program. Calgary Author. 2007.[cited 2019 Apr 19]. Available from:

http://www.enform.ca/files/pdf/publications/fatigue_booklet2007.pdf

35. Hasanah L, Saftarina F, Wintoko R. Jurnal Overview Shift Work And Of Sleep Patterns Disturbance Installation Patterns In Ward Nurse In Abdul Moeloek Hospital Bandar Lampung. Jurnal Medis.

[cited 2019 Apr 5]: Available from:

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/292/

290.

36. Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat; 2010.

37. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2013.

38. Hadju V. Dasar-Dasar Gizi. Makassar; UNHAS Press; 2005.

39. Effendy M.V. Ergonomi, Lingkungan Kerja dan Kesehatan. 2009; 2(10) : 18-29: [Cited 21 Juli 2019]. Available from:

http://www.indomedia.com/intisari/2009/Mei/ergonomi.

40. Grandjean, E. Fitting the Task to the Man: A Textbook of Occupational Ergonomics 4th Edition. Taylor & Francis: London, New York, Philadelphia; 1988.

41. Susilo dan Wulandari. Cara Mengatasi Insomnia. Yogyakarta: ANDI;

2011.

92 42. Carlos Daniel, Yasnani, Jusniar Rusli A. Faktor-Faktor yang

berhubungan dengan Kelelahan Pengemudi Truk Tangki di Terminal BBM PT Pertamina (Persero) Kec. Latambaga Kab.Kolaka [Oktober 2016]. 2016. [cited 2019 Feb 7]: 1-11. Available from:

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10407/MUHAM MAD%20FADEL%20K11110911.pdf?sequence=1.

43. Aji, AS. Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa yang Tinggal di Unimus Residence I Semarang. 2015 [cited

21 Jul 2019]. Available from:

http://jurma.unimus.ac.id/index.php/perawat/article/view/377/377)

44. Transport Canada. Risk Factor for Fatigue. 2010 [cited 21 Jul ] Available from: https://www.tc.gc.ca/eng/railsafety/guideline-625.htm

Dalam dokumen skripsi (Halaman 94-101)

Dokumen terkait