BAB I PROGRAM INPRES DAERAH
1.5. Gambaran Program IDT
1.5.1. Gambaran Umum Pelaksanaan Program IDT
Sebagaimana diketahui bahwa program pelaksanaan IDT secara serentak dilaksanakan di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah. Program IDT ini merupakan program baru pada periode Tahun 1990-an dalam upaya pengentasan kemiskinan, melalui kelompok-kelompok masyarakat di desa tertinggal, yang diarahkan untuk mengembangkan kegiatan sosial ekonomi yang meliputi aktivitas kegiatan produksi barang dan jasa serta pemasaran produk yang dihasilkan dengan menggunakan sumber daya setempat guna mewujudkan kemandirian masyarakat miskin di desa atau kelurahan tertinggal, dengan menerapkan prinsip gotong royong, keswadayaan partisipasi serta menerapkan semangat dan kegiatan kooperatif.
Adapun langkah kebijaksanaan pembangunan dalam rangka pengentasan kemiskinan di Sulawesi Tengah, telah dilaksanakan
pada bulan Agustus 1994 yang ditandai dengan penyaluran dana kepada anggota kelompok masyarakat, dengan memusatkan perhatian pada upaya untuk membantu penduduk miskin yang berdomisili di 645 desa atau kelurahan yang tersebar di empat Kabupaten yakni Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Buol Toli-Toli dan Kabupaten Banggai.
Adapun jumlah kelompok yang dibentuk di setiap desa bervariasi dari 2 sampai 7 POKMAS dan jumlah anggota setiap kelompok juga berbeda antara 20 Kepala Keluarga (KK) per kelompok sampai 35 KK per kelompok.
Sedangkan proses penerimaan dana umumnya telah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur. Dalam proses penerimaan ada POKMAS yang menerima secara bertahap ada pula yang menerima sekaligus, dengan jumlah dana yang diterima bervariasi antara Rp 100.000,00,- sampai dengan Rp 503.400,00,-. Sementara pengalokasian kepada setiap anggota POKMAS juga berbeda, ada yang membagi secara merata dengan perimbangan keadilan, namun ada juga beberapa POKMAS yang membagi berdasarkan kebutuhan usaha.
Sebagai bahan pengawasan atau pemantauan tentang keberhasilan pelaksanaan program IDT, setiap bulan kelompok melaporkan hasil kegiatan kepada kepala desa kemudian diteruskan kepada camat dan seterusnya.
1.5.2. Sumber Dana Program IDT
Alasan sumber dana program IDT bersumber dari pusat dan bantuan dari the Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) Jepang. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa program IDT mempunyai 3 komponen program utama yakni pemberian bantuan dana sebagai modal Rp 20 juta per desa, pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal (P3DT) dan program
pendampingan. Ketiga hal tersebut akan kami sampaikan secara ringkas sebagai berikut:
1. Bantuan Dana Sebagai Modal Usaha atau Kerja
Sejak Tahun 1994 sampai dengan 1997, seluruh desa IDT di Sulawesi Tengah berjumlah 897 desa dan kelurahan, dengan menyerap dana bantuan untuk modal usaha dan telah dicairkan sebesar sebagai berikut:
Tahun 1994/1995 sebesar Rp 12.020.000.000,- Tahun 1995/1996 sebesar Rp 12.900.000.000,- Tahun 1996/1997 sebesar Rp 13.140.000.000,- Tahun 1997/1998 sebesar Rp 5.340.000.000,-
Jumlah Rp 43.400.000.000,-
Dengan rincian 431 desa yang menerima 3x bantuan sebesar Rp 25.860.000.000, 411 desa yang menerima 2x bantuan Rp 16.440.000.000, dan 55 desa yang menerima bantuan 1x bantuan Rp 1.100.000.000,- seluruhnya sebesar Rp 43.400.000.000,-.
