• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi Pendukung Entri untuk Fungsi Produktif

Dalam dokumen '$1 3(0(/$-$5$1 .('8$ (Halaman 63-74)

Apabila dibandingkan dengan subentri untuk duduk dalam KBBI, subentri dalam kamus pemelajar yang diusulkan tidak sepanjang yang ada dalam KBBI. Hal ini disebabkan tidak semua kolokasi dalam KBBI ditemukan dalam korpus. Kata-kata seperti menukuk, dan sengkil tidak muncul sama sekali dalam korpus. Adapun kata-kata belunjur, bertimpuh, bertinggung hanya muncul tidak lebih dari lima kali atau angka kemunculannya hanya 0,0 per juta kata. Oleh sebab itu, subentri untuk kata- kata tersebut tidak dimunculkan dalam kamus pemelajar yang diusulkan.

Sebaliknya, ada kata berselonjor yang tidak ada dalam KBBI IV ternyata muncul dengan cukup sering (899 kali atau 8,2 per juta kata). Dengan demikian, kata tersebut perlu dimunculkan sebagai subentri untuk menjelaskan posisi duduk.

Dalam kamus pemelajar yang diusulkan, subentri posisi duduk yang bermacam-macam tidak dijelaskan dalam definisi, melainkan menggunakan ilustrasi. Strategi ini dianggap lebih tepat karena tidak memerlukan penjelasan yang lebih panjang. Selain itu, posisi duduk yang bermacam- macam ini lebih diperlukan untuk kebutuhan reseptif saja, sehingga penjelasan dalam definisi dan contoh penggunaan dalam kalimat tidak terlalu penting.

56 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

ujaran. Hal ini disebabkan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan bahasa lain berbeda sehingga pengguna kamus harus diberi informasi bagaimana melafalkan suatu kata menurut sistem bunyi bahasa Indonesia.

Ada beberapa strategi yang digunakan dalam menyajikan informasi lafal. Dalam LDTI, Quinn (2001) menggunakan sistem lafal yang berdasarkan ejaan bahasa Inggris dengan beberapa adaptasi. Hal ini dilakukan karena LDTI adalah kamus pemelajar yang memang ditujukan untuk pengguna yang berbahasa Inggris sebagai L1. Ada lima modifikasi yang dibuat oleh Quinn untuk menyusun pedoman lafal tersebut. Secara ringkas, kelima modifikasi yang dibuat tersebut adalah sebagai berikut.

1) Suku kata yang bertekanan dilambangkan dengan huruf kapital, seperti timbul /TEEM.bool/

2) Bunyi vokal /a/ seperti anda dan dan, dianggap sama lafalnya dengan kata bahasa Inggris farm dan car, dan oleh sebab itu diucapkan panjang.

Dalam pedoman lafal, untuk kata-kata tersebut dilambangkan menjadi /ĀN.dā/ dan /dān/.

3) Huruf e dalam bahasa Indonesia yang direalisasikan menjadi tiga bunyi yang berbeda menjadi /ε/, /ə/ dan /e/ seperti dalam kata senang, meja, dan merah disesuaikan dengan ejaan bahasa Inggris sehingga dalam lafal dilambangkan /s’NĀNG/, /MAY.jā/, dan /MÈ.rāh/.

4) Huruf k dalam bahasa Indonesia yang terletak di posisi akhir kata atau suku kata yang direalisasikan menjadi bunyi glotal // dilambangkan dengan /K/, sehingga kata anak dilambangkan menjadi /Ā.nā K/..

5) Bunyi /g/ dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan /gh/ dalam pedoman lafal untuk menghindari kekeliruan dilafalkan seperti bunyi /j/.

sehingga kata generasi dan energi dilambangkan menjadi /ghèn.èr.

RĀ.see/ dan /èn.Èr.ghee/

Sistem lafal yang diterima secara umum dan merupakan standar internasional adalah IPA. Karena sebagian besar sasaran pengguna merupakan pemelajar bahasa yang telah lanjut dan diasumsikan bahawa mereka telah terbiasa dengan sistem IPA, sistem lafal ini sangat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan sasaran pengguna kamus yang beragam tersebut. Lebih lanjut, untuk memudahkan pengguna lafal tidak hanya diberikan pada lema utama, melainkan pada semua lema turunan atau sublema, terlebih lagi jika sublema itu berupa bentuk derivasi. Lafal penting diberikan pada sublema ini karena proses afiksasi seringkali mengakibatkan perubahan bunyi atau mengalami proses morfofonemik. Dengan proses morfofonemik ini, sublema yang dihasilkan sering kali diucapkan berbeda dengan bentuk dasarnya. Contohnya, kata pukul diucapkan /pukul/, tetapi jika mendapat prefiks {meng-} menjadi memukul /məmukul/.

