BAB IV TELAAH TERJEMAH TAFSIR JALALAIN KARYA KH
A. Profil Kitab Terjemah Tafsir Jalalain Karya KH. Ahmad Makki
2. Identifikasi Metodologis
mencari solusi bagaimana agar para santri yang sedang mengkaji dan yang sedang memperdalam ilmu itu semakin mudah. Oleh karena itu KH. Ahmad Makki mempunyai inisiatif di antaranya dengan menerjemahkan disertai dengan sedikit penjelasan dan menerbitkan kitab terjemahan tersebut.
Selain untuk mempermudah para santri memperdalam ilmu-ilmu agama, tujuan dalam penerjemahan ini juga untuk mempermudah para santri dalam belajar memaknai setiap mufradat dalam kitab yang dipelajari, karena bagi kita yang pemula jika hanya mengandalkan kamus ketika membukanya dan mencari arti mufradat tersebut itu belum tentu benar, dan memerlukan jangka waktu yang cukup lama untuk mencari makna mufradat tersebut. Oleh karena itu dengan adanya cetakan terjemahan ini sangat membantu dan mempermudah para santri dalam memahami kitab-kitab kuning.15 Dalam mukaddimah Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain ini juga dijelaskan sehubungan dengan betapa pentingnya sejarah Al-Qur`an dan terjemah dalam bahasa Indonesia sehingga beliau berusaha untuk mewujudkannya, dan besar harapan beliau semoga masyarakat semakin terbuka dalam memahami isi Al-Qur`an sehingga nilai bacaannya tinggi dihadapan Allah swt.16
Kitab terjemah ini ditulis dengan Arab pegon atas kemauan KH.
Makki sendiri, karena beliau mampu dalam hal tersebut dan tidak ada kemauan ditulis dengan latin. Menurut beliau hal ini dilakukan karena
Kyai. Lihat, http://www.matancirebon.org/2015/10/kh-tubagus-ahmad-bakri-mama- sempur.html Diakses pada Kamis, 20 Juli 2017 pukul 20.09 WIB
15 Wawancara dengan H. Lilip Abdul Khaliq menantu dari KH. Ahmad Makki, pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 16-00 wib s/d selesai di kediaman H. Lilip Abdul Khaliq
16 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain, cet. 1, h.
1-3
ingin melayani para santri dan ajengan thalab al-„ilmi yang memerlukan kitab logat.17
Menurut KH. Ahmad Makki terkait dengan penerjemahan kitab- kitab yang beliau geluti dan percetakan yang beliau miliki, semuanya bermula dari kata-kata kelakar seorang guru yaitu KH. Choer Afandy18 sehingga beliau benar-benar mewujudkannya dengan penuh keyakinan dan kesungguhan, hal ini juga atas permintaan dari masyarakat Jakarta untuk menerbitkan kitab-kitab terjemah logatan seperti bahasa Sunda dan akhirnya terbitan terjemah seadanya diterima oleh masyarakat Jakarta .19
Dalam proses penerjemahan ini beliau juga pernah mendapat kecaman dari masyarakat yang berpendapat bahwa tidak boleh memakai kitab terjemahan. Tetapi menurut beliau yang tidak boleh itu adalah terjemah 100%. Yang ketika seseorang membaca kitab dia hanya mengandalkan terjemah saja, ini jelas membodohi santri. Akan tetapi jika hanya sebagian, yang mana ketika seorang santri membaca kitab kemudian ada bagian mufradat yang tidak diketahui maknanya
17 Wawancara dengan H. Lilip Abdul Khaliq menantu dari KH. Ahmad Makki, pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 16-00 wib s/d selesai di kediaman H. Lilip Abdul Khaliq
18 Adalah salah satu seorang guru yang membentuk karakter pribadi KH. Ahmad Makki ketika nyantri di Miftahul Huda Manunjaya Tasikmalaya Jawa Barat, ketika itu KH. Choer Efendy berujar “maneh mah teu gableg ceramah, manehmah gablegna nulis”
(kamu itu tidak akan berhasil di ceramah, akan berhasilnya di nulis) . Menurut H. Lilip Abdul Khaliq dan Bilal (Alumni Pondok Pesantren As-Salafiyyah, Babakan Tipar Sukabumi) KH. Ahmad Makki sering menyebut nama beliau ketika sedang mengajar atau membacakan kitab dikelas, selain itu guru yang sering KH. Ahmad Makki sebut adalah KH. Syuja‟I sesepuh di Pondok Pesantren Ciharashas Cianjur Jawa Barat.