Dana tersebut di atas telah seluruhnya disalurkan pada 2.795 POKMAS dengan jumlah kepala keluarga miskin sebanyak 64.945 KK. Dari dana tersebut telah digunakan oleh kelompok masyarakat penerima bantuan (POKMAS) pada 6 jenis usaha yakni pertanian tanaman pangan (palawija) 46,27 persen, peternakan 21,23 persen, perikanan 11,02 persen, pedagang kecil 9,51 persen, jasa 6,11 persen dan industri kerajinan 5,86 persen, yang ditentukan atas dasar musyawarah serta pertimbangan kemampuan kepada keluarga serta potensi yang tersedia di desa masing-masing.
Jumlah dana yang telah dikembalikan atau pinjaman anggota POKMAS kepada pengurus POKMAS dari seluruh dana sebesar Rp 43.400.000.000,- telah dikembalikan sampai 28
Februari 1997 sebesar Rp 11.866.876.553,- atau 27,34 persen.
Dengan rincian sebagai berikut:
Tahun 1994/1995 dikembalikan Rp 5.335.971.790,- Tahun 1995/1996 dikembalikan Rp 4.132.893.063,- Tahun 1996/1997 dikembalikan Rp 2.397.921.700,- Jumlah Rp 11.866.876.553,-
Dana yang telah digulirkan kembali kepada anggota POKMAS baik anggota lama, maupun anggota baru berjumlah Rp 9.378.592.526,- (79,03 persen). Dari dana yang dikembalikan sebesar 21,60 persen dari seluruh dana bantuan dengan rincian sebagai berikut:
Tahun 1994/1995 sebesar Rp 4.287.735.855,- (45,72 persen) Tahun 1995/1996 sebesar Rp 3.280.433.574,- (34,98 persen) Tahun 1996/1997 sebesar Rp 1.810.423.097,- (19,30 persen) Jumlah Rp 9.378.592.526,- (100 persen) 2. Program Pembangunan Prasarana Pendukung Daerah
Tertinggal (P3DT)
Sebagai komponen kedua program IDT, mulai pelaksanaan Provinsi Sulteng 1995/1996 yang dibiayai melalui bantuan luar negeri yakni OECF maupun dana dari dalam negeri, yang dilaksanakan secara terpadu beberapa instansi yakni Departemen Dalam Negeri meliputi Kantor Bappeda dan Bippram dari aspek koordinasi serta perencanaan, kantor PMD dari aspek penyiapan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) kanwil atau Dinas PU dari aspek pembangunan fisik, kanwil atau Dinas Kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan.
Pola pendekatan sesuai kesepakatan dari pemberi dana (OECF) dengan pola kerja sama operasional (KSO) antara pihak
pengusaha dengan pihak masyarakat lokasi sasaran yang diwakili oleh LKMD.
Jumlah desa IDT yang mendapat program P3DT dari dana bantuan OECF selama 3 tahun sebesar Rp 24.050.000.000,- di 185 desa IDT dengan 48 klaster. Sumber dana berasal dari dana APBN murni (P3DT murni) dana sebesar Rp 11.400.000.000,- di 95 desa dengan 25 klaster. Melalui program ini telah terbangun infrastruktur berupa jalan desa, jembatan, tambatan perahu, sarana air bersih serta sarana kesehatan berupa Mandi Cuci Kakus (MCK).
Manfaat program ini sangat dirasakan dalam masyarakat, karena membuka isolasi antar desa yang mendorong lancar akses pemasaran terhadap hasil produksi, meningkatkan mobilitas penduduk, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat secara bertahap.
3. Program Pendampingan
Peran pendamping cukup menentukan tingkat keberhasilan penggunaan bantuan dana dan program P3DT. Sebab penerima bantuan (POKMAS) adalah orang miskin yang serba terbatas keadaannya dari berbagai aspek, dengan fungsi pendamping sebagai motivator, katalisator, organisator terhadap POKMAS.
