• Tidak ada hasil yang ditemukan

GLOBALISASI

B. Saran

Ada beberapa saran yang penulis sampaikan melalui penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Melalui pemerintan Kabupaten Tapanuli Selatan tema tentang pelestarian kearifan lokal hendaknya menjadi program penting bagi pemerintah dalam pelestarian kearifan lokal yang semakin tergusur oleh arus globalisasi, melalui koordinasi antara tokoh adat, masyarakat dan pemerintah.

2. Kepada para tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat agar sama-sama berperan aktif membina karakter para pemuda-

pemudi melalui kegiatan sosialisasi dan lokakarya.

3. Kepada para peneliti selanjutnya, agar terus menggali nilai-nilai positif kearifan lokal dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun.

4. Kepada para generasi penerus, agar bangga dan peduli terhadap budaya lokal masing-masing.

5. DAFTAR PUSTAKA

Giddens, Anthony. (2003). Masyarakat Post-Tradisional. Penerjemah:

Ali Noer Zaman. Yogyakarta:

IRCiSoD. hal.18.

Hilda, Laiya, Revitalisasi Kearifan Lokal Dalihan Na Tolu

Masyarakat Muslim

Mandailing Dalam Menjaga Harmonisasi Lingkungan HidupMIQOT: Jurnal Ilmu- ilmu Keislaman Vol 40, No 1 (2016)Publisher: State Islamic University North Sumatra, hal.

34.

Lickona, T. (1992). Educating For Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York- Toronto-London- Sydney- Auckland: Bantam Books.

Maurizio Farhan Ferrari, “Community Conserved Areas in Southeast Asia,” Final Report for IUCN, 2002., hal. 55.

Piliang, Yasraf Amir. (2000). Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas- Batas Kebudayaan. Yagyakarta:

Jalasutra hal.422.

Sjamsuddin. H. (2007). Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak.

Wagiran, Pengembangan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Hamemayu Hayuning Bawana (Identifikasi Nilai-Nilai Karakter Berbasis Budaya) Jurnal Pendidikan Karakter No 3 (2012): Jurnal Pendidikan Karakter Edisi Oktober 2012, TH. II, No. 3 Publisher: Jurnal Pendidikan Karakter, hal 1-2.

Widastuti, Analisis SWOT Keragaman Budaya Indonesia, Jurnal, Volume 1 Nomor 1 Mei-Juni, Universitas Darma Husada 2013 diakses 20 Februari 2016, Hal. 1.

Zed. M, ( 2012), Metodologi Sejarah Teori dan Aflikasi, Padang:

FIS UNP

Wawancara dengan Bapak Awaluddin HarahapRaja Adat di desa Benteng Huraba 21 Februari 2016 di di kediaman Beliau Pukul 15.00 Wib.

Wawancara Bahraini Lubis tanggal 27 April 2017 pukul 19.00 Wib di

rumah kediaman beliau di Benteng Huraba.

Wawancara dengan bapak Sutan tambunan tanggal 18 Mei 2017

di rumah kediaman belian pukul 14.00 wib.

PERAN PEMERINTAH ADAT DALAM MENSINERGIKAN ANTAR PEMERINTAHAN DESA

(Studi Kasus di Desa Tanjung Pauh Mudik Kabupaten Kerinci) Zarmaili

Peneliti pada Balitbangda Provinsi Jambi.

Jl. RM. Nur Admadibrata No 1A Telanaipura Kota Jambi Emil, [email protected]

Abstract

Initially in Indonesia, almost all villages had customary government and laws adhered to by their respective cultures. Customary government was born out of the agreement of indigenous peoples spontaneously without any engineering as the desire and common goal of indigenous peoples. Since 2000 there has been a lot of division of villages, so there are many problems that occur between the government of the devision village, both the boundary problem and the obligation to the development of the border area. This study aims to explain the role of customary government of Tanjung Pauh Mudik Village of Kerinci of Jambi to synergize among village governments. Using a qualitative descriptive approach, data were obtained through interviews and focus group discussions to customary government elements selected by snawball methode. Furthermore, the data were analyzed by using triangulation method and conclusion, this research resulted that the Customary Government of Tanjung Pauh Mudik Village of Kerinci of Jambi was very needed in the process of implementing the development of the villages. The customary government can synergize between the village governments. The village government in the process of execution of village development is always accompanied and supervised by the customary government. Village government and village communities are still obey to customary law and government.

