21
Fenomena ini sebenernya hal yang biasa kita temui sehari-hari, cuma masalahnya self-serving ini ada bias-nya, yaitu distorsi yang seakan-akan lu boleh ngelakuin sesuatu untuk ngebela diri lu padahal itu tuh ga boleh dilakuin. Lu ga bakal menang kalo bangun landasan argumen pake metode ini, karena sifatnya subjektif15 banget. Misalnya gini, “coba walikotanya bukan Bapak ini, pasti kota gw lebih sejahtera sekarang”.
Pernyataan seperti itu kan gampang banget buat dibantah secara subjektif juga dengan kalimat “emang kalo walikotanya Bapak B, ada jaminan kota ini bakal lebih sejahtera?”.
Akhinrya kedua kelompok tersebut debat kusir sampe Fir’aun diterima cintanya oleh Juliet.
Self-serving bias ini dapat muncul ke dalam beberapa bentuk, gw jelasin detailnya:
Pertama, orang yang menganggap dirinya paling berjasa ketika dia berhasil dan nyalahin orang lain saat gagal. Contohnya kasus walikota di atas. Kasus lain yang sering kejadian adalah orang tua yang nganggap dirinya udah berhasil mendidik saat anaknya dapet peringkat tinggi di kelas. Giliran anaknya turun peringkat, yang disalahin anaknya kurang belajar, maen mulu dan segala hal negatif lainnya. Dengan kata lain, bentuk ini pengen bilang “pokoknya kalo berhasil, itu hasil dari gw. Kalo ga berhasil, salah lu”.
15 Subjektif: pake perasaan.
Kedua, ada yang disebut dengan optimistic bias, yaitu ngerasa optimis terhadap sesuatu namun sebenernya optimis itu bersifat distorsi16 semata. Misalnya kemaren ada kasus anak muda nikah umur 18 tahun, trus si ceweknya bikin status yang sangat optimis kalo nikah muda itu bisa bikin lebih bahagia, lebih dewasa dan bisa saling mencintai selamanya. Dari status itu, si cewek pengen bilang kalo “pasangan lain boleh aja ga bahagia, tapi kami pasti bahagia”. Itu contoh optimistik yang semu, ga ada jaminan semua orang ga bahagia dan ga ada jaminan pula dia beserta pasangannya bakal hidup bahagia.
Ketiga, bentuk ini disebut dengan false consensus bias, yaitu adanya kecenderungan seseorang untuk menganggap orang lain punya sikap, sudut pandang, minat atau prinsip yang sama dengannya. Kita ngerasa heran kalo ada orang yang ga suka sesuatu yang kita sukai. Bentuk ini juga cenderung menghakimi orang lain yang punya sifat buruk seperti yang kita miliki. Contohnya kita adalah penyuka durian lalu bilang
“Bisa-bisanya ada orang yang ga suka durian yang enak gini!”.
Atau contoh lain saat ketahuan selingkuh “iya gw salah, tapi asal lu tahu kalo sebenernya semua cowok itu tukang selingkuh juga. Cuma belum ketahuan aja”. Kedua contoh tersebut menginginkan orang lain punya sifat atau kesukaan seperti dirinya, orang-orang tersebut membela dirinya dengan cara mengikutsertakan orang lain dalam argumennya, mereka
16 Menurut KBBI, distorsi berarti pemutarbalikkan suatu fakta, aturan dan sebagainya. Makna secara umum di sini adalah tidak sesuai faktanya.
berpikir “semakin banyak orang yang gw ajak sepakat dalam argumen gw, maka akan semakin kuat”. Padahal itu cuma konsensus palsu, anggapan yang distorsi dan argumen yang berlandaskan subjektifitas semata.
Bentuk keempat adalah kebalikan dari sebelumnya, disebut dengan false uniqueness bias. Kalo yang sebelumnya itu nganggap orang lain punya keburukan yang serupa dengan kita, maka di bentuk yang keempat ini kita menganggap semua kebaikan yang ada pada diri kita itu sifatnya unik seakan-akan
“cuma gw doang yang bisa”. Contohnya kita beranggapan kalo hasil kerja kita lebih baik dari temen sekelompok kita (yang pada kenyataannya, ga seperti itu). Contoh lainnya ada orang yang ngerasa dirinya lebih baik saat mengemudi di jalan.