19 Wawancara dengan KH. Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 17-15 wib s/d selesai di kediaman KH. Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz.
lalu melihat terjemah maka ini mempermudah santri dalam memaknai kitab.20
KH. Ahmad Makki memilih untuk menerjemahkan kitab tafsir Jalalain karena kitab tafsir ini merupakan tafsir induk, yang mana banyak karya-karya tafsir yang merujuk kepada tafsir Jalalain, selain kitabnya yang ringkas dan mudah dipahami bagi pemula, tafsir ini juga sangat popular di pondok pesantren, yang mana hampir seluruh pondok pesantren yang ada di Indonesia menjadikan kitab tafsir Jalalain ini sebagai mata pokok pelajaran dalam bidang tafsir.21
b. Nama Terjemah Tafsir
Dilihat dari tampilan cover depan, kitab terjemah ini diberi nama
“Tafsîr al-Jalâlain; diterjemahkan dengan bahasa Indonesia oleh KH.
Ahmad Makki Ibn al-Hajj „Abdullah Mahfuzh, pimpinan ma‟had as- Salafiyyah al-Islamiy-Babakan Tipar Cisaat, Sukabumi; Dilengkapi dengan Terjemah dan Sejarah Al-Qur`an” sedangkan cover bagian dalam ditulis dengan “Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain; diterjemahkan dengan bahasa Indonesia oleh KH. Ahmad Makki Ibn al-Hajj
„Abdullah Mahfuzh, pimpinan ma‟had as-Salafiyyah al-Islamiy- Babakan Tipar Cisaat, Sukabumi; Dilengkapi dengan Terjemah dan Sejarah Al-Qur`an.”22
Jika kita melihat pada terbitan yang kedua maka terjemah tafsir ini pada cover bagian depan ditulis “Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain;
diterjemahkan dengan bahasa Indonesia oleh KH. Ahmad Makki Ibn
20 Wawancara dengan H. Lilip Abdul Khaliq menantu dari KH. Ahmad Makki, pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 16-00 wib s/d selesai di kediaman H. Lilip Abdul Khaliq, menurut H. Lilip Abdul Khaliq ini juga merupakan niat awal ketika KH. Ahmad Makki ingin menerbitkan kitab-kitab terjemah bahasa Sunda dan bahasa Indonesia.
21 Wawancara dengan H. Lilip Abdul Khaliq menantu dari KH. Ahmad Makki, pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 16-00 wib s/d selesai di kediaman H. Lilip Abdul Khaliq
22 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain, cet. 1
al-Hajj „Abdullah Mahfuzh, pimpinan ma‟had as-Salafiyyah al-Islamiy- Babakan Tipar Cisaat, Sukabumi”23 sedangkan cover bagian dalam ditulis dengan nama “Tafsîr Al-Qur`an al-„Azhîm li Jalâl ad-Dîn as- Suyûthî wa Jalâl ad-Dîn al-Mahallî; diterjemahkan dengan bahasa Indonesia oleh KH. Ahmad Makki Ibn al-Hajj „Abdullah Mahfuzh, pimpinan ma‟had as-Salafiyyah al-Islamiy-Babakan Tipar Cisaat, Sukabumi.”24
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa kitab tafsir Jalalain nama aslinya adalah kitab “Tafsîr Al-Qur`an al-„Azhîm” karena ditulis oleh dua orang Jalal sehingga nama kitab tafsir ini lebih populer dengan nama “Tafsîr al-Jalâlain”. Oleh karena itu penulisan nama pada kitab terjemah ini diperkirakan agar orang yang mengkaji kitab ini mengetahui dibalik dua nama pada kitab tafsir tersebut. Menggunakan kata “Tarjamah” saja tidak dengan yang lain karena kitab ini hanya sebatas terjemahan saja bukan menjelaskan secara makna yang terkandung dalam tafsiran, walaupun ada sebagian penjelasan tambahan tetapi juga tidak secara komprehensif.25