Informasi Sintaksis Kelas Kata

Informasi tentang kelas kata penting sebagai bagian dari petunjuk atau informasi sintaksis. Dalam kamus, informasi ini disampaikan dengan menuliskan kelas kata secara lengkap (nomina, verba, adjektiva, adverbia) atau dengan menggunakan singkat (n, v, adj, adv). Mengingat sasaran pengguna kamus pemelajar yang diusulkan adalah pemelajar bahasa tingkat mahir dan atas dasar pertimbangan efisiensi ruang, informasi kelas kata dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk singkatan. Selain itu, informasi yang lebih terperinci juga dapat dimasukkan, misalnya dengan membubuhkan singkatan v tr yang berarti verba transitif. Informasi kelas kata tersebut diletakkan tepat setelah lema tersaji.

Informasi kelas kata ini diperlukan karena ketika pengguna kamus memproduksi teks, mereka harus yakin apakah kata yang dicari informasinya tersebut dapat diletakkan sesuai dengan kategorisasinya dalam kalimat. Dengan demikian, kesalahan penempatan kata dalam teks dapat dihindari.

Pola Valensi

Pada dasarnya, pola valensi merupakan pola yang menggambarkan unsur-unsur yang biasanya digunakan bersama-sama dengan suatu verba.

Pola ini menjelaskan perilaku sintaksis suatu verba dalam kalimat dan dapat dimanfaatkan oleh pemelajar bahasa sebagai contoh untuk memproduksi teks atau kalimat dengan verba yang dijelaskan dalam entri.

Dalam model entri untuk kamus pemelajar yang diusulkan, pola valensi diberikan untuk setiap jenis verba berdasarkan proses afiksasi. Hal ini dilakukan untuk memperlihatkan perilaku sintaksis untuk setiap jenis verba dengan berbagai afiks yang melekat.

Contoh Kalimat

Berbeda dengan fungsi contoh kalimat dalam konteks reseptif, contoh kalimat dalam konteks produktif terutama dibuat untuk menjadi model yang dapat ditiru oleh pengguna kamus dalam memproduksi teks. Jika dalam konteks reseptif contoh kalimat dibuat untuk memperjelas makna kata, dalam konteks produktif contoh kalimat lebih berfungsi sebagai pola atau model.

Contoh kalimat sedapat mungkin menggambarkan penggunaan yang tipikal, karena penggunaan tipikal yang paling sering digunakan oleh penutur jati. Dengan meniru contoh tipikal ini, pemelajar telah terbantu

58 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

dalam memproduksi ujaran atau teks yang natural yang menyerupai ujaran penutur jati.

Untuk kebutuhan pemelajar bahasa, contoh harus dapat mencerminkan penggunaan yang khas dan alami. Korpus yang tersedia mungkin tidak cukup besar untuk memperoleh contoh penggunaan yang khas, oleh sebab itu pemilihan contoh dapat dilakukan dengan menggabungkan antara fakta kebahasaan yang ditemukan dalam korpus ditambah dengan kreatifitas pekamus dalam memodifikasi contoh sehingga sesuai dengan kebutuhan pengguna kamus.

Menurut Atkins dan Rundell (2008: 458), ada beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk membuat contoh yang baik. Contoh yang baik harus memenuhi sifat sebagai berikut.

1) Natural dan tipikal: contoh yang natural dapat mengandalkan intuisi sebagai penutur jati. Aspek koligasi (colligation) yang berkaitan dengan kala, numeralia, modus, posisi dalam kalimat, juga penting untuk menunjang naturalitas. Misalnya, seperti kerbau dicocok hidung. Dalam korpus, tingkat kealamian contoh harus ditunjang dengan kemunculan yang berulang (recurrence).

2) Informatif.

3) Contoh yang informatif digunakan untuk membantu pemelajar bahasa memahami definisi (khususnya untuk konteks reseptif). Untuk konteks produktif, contoh dapat dijadikan model untuk memproduksi teks yang natural dan tipikal.

4) Mudah dipahami (intelligible).

