HAMBATAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP MARAKNYA TINDAK PIDANA
2. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal Logging di Provinsi Lampung
Satjipto Rahardjo merumuskan secara sederhana mengenai definisi penegakan hukum yaitu suatu proses perwujudan keinginan hukum agar dapat tercapai dalam kehidupan nyata di masyarakat.168 Hal-hal yang termasuk dalam keinginan hukum ini antara lain gagasan dari lembaga pembentuk aturan hukum yang terdiri dari rumusan dalam aturan hukum terkait. Rumusan gagasan dari pembentuk aturan hukum dituliskan di dalam peraturan hukum dan dapat memberikan penentuan mengenai penerapan penegakan hukum. Puncak dalam pelaksanaan menegakan hukum tersebut dilakukan oleh para pejabat yang berwenang dalam menegakan hukum itu sendiri. Berdasarkan tingginya urgensi dari gambaran kondisi hukum tersebut, dapat dianggap bahwa penilaian terhadap berhasil atau tidaknya para pejabat yang memiliki wewenang dan menjalankan tugasnya dalam menegakan hukum itu dimulai saat pada pembentukan peraturan hukum itu sendiri yang kemudian harus dipatuhi oleh masyarakat.169
Hal-hal yang dilakukan terkait penegakan hukum sepatutnya diimplementasi supaya sesuai dengan aturan hukum yang sudah dibuat.170 Soerjono Soekanto menyatakan faktor yang mempengaruhi dalam menegakan hukum dapat dijabarkan seperti di bawah ini:171
a. Faktor Hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Faktor Pranata hukum, yaitu dapat disebut pula sebagai pejabat yang memiliki wewenang dalam menegakan hukum
168 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, (1983), hlm. 24.
169 Ibid. hlm. 25..
170 Adam Khafi Ferdinand, Sunarto DM, dan Maya Shafira, “PENEGAKAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)”, Jurnal Cepalo Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2020, DOI: 10.25041/cepalo.v4no2.2006, 98
171 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 42.
Lindung Register 39 Kota Agung Utara, dan Register 28 Pematang Neba.
2. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Illegal Logging di Provinsi Lampung
Satjipto Rahardjo merumuskan secara sederhana mengenai definisi penegakan hukum yaitu suatu proses perwujudan keinginan hukum agar dapat tercapai dalam kehidupan nyata di masyarakat.168 Hal-hal yang termasuk dalam keinginan hukum ini antara lain gagasan dari lembaga pembentuk aturan hukum yang terdiri dari rumusan dalam aturan hukum terkait. Rumusan gagasan dari pembentuk aturan hukum dituliskan di dalam peraturan hukum dan dapat memberikan penentuan mengenai penerapan penegakan hukum. Puncak dalam pelaksanaan menegakan hukum tersebut dilakukan oleh para pejabat yang berwenang dalam menegakan hukum itu sendiri. Berdasarkan tingginya urgensi dari gambaran kondisi hukum tersebut, dapat dianggap bahwa penilaian terhadap berhasil atau tidaknya para pejabat yang memiliki wewenang dan menjalankan tugasnya dalam menegakan hukum itu dimulai saat pada pembentukan peraturan hukum itu sendiri yang kemudian harus dipatuhi oleh masyarakat.169
Hal-hal yang dilakukan terkait penegakan hukum sepatutnya diimplementasi supaya sesuai dengan aturan hukum yang sudah dibuat.170 Soerjono Soekanto menyatakan faktor yang mempengaruhi dalam menegakan hukum dapat dijabarkan seperti di bawah ini:171
a. Faktor Hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Faktor Pranata hukum, yaitu dapat disebut pula sebagai pejabat yang memiliki wewenang dalam menegakan hukum
168 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, (1983), hlm. 24.
169 Ibid. hlm. 25..
170 Adam Khafi Ferdinand, Sunarto DM, dan Maya Shafira, “PENEGAKAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)”, Jurnal Cepalo Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2020, DOI: 10.25041/cepalo.v4no2.2006, 98
171 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 42.
yang berlaku. Selain itu dapat juga diartikan sebagai pihak yang memiliki keterlibatan dalam pembentukan dan pelaksanaan dari hukum yang berlaku dan terkait dengan permasalahan secara mental.
c. Faktor Sarana, yaitu fasilitas pendukung proses para pejabat yang memiliki wewenang dalam menegakan hukum untuk menjalankan tugasnya secara sah.
d. Faktor Masyarakat, yaitu sekumpulan orang dalam suatu lingkungan sosial dengan adanya penerapan atau pemberlakuan hukum yang telah dibentuk sehingga dapat mencerminkan perilaku masyarakat yang sadar dan sikap patuh terhadap hukum yang berlaku tersebut.
e. Faktor Budaya, yaitu imajinasi manusia yang dituangkan menjadi karya, cipta, dan rasa yang nyata ada di masyarakat.