23 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain, edisi. ke 2 dari jilid 1-8
24 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain, edisi. ke 2 dari jilid 2-7
25 Wawancara dengan H. Lilip Abdul Khaliq menantu dari KH. Ahmad Makki, pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 16-00 wib s/d selesai di kediaman H. Lilip Abdul Khaliq
c. Sumber Terjemah Tafsir dan Sumber Rujukan 1. Sumber Terjemah Tafsir
Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas bahwa sumber dalam penafsiran ada tiga yaitu bil-Ma‟tsûr, bir-Ra‟yi, dan bil-Isyâri dan mayoritas ulama menyimpulkan bahwa tafsir Jalalain termasuk kitab tafsir yang bersumber bir-Ra‟yi.26
Berbeda halnya dengan KH. Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfuzh memberikan pandangan atau manyimpulkan bahwa kitab tafsir Jalalain bukanlah kitab tafsir yang bersumber bir-Ra‟yi. Pendapat ini bisa kita lihat pada penjelasan beliau dalam kitab Terjemah Tafsir Jalalain karya KH. Ahmad Makki dalam surah Al-Baqarah ayat 19:
“Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” (QS. Al- Baqarah[2];19)
Kata wara‟dun (
ٌد َو َر ْع
) pada ayat di atas dijelaskan dalam kitab terjemah tafsir Jalalain bahwa kata tersebut menunjukkan sesungguhnya tafsir Jalalain itu bukan bir-Ra‟yi.27 Kata (ٌد َو َر ْع
)ditafsirkan dengan (
و ُت ُو َص ْ َل ِق ْي َو ِب ِو ُل ك ُم َو ْلا ُك َم َل ْلا ُى َو
) yang artinyaِ َِْل ِ إَِي
26 Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik- Modern, cet. 1, h. 27
27 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsîr al-Jalâlain, cet. 1, h.
13
َِم
َِل
ِِئ
َِى
ًَِِْڠ ِْةِ
ِْي ِِِد
َِ ۤس ِ
ِ ِهإ
ِْوُِر ُِِڬ
ِْوٍِْ
إًُِِْخ ِِ
ِْوِ
ِْنإ َِد
ِْي ِِِد
َِخ َِِن
ِْن َِنا إَِي ِِ
َِْل
ُِض ِ
َِو
َِرإ
َِمِإ
َِل
ِِئ
َِى
ِْة
“ialah malaikatyang diserahi guruh itu dan dikatakan ialah suara malaikat”.28
Menurut KH. Ahmad Makki yang dimaksud dengan (
ٌد َو َر ْع
) ialahmalaikat yang diwakili oleh apa yang diperintahkan, sebagaimana penafsiran yang ada. Atas tafsiran tersebut jika berdasarkan bir-Ra‟yi tidak mungkin ada tafsir (
و ُت ُو َص ْ ْي َل َو ِق ِب ِو ُل ك ُم َو ْلا ُك َم َل ْلا ُى َو
) karena tafsir ini mempunyai keterangan dari sebuah penjelasan hadis, tidak mungkin melalui ijtihad.29 Pendapat ini dapat dikuatkan dengan hadis-hadis yang ada dalam tafsir at-Thabarî, dalam tafsirnya dijelaskan bahwa kata wara‟dun para ahli ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan bahwa kata wara‟dun ialahَبا َح ِسلا ُرُج ْزَ ي ٌك َلَم
yangartinya “malaikat yang menggoncang awan” sebagaimana yang terdapat dalam hadis-hadis berikut:
َح
د َ ث َن ِب محمد ا ْن َق ،نىثلما َح : َلا
د َ ث َن ِب محمد ا ْن َج ْع َف َق ،ر َح : َلا د َ ث ْعُش ا َن َب َع ،ة ِن
َك ِلا َع ،م ْن َُم َق ،د ِىا َا : َلا رل ْع َلَم ، ُد ْزَ ي ٌك ُرُج ِّسلا َح َبا َص ِب ْو ِت ِو .
