BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.4 Konsep Harga diri
Remaja yang memiliki jerawat berat apabila mampu menerima keadaannya dan memiliki pandangan positiif maka akan membentuk citra diri yang positif pula, sebaliknya remaja yang tidak bisa menerima keadaannya dan memiliki pandangan negative terhadap dirinya maka akan membentuk citra diri yang nengatif sehingga berpengaruh pada psikologinya.
2.4 Konsep Harga Diri
Harga diri adalah penilaian yang dilakukan oleh seorang individu terhadap diirinya sendiri yang berkaitan dengan diri individu itu sendiri.
Coopersmith (Noordjanah,2013).
2.4.2 Aspek–Aspek Pembentukan Harga Diri
Menurut Coopersmith (Pertiwi, 2015) aspek-aspek pembentukan harga diri ada empat yaitu : Power ( kekuatan ), yaitu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain dan mengontrol diri individu itu sendiri, Virtue ( kebijakan ), yaitu ketaatan nilai moral, etika, dan aturan-aturan yang ada di dslsm masyarakat, Significance ( keberartian ), yaitu kebermaknaan seseorang individu di dalam lingkungan dan Competence ( kemampuan ), yaitu kemampuan untuk mencapai keiinginan yang diharapkan.
Sedangkan menurut Rosenberg (2016), ada tiga aspek yang berkenaan hal harga diri meliputi: (1).Physical self esteem, berhubungan dengan kondisi fisik individu; (2).Social sellf esteem, berhubungan dengan kemampuan individu bersosialisasi dan (3).Performance self esteem, berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu.
2.4.3 Ciri-ciri Individu yang Memiliki Harga Diri
Coopersmiith (dalam Ninik wahyuni, 2007) menemukan beberapa karakteristik individu dengan harga diri tinggi, yaitu : Aktif dan ekspresif. Perilakunya cenderung aktif dan mampu mengeskpresikan
kemauannya sehingga cenderung sukses dengan bidang akademis maupun dalam lingkungan sosialnya, dalam kelompok diskusi lebih suka memimpin daripada hanya menjadi pendengar dan suka mengeluarkan pendapat, tidak takut menghadapi adanya pertentangan atau perdebatan, Tidak peka terhadap kritik. Jika mendapatkan kritik tidak langsung putus asa tapi menjadikan kritikan untuk memicu kemajuannya, Peduli terhadap fenomena sosial dan tidak sibuk dengan masalah pribadinya, Memiliki keyakinan dapat meraih kesuksesan, Bersikap terbuka dengan orang lain, Optimis dengan mngetahui bakatnya, kemampuan sosialnya, serta kualitas pribadinya. Sedangkan karakteristik individu yang memiliki harga diri rendah, antara lain : Sering merasa putus asa, Tidak mampu mempertahankan diri sehingga bersikap mengalah, Tidak mampu menyikapi kelemahan, Takut akan membuat pertentangan dengan orang lain sehingga individu lebih memilih menarik diri dari pergaulan, Cenderung menutup diri, Peka dengan kritikan orang lain dan menjadikannya berputus asa serta tidak mau melangkah lagi, Pemalu dan sibuk dengan persoalan pribadinya.
2.4.4 Tanda dan Gejala
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah ( Stuart, 2006 ) mengemukakan cara individu mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan orang lain,
Penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan yang tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negative tentang tubuhnya sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, penyalahgunaan zat.
2.4.5 Fakktor Predisposisi Gangguan Harga Diri
Faktor predisposisis dari gangguan harga diri antara lain adanya penolakan dari orang lain, kurang penghargaan, pola asuh yang salah
; terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten, persaingan antar saudara, kegagalan dan kesalahan yang berulang, tidak mampu mencapai standar yang ditentukan, ideal diri ridak realistis.