5) Contoh yang natural, tipikal, dan informatif tidak akan bermanfaat jika pengguna tidak memahaminya. Keterpahaman pengguna terhadap contoh harus mempertimbangkan kata atau struktur kalimat yang tidak sulit atau kompleks.

Kolokasi

Cowie (1994) membagi kolokasi berdasarkan kriteria transparansi (tranparency) dan komutabilitas atau substitutabilitas (commutability/

substitutability). Di antara keempat jenis kolokasi tersebut yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kolokasi terbatas (restricted collocation), idiom figuratif (figurative idioms), dan idiom murni (pure idioms).

Untuk menentukan kolokasi, langkah pertama adalah menentukan kata kunci atau node terlebih dahulu. Dalam formulasi pendefinisian ini diambil verba mengambil sebagai contoh. Verba ini diambil sebagai contoh karena beberapa alasan. Pertama, verba mengambil termasuk kata yang berfrekuensi tinggi karena ada dalam daftar IWL-AWP dan dibuktikan dengan frekuensi kemunculan sebanyak 33.786 kali atau 309,2 per juta kata

menurut IndWaC. Frekuensi yang tinggi menunjukkan bahwa kata tersebut sering sekali digunakan. Oleh sebab itu, kata seperti ini penting diketahui oleh pemelajar bahasa sehingga layak untuk dideskripsikan dalam kamus.

Kedua, verba ini mempunyai makna yang sangat umum dan maknanya secara tepat hanya dapat diperoleh dari kolokasinya dengan kata lain.

Dengan kata lain, verba mengambil merupakan contoh kata, yang menurut istilah Sinclair (1991: 67), yang sulit diisolasi secara semantis (a difficult word to isolate semantically). Maksudnya, maknanya tidak dapat dideskripsikan secara terpisah dari kata yang lain dan hanya muncul ketika berdampingan dengan kata lain. Dalam KBBI IV terbukti bahwa verba ini mempunyai entri kompleks dengan sebelas polisem dan 31 kolokasi.

Seperti yang dinyatakan sebelumnya pada bagian teori, kolokasi berkaitan dengan kelompok kata yang cenderung dipakai secara bersama- sama. Penentuan kolokasi dapat memanfaatkan frekuensi kemunculan kata dalam korpus. Namun demikian, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, frekuensi bukan satu-satunya cara untuk menentukan kolokasi, karena ada kata-kata yang cenderung bisa bergabung dengan kata apapun, misalnya kata dan. Hal yang terpenting dalam penentuan kolokasi adalah kolokasionalitas (collocationality).

Atkins dan Rundell (2008: 167) menetapkan suatu aturan umum yang praktis untuk menentukan kolokasionalitas, yaitu bahwa makna yang ditimbulkan dari suatu gabungan kata lebih daripada hanya sekadar makna dari unsur-unsur pembentuknya (The lexicographer’s rule of thumb is ‘its meaning is more than the sum of its parts’). Keduanya membagi ungkapan multikata atau kolokasi menjadi lima jenis yang layak untuk dipertimbangkan masuk ke dalam entri kamus. Kelima jenis kolokasi tersebut terbagi lagi menjadi beberap subjenis. Pembagiannya adalah sebagai berikut.

1. Ungkapan tetap dan semi-tetap (fixed and semi-fixed phrases) 2. Ungkapan idiom (other phrasal idiomatic)

3. Majemuk (compounds):

4. Majemuk figuratif (figurative compounds)

5. Majemuk semi-figuratif (semi-figurative compounds) 6. Majemuk fungsional (functional compounds)

7. Frasa verbal (phrasal verbs): a multiword expression consisting of a verb plus one or more particle(s) (Atkins dan Rundell, 2008: 171)

8. Konstruksi verba pendukung (support verb constructions) Catatan Penggunaan (Usage Note)

Menurut Hartmann dan James (1998: 150) catatan penggunaan adalah tulisan yang berisi informasi tambahan tentang suatu kata atau frasa yang diletakkan berdekatan dengan entri yang bersangkutan. Catatan penggunaan

60 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

biasanya dimuat dalam kotak khusus supaya mudah diperhatikan oleh pengguna kamus. Informasi dalam catatan penggunaan biasanya meliputi sinonim kata atau frasa, penjelasan tentang ungkapan idiom tertentu, dan penggunaan kata atau frasa lain yang khusus dan terbatas.