َح
د َث ِْن َ ي ْع ُق ِب بو ِإ ْ ب َر ْن
َق ،مي ِىا َح : َلا
د َ ث َشُى ا َن ْي َق م َلا َأ : ْ ن َب َأ َن َْس ِإ ْي ِعا ِب ل
ْن ُحِّبسُي ِة َك َلا ِئ ْلا َم َن ِم ٌك َلَم ، ُد ْع رلا : َلا َق ،ح ِلا َص ِب َأ ْن َع ، ِْلا َس
Dan sebagiannya lagi berpendapat bahwa kata wara‟dun ialah
ِر ْي ٌح َْت َت ِن ُق َت َْت ِّسلا َحا َ ف َت ِب َص َ ف ،د ِعا َي ُك ُنو ْن ُو ِم َذ ِل َك صلا ْو َت
28 Imam Jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Al-Qur`an al-
„Azhim lil Imam al-Jalalain, h. 4
29 Wawancara dengan KH. Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz pada Rabu, 10 Mei 2017 M/ 13 Sya‟ban 1438 H pukul 17-15 wib s/d selesai di kediaman KH. Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz.
“Angin akan tercekik di bawah awan,maka akan naik dan suara itu akan menjadi seperti itu.” Sebagaimana hadis berikut:
َح
د َث ِإ ْ ب ِن ِىا َر َع نب مي ْب
ِالل د َق ، َح : َلا د َ ث َرْمِع ا َن ْيَم نب نا َس َر
َق ،ة َح : َلا د َ ث َن ا
ِإ نبا ْد ِر ْي َع ،س َْلا ِن
َس ْب ِن ْلا ِن َرُف َع ،تا ْن َأ ِب ْي َق ِو َك : َلا َب َت ِا ْب ُن َع ب ٍسا َل ِإ
َأ َي دلَلجا ِب ْس َأ
ُل ُو َع ِن رلا ْع ِد َ ف ، َق َا : َلا رل ْع ِر ْي ُد ٌح
30
Oleh karna itu berdasarkan tafsir tersebut menurut KH. Ahmad Makki tafsir Jalalain bukanlah tafsir bir-Ra‟yi tetapi kitab tafsir Jalalain adalah tafsir bin-Naqli atau bil-Ma‟tsur yaitu jika dipahami dalam kategori penafsiran adalah penafsiran dengan keterangan melalui Al- Qur`an maupun hadis atau qaul sahabat.
Selain itu KH. Ahmad Makki juga mengatakan bahwa tafsir dengan bir-Ra‟yi itu tidak diperbolehkan karena sesuai dengan hadis Nabi saw. yaitu:
َف ْنَم َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َلاَق َر َّس
ْلا ُق ْر ِب َر ْأ َنآ ِي ِو َ ف ْل َ ي َ ت َ ب َّو ْأ َم ْق َع َد ُه َن ِم َّنلا ِرا
دنعو دبعلا نبا ةياور نم دواد بأ دنع وىو ونسحو سابع نبا ثيدح نم يذمترلا وجرخأ(
)ىبركلا في يئاسنلا
“Nabi saw. bersabda: Barang siapa menafsirkan Al-Qur`an menurut pendapatnya sendiri, maka disediakan untuknya suatu tempat dari api neraka.”31
30 Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Amalî Abû Ja‟far at- Thabarî, Tafsîr At-Thabarî: Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Al-Qur`an, (Beirut: Dar el-Fikr, 1988), jil. 1, h. 184-186
31 Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad al-Ghazâlî at-Thûsî, Ihyâ al-„Ulûm ad-Dîn, (Beirut: al-Ma‟rifah), jil. 1, h. 37 dijelaskan bahwa hadis ini dikeluarkan oleh at- Tirmidzî melalui jalur Ibnu Abbas dalam ويأرب نآرقلا رسفي يذلا في ءاج ام ببا, namun dengan redaksi yang berbeda yaitu :
1592 َع ،َةَناَوَع وُبَأ اَنَ ث دَح :َلاَق ،ُِّبِْلَكلا وٍرْمَع ُنْب ُدْيَوُس اَنَ ث دَح :َلاَق ،ٍعيِكَو ُنْب ُناَيْفُس اَنَ ث دَح-
ْنَع ،ىَلْعَلأا ِدْبَع ْن
ٍْيرَ بُج ِنْب ِديِعَس ْمِلَع اَم َّ ِإ ِّنَع َثيِدَلا اوُق تا :َلاَق ،َم لَسَو ِوْيَلَع ُ َّا ى لَص ِِّبِ نلا ِنَع ،ٍسا بَع ِنْبا ِنَع ،
يَلَع َبَذَك ْنَمَف ،ْمُت
َ تَ يْلَ ف ِوِيْأَرِب ِنآْرُقلا ِفي َلاَق ْنَمَو ،ِرا نلا َنِم ُهَدَعْقَم ْأ وَ بَ تَ يْلَ ف اًدِّمَعَ تُم .ِرا نلا َنِم ُهَدَعْقَم ْأ وَ ب
] ىسيع وبا لاق[
ٌثيِدَح اَذَى
.ٌنَسَح
