• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAKLID, BOLEH GA SIH?

Dalam dokumen buku tutorial berpikir benar irwansyah (Halaman 41-53)

6

lu disuruh ikut upacara tiap hari senin, mau aja kan? Pernah nanya sama guru ga “Pak, buat apa sih kita upacara tiap hari senin? Apa landasan hukumnya? Kenapa harus hari senin?”.

Paling digampar sama gurunya5. Taklid itu perbuatan paling rendah yang dilakukan oleh manusia. Rendah disini bukan berarti hina. Kalo gw bilang rendah, artinya tingkatan atau posisi paling bawah. Kenapa bisa di bawah? Karena pengetahuan kita terhadap hal tersebut itu nol bahkan kosong.

Apakah kita menjadi hina jika taklid? Ga juga. Kita bisa buktiin dengan suatu analogi.

Ada seorang pakar ekonomi yang lagi sakit lalu ia meriksa penyakitnya ke dokter. Dalam dunia ekonomi, dia pakarnya.

Tapi dalam dunia kedokteran, dia adalah muqallid. Dia bakal ngikut apapun yang disuruh atau yang dilarang oleh dokter. Dia ga bakal bantah sama sekali walaupun dia ga ngecek sendiri sumber hasil diagnosis dokter tersebut. Dia juga ga bakal nanya

“dok, kenapa saya harus minum obat ini? apa zat yang terkandung dalam obat ini? dokter lulusan mana? Kenapa saya harus percaya anda? Metode apa yang anda gunakan sehingga dapat mendiagnosis penyakit saya adalah anu?”. Dia akan percaya aja apa yang dibilang dokter tersebut.

Pertanyaannya adalah, apakah pakar ekonomi itu menjadi hina karena dia taklid pada dokter yang memeriksanya? Ga kan?

5 Ini juga yang menyebabkan kemunduran pendidikan di Indonesia. Ada oknum guru yang tidak bisa menjawab kritisi siswanya lalu memberikan hukuman. Akhirnya siswa tersebut tidak mau bertanya lagi dan matinya critical thinking siswa tersebut.

Kepakarannya ga ilang hanya karena dia menjadi muqallid pada bidang yang ga dia kuasai. Bahkan taklidnya menjadi wajib agar dia sehat dan nyawa dia bisa selamat. Ini buktinya kalo taklid itu bukan perbuatan yang hina. Ini juga bukti bahwa yang namanya taklid adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Rusaknya tatanan hidup kita akhir-akhir ini bukan karena pimpinan sunda empayer ditangkap, tapi karena orang awam yang ga sadar kalo dirinya bodoh. Ga mau taklid sama ahlinya, merasa punya fitur yang sama di sosial media, seenaknya bikin opini yang sesuai nafsunya. Kenapa dibilang sesuai nafsu?

Karena, otak yang ga dipenuhi oleh pengetahuan maka otomatis akan dipenuhi oleh emosi. Semakin banyak pengetahuan dalam otaknya, semakin banyak pula pertimbangannya. Begitu juga sebaliknya.

Kita ambil contoh kasus pertama, mundur satu tahun ke belakang terkait pemilu. Saat itu kan rame banget terkait isu server KPU diretas. Bahkan di Facebook, ada grup bernama Cyber Muslim Army yang nyoba buat bantuin server tersebut biar ga bisa diretas oleh orang jahat. Mereka nyuruh para anggota grup tersebut untuk mengetik tagar #INAObserverSOS di kolom komentar atau di status mereka, sebanyak mungkin.

Hal ini ga Cuma dilakuin oleh orang awam aja loh, bahkan orang-orang yang berpendidikan tinggi pun ikutan bikin tagar seperti itu. Ada pepatah “Kebohongan yang dilakukan berulang dan masif itu akan dianggap sebuah kebenaran”, dan ini

terbukti. Andai mereka mau berhenti sejenak dan bertanya secara fundamental pada dirinya sendiri “yang gw lakuin ini bener ga sih? Menurut pakar IT bener ga sih? Orang yang nyuruh gw ini bener ga sih?”, mungkin kebodohan itu ga bakal menjalar. Faktanya secara teknis, server KPU dan server Facebook itu beda. Saat orang-orang tersebut mengetik tagar

#INAObserverSOS di kolom komentar atau di status mereka, artinya mereka sedang memasukkan data ke server Facebook.

Lebih gampangnya gw kasih ilustrasi, ada gedung A dan B.