Dalam konteks produktif, catatan penggunaan ini sangat penting karena pengguna mendapat informasi tambahan tentang bagaimana menggunakan suatu kata dengan tepat sesuai dengan aspek pragmatiknya, karena konteks gramatikal sudah dipenuhi oleh pola valensi dalam definisi. Informasi berupa sinonim juga memberikan pilihan kepada pengguna untuk memakai kata yang berbeda. Selain itu, dalam LDTI, catatan penggunaan dimanfaatkan untuk memberi informasi kultural. Berikut contoh catatan penggunaan yang ada dalam LDTI.

1. Informasi tesaurus (sinonim, hiponim, meronim) Sinonim:

Kata berbicara berkaitan juga dengan kata:

formal: berbincang, bercakap, bercerita; berkata, bertutur, berucap, berujar;

berdiskusi, berunding

cak: mengobrol, ngobrol, ngomong-ngomong 2. Informasi pragmatik:

Pilih yang mana?

tegar, tegas, teguh adalah kata-kata yang menyatakan pendirian yang kuat.

tegar lebih berarti kuat dalam kesabaran

tegas lebih berarti kuat dalam mengambil tindakan teguh lebih berarti kuat dalam memegang pendirian 3. Kesalahan Umum

Kesalahan penggunaan:

Kata membicarakan tidak diikuti kata tentang karena afiks {meng-kan} membuat verba menjadi transitif. Objek verba diletakkan langsung setelah verba tanpa menggunakan preposisi.

Mereka sedang membicarakan tentang persoalan itu. (salah) Mereka sedang membicarakan persoalan itu. (benar)

Atau:

Mereka sedang berbicara tentang persoalan itu. (benar) V. Kesimpulan

Formulasi pendefinisian berkaitan dengan dua hal, yaitu pemilihan lema dan kosakata pendefinisi. Dalam penelitian ini pemilihan lema dan kosakata pendefinisi dilakukan melalui penghitungan frekuensi dan ketersebaran pemakaian kata dalam korpus. Makin tinggi frekuensi sebuah kata, makin penting kata tersebut untuk dijadikan sebagai lema atau makin besar kemungkinan kata tersebut dipahami dan layak sebagai kosakata pendefinisi. Syarat frekuensi kemunculan yang lebih tinggi diterapkan untuk memastikan kosakata pendefinisi benar-benar merupakan kosakata umum yang lazim digunakan dan mudah dipahami. Dari segi bentuknya, lema dalam kamus pemelajar yang diusulkan dalam penelitian ini adalah kata tunggal dan ungkapan multikata. Kata tunggal meliputi kata pangkal dan derivasi hasil afiksasi, sedangkan ungkapan multikata meliputi kolokasi tetap dan idiom.

Formulasi pendefinisian untuk konteks reseptif adalah sebagai berikut.

1) Untuk konteks reseptif digunakan definisi yang berupa sinonim atau hiperonim (genus).

2) Definisi sinonim tersebut menjadi definisi singkat untuk definisi yang lebih lengkap.

3) Definisi singkat berjumlah satu atau dua kata.

4) Definisi singkat diberikan untuk setiap LU.

5) Definisi singkat diberi nomor dan dicetak tebal dengan huruf capital untuk memudahkan pencarian.

6) Definisi singkat disusun berurutan ke bawah, sesuai dengan makna yang paling lazim yang ditunjukkan dalam korpus.

Formulasi pendefinisian untuk konteks produk yang diusulkan adalah definisi kontekstual dengan pola jika…berarti dalam kalimat lengkap.

Dalam struktur definisi kontekstual, jika dan berarti adalah operator yang menjalankan kalimat. Formulasi ini ditetapkan dengan mempertimbangkan hasil riset pengguna yang menunjukkan preferensi terhadap jenis definisi kontekstual dan kebutuhan leksikografis yang ditunjukkan berdasarkan hasil analisis kalimat dalam kuesioner. Adapun struktur dan contoh formulasi pendefinisian tersebut adalah sebagai berikut.

62 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

BAGIAN PERTAMA BAGIAN KEDUA

OPERATOR KO-TEKS (1)

TOPIK KO-TEKS (2)

OPERATOR KOMEN jika seseorang memperse

m-bahkan lagu, tarian dll dalam sebuah pertunjuk- an,

berarti dia menampilkan lagu tersebut untuk menghibur penonton

Jika seseorang pandai memper- mainkan lidah

berarti dia pandai berbo-

hong dan

biasanya pintar merayu

Untuk menambah fungsi produktif, selain menggunakan kalimat lengkap, definisi kontekstual tersebut dilengkapi dengan pola valensi. Hasil analisis dalam riset pengguna menunjukkan bahwa pola valensi sangat membantu pengguna kamus memproduksi teks. Dari aspek penyajian, definisi yang mendukung fungsi reseptif dan produktif tersebut ditampilkan dengan pola entri sebagai berikut.