Selengkapnya lihat, Imâm al-Hafîzh Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Sûrah Ibn Mûsâ at- Tirmidzî (200-279 H), Jâmi‟ at-Tirmidzî, (Riyadh: Darussalam, 1999), cet. 1, h. 663.
Pendapat ini sebagaimana pendapat golongan ulama salaf yang keberatan dan enggan untuk menafsirkan Al-Qur`an dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Seperti at-Thabarî (w. 310 H) juga menjelaskan bahwa tidak seorangpun yang diperbolehkan menafsirkan ayat Al-Qur`an menurut pendapatnya sendiri tanpa melalui penjelasan Rasulullah secara tegas atau dengan dalil yang didirikannya itu. Jika mereka melakukannya, sekalipun tepat dan benar, ia tetap dipandang melakukan kesalahan karena berkata (tentang Al-Qur`an) menurut pendapatnya sendiri, hal ini dilihat dari ketetapan dan kebenarannya itu tidak meyakinkan tetapi hanya bersifat dugaan atau perkiraan semata.
Sedangkan yang bersifat dugaan dan perkiraan semata dalam menerangkan kalam Allah ini itu diharamkan karena dianggap telah menerangkan sesuatu yang tidak ia ketahui, sebagaimana firman Allah swt:
“Katakanlah (Muhammad): "Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, perbuatan zhalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-
„Araf[7] : 33)32
Selain itu juga dikeluarkan oleh an-Nasâi‟ dan Abû Dâud. Al-„Irâqî (w. 806 H) menjelaskan bahwa lafazh qola dengan Fassara itu satu makna, qola selain bermakna berkata juga bermakna pendapat. Fassara selain bermakna menafsirkan juga bermakna pendapat, dan secara matan maupun maksud tidak ada masalah.
32 Manna‟ Khalîl al-Qattân, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an, penerjemah; Mudzakir AS, cet. 18, h. 496. Lihat juga Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-
Menanggapi hadis yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzî (w. 279 H), Mafri Amri seorang dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dalam bukunya menjelaskan ada dua cara interpretasi terhadap hadis- hadis semacam ini. Pertama, bila proses tafsir tersebut tidak berdasarkan riwayat-riwayat. Kedua, bila penafsiran tersebut berlawanan dengan teks Al-Qur`an kemudian orang yang membacanya menilai itu adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu perlu adanya syarat-syarat tertentu yang membatasi pengertian tafsir bir-Ra‟yi terutama dalam aplikasi dan praksisnya untuk menentukan dan memberi penjelasan terhadap teks Al-Qur`an sesuai dengan kepentingannya agar tidak menyimpang dari semestinya.33
Terkait dengan terjemah tafsir Jalalain ini kalau merujuk dengan kategorisasi penafsiran diatas lalu ditarik dalam dunia penerjemahan maka model terjemah ini bisa dikategorikan dalam penerjemahan bin- Naqli. Yaitu secara bahasa diartikan menyalin atau mengambil dari referensi sebelumnya. Karena ada kemiripan sifat yaitu menukil pendapat dari para pendahulu sebagaimana tafsir bin-Naqli, yang mana para mufassir juga menukil dari pendapat pendahulunya. Pendapat ini dikuatkan dengan adanya contoh-contoh yang ada pada sub-sub bab berikutnya, terutama pada sub bab Sumber Rujukan.