Keywords: Customary government, authority, synergy

Abstrak

Pada awalnya di Indonesia, hampir semua desa memiliki pemerintahan adat atau hukum adat yang dianut berdasarkan budaya masing-masing. Pemerintah adat merupakan pemerintahan yang lahir dari hasil kesepakatan masyarakat adat secara spontan tanpa adanya rekayasa sebagai keinginan dan tujuan bersama masyarakat adat. Sejak tahun 2000 telah terjadi banyaknya pemekaran desa, sehingga banyak permasalahan yang terjadi antar pemerintahan desa pemekaran, baik masalah batas wilayah maupun kewajiban terhadap pembangunan wilayah perbatasan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan peran pemerintah adat Desa Tanjung Pauh Mudik Kerinci Jambi dalam mensinergikan antar pemerintahan desa. Dengan menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, data diperoleh melalui wawancara dan focus group discussion dengan unsur pemerintah adat yang dipilih dengan cara snawball.

Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode triangulasi dan pengambilan kesimpulan, penelitian ini menghasilkan bahwa Pemerintah Adat Desa Tanjung Pauh Mudik Kerinci Jambi sangat berperan dalam proses pelaksanaan pembangunan desa hasil pemekaran. Pemerintah adat dapat mensinergikan antar pemerintah desa hasil pemekaran.

Pemerintah desa pemekaran dalam proses pelaksanaan pembangunan desa selalu didampingi dan diawasi oleh pemerintah adat. Pemerintah desa dan masyarakat desa masih tunduk dengan hukum adat dan pemerintah adat.

Kata kunci: Pemerintah adat, wewenang, sinergi

1. PENDAHULUAN

Setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen hingga empat kali sejak 1999 sampai dengan 2002, konsep negara kesatuan yang selama orde baru dipraktekkan secara sentralistis berubah menjadi desentralistis. Otonomi daerah yang luas menjadi pilihan solusi diantara tarikan tuntutan mempertahankan negara kesatuan atau berubah menjadi Negara federal. Perubahan lain yang penting adalah pemberian hak kepada daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (Ni’matul Huda, 2009).

Salah satunya yang memiliki otonomi adalah desa. Desa merupakan pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan yang dipimpin oleh kepala desa. Terbentuknya desa diawali dengan terbentuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia sebagai makhluk sosial, dorongan kodrat, atau sekeliling manusia, kepentingan yang sama dan bahaya dari luar. Hingga tahun 2017, telah terdapat 83.184 desa/kelurahan dengan rincian 74.754 Desa dan 8.430 Kelurahan, tersebar di seluruh nusantara (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015).

Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa, pada pasal 1 mengungkapkan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan undang-undang tersebut di atas, dapat diartikan bahwa desa dapat kembali kepada sistem pemerintahan adat yang telah diakui dan dihormati sejak lahirnya desa tersebut. Pemerintahan adat dapat dihidupkan kembali berdasarkan kesepakatan masyarakat setempat dengan sistem pemerintahan yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman sekarang.

Pemerintah adat dipimpin oleh Kepala Adat, Kepala Adat adalah bapak masyarakat, dia mengetuai persekutuan sebagai ketua suatu keluarga besar, dia adalah pemimpin pergaulan hidup dalam persekutuan (Soepomo, 2007). Dalam kehidupan masyarakat adat Kepala Adat mempunyai posisi sentral yang memiliki kharisma yang istimewa yang dihormati dan disegani sebagai pembina dan pemimpin masyarakat. Ia adalah Kepala pemerintahan sekaligus menjadi hakim dalam penyelesaian sengketa di masyarakat hukum adat.

Soepomo juga menguraikan, bahwa Kepala Adat memiliki peranan; pertama, berkewajiban untuk mengusahakan perdamaian, sehingga dalam masyarakat tercipta kedamaian; kedua, untuk membetulkan hukum adat yang telah dilanggar oleh masyarakat. Pembetulan ini bermaksud mengembalikan citra hukum adat, sehingga dapat ditegakkan