[lema/sublema] [/lafal/] [kelas kata] [label] [[runs on]] [nomor polisem]

[DEFINISI SINGKAT] [definisi penuh] [(pola valensi)] [contoh kalimat]

Keempat, model pengentrian berkaitan dengan berbagai aspek. Untuk mendukung fungsi reseptif, model entri harus meliputi alat navigasi berupa definisi singkat, dan ilustrasi. Adapun entri untuk fungsi produktif didukung oleh informasi tentang lafal, informasi sintaksis (kelas kata dan pola valensi), contoh kalimat, kolokasi, dan catatan penggunaan.

Daftar Pustaka

Atkins, B. S., dan Rundell, M. 2008. The Oxford Guide to Practical Lexicography. Oxford: Oxford University Press.

Bogaards, P. 1996. “Special Feature Dictionaries for Learners of English”

dalam International Journal of Lexicography Vol. 9 (4), (hlm. 277- 320).

---. 2003. “Uses and Users of Dictionaries” dalam P. v.

Sterkenburg (ed.) A Practical Guide to Lexicography.

Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company. (hlm.

26-43)

Cowie, A.P. 1994. “Phraseology” dalam Ronald E. Asher (ed.) The Encyclopedia of Language and Linguistics. Oxford: Pergamon Press (hlm. 3168-3171).

Hartmann, R. 2001. Teaching and Researching Lexicography. Essex:

Pearson Education Limited.

Kernerman, A. 2007. “Eight Suggestions for Improving Learner’s Dictionary” dalam Kernerman Dictionary News No. 15. Tel Aviv: K Dictionary Ltd.

Rundell, M. 2006. “Learners’ Dictionaries” dalam K. Brown (ed.) Encyclopedia of Language and Linguistics Amsterdam: Elsevier Ltd.

(hlm. 739-743).

Sinclair, J. 1991. Corpus, Concordance, Collocation. Oxford: Oxford University Press.

Tarp, S. 2009. “The Foundations of A Theory of Learner’s Dictionary”

dalam Lexicographica: International Annual for Lexicography No.25..

Tübingen: Max Niemeyer Verlag. (hlm. 155-169)

Zgusta, L. 1971. Manual of Lexicography. Praha/Paris: Academia and Mouton The Hague.

Kamus

Atmosumarto, Sutanto. 2004. A Learner’s Comprehensive Dictionary of Indonesian. London: Atma Stanton.

Hartmann, R., dan James, G. 1998. Dictionary of Lexicography.

London/New York: Routledge.

Quinn, George. 2001. The Learner’s Dictionary of Today’s Indonesian. St.

Leonards: Allen and Unwin.

Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi ke-4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sinclair, John (ed.). 1988. Collins COBUILD Essential English Dictionary.

Edisi ke-1. London/Glasgow: Collins Publishers.

---. 2006. Collins COBUILD Advanced Learner’s English Dictionary. Edisi ke-5. Glasgow: Harper Collins Publishers.

Turnbull, Joanna (ed.). 2010. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Edisi ke-8. Oxford: Oxford University Press.

Lampiran: Contoh entri mempersembahkan dalam LD

64 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

Kamus Pemelajar yang Diusulkan KBBI

sembah /səmbah/ v [disembah, sembahan]

memberi hormat (biasanya digunakan dalam bentuk pasif): hanya Tuhan yang patut kita sembah/disembah;

mempersembahkan /məmpərsəmbahkan/ v [diper-sembahkan/persembahkan,

persembahan] → sembah

1 MENGORBANKAN jika seseorang memper-sembahkan kurban berupa anak atau hewan dalam suatu upacara adat, berarti orang tersebut mengorbankan sesuatu untuk sesuatu yang mereka sembah supaya melindungi mereka dari sesuatu yang buruk

(mempersembahkan +

anak/hewan/diri/hidup/korban + kepada+N): mereka mempersembahkan hewan ternak kepada dewa dalam upacara itu;