2. Sumber Rujukan
Referensi KH. Ahmad Makki dalam menerjamahkan kitab ini adalah Tafsîr Al-Qur`an al-„Azhîm atau biasa dikenal dengan Tafsîr al- Jalâlain karya Jalâl al-Dîn al-Mahallî (w. 864 H) dan Jalâl al-Dîn as- Suyûthî (w. 911 H) selain itu beliau juga merujuk kepada kitab-kitab
Amalî Abû Ja‟far at-Thabarî, Tafsîr At-Thabarî: Jâmi‟ al-Bayân fî Ta‟wîl Al-Qur`an, jil.
5, h. 166-167
33 Mafri Amri, Literatur Tafsir Indonesia, cet. 2, h. 279-280
tafsir lainnya diantaranya: Tafsîr Al-Qur`an al-Karîm biasa dikenal dengan Tafsîr Ibnu Katsîr karya Abû al-Fidâ Ismâ‟îl bin Umar bin Katsîr al-Quraisy al-Bashri ad-Dimasyqi (w. 774 H / 1373 M)34, Tafsîr al-Marâghî karya Ahmad Musthafa al-Marâghî (w. 1371 H / 1952 M), Al-Futûhât Al-Ilahiyyah: bi Taudhîh Tafsîr Al-Jalâlain li ad-Daqâiq al- Khafiyyah atau dikenal dengan Tafsîr Jamâl karya Sulaimân bin „Umar
„Ajaili as-Syâfi‟î as-Syahîr bil-Jamâl (w. 206 H)35, Tafsîr Marâh Labîd li Kasyfi Ma‟na Al-Qur`an al-Majîd karya Syeikh Muhammad Nawâwî al-Bantanî36 dan lainnya.
Selain kitab-kitab tafsir yang disebutkan di atas, KH. Ahmad Makki tentunya juga merujuk dari kamus-kamus besar bahasa Arab, seperti kamus al-Muhîth namun karena makna mufradat sudah dikuasai oleh beliau sehingga ketika menerjemahkan tidak perlu melihat dalam kamus. Dikatakan bahwa kamus al-Muhîth menjadi rujuakan utama dalam terjemah mufradat, karena setiap kali menantu KH. Ahmad Makki bertanya makna mufradat yang tidak diketahui selalu diarahkan untuk membuka kamus sendiri yaitu al-Qamûs al-Muhîth karya Imâm
34 Al-Imâm Al-Hafîzh Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur`an Al-„Azhîm, (Mesir: Dar el- Hadits, 2005), jil. 1, h. 3
35 Beliau masyhur dengan nama Jamâl, sehingga kitab tafsirnya disebut Tafsîr Jamâl. Kitab ini merupakan sebuah syarah atau komentar dari kitab tafsir al-Jalâlain yang ditulis oleh Imâm Jalâluddîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî (791 H-864 H) dan Abû al- Fadl Abdur Rahmân bin Abû Bakar bin Muhammad Jalâluddîn as-Suyûthî (849- 911 H). Lihat, Sulaimân bin „Umar „Ajaili as-Syâfi‟î as-Syahîr bil-Jamâl, Al-Futûhât Al- Ilâhiyyah: bi Taudhîh Tafsîr Al-Jalâlain li ad-Daqâiq al-Khafiyyah, (Beirut: Dar el-Fikr, 2003), cet. 1, h. 3
36 Nama lengkap tafsir ini at-Tafsîr al-Munîr li Ma‟âlim at-Tanzîl al-Musfîr „an Wujûh Mahâsin al-Ta‟wîl. Dalam Tafsîr Marâh Labîd ia menuliskan namanya dengan al-
„Alâmah as-Syeikh Muhammad Nawâwî al-Jawi. Tafsir ini merupakan karya besar ulama Indonesia di dunia Internasional pada abad 19 dan tergolong masyhur, bahkan pada masa kemunculannya tafsir ini dikenal juga oleh ulama di negeri Arab sendiri. Lihat Mafri Amri, Literatur Tafsir Indonesia, cet. 2, h. 50
Ahli al-Lughah Majd ad-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairûz Abadi (w. 817 H / 1415 M).37
