• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI PERSUASIFE PADA BAYI,BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

Dalam dokumen KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK KEBIDANAN (Halaman 126-130)

KOMUNIKASI PERSUASIVE DALAM KOMUNIKASI DALAM MEMECAHKAN MASALAH MELALUI

1. KOMUNIKASI PERSUASIFE PADA BAYI,BALITA DAN ANAK PRA SEKOLAH

A. Pengaruh komunikasi persuasife bidan terhadap pengetahuan dan siakap ibu tentang pemberian mp-asi

Komunikasi persuasif salah satu metode dalam pemberian MP-ASI yang mempunyai peranan yang penting dalam memberikan pengetahuan kepada ibu tentang MP-ASI, sehingga nantinya ibu dapat mengetahui dan bersikap untuk pemberian MP-ASI pada bayi yang berumur lebih dari 6 bulan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi persuasif bidan terhadap pengetahuan dan sikap ibu tentang pemberian MP-ASI di Desa Pasar Maga Kecamatan Lembah Sorik Merapi Kabupaten Mandailing Natal 2016. Jenis penelitian adalah observasional dengan menggunakan metode pendekatan waktu crossectional. Dengan jumlah sampel sebanyak 51 orang. Analisis data

MODUL MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1) DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STIKES MI

126 menggunakan uji statistik chi-square pada alpha 5%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi persuasif terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI dengan nilai p=0,000 dan ada hubungan yang signifikan antara komunikasi persuasif terhadap sikap ibu tentang pemberian MP-ASI dengan nilai p=0,003.Diharapkan kepada tenaga kesehatan pasar Maga untuk meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan bayi khusunya memberikan komunikasi persuasif tentang kebutuhan zat gizi utama dalam pemberian MP-ASI agar masyarakat mengetahui komponen jenis pemberian MP ASI pada bayi usia 6-24 bulan, dan komunikasi persuasif ini juga merupakan upaya dalam meningkatkan kesehatan pelayanan preventif

Bayi yang berusia 0-24 bulan berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, dalam dunia kesehatan tahap ini dikenal dengan periode keemasan sekaligus dikatakan periode 20 kritis pada anak. Dikatakan periode keemasan karena pesatnya perkembangan bayi mulai dari perkembangan fisik dan mental namun bisa berubah menjadi periode kritis yang bisa mempengaruhi tumbuh kembang bayi, baik pada saat ini maupun pada masa depan (Depkes, 2011). Ibu hamil mencukupi nutrisi selama hamil untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang janin melalui plasenta, setelah bayi lahir pemenuhan nutrisi selama 6 (enam) bulan pertama diberikan air susu ibu (ASI) Eksklusif. Setelah pemenuhan ASI Eksklusif untuk 6 (enam) bulan pertama, maka pemenuhan tumbuh kembang anak dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI).

MP ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI adalah makanan bergizi yang diberikan untuk mendampingi ASI kepada bayi berusia 6 bulan keatas sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizinya (Depkes RI, 2006).

MODUL MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1) DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STIKES MI

127 Dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan antara komunikasi persuasif bidan dengan pengetahuan ibu dalam pemberian MP-ASI di Desa Pasar Maga Kecamatan Lembah Sorik Merapi Kabupaten Mandailing Natal. Dalam hal ini ibu – ibu yang mendapatkan komunikasi persuasif bidan pengetahuannya baik dalam pemberian MP-ASI dan ada hubungan antara komunikasi persuasif bidan dengan sikap ibu dalam pemberian MP-ASI di Desa Pasar Maga Kecamatan Lembah Sorik Merapi Kabupaten Mandailing Natal.

B. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam proses komunikasi persuasife adaptasi budaya imigrasi anak tanpa pendamping

Bahasa merupakan aspek yang begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi.

Bahasa berperan penting dalam komunikasi antar negara dengan berbagai kebudayaan. Banyaknya jumlah imigran yang berada di Indonesia serta keberadaan mereka yang berada dibawah pengawasan petugas petugas pendampingan, namun sebagian besar imigran ini tidaklah memahami bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia. Meskipun negara Indonesia bukanlah menjadi tujuan utama para imigran ini. Indonesia hanyalah merupakan negara transit sementara mereka dengan harapan akan dimudahkan dalam proses reshuttement ke negara ketiga (tujuan). Proses adaptasi sempurna atau assimilation tidak berjalan karena migran anak dengan lingkungan masyarakat di luar DCH, proses yang gagal dalam proses komunikasi persuasif antara pekerja sosial dengan anak.