Gedung A kebakaran, menurut kalian yang harus disiram air itu gedung A atau B? Kalian pengen jawab tapi malu kan, masa kaya’ gituan ditanyain, ya pasti gedung A lah yang disiram, biar apinya padam. Nah begitu juga saat server KPU diretas, anggap aja server KPU itu gedung A, kenapa yang disiram malah gedung B yang aman, damai dan tentram? Lebih parahnya, gedung A (server KPU) itu lokasinya di Indonesia, gedung B (server Facebook) itu di Amerika. Konyol kan? Tapi itu beneran terjadi loh di sini. Semoga kalian yang pernah ngelakuin kegiatan itu langsung tutup akun Facebooknya. Malu ntar kalo ketahuan sama anak atau cucunya nanti.

Oh ya mungkin ada yang bakal bilang “Trus kalo server KPU beneran diretas gimana?”, nah ini salah satu senjata orang bodoh, argumennya suka loncat-loncat. Yang lagi dibahas apa, bantahannya beda lagi. Poinnya adalah kalo server KPU itu pada faktanya diretas, itu ga mengubah penjelasan di atas, alias

beda urusan. Kalo emang beneran diretas, ya tinggal panggil orang cyber security. Selesai.

Kasus kedua tentang virus covid-19 yang lagi rame sekarang.

Virus tersebut diduga adalah buatan Bill Gates atau Elit Global dan digunakan untuk tujuan tertentu, ada juga yang bilang kalo virus itu senjata biologis untuk mengurangi jumlah populasi manusia di bumi. Banyaknya tuduhan konspirasi tersebut berasal dari sumber-sumber referensi yang sifatnya dugaan.

Gw ga menyangkal adanya teori konspirasi, tapi bukan berarti mengiyakan semua teori konspirasi yang ada. Harusnya, hal pertama yang kita lakukan sebagai orang awam terkait virus itu adalah “Siapa yang bisa gw tanya untuk jelasin virus ini buatan atau bukan?”. Gw mau bahas lebih serius untuk jawab masalah ini, karena masih banyak orang yang belum sadar bahwa virus ini bukanlah konspirasi.

Ada konsep yang disebut dengan Mutawattir, artinya beruntun.

Asal kata dari Tawattaro - Yatawattaru - Tawatturan Fahuwa Mutawattirun. Kalo belajar kaidah nahwu sorof dasar, ini termasuk ke dalam Ruba'i Maziid dari wazan Tafa'ala - Yatafa'alu - Tafa'ulan Fahuwa Mutafa'ilun. Dalam kajian musthalah hadits (ilmu yang membahas tentang hadits dari a- z), mutawattir merupakan derajat hadits paling tinggi, karena memiliki jumlah periwayat yang banyak (lebih dari 10 orang) di setiap tingkatannya.

Contohnya gini, si A bilang ke orang sekampung yang berjumlah 15 orang "kalo gw meninggal, sawah yang di

belakang rumah jadiin rumah ibadah ya". Karena merasa jadi tanggung jawab, ke 15 orang kampung itu cerita pada anaknya terkait masalah tersebut. Anak generasi 1 cerita kepada generasi setelahnya, begitu terus sampe generasi 10. Dari tiap generasi, pastinya ada yang pindah ke luar daerah untuk mencari nafkah atau kuliah. Generasi 10 dari ke 15 orang kampung tadi udah ga saling kenal lagi. Tapi walaupun begitu, mereka membawa cerita yang sama. Entah ada angin apa, salah satu generasi ke 10 dari pemilik sawah tersebut bernama si B menggugat tanah tersebut dan ingin merebutnya kembali. Dia meragukan kevalidan cerita sawah yang harus dijadikan rumah ibadah. Akhirnya dirundingkan dan setiap generasi 10 di kampung tersebut menjelaskan cerita terkait tanah itu. Karena banyaknya periwayat kisah dan mereka ga mungkin sepakat untuk berbohong (karena generasi 10 ga saling mengenal satu sama lain walaupun sekampung, karena udah pindah ke luar daerah), akhirnya si B kalah. Inilah yang disebut dengan konsep tawattur. (Yaitu) suatu cerita yang dituturkan oleh banyak orang yang tidak saling mengenal tapi membenarkan cerita tersebut.

Kita udah bahas konsep tawattur. Lalu apa hubungannya dengan teori konspirasi coronavirus yang katanya diciptakan oleh Bill Gates? Begini, saat ada orang afrika yang bilang 1 + 1

= 2, kita bisa aja meragukan perkataannya. Tapi fakta ilmiah bisa diuji oleh siapapun. Kita di Indonesia bisa mengujinya sendiri dan mendapatkan hasil yang sama. Kemudian datang

orang china, dia mengujinya dan hasilnya juga sama. Ini konsep tawattur. Kebenaran mutlak yang dimiliki banyak orang. Berselang setelah itu ada orang yang ingin membantah kalo 1 + 1 = 2 adalah hasil konspirasi, seharusnya hasilnya 3.