2.4.6 Peranan Self -Esteem Bagi Remaja
Rosenberg dalam Frey & carlock (1987) mengemukakan tiga alasan utama pentingnya perkembangan harga diri pada masa remaja. Masa remaja akhir adalah masa pengambilan keputusan yang penting dalam hidup seseorang, seperti keputusan berkarier, mencari pasangan hidup, menikah dan membentuk keluarga. Masa remaja adalah masa status yang ambigu ( membingungkan ) karena sering diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi kadang-kadang dituntut
sebagai orang dewasa. Masa remaja adalah masa yang penuh dengan perubahan yang cepat, baik perubahan fisik maupun perubahan dalam pertumbuhan karakteristik seksual. Secord dan journad dalam frey Carlock (1987 ) menemukan bahwa perasaan dan penilaian seseorang tentang tubuh secara utuh sangat beerpengaruh pada perasaan dan penilaiannya tentang dirinya. Pada saat citra tubuh mengalami perubahan, harga diri seseorang juga ikut berubah, karena karakteristik fisik yang berubah juga mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dirinya.
2.4.7 Intervensi Untuk Meningkatkan Self-Esteem
Guindon (2010) menyampaikan intervensi- intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-esteem yang dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu :
2.4.7.1 Pemberian Dukungan Sosial
Kinnunen, dkk; Baumeiser (dalam Guindin, 2010) mengatakan bahwa self-esteem dipengaruhi oleh dukungan sosial sehingga untuk meningkatkan self-esteem dapat diberikan dukungan sosial. Baumeister dan koleganya mengatakan individu yang memiliki self-esteem tinggi mempersepsikan dirinya mendapat dukungan sosial dari lingkungannya. Orang yang memiliki ikatan sosial kuat cenderung akan memiliki self-esteem lebih tinggi. Grolnick
dan Beiswenger (dalam Guindon, 2010) mengemukakan tiga cara agar orang tua, guru, dan pengasuh anak dapat memfasilitasi peningkatan self-esteem anak yaitu menyediakan lingkungan dimana anak-anak dapat terlibat secara positif, menyediakan kesempatan untuk mandiri, dengan memberikan anak kesempatan untuk berinisiatif dan mencari solusi , memnerikan informasi dan arahan agar anak memiliki harapan hidup yang realistis sesuai dengan kemampuan anak.
2.4.7.2 Konseling Keluarga atau Kelompok
Masalah self-esteem yang rendah disebabkan karena buruknya fungsi keluarga dan pola asuh yang tidak efektif sehingga dapat dilakukan family therapy (Guindon,2010).
2.4.7.3 Strategi Kebugaran Fisik
Intervensi ini didasarkan pada pemikiran bahwa dengan memiliki kondisi tubuh yang prima maka akan meningkatkan self-esteemnya. Pada remaja awal, partisipasi pada olahraga memiliki dampak yang kuat pada penilaian fisik baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun demikian laki-laki menunjukkan tingkat self-esteem yang lebih tinggi. Pada remaja laki-laki intervensi ini bermanfaat karena kompetensi fisik memiliki peranan yang
lebih besar untuk meningkatkan self-esteem laki-laki (Bowker, dalam Guindon, 2010).
2.4.7.4 Strategi Spesifik yang Digunakan Pada Populasi Tertentu
Strategi yang digunakan antara lain reality theraphy, creative arts, solution focused theraphy.
2.4.7.5 Strategi / Modifikasi Kognitif Perilaku
Guindon (2010) menyatakan bahwa strategi kognitif perilaku merupakan intervensi yang paling banyak digunakan dalam menangani maslah harga diri karena terbukti efektif dalam menangani individu berbagai usia.
Untuk meningkatkan self-esteem individu, modofikasi kognitif perilaku dapat menggunakan variasi teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan individu.
2.4.8 Self-esteem Pada Pasien Akne Vulgaris
Penelitian pada mahasiswa di Oman (al-Shidani,et.al., 2015) menemukan bahwa semakin penuh jerawat, maka semakin negative tiga area berikut ini :
2.4.8.1 Persepsi
Mahasiswa merasa dirinya semakin tidak menarik, malu, tidak puas dengan penampilan, makin tidak percaya diri, semakin awas dengan penampilannya (self-conscious).
2.4.8.2 Emosi Negative
Emosi negatif makin tinggi karena sedih dengan jerawatnya, terganggu karena harus menghabiska banyak waktu merawat diri, terganggu dengan proses pengobatan.
Peran sosial
Semakin sulit menjalani peran sosial seperti bertemu dengan orang baru, bergaul, berinteraksi dengan lawan jenis).
2.5 Konsep Kecemasan