Adaptasi, sejauh ini, tidak menunjukkan tanda-tanda konflik besar.

Banyaknya jumlah imigran yang berada di Indonesia serta keberadaan mereka yang berada dibawah pengawasan petugas petugas pendampingan, namun sebagian besar imigran ini tidaklah memahami bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia. Sehingga fenomena inilah yang menjadi salah satu faktor dalam penelitian ini, dimana ingin melihat dan menggambarkan bagaimana penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa dalam proses komunikasi persuasif oleh imigran

MODUL MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1) DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STIKES MI

128 anak tanpa pendamping yang berada di kota medan.Untuk memahami satu dengan yang lainnya dalam proses komunikasi diperlukan peran bahasa.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 1) Proses komunikasi persuasif yang dilakukan oleh petugas sosial kepada UAM di DCH tidak berhasil karena faktor noise atau gangguan komunikasi, kurangnya pemahaman UAM terhadap masa depan mereka (yang mengakibatkan kurangnya motivasi UAM dalam mengembangkan diri) dan pekerja sosial tidak memiliki kewajiban untuk membuat UAM hingga berhasil diterima wawancara oleh negara dunia ketiga. 2) Pengunaan Bahasa Indonesia dalam Proses Komunikasi Persuasif oleh Migran Anak masih sangat Minim, karena bahasa Indonesia masih sangat minim digunakan dalam komunikasi sehari-hari ara migran.

C. Sikap anak pra sekolah dalam pemeliharaan Kesehatan gigi

Pemeliharaan kesehatan gigi pada anak merupakan hal yang penting utamanya dengan menggunakan pendekatan preventif, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah edukasi menggunakan media edukasi boneka tangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sikap anak pra sekolah dalam pemeliharaan kesehatan gigi setelah diberikan edukasi menggunakan boneka tangan di kawasan rawan bencana. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa TK Argasiwi sejumlah 20 anak. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Sampel diambil secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan saat pre test sebesar 90% (18 anak) memiliki sikap positif dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan 10% (2 anak) memiliki sikap negatif terhadap pemeliharaan kesehatan gigi. Setelah dilakukan edukasi menggunakan boneka tangan, hasil posttest menunjukan bahwa 100% (20 anak) memiliki sikap positif dalam pemeliharaan kesehatan gigi. Dari hasil penelitian diharapkan guru maupun orang tua dapat berperan aktif memberikan edukasi tentang kesehatan gigi pada anak, salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan media boneka tangan

MODUL MATA KULIAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S1) DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN STIKES MI

129 Dewasa ini pemeliharaan kesehatan gigi semakin menjadi perhatian hal ini sesuai dengan UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 93 ayat 1 menyatakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Bukan hanya pada dewasa tetapi upaya pemeliharan kesehatan pada anak-anak juga menjadi perhatian sesuai Permenkes No. 89 tahun 2015 tentang upaya kesehatan gigi dan mulut. Dalam usaha mempertahankan kesehatan gigi dan mulut pada anak fokus utama menggunakan pendekatan promotif tanpa mengesampingkan usaha kuratif dan rehabilitative hal tersebut sesuai dengan Permenkes No. 89 tahun 2015 pasal 9 ayat 2

Anak usia prasekolah adalah anak dengan usia 3-5 tahun, pada masa ini anak mengalami masa keemasan banyak mengalami perubahan fisik dan mental (Wiyono, 2013). Salah satu cara pendidikan kesehatan yang efektif bagi anak adalah dengan menggunakan suatu media pembelajaran, karena anak usia 3-6 tahun berada dalam tahap bermain. Boneka tangan dapat digunakan sebagai salah satu media pembelajaran. Penggunaan boneka tangan akan meningkatkan minat dan ketertarikan anak pada tahapan perkembangan bermain yang memiliki imjinasi dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmayanti, 2009 menunjukan adanya perubahan dan peningkatan pengetahuan saat melakukan pendidikan kesehatan mencuci tangan menggunakan boneka tangan.

Dalam dokumen KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTIK KEBIDANAN (Halaman 126-130)