• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADANG

1.3. Kajian Pustaka

1.3.1. Konsep Kebijakan Publik Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981: 1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever government choose to do or not to do). Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik. Sebagai contoh, ketika pemerintah mengetahui bahwa ada jalan raya yang rusak dan dia tidak membuat kebijakan untuk memperbaikinya, berarti pemerintah sudah mengambil kebijakan. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk tidak membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya tidak menunaikan pajak adalah sebuah kebijakan publik. James E. Anderson (1979:3) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah. Dalam buku ini kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang

dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan sebagainya.

Berbagai aturan dan kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka peningkatan capaian nutrisi emas makanan bayi mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Adanya paying kebijakan yang baik akan memudahkan implementor dalam pelaksanaan kebijakan dilapangan.

Akan tetapi, perlu kita sadari kebijakan publik tidak semata-mata pekerjaan pemerintah selaku pembuat kebijakan, namun banyak faktor yang akan mempengaruhi jalannya sebuah kebijakan dan berdampak pada kinerja kebijakan publik.

1.3.2.Analisis Stakeholders (Analisis Pemangku Kepentingan)

Menurut Allen dan Kilvington (2004), pemangku kepentingan adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan dalam sebuah kebijakan, program atau proyek. Ada dua jenis stakeholders, yaitu stakeholder primer, yakni masyarakat yang memiliki kepentingan langsung dengan kebijakan, dan stakeholder sekunder, yaitu lembaga perantara dan pelaksana dalam proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Stakeholder sekunder meliputi lembaga-lembaga pemerintah dan badan-badan publik lainnya.Interaksi aktor-aktor, baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah menimbulkan adanya dinamika politik yang menyertai proses implementasi.

Diagram interaksi antara aktor pemerintah dan non pemerintah dalam proses implementasi tercermin pada gambar :

Gambar 1.1

Interaksi antar Aktor dalam Proses Implementasi

Diagram tersebut menggambarkan bahwa kebijakan publik akan berujung pada tindakan pemerintah (govermental actions) yang didukung oleh dua hal yakni:

sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah dan nilai-nilai yang ingin dicapai. Tindakan pemerintah tersebut dilakukan bukan dalam ruang hampa, melainkan dalam konteks dimana tindakan-tindakan individu maupun lembaga non pemerintah juga terjadi. Menurut perspektif Kiviniemi (1986), non governmental actors tersebut juga disebut sebagai faktor lingkungan dalam proses implementasi.

Lingkungan kebijakan yang kondisif tentu akan menciptakan kondisi yang memungkinkan implementasi untuk dapat berhasil.

Sebaliknya lingkungan kebijakan yang buruk justru akan menyebabkan implementasi kebijakan menjadi terhambat atau gagal sama sekali. Dengan demikian faktor lingkungan memberikan pengaruh pada proses implementasi.

Interaksi dalam proses

implementasi dengan

lingkungannya menghasilkan empat kategori atau tipologi implementasi yaitu cooperation

Governmental meaning

Tool Level

Governmental Actions Public Policy

Power Level Governmental

resources

Intention Level NON

GOVERM ENT RESOURC

ES

NON GOVERM

ENT RESOURC

ES

Non Govermental Actor

(kerjasama), conformity (dukungan), counter action (tindakan tandingan), dan detachment (pemutusan hubungan).

Empat tipologi tersebut merupakan pertemuan dua variabel pokok, yaitu: pertama, persetujuan para stakeholder terhadap isi kebijakan dan kedua, sumberdaya yang dimiliki oleh para stakehoder tersebut. Variabel persetujuan terhadap kebijakan merupakan variabel dengan skala nominal yang dibedakan menjadi dua kategori yaitu: pro-policy (mendukung) dan centra-policy (menentang).

Sedangkan variabel sumber daya yang dimiliki oleh para stakeholder dibedakan pula menjadi dua jenis yaitu: strong (kuat) dan weak (lemah). Tipologi implementasi ini digunakan untuk melihat dukungan stakeholders pada kebijakan pemerintah di Wilayah Kerja Puskesmas Alai Kota Padang.

Seiring dengan munculnya gelombang demokratisasi dimana- mana, studi implementasi juga tidak lepas dari pengaruh gagasan- gagasan tentang pentingnya mengadopsi nilai-nilai demokrasi untuk menjelaskan kegagalan dan keberhasilan implementasi.

Beberapa peneliti salah satunya adalah deLeon dan deLeon (2001), mengemukakan pentingnya

pespektif untuk

mendemokratisasikan proses implementasi. Gagasan tersebut tidak lepas dari fakta empiris yang menunjukkan bahwa ketika pembuatan kebijakan publik dilakukan secara demokratis maka akan menciptakan situasi yang kondisif bagi keberhasilan implemntasi. Gagasan tersebut didorong oleh suatu keinginan kuat agar di masa depan implementasi menjadi lebih baik. Pemikiran

deLeon (2001) tersebut dinamakan sebagai pendekatan yang demokratis dalam studi implementasi. Inti gagasan mereka adalah sebagai berikut:

“A democratic approach to policy implementation would include reaching back in the policy process framework to include the policy formulation deliberations as a means to help define policy goals by taking with affected parties well before the policy is adopted by the authorized policymaker” (h.483)

Merujuk pada pendapat deLeon dan deLeon (2001) di atas maka para peneliti implementasi diingatkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi tidak hanya menyangkut dimensi administrasi dan manajemen yang sangat dipengaruhi oleh gagasan Wilson tentang dikhotomi politik- administrasi, akan tetapi dapat ditarik jauh ke belakang berkaitan dengan ‘sejarah’ bagaimana kebijakan tersebut diformulasikan.

Dalam pandangan mereka berdua, apabila kebijakan publik dirumuskan dengan cara demokratis maka potensi kebijakan tersebut untuk behasil menjadi semakin besar sebab:

a. Masyarakat memiliki pemahaman lebih baik tentang tujuan program sekaligus memberikan input b. Masyarakat memiliki akan

keuntungan program, sekaligus dapat melakukan identifikasi kendalanya

c. Masyarakat mengenali tentang mekanisme implementasi program dengan lebih baik

d. Ketika masyarakat mengetahui mekanismenya

maka masyarakat bisa terlibat dalam melakukan kontrol41.

Empat variable diatas digunakan peneliti dalam mengkaji kebijakan pemerintah terkait capaian nutrisi emas makanan bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Alai Kota Padang.

2. METODE PENELITIAN