Seiring dengan meningkatnya kasus tindak pidana illegal logging dari tahun ke tahun, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung merasa perlu adanya penambahan aparat penegak hukum, mulai dari Polda dan Korem untuk memberantas tindak pidana illegal logging.
Bahkan tindak pidana illegal logging yang sering ditangkap aparat penegak hukum adalah aktor yang berada di lapangan. Pihak Kehutanan dan Aparat Penegak hukum memang masih belum maksimal dalam menumpas pelaku illegal logging terutama kayu sonokeling di Provinsi Lampung. Penegakan hukum yang dilakukan baik oleh PPNS maupun pihak kepolisian belum mencapai pada hasil yang maksimal dikarenakan sampai dengan hari ini aparat penegak hukum hanya mampu menangkap dan mempidanakan pelaku lapangan seperti Tukang Tebang, Tukang Angkut dan Supir saja dan belum pernah sukses membongkar sindikat jaringan illegal logging di Provinsi Lampung.
Faktor yang paling dominan dalam makin maraknya praktek tindak pidana illegal logging di Provinsi Lampung sebagaimana yang telah dijabarkan sebelumnya ialah kurangnya jumlah polhut dan pengetahuan penyidikan tentang kehutanan dan juga kurangnya kordinasi dan ketidakmampuan dari pranata hukum baik polisi
hutan, PPNS Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk dapat mengembangkan perkara tersebut hingga dapat menjerat aktor intelektual dari pelaku illegal logging.
Selain itu juga dalam hal penegakan hukum dalam tindak pidana illegal logging seperti fenomena gunung es, pelaku yang ditangkap dan dijatuhi hukuman pidana adalah pelaku yang berada dalam teknis pelaksanaan di lapangan dalam melakukan aktivitas tindak pidana illegal logging. Sedangkan aktor intelektual tindak pidana illegal logging tidak pernah tersentuh oleh aparat penegak hukum, maka akibat yang ditimbulkan adalah makin maraknya dan bertambahnya kuantitas tindak pidana illegal logging di Provinsi Lampung.
Belum adanya lembaga yang konsen penuh terhadap pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juga cukup berpengaruh terhadap hambatan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging, hingga saat ini belum ada tindak lanjut terhadap implementasi pembentukan lembaga P3H yang sudah diamantakan dalam UU P3H tersebut untuk meminimalisir tindak pidana illegal logging baik yang secara terorganisir maupun individu dan juga tidak UU P3H belum terimplementasi dengan baik.172
Selain itu Faktor Budaya Masyarakat di Provinsi Lampung terhadap kesadaran hukum didalam masyarakat juga masih rendah terhadap tindak pidana illegal logging, padahal masyarakat sekitar merupakan gerbang awal atau yang mempunyai fungsi kontrol di sekitar kawasan hutan karena paling dekat dengan lokasi kawasan hutan.
172 Bimbi Pratiwi. “SISTEM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (STUDI DI KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAN KEPOLISIAN RESORT BOJONEGORO)”. Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Mei (2015):1-17.
hutan, PPNS Dinas Kehutanan Provinsi Lampung untuk dapat mengembangkan perkara tersebut hingga dapat menjerat aktor intelektual dari pelaku illegal logging.
Selain itu juga dalam hal penegakan hukum dalam tindak pidana illegal logging seperti fenomena gunung es, pelaku yang ditangkap dan dijatuhi hukuman pidana adalah pelaku yang berada dalam teknis pelaksanaan di lapangan dalam melakukan aktivitas tindak pidana illegal logging. Sedangkan aktor intelektual tindak pidana illegal logging tidak pernah tersentuh oleh aparat penegak hukum, maka akibat yang ditimbulkan adalah makin maraknya dan bertambahnya kuantitas tindak pidana illegal logging di Provinsi Lampung.