Kedua contoh ini cuma untuk menjaga harga diri kita di depan orang lain dengan argumen semu, karena ga bisa dibuktikan dengan hasil yang valid. Manusia, kalo udah nyangkut harga dirinya emang sering banget kehilangan akalnya.
Bentuk kelima disebut dengan Bask in Reflected Glory, yaitu kecenderungan seseorang untuk ikut menikmati keberhasilan/kesuksesan orang lain dengan cara mengasosiasikan dirinya pada orang yang sukses itu. Bentuk ini juga banyak beredar di masyarakat, contohnya saat ditilang
“kok berani nilang saya? Saya ini anak anggota DPR loh”.
Contoh lainnya saat punya temen yang ikut MLM dan ajak lu,
“Artis A juga ikutan MLM kita loh, dia udah di level bintang
7”. Kita berusaha untuk mengaitkan diri kita pada kesuksesan orang lain, padahal itu ga bakal bikin argumen lu jadi kuat.
Bentuk keenam berbanding terbalik dengan sebelumnya, disebut dengan cut off reflected failure yaitu kecenderungan seseorang untuk lepas atau menjauhkan diri dari orang yang gagal. Contohnya ada orang menjauhi temennya saat kena narkoba, bangkrut, korupsi, maling, intinya segala hal yang sifatnya negatif. Gw kira bagian ini mudah ya, karena kejadiannya banyak banget kita alami sehari-hari.
Coba sekarang gw tanya, dari semua bentuk self-serving bias di atas, manakah yang kalian pernah/sering pake dalam kehidupan sehari-hari? Ga usah gengsi, gw juga pernah. Makanya judul bab ini pake kata ganti “kita”. By the way, judul bab ini juga termasuk self-serving bias sih. Ternyata persepsi ini punya dampak positif dalam kadar tertentu, biasanya untuk meningkatkan harga diri. Tapi ga bakal bertahan lama, karena ga nyentuh substansi (akar) persoalan yang sesungguhnya.
Dampak negatif dari persepsi ini tentunya lebih banyak dari pada dampak positifnya. Pertama, kita ga bisa perbaiki kesalahan yang udah kita perbuat karena self-serving bias mencegah kita untuk belajar dari kekurangan atau kesalahan kita. Sehingga ada kemungkinan yang sangat besar kalo kita bakal ngulangin kesalahan yang sama di kemudian hari. Kedua, kita menganggap diri kita punya value17 yang sangat tinggi, merasa tinggi hati “nih gw lulusan universitas populer, lu
17 nilai
siapa?”. Akibatnya kita jadi susah belajar dari orang lain yang lebih ahli dalam bidang tertentu karena ga bisa rendah hati dalamberinteraksi. Ketiga, kita sulit untuk menghadapi masalah yang akan datang, karena merasa diri sangat optimis akan terus bahagia, kita lupa gimana caranya menyelesaikan masalah kalo ada yang bisa menyebabkan kesedihan, ternyata kita ga punya rencana untuk itu. Keempat, circle pergaulan kita akan stagnan, ga bakal punya banyak temen karena kita sulit menerima perbedaan pendapat dari orang lain, kita hanya ingin orang lain yang sesuai persepsi kita. Dampak terakhir yang bisa terjadi adalah retak atau putusnya hubungan dengan pasangan karena kita sering nyalahin dia. Orang yan mengidap self-serving bias juga terkesan sombong, ga ada orang yang mau betah deket dengan orang sombong, apa lagi kalo orang sombong tersebut adalah pasangannya.
Jadi, walaupun persepsi self-serving bias ini manusiawi, tapi bukan berarti harus selalu ditoleransi. Persepsi ini bisa kita hilangkan dalam diri dengan cara memahami dan melakukan hal yang berkebalikan dengan contoh-contoh yang udah disebut di atas.