• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

G. Pengabsahan D ata

2. Konflik Lingkungan Pesisir

“dalam secara umum di sebabkan oleh proses alam dan akibat aktivitas manusia secara lebih rinci menyatakan bahwa paktor- paktor utama penyebab degradasi lahan dan selalu menanam pohong pada pinggir pantai adalah (1) bahaya alam (2) perubahan jumlahpopulasi manusia (3) marjilisasi tanah” (hasilwawancara

US 28 Januari 2015)

Hasil wawancara bahwa masyarakat nelayan selalu menanam kayu magrov dan hutan bakau untuk menjaga kelestarian lingkungan laut dan menjaga perubah lingkungan laut desa Pao.

Hasil observasi sangat menjaga dan melindungi lingkungan laut karna mata pencaharian masyarakat Desa Pao semata-mata masyarakat nelayan dan selalu menanam pohong kayu bakau untuk menjaga dan melindungi lingkungan laut sebaik mungkin dan bisa menghasilkan penghasilan yang lebih baik dan dinikmati masyarakat nelayan Desa Pao kecamatan tarowang dan keindahan lingkungan lautnya.

ditetapkan. Batasannya biasanya ditentukan secara politis oleh legislasi atau pemerintah.

Selama ini, perairan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi perikanan yang tinggi ini cenderung menjadi tempat praktek penangkapan yang tidak ramah lingkungan, seperti pengeboman, pembiusan dan penggunaan racun, baik oleh nelayan asing maupun oleh nelayan lokal. Akibatnya, pengelolaan pesisir pulau-pulau kecil cenderung eksploitatif, tidak efisien dan tidak-sustainable. Banyak faktor-faktor yang menyebabkan ketidakefektifan pengelolaan sumberdaya pesisir pulau-pulau kecil ini, antara lain ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya, ketidakpastian hukum, serta konflik pengelolaan. Semua permasalahan lingkungan adalah masalah hak pemilikan, dan hampir semua konflik mengenai pengambilan sumberdaya pesisir muncul sebagai akibat kesulitan dalam menjelaskan rezim pemilikan (property regimes). Terdapat empat tipe rezim pemilikan 1) Open access property sebagai milik semua orang, 2) Common property sebagai milik sekelompok orang yang memiliki peraturan atau persetujuan yang tidak tertulis seperti hukum adat, 3) State property sebagai milik negara, dan 4) Private property sebagai milik perorangan atau swasta (company).

Perbedaan tipe hak pemilikan tersebut menentukan kerangka kerja pengelolaan pesisir dan aturan bagaimana pengelolaan tersebut berlangsung. Perbedaan aturan yang sering berbeda satu sama lain inilah

yang kerap memicu konflik dalam pengelolaan pesisir. Konflik sosial muncul (exist) ketika dua orang atau kelompok atau lebih menunjukkan bahwa mereka memiliki kepercayaan yang berbeda. Konflik adalah suatu proses yang dimulai tatkala suatu pihak merasa ada pihak lain yang memberikan pengaruh negatif kepadanya atau tatkala suatu pihak merasa kepentingannya itu memberikan pengaruh negatif kepada pihak lain.

Konflik juga diartikan sebagai benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan kelangkaan sumber daya.

Dalam pengertian tersebut, wujud konflik mencakup rentang yang amat luas: mulai dari ketidaksetujuan yang samar-samar, sampai dengan tindakan kekerasan. Pendek kata setiap perbedaan itu merupakan potensi konflik, yang jika tidak ditangani secara baik, potensi konflik itu bisa berubah menjadi konflik terbuka.

“tidak perna terjadi komflik antara sesama masyarakat nelayan dari dulu samapai sekaran ini, dan mudah-mudahan tidak akan terjadi komflik sesama masyarakat nelayan”(hasil wawancara,SJ 29 Januari 2015)

Bedasarkan hasil wawancara tokoh masyarakat Desa Pao mengatakan bahawa tidak perna terjadi komflik sesama masyarakat nelayan,malahan masyarakat nelayan di Desa Pao dia selalu mendukung antara satu sama lain dan saling membantu.