Belum adanya lembaga yang konsen penuh terhadap pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juga cukup berpengaruh terhadap hambatan penegakan hukum terhadap tindak pidana illegal logging, hingga saat ini belum ada tindak lanjut terhadap implementasi pembentukan lembaga P3H yang sudah diamantakan dalam UU P3H tersebut untuk meminimalisir tindak pidana illegal logging baik yang secara terorganisir maupun individu dan juga tidak UU P3H belum terimplementasi dengan baik.172
Selain itu Faktor Budaya Masyarakat di Provinsi Lampung terhadap kesadaran hukum didalam masyarakat juga masih rendah terhadap tindak pidana illegal logging, padahal masyarakat sekitar merupakan gerbang awal atau yang mempunyai fungsi kontrol di sekitar kawasan hutan karena paling dekat dengan lokasi kawasan hutan.
172 Bimbi Pratiwi. “SISTEM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (STUDI DI KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAN KEPOLISIAN RESORT BOJONEGORO)”. Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Mei (2015):1-17.
C. Kesimpulan
Berdasarkan uraian serta pembahasan yang sudah disajikan oleh penulis di atas, menurut hemat penulis tindak pidana illegal logging membuat kerusakan pada lingkungan hidup dan hutan di Indonesia dengan memburuknya ekosistem. Kerugian yang timbul karena dampak dari kerusakan lingkungan hidup dan hutan juga berakibat secara sosial, ekonomi, dan budaya yang ada dimasyarakat. Di Provinsi Lampung maraknya aktivitas ilegal logging yang trend perkembangannya tiap tahun selalu meningkat.
Penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana illegal logging belum dilakukan dan diselesaikan secara patut sebagai mestinya sesuai ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu terbukti dengan meningkatnya tindak pidana illegal loging khususnya di Provinsi Lampung tersendiri. Adapun Faktor yang menghambat dalam penegakan hukum tindak pidana illegal logging adalah karena faktor aparat penegak hukum itu sendiri, karena dalam melaksanakan penegakan hukum tersebut, tidak pernah sampai menyentuh aktor intelektual dalam illegal logging, sehingga sulit untuk menekan atau menurunkan angka dalam meminimalisir bahkan menghapus tindak pidana illegal logging, Belum adanya lembaga yang konsen penuh terhadap pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam UU P3H. Dan Faktor Budaya Masyarakat di Provinsi Lampung terhadap kesadaran hukum didalam masyarakat juga masih rendah terhadap tindak pidana illegal logging. Kemudian agar hendaknya pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan peningkatan kapasitas kepada aparat penegak hukum agar penerapan dan penaganan tindak pidana illegal logging tidak hanya berhenti dihilir namun juga sampai kehulunya dan juga pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat lokal yang dekat dengan kawasan hutan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan terhadap tindak pidana illegal logging.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asshiddiqie, Jimly. Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945.
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Forest Watch Indonesia. Silang Sengkarut Pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia. Bogor: FWI, 2018.
Hidayat, Herman. Pengelolaan Hutan Lestari, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015.
Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Status Hutan dan Kehutanan Indonesia. Jakarta: KLHK RI, 2018.
Purwanto, Edi. Ragam Persoalan Tenurial di Kawasan Hutan Lindung dan Taman Hutan Raya. Bogor: Tropenbos Indonesia, 2020.
Rahardjo, Satjipto. Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru.
1983.
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Salim, Emil. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Jakarta: Buku Kompas, 2007.
Sekretariat Daerah Provinsi Lampung. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung Tahun 2019 – 2024, Teluk Betung: Sekretariat Daerah Provinsi Lampung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Sugianto, Indro. Manual Investasi Illegal Logging, Jakarta: Indonesian Center For Environmental Law, 2006.
Walhi Lampung. Catatan Akir Tahun 2019: Keadilan Ekologis di Provinsi Lampung (Lampung Masih Darurat Ekologis). Bandar Lampung: Walhi Lampung, 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asshiddiqie, Jimly. Green Constitution: Nuansa Hijau UUD 1945.
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Forest Watch Indonesia. Silang Sengkarut Pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia. Bogor: FWI, 2018.
Hidayat, Herman. Pengelolaan Hutan Lestari, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015.
Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Status Hutan dan Kehutanan Indonesia. Jakarta: KLHK RI, 2018.