Tenaga pendamping IDT terdiri dari pendamping lokal yang jumlahnya kurang lebih 922 orang berasal dari masyarakat desa setempat yang telah dilatih khususnya baik oleh aparat kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) baik tingkat I dan II, dan pendamping khusus yakni Sarjana Pendamping Purna Waktu (SP2W) jumlahnya 221 orang yang terdiri dari 103 orang SP2W dari unsur keluarga besar mahasiswa penerima Supersemar yang dikoordinir oleh Yayasan Bina Bangsa (YBB) dengan perwakilannya di Sul-Teng Pengda Keluarga Mahasiswa dan
Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS) di Universitas Tadulako. Mereka telah bertugas di desa IDT sejak Tahun 1994 dan telah berakhir 31 Maret 1998. 80 orang SP2W dari unsur Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP) dengan Leading Sector Kanwil Tenaga Provinsi Sul-Teng mulai bertugas di desa IDT sejak Tahun 1994 dan telah berakhir tanggal 23 Oktober 1997, 23 orang pendamping dari unsur Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dari Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sul-Teng, hingga saat ini masih bertugas 50 orang pendamping dari unsur Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan (SP3) dengan Leading Sector Kanwil DEPDIKBUD Provinsi Sulteng juga masih bertugas di desa IDT.
1.5.3. Proses Penyaluran Dana
Berdasarkan petunjuk dari pedoman program pelaksanaan IDT antara lain POKMAS harus mengisi dan menyerahkan Daftar Usulan Kegiatan (DUK), dan untuk lebih memudahkan disediakan format isian yang disebut DUK I. DUK I masing- masing diisi oleh kelompok didampingi oleh pendamping atau petugas selanjutnya diserahkan ke kepala desa dan dari kepala desa disampaikan ke camat guna mendapat persetujuan pencairan dana dari BRI unit yang ditunjuk. Pihak yang berhak dan bertanggung jawab menerima bantuan dana adalah ketua dan bendahara POKMAS disaksikan oleh pendamping atau kepala desa atau aparat yang ditugasi.
Secara, normatif pengalokasian bantuan dana IDT kepada masing-masing anggota disesuaikan dengan tingkat kebutuhan berdasarkan jenis usaha yang dikelola sesuai dengan DUK I yang diajukan.
1.5.4. Penentuan Desa Tertinggal dan Pembentukan Pokmas
1. Penentuan Desa Tertinggal
Sebelum bantuan dana IDT disalurkan kepada masyarakat sasaran penerima, terlebih dahulu ditetapkan desa tertinggal.
Adapun penentuan desa tertinggal yang dikategorikan sebagai penerima bantuan adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1) Sebagian besar penduduknya berpendapatan rendah atau di bawah garis kemiskinan;
2) Tingkat pendidikan rendah;
3) Tingkat kesehatan rendah;
4) Daerahnya terisolasi;
5) SDA kritis.
2. Pembentukan Pokmas 1) Pengertian Kelompok
Pengertian kelompok menurut BAPPENAS dan DEPDAGRI (1993), menyatakan bahwa “kelompok merupakan kumpulan penduduk setempat yang menyatakan diri dalam bidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotongroyongan”.
Unsur-unsur yang disyaratkan dalam penentuan kelompok sasaran antara lain:
- Pihak yang paling mengetahui penduduk miskin;
- Prakarsa pembentukan kelompok dan anggotanya berasal dari Kepala Desa/Lurah dibantu oleh LKMD, PKK, Badan Pertimbangan Desa, Pemuka/tokoh masyarakat, Dusun dan RT.
2) Tahap-Tahap Terbentuknya Kelompok a) Perkenalan;
b) Kesepakatan mengenai tujuan;
c) Menyadari situasi Kelompok Keterbukaan;
d) Keterbukaan;
e) Saling menerima dan menghargai;
f) Komitmen.