“komflik terjadi ketika dua orang atau kelompok atau lebih menunjukkan bahwa mereka memiliki kepercayaan yang berbeda atau komflik suatu proses yang di mulai suatu pihak ada pihak lain yang memberikan pengaruh negatif kepadanya,atau suatu

pihak merasa kepentinganya itu memberikan pengaruh negatif kepadapihak lain”(hasil wawancara,AS 28 Januari 2015)

Berdasarkan hasil wawancara dari masyarak Desa Pao mengatakan terjadi komflik ketika ada suatu pihak atau lebih dari dua orang merasa kepercayanya itu ada yang mepegaruhi pengaruh negatif kepada masyarakat nelayan itu sendiri, maka masyarakat nelayan mearsa tidak nyaman dari apa yang dia perbuat dan bahkan masalah terjadi ketika ada pihak lain yang memberikan pengaruh negatif kepada salah satu masyarakat nelayan.

Berdasarakan hasil wawancara kepada sekdes

“biasanya terjadi koflik ketika ada benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebut adanya perbedaan nilai,status ,kekuasaan, dan kelakuaan” (hasil wawancara SN 28 Januari2015)

Hasil wawancara biasa terjadi konflik ketika ada perbedaan nilai atau status sesama masyarakat nelayan dan saling melecehkan, dan mengambil suatu kekuasan.

Bedasarkan hasil wawancara tokoh masyarakat

“Tidak pernah terjadi komflik sesama masyarakat nelayan malahan dia saling mendukung apa yang dia kerjakan dan dilakukan sesama masyarakat nelayan desa Pao”(hasil wawancara HB 29 Januari2015)

Berdasarkah hasil wawancara kepada tokoh masyarakat Desa Pao tidak pernah terjadi komflik sesama masyarakat nelaya malah dia saling supor apa yang dia kerjakan untuk kebersamaan sesama masyarakat nelayan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada masayarakat nelayan mengatakan bahwa.

“Penyelesaian konflik antara pelaku balk antara pembudidayan dan pengolah karang dengan pelaku lain yang memanfaatkan sumberdaya secara langsung (nelayan) dilakukan secara kekeluargaan. Contoh kasus rusaknya bagan karena tertabrak perahu nelayan cukup diselesaikan dengan cara pihak nelayan membayar sejumlah uang ganti rugi kerusakan kepada pemilik bagan”(hasil wawanvara IS 29 Januari 2015)

Berdasarkan hasil wawancara masyarakat nelayan antara pembudidaya pengelolah karang dan diatur secara kekeluargan sesama masyarakat nelayan seperti kerusakan bagan mereka akibat tertabraknya perahu dan di lakukan dengan secara kekeluargan untuk membayar sejumlah uang ganti rugi kepada pemilik bagan.

Bedasarkan hasil wawancara staf dinas perikanan megatakan bahwa.

“konflik dalam pengelolaan kawasan pesisir juga di sebabkan oleh ketidak-percayaan masyarakat terhadap keberhasilan program apabila dilaksanakan oleh pemerintah. Kita tidak bisa menutup mata adanya gejolak, pandangan sinisme atau kecemasan tertentu bagi masyarakat penerima program yang selama ini masyarakat pesisir dianggap marginal ”( hasil wawancara US 28 Januari 2015)

Berdasrkan hasil wawancara bahwa masyarakat nelayan tidak percaya terhadap pengelolaan pemerintah terhadap kawasan pesisir pantai Desa Pao.

Berdasarkan Hasil observasi bahwa masyarakat nelayan Desa Pao Beberapa konflik cenderung mempunyai fungsi bila dapat diselesaikan dengan baik berdasarkan mekanisme penyelesaian konflik yang tertuang

dalam kesepakatan lokal yang telah menjadi aturan bersama dalam masyarakat. Sementara konfik menjadi disfungsional ketika penyelesaian konflik di dalam kesepakatan bersama sama, sehingga cepat teselesaikan.

Dokumen terkait