Silakan aja, tapi syaratnya harus membantah terlebih dahulu pembuktian kalo 1 + 1 = 2.

Penelitian terkait coronavirus ga cuma dilakukan oleh yayasan yang bekerja di bawah naungan Bill Gates, tapi penelitian tersebut dilakukan oleh Universitas di seluruh dunia. Mustahil hasil penelitian tersebut bohong atau mereka berkonspirasi.

Kenapa mustahil? Karena genom virus covid-19 telah dibuka untuk publik sejak awal kemunculannya. Selain itu, banyak negara menyumbangkan genom virus tersebut untuk diteliti bersama-sama. Bahkan peneliti dari perusahaan dan universitas di seluruh dunia lagi ngembangin vaksin, ada lebih dari 90 vaksin yang diusulkan. Beberapa Universitas top 10 dunia juga ikut dalam proses penelitian, mustahil mereka mempertaruhkan kehormatan mereka hanya untuk teori konspirasi receh tak berbobot. Lagi pula, universitas-universitas tersebut pun ga didanai Bill Gates. Inilah yang disebut dengan konsep Tawattur dalam penelitian, semua orang yang ahli dalam bidangnya bisa membuktikan kebenaran hasil riset tersebut, walaupun mereka ga saling kenal.

Andai Bill Gates yang menciptakan virus ini, kenapa sampai saat ini dia pun belum memiliki vaksinnya? Andai Bill Gates yang bikin virus ini, kenapa dia cerita terkait virus ini di tahun-

tahun sebelumnya? Masa ada maling yang menjelaskan rencana kejahatannya sebelum ngelakuin? Konyol amat. Andai AS atau China yang membuat virus ini, pada faktanya mereka lah yang memiliki kerugian sangat besar dalam bidang ekonomi kan?

Mungkin ada yang mau nyangkal dengan video seseorang yang disogok jutaan rupiah untuk ngaku kalo dia kena virus covid- 19. Gw udah nonton, video itu bisa bener dan bisa juga ga bener. Tapi yang pasti kalo pun video tersebut terbukti bener, apakah lantas menjadikan virus ini adalah buatan? Apakah lantas virus itu ga berbahaya? Apakah ribuan orang yang terinfeksi dan mati karena covid-19 di seluruh dunia itu semuanya bohong (hanya karena video itu)? Kan engga. Lagi- lagi gw bilang, orang bodoh itu kalo berargumen suka loncat- loncat.

Ada lagi kasus terakhir, ini agak sensitif karena nyerempet ke agama6. Tapi bodo amatlah gw gas aja. Kalo dicap kafir tinggal syahadat lagi.

Lagi marak kalimat “kembali pada alquran dan hadits” di kalangan umat islam. Ini kalimat menggiurkan dong. Umat islam mana yang ga mau kembali pada alquran dan hadits?

Rasul juga bersabda agar kita berpegang pada keduanya, biar ga tersesat. Tapi masalahnya adalah, kalimat tersebut ditambahi dengan “ga boleh taklid, ibadah itu harus ada

6 Kalo non muslim mau baca, bagus. Nambah wawasan. Kalo ga mau, skip aja langsung ke halaman selanjutnya.

dalilnya dari Alquran dan Hadits. Ibadah-ibadah seperti maulid, tahlilan, pake tasbih, qunut, semuanya bid’ah. Celana di bawah mata kaki tempatnya di neraka”. Serem juga yak.

Tapi apakah bener begitu?

Untuk bahas ini, gw pake pendekatan rasional dari sisi fundamentalnya, yaitu bagian taklidnya. Untuk masalah ibadah-ibadah yang dibahas seperti maulid, tahlilan, pake tasbih, celana di bawah mata kaki, semua itu udah ada penjelasannya dari berbagai ulama.

Jadi gini, Gw tetep baca Alquran walaupun ga ngerti, karena bernilai ibadah. Tapi bukan berarti gw bisa ajarin kandungan Alquran ke orang lain dengan sembarangan. Alquran itu memang sumber hukum (dalil), karenanya butuh alat dan metode yang tepat untuk mencapai sumber tersebut, ga bisa sembarang orang ngelakuin itu. Saat kita belajar hukum Newton, pernahkah kita bertanya "apa dalilnya rumus gravitasi?". Kita semua tau fenomena gravitasi yang dialami oleh Newton, juga dialami oleh kita. Tapi kenapa hanya Newton yang menangkap fenomena itu dan menerjemahkannya menjadi hukum gravitasi (rumus matematis)? Karena dia punya kapasitas untuk itu, sehingga kita yg bodoh ini jadi tau diri.