Purwanto, Edi. Ragam Persoalan Tenurial di Kawasan Hutan Lindung dan Taman Hutan Raya. Bogor: Tropenbos Indonesia, 2020.
Rahardjo, Satjipto. Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru.
1983.
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Salim, Emil. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Jakarta: Buku Kompas, 2007.
Sekretariat Daerah Provinsi Lampung. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung Tahun 2019 – 2024, Teluk Betung: Sekretariat Daerah Provinsi Lampung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers, 2001.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Sugianto, Indro. Manual Investasi Illegal Logging, Jakarta: Indonesian Center For Environmental Law, 2006.
Walhi Lampung. Catatan Akir Tahun 2019: Keadilan Ekologis di Provinsi Lampung (Lampung Masih Darurat Ekologis). Bandar Lampung: Walhi Lampung, 2019.
Jurnal
Ansari, Muhammad Insa. “IMPLIKASI PENGATURAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DALAM KEGIATAN BISNIS (PERSPEKTIF KONSTITUSI)”, Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 2, Juni 2014.
Pratiwi, Bimbi. “SISTEM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (STUDI DI KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAN KEPOLISIAN RESORT BOJONEGORO)”. Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Mei (2015)
Ferdinand, Adam Khafi, Sunarto DM, dan Maya Shafira,
“PENEGAKAN HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)”, Jurnal Cepalo Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2020, DOI: 10.25041/cepalo.v4no2.2006
Hakim, Dani Amran, “POLITIK HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 9 No. 2, April-Juni 2015, 116.
Jazuli, Ahmad, “DINAMIKA HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN SUMBER DAYA ALAM DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN”, Jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional Volume 4, Nomor 2, Agustus 2015, 187
Muhtadi, “POLITIK HUKUM PENGAWASAN HAKIM KONSTITUSI”.
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 9 No. 3, Juli- September (2015).
Ridlwan, Zulkarnain, “NEGARA HUKUM INDONESIA KEBALIKAN NACHTWACHTERSTAAT”. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus (2012).
Tarigan, Jefri Porkonanta, “AKOMODASI POLITIK HUKUM DI INDONESIA TERHADAP HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN GENERASI PEMIKIRANNYA”, Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 1, Maret 2017
Bawono, Bambang Tri dan Anis Mashdurohatun, “PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI BIDANG ILLEGAL LOGGING BAGI KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA”, Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus (2011).
Wibawa, I Putu Sastra, “POLITIK HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN MENUJU EKOKRASI INDONESIA”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 51-68. 51.
Yusa, I Gede dan Bagus Hermanto, “IMPLEMENTASI GREEN CONSTITUTION DI INDONESIA: JAMINAN HAK KONSTITUSIONAL PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP BERKELANJUTAN”. Jurnal Konstitusi 15, Nomor 2, Juni (2018).
DOI: https://doi.org/10.31078/jk1524.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Internet
https://radarlampung.co.id/2019/09/18/illegal-logging-belum- tuntas-kadishut-lampung-merasa-berdosa/ diakses pada Selasa, 01 Desember 2020 Pukul 21.25 WIB
https://m.lampost.co/berita-pembalakan-liar-di-lampung-cukup- mengkhawatirkan.html diakses pada Kamis, 11 Maret 2021 Pukul 15.00 WIB.
Bawono, Bambang Tri dan Anis Mashdurohatun, “PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI BIDANG ILLEGAL LOGGING BAGI KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA”, Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus (2011).
Wibawa, I Putu Sastra, “POLITIK HUKUM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN MENUJU EKOKRASI INDONESIA”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 51-68. 51.
Yusa, I Gede dan Bagus Hermanto, “IMPLEMENTASI GREEN CONSTITUTION DI INDONESIA: JAMINAN HAK KONSTITUSIONAL PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP BERKELANJUTAN”. Jurnal Konstitusi 15, Nomor 2, Juni (2018).
DOI: https://doi.org/10.31078/jk1524.
Peraturan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Internet
https://radarlampung.co.id/2019/09/18/illegal-logging-belum- tuntas-kadishut-lampung-merasa-berdosa/ diakses pada Selasa, 01 Desember 2020 Pukul 21.25 WIB
https://m.lampost.co/berita-pembalakan-liar-di-lampung-cukup- mengkhawatirkan.html diakses pada Kamis, 11 Maret 2021 Pukul 15.00 WIB.