Setelah membaca kitab terjemah Tafsir Jalalain ini, menurut penulis sumber rujukan utama yang dipakai dalam menerjemahkan ayat Al-Qur`an pada penerjemahan kitab tafsir ini adalah kitab Al-Qur`an dan Tafsirnya UII yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI.38 Dengan demikian pola terjemahan ayat Al-Qur`an pada kitab terjemah ini sama dengan kitab Al-Qur`an dan Tafsirnya, karena KH. Ahmad Makki memiliki tujuan agar masyarakat dapat mengetahui dan nantinya menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kita juga mengetahui bahwa dalam sisi bahasa kedua kitab ini sama yaitu bahasa Indonesia, tetapi yang membedakannya adalah teknik penulisannya. Al- Qur`an dan Tafsirnya ditulis dengan aksara latin, sedangkan Tarjamah Tafsîr Jalâlain ditulis dengan aksara pegon (Arab-Indonesia). Selain itu perbedaan antara kedua kitab terjemah ini adalah dalam pemberian makna namun hanya sedikit sekali ditemukan, ada sebagian kecil ayat dalam kitab terjemah tafsir Jalalain diterjemahkan sesuai dengan gramatikal bahasa Arab sedangkan kitab Al-Qur`an dan Tafsirnya menerjemahkan sesuai kaidah bahasa Indonesia, sehingga jika kita cermati sedikit tidaknya ada perbedaan dalam penguraian makna ayat Al-Qur`an tersebut.
Sebagaimana dapat kita lihat contoh berikut dalam surah Al-Baqarah ayat 7:
37 Majd ad-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairûz Abadi, Al-Qamus Al-Muhîth, (Beirut: Dar el-Fikr, 2005), h. 3
38 Tim Tashih Departemen Agama, Al-Qur`an dan Tafsirnya , (Yogyakarta: PT Dana Bakhti Wakaf: Milik Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, 1990), yang dicetak ulang pada tanggal 20 Desember 1990.
Dalam kitab Terjemah Tafsir Jalalain karya KH. Ahmad Makki ayat ini diartikan sebagai berikut:
ِ إًِْ
ِْ ِن
َِخ ِِِن
ِْبا
ِ
َِإ(ًِْ
ُِلِْر
ِْنٓآ
ِِثِ)
ََِِْد
ِْكإ
َِد َِِإ
ِۤنِإ
َِر
َِو ُِڮإ
ِْنإ
َِِف
َِۑإ َِد
ِۤفِ،ا
ُِذِْو
ِْو ُِْن
ِْك
ِِڮ َبَ ِ ىَوْلَثْرۤجِْڠًَِ َمًَْرۤمِ ْيي
“Ini kitab (Al-Qur`an) tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.39
Sedangkan dalam kitab Al-Qur`an dan Tafsirnya diartikan sebagai berikut “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”.40
Demikian pula dalam menjelaskan kaidah bahasa Arab terlihat beliau merujuk kepada kitab Alfiyyah, sebagai contoh dalam surah Al- Baqarah ayat 88:
اوُلاَقَو{
ٌءاَزْهِتْسا ِِّبِ نلِل } ُ بوُلُ ق{
ٌفْلُغ اَن ُعَْجَ }
َلاَف ٍةَيِطْغَِبِ ةا شَغُم ْيَأ فَلْغَأ
ْوُقَ ت اَم يِعَت َق ُل
َ ت َع َلا َلا
41
Kata
فَلْغَأ عَْجَ
dijelaskan dengan:َ ق ْو ُل ُو َْجَ
ُع
َا ْغ َق .ف َل ِْفي َلا
َا ْل ِف َي ِة ِا ْب ُن َم ِلا ْحَنِل ٌلْعُ ف : ٍك َرَْحْ َو ٍرَْحَْا ِو
َو ءا ِف ْع َل ة
َْجَ
ًع ِب ا َ ن ْق َي ْد ٍل ي ِر
42
Inilah yang membuat penulis menyimpulkan bahwa kitab terjemah tafsir Jalalain ini sumbernya bin-Naqli karena melihat dari proses penerjemahannya yang merujuk kepada beberapa kitab.