Saat belajar hukum Newton, kita akan menelan mentah-mentah rumus tersebut tanpa bertanya dari mana asalnya. Kenapa?

Karena kita percaya dia seorang ahli ilmu, dalam hal ini fisika.

Yang seperti ini namanya taklid. Lantas kapan kita bisa menelaah asal mula rumus gravitasi tersebut? Setelah kita

belajar yang banyak, meneliti, dan memiliki cukup pengetahuan. Itu pun ga semua orang bisa mencapai derajat yang sama walaupun sudah berusaha keras, karena saking sulitnya.

Begitu juga perkara agama ini. Banyak masyarakat awam saat ini yang mulai ga ada akhlak dengan bertanya "pak ustadz, apa dalilnya sholat di tengah jalan?" Pertanyaan seperti ini sungguh ga beradab. Karena menanyakan dalil itu tugasnya para ulama, para peneliti, bukan orang awam. Tugas orang awam adalah bertanya hukum, bukan dalilnya. Contohnya "Pak ustadz, apa hukumnya solat di tengah jalan?". Cukup bagi orang awam mengetahui hukum tersebut walaupun tidak disertai dengan dalilnya (dengan syarat yang mengeluarkan hukum tersebut adalah orang yang kredibel, dalam hal ini tentunya adalah para Mujtahid, imam Mazhab). Kenapa? Karena hukum itu bersifat praktis, langsung pakai. Sedangkan dalil, harus diolah dulu dengan metodologi yang akan memakan waktu sangat panjang sampai akhirnya muncul hukum tersebut, bisa jadi wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram. Ga semua orang bisa mencapai derajat mujtahid.

Kalau mau paham dalil, belajar dulu alat-alat yang mendukung untuk dapat memahami sumbernya. Seperti ilmu nahwu, shorof, balaghoh, tafsir, nasikh mansukh, kaidah fiqih, ushul fiqih, asbabun nuzul, asbabul wurud dan masih banyak lagi.

Kalau hanya sekedar baca terjemah Alquran atau hadits lalu auto menyimpulkan hukum dari situ, justru bahaya banget.

Bahkan orang-orang seperti ini juga pada dasarnya taklid. Kalo dia pake terjemah Alquran, maka dia taklid pada terjemahan itu. Kalo dia pake hadits Bukhari, maka dia taklid pada Imam Bukhari, harusnya dia nyari sendiri kesahihan hadits tersebut, jangan ngikut Imam Bukhari. Kalo dia bilang “kata ustadz gw”, nah dia juga taklid sama ustadznya. Lagi pula, saat mereka bilang kembali kepada Alquran dan Hadits, emang selama ini umat Islam di Indonesia ini berpedoman pada apa?

Kitab Sutasoma? Mereka bilang kaya’ gitu pada hakikatnya adalah kembali pada Alquran dan Hadits sesuai pemahaman Ustadznya aja. Intinya ya taklid juga.

Sebenernya selain tiga kasus tersebut masih banyak kasus lainnya yang bisa gw bahas. Tapi malah jadi kebanyakan.

Poinnya adalah, kalo kita ini ngerasa ga punya pengetahuan dalam suatu bidang, ngerasa masih bodoh, ga paham apa yang sedang terjadi, kita harus sadar diri. Tugas orang awam itu mudah banget, cuma “nanya” aja. Tugas orang yang berpengetahuan lebih berat, mempersiapkan jawaban yang bisa dimengerti penanya. Kalo udah dijawab, tugas orang awam itu taklid, manut, nurut. Kecuali di kemudian hari dia menemukan fakta yang bertentangan dengan jawaban tersebut. Taklid itu bukan suatu kehinaan atau dosa, jadi ga usah gengsi. Agar naik level, teruslah belajar. Semakin banyak belajar, semakin sadar kalo diri kita ini ga ada apa-apanya. Tingkatan belajar itu ada 3, pada tingkatan pertama kita akan jadi sombong, pada tingkatan kedua kita akan rendah hati (ga cepat memvonis

orang lain), pada tingkatan ketiga kita akan sadar kalo diri kita ternyata ga ada apa-apanya.

7

Dalam dokumen buku tutorial berpikir benar irwansyah (Halaman 41-53)