3) Proses Terbentuknya Pokmas IDT
Pembentukan kelompok bagi masyarakat IDT dimaksudkan agar pelayanan terhadap penduduk miskin dapat terarah, hubungan antar masyarakat dapat ditingkatkan dan kesetiakawanan serta kegotongroyongan dapat dibangun dan dikembangkan. Persyaratan pembentukan POKMAS IDT adalah sebagai berikut:
- Adanya ikatan pemersatu yang jelas, yaitu: kesamaan tempat tinggal, kesamaan tempat kerja, kesamaan jenis pekerjaan, kesamaan hobi atau kesenangan, kesamaan tempat asal dan kesamaan status;
- Adanya kesamaan kebutuhan ekonomi tertentu, misalnya: kebutuhan modal, kebutuhan akan bahan baku, kebutuhan sarana, kebutuhan tempat penjualan;
- Adanya pemrakarsa atau sekelompok kecil orang yang memiliki peranan paling berpengaruh dan dipercaya orang lain di sekelilingnya;
- Adanya orang dengan sukarela bersedia mengelola dan melakukan kegiatan pelayanan kepada para anggota;
- Ada lembaga maupun perorangan yang memberikan bimbingan dalam pengembangan program kegiatan kepada kelompok;
- Ada tujuan bersama yang disepakati dan memberikan manfaat nyata kepada anggotanya.
4) Penentuan Anggota POKMAS
Penentuan anggota dan jumlah anggota dalam setiap POKMAS juga ditentukan berdasarkan musyawarah dengan
kriteria-kriteria seperti: kondisi sosial ekonomi, pendapatan, kemauan untuk berusaha dan kemampuan untuk mengembalikan bantuan yang diterima.
Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pelaksanaan program, tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung dan yang menghambat. Adapun faktor-faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam pelaksanaan program IDT di Sulawesi Tengah Tahun 1994/1995 adalah sebagai berikut:
1. Faktor-Faktor Pendukung
- Pola kehidupan masyarakat yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong serta masih terpeliharanya kebiasaan- kebiasaan berkumpul dalam acara-acara/pesta-pesta adat dan ritual;
- Peranan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan seperti LKMD, LMD, PKK, Karang Taruna dan lain-lain yang dapat menjadi sarana penyebarluasan informasi tentang program IDT;
- Adanya semangat/kemauan serta motivasi dari anggota penerima dana IDT yang cukup tinggi untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui program ini;
- Adanya bantuan dana yang bersifat langsung dalam bentuk uang tunai diserahkan sangat memudahkan dalam hal memulai suatu usaha baru maupun mengembangkan usaha yang sudah ada;
- Pemilihan jenis usaha dari para anggota Pokmas, disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman yang dimiliki;
- Pemasaran dari hasil usaha yang dikelola anggota POKMAS relatif lancar karena hasil usahanya umumnya merupakan
kebutuhan sehari-hari yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan.
2. Faktor-Faktor Penghambat
- Rendahnya tingkat pendidikan para anggota POKMAS sehingga sulit bagi mereka untuk menerima informasi- informasi yang disampaikan tentang bagaimana mengembangkan usahanya termasuk proses pengguliran dananya;
- Keadaan alam yang kurang mendukung pada waktu-waktu tertentu yang menyebabkan kegagalan bagi jenis-jenis usaha tertentu;
- Kurangnya koordinasi dari petugas/instansi terkait menyebabkan keragaman informasi yang disebabkan justru menyebabkan kebingungan para anggota POKMAS;
- Kurangnya pembinaan yang bersifat teknis dari instansi terkait menyebabkan gagalnya jenis usaha tertentu misalnya dalam hal penanggulangan penyakit ternak dan hama tanaman;
- Minimnya dana yang diterima oleh sebagian anggota POKMAS dalam mengelola jenis tertentu sehingga sulit mengembangkan usahanya;
- Peran pendamping belum optimal, terutama pendamping lokal yang rata-rata mempunyai kesibukan lain sehingga sulit mencurahkan waktu dan perhatiannya dalam membina kelompok masyarakat. Di samping pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki relatif sama dengan anggota POKMAS. Sementara pendamping pertama yang memiliki pengetahuan teknis terbatas dan keterampilan dan pengalaman yang kurang menemui kesulitan dalam membina usaha POKMAS yang beragam apalagi sulit
dalam menentukan anggota kelompok karena kesibukkan dan terpencarnya tempat tinggal mereka.
1.6. Keberhasilan Usaha dan Peningkatan Pendapatan