39 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsir al-Jalalain, cet. 1, h.
4
40 Tim Tashih Departemen Agama, Al-Qur`an dan Tafsirnya , h. 5
41 Imam Jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Al-Qur`an al-
„Azhim lil Imam al-Jalalain, (Surabaya: Nurul Huda, t.t), juz. 1, h. 13
42 Ahmad Makki Ibn Abdullah Mahfudz, Tarjamah Tafsir al-Jalalain, cet. 1, h.
66
d. Metode Terjemah Tafsir dan Coraknya 1. Metode Terjemah Tafsir
Setelah membaca kitab Terjemah Tafsir Jalalain karya KH.
Ahmad Makki, jika dilihat dari isi terjemahan maka penulis dapat menyimpulkan bahwa metode yang digunakan oleh beliau adalah metode ijmali (global) metode ini sebagaimana yang digunakan oleh Imâm Jalâluddîn al-Mahallî (w. 864 H) dan Imâm Jalâluddîn as- Suyûthî (w. 911 H) dalam Tafsirnya.
Karena kitab terjemah ini hanya sebatas menerjemahkan saja dari kitab aslinya, bukan menjelaskan makna yang terkandung dari ayat secara rinci ataupun makna yang tekandung dalam tafsirnya. Walaupun ada sebagian ayat atau tafsir yang diberi penjelasan, namun itu pun tidak secara terperinci. Sehingga terjemah tafsir ini tetap digolongkan sebagai terjemah tafsir dengan metode ijmali (global). Hal ini dapat kita lihat ketika beliau memberikan keterangan tafsir surah Al-Baqarah ayat 80 :
اًم يََّأ َّ إ را نلا{ اَنبيِصُت }اَنّسََتَ ْنَل{ را نلا ِّبِ نلا ْمُىَدَعَو ا مَل }اوُلاَقَو{
َينِعَبْرَأ ةَليِلَق }ةَدوُدْعَم لوُزَ ت ُثُ لْجِعْلا ْمِهِئَباآ ةَداَبِع ة دُم
...
43
Pada ayat dan tafsiran diatas KH. Ahmad Makki memberikan penjelasan pada lafazh
ةَداَبِع ة دُم
yaitu:
َِيِ
ِْوِ إُِث
ِۤنِِخ
َِم
ِْي ِِِد
ِِِث
ِْڠ
َِڮِْل
ِْن َِى
ِْوًَِِِْ ُِِإ
َِِْ
ِْ ِب َِه
ِْو ُِِم
ِ َس
ِ
َُِِ ٤٤
ِِر
ِْي
ِ
َِلًُِ
ِْوِ
ِۤمِِ
رًِْ
ِِۤجِْ َِم
َِح رِِع
َِدا
ِْةِ
ِۤنَِف
َِد
َِإِإ
َِه
ِْم
َِس ِ
ِْ ِفا
َِوَِحإ ُِِت
ِْن
ِ
ُِمِْو
َِسِ ِ َس
ِِر ِِما
ِْي
ِ
“yaitu ketika ditinggalkan oleh Nabi Musa 40 hari lalu mereka beribadah kepada anak sapi buatan Musa samiri”.44
43 Imam Jalaluddin al-Mahalli, Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Al-Qur`an al-
„Azhim lil Imam al-Jalalain,, h. 12