2 MEMPERTUNJUKKAN jika seseorang mem-persembahkan lagu, tari, syair dll dalam sebuah pertunjukkan, berarti dia mempertunjukkan lagu tersebut untuk menghibur penonton (memper-sembahkan + syair/tarian/lagu/tari): gadis-ga-dis itu mempersembahkan sebuah tarian di ha- dapan para tamu;

3 MEMBERIKAN jika seseorang memper- sembahkan medali, piala dll berarti dia membe-rikan piala itu sebagai bentuk hormat (memper-sembahkan + piala/medali/derma/ misi/negara/ uang + kepada/bagi/ untuk + N): pemain bulu- tangkis itu mempersembahkan piala kepada ne-garanya

sem.bah n 1 pernyataan hormat dan khidmat (dinyatakan dng cara menang-kupkan kedua belah tangan atau menyusun jari sepuluh, lalu mengang-katnya hingga ke bawah dagu atau dng menyentuhkan ibu jari ke hidung) mengangkat --, menghormat dng sem-bah; 2 kl kata atau perkataan yg ditu-jukan kpd orang yg dimuliakan: demikianlah -- Hang Tuah; berdatang --, datang seraya berkata dng hormat-nya;

mem.per.sem.bah.kan v menyembah-kan; memberikan sbg persembahan

Tabel 6.6 Hasil Formulasi Definisi untuk Verba mempersembahkan

PEMANFAATAN KORPUS DALAM PENYUSUNAN KAMUS PEMELAJAR BAHASA INGGRIS

(USING CORPORA IN CREATING ENGLISH LEANER DICTIONARIES)

Deny A. Kwary Universitas Airlangga [email protected]

Abstrak

Korpus adalah kumpulan kata-kata dalam jumlah besar yang diolah dengan menggunakan program komputer. Korpora (bentuk jamak dari korpus) telah banyak membantu peneliti dalam menjelaskan fenomena kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Korpora juga telah banyak membantu dalam meningkatkan kualitas kamus, yang merupakan rujukan utama untuk penggunaan bahasa. Salah satu bukti nyatanya dapat dilihat di kamus pemelajar bahasa Inggris yang telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir ini berkat pemanfaatan korpora. Makalah ini berisi dua pokok bahasan utama. Pokok bahasan pertama adalah penjelasan mengenai jenis-jenis korpora yang dapat digunakan untuk pembuatan kamus pemelajar. Bagian ini diawali dengan deskripsi jenis-jenis korpora berdasarkan jumlah bahasa, jenis teks, cakupan waktu, moda komunikasi, dan komunitas penutur. Pembahasan kemudian difokuskan pada pembagian korpora berdasarkan komunitas penutur, yaitu korpus penutur jati dan korpus pemelajar. Pokok bahasan kedua adalah penyajian berbagai kontribusi korpora dalam meningkatkan kualitas kamus pemelajar, khususnya fitur-fitur yang memungkinkan penyajian data yang lebih sesuai dengan kebutuhan pengguna kamus. Pembahasan di makalah ini berfokus pada korpus dan kamus pemelajar bahasa Inggris, namun berbagai konsep yang dijelaskan dapat juga diterapkan dalam pembuatan kamus pemelajar untuk bahasa lain.

Abstract

A corpus is a collection of words in large quantities that are processed using a computer program. Corpora (the plural form of a corpus) have helped researchers in explaining linguistic phenomena, especially with regard to language use. Corpora have also helped a great deal in improving the quality of dictionaries, which are the main reference work for language

66 Prosiding Seminar Leksikografi Indonesia

use. One of the noticeable evidence can be seen in English learner's dictionaries that have undergone a significant change in recent decades due to the use of corpora. This paper contains two main discussion points. The first discussion point is an explanation of the types of corpora that can be used for creating of a learning dictionary. This section begins with a description of the types of corpora based on the number of languages, types of texts, timeframes, communication modes, and speaker communities. The discussion then focuses on the types of the corpora based on the speaker communities, i.e. a native speaker corpus and a learner corpus. The second discussion point is the presentation of the various contributions of corpora in improving the quality of learner’s dictionaries, in particular the features that enable the presentation of data which are more suitable to the needs of dictionary users. The discussion in this paper focuses on corpora and learner’s dictionaries in the English language, but the various concepts described can also be applied in creating learner’s dictionaries for other languages.

Dalam dokumen '$1 3(0(/$-$5$1 .('8$ (Halaman 63-74)