FUNGSIONALISM), DAN KONFLIK (CONFLICT)
B. Teori Fungsionalisme-Struktural Talcott Parsons Talcott Parsons lahir pada tahun 1902 di Colorado Spring, Colorado
4. Masyarakat, Subsistem, dan Imperatif Fungsionalnya
Parsons membedakan antara empat struktur atau subsistem dalam masyarakat menurut fungsi AGIL yang dilaksanakan masyarakat seperti pada Gambar 9.3.
Gambar 9.3 Skema Hubungan Antarsistem dan Imperatif Fungsional
Buku ini tidak diperjualbelikan.
Sistem ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi. Melalui pekerjaan, ekonomi me- nyesuaikan diri dengan lingkungan kebutuhan masyarakat dan mem- bantu masyarakat menyesuaikan diri dengan realitas eksternalnya.
Pemerintah (sistem politik) melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sistem fiduciary (misalnya di sekolah dan keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada aktor sehingga aktor menginternalisasikan kultur itu. Terakhir, fungsi integrasi dilaksanakan oleh komunitas kemasyarakatan (contoh hu- kum) yang mengoordinasikan berbagai komponen masyarakat.
Menurut Parsons, sepenting-pentingnya struktur, lebih penting lagi sistem budaya (culture system) bagi sistem sosial (social system).
Kultur menengahi interaksi antaraktor, menginteraksikan kepriba- dian, dan menyatukan sistem sosial. Kultur mempunyai kapasitas khusus untuk menjadi komponen sistem yang lain. Menurut Parsons, kultural adalah sistem simbol yang terpola dengan teratur yang menjadi sasaran orientasi aktor; aspek-aspek sistem kepribadian yang sudah terinternalisasikan, serta pola-pola yang sudah terlembagakan di dalam sistem sosial. Karena sebagian besar bersifat subjektif dan simbolis, kultural dengan mudah ditularkan dari satu sistem sosial ke sistem sosial yang lain melalui penyebaran (diffuse) dan dipindahkan dari satu sistem kepribadian ke sistem kepribadian yang lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Akan tetapi, sifat subjektif dan simbolis kultur juga memberinya sifat lain, yakni kemampuan mengendalikan sistem tindakan yang lain. Inilah salah satu alasan mengapa Parsons memandang dirinya sebagai determinisme kultural (Ritzer & Good- man, 2004).
C. Teori Fungsionalisme-Struktural Robert K. Merton Robert K. Merton lahir pada tahun 1910 di Philadelphia Selatan.
Ia tercatat sebagai mahasiswa Universitas Temple pada tahun 1927.
Buku ini tidak diperjualbelikan.
TEORI FUNGSIONALISME (FUNGSIONALISM) ... 121
Ia mulai mengajar di Harvard hingga tahun 1938, kemudian ber- gabung dengan Columbia University pada tahun 1941 dan pensiun pada tahun 1979. Robert K. Merton wafat pada tahun 2003 dalam usia 93 tahun. Merton adalah murid Talcott Parsons, tetapi dia memiliki pemikiran yang berbeda. Parsons menyarankan penciptaan teori- teori besar dan luas cakupannya (macro theory). Sebaliknya, Merton menyukai teori yang terbatas, teori tingkat menengah (middle range theory). Dalam hal ini, ia lebih menyukai teori Marxian sehingga mendorong perkembangan fungsionalisme-struktural lebih ke kiri secara politis.
Terdapat empat konsep utama teori Robert K. Merton sebagai berikut.
1) Fungsi: akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Disfungsi didefinisikan bahwa sebuah struktur dapat berperan dalam memelihara sistem sosial, tetapi bisa juga menimbulkan konsekuensi negatif.
2) Fungsi laten (tersembunyi): fungsi disebut sembunyi apabila kon- sekuensi tersebut secara objektif ada tetapi tidak (belum) diketahui.
3) Fungsi Manifest (nyata): suatu fungsi disebut nyata apabila kon- sekuensi tersebut disengaja atau diketahui.
4) Keseimbangan (equilibrium): keadaan yang terjadi dapat menyeim- bangkan bagaimana pola-pola sehingga dapat menemukan jalan keluar (solusinya).
Merton mengkritik tiga postulat dasar fungsionalisme-struktural yang dikembangkan oleh para antropolog, seperti Malinowski dan Radcliffe Brown. Kritik Merton adalah sebagai berikut.
Pertama, ditujukan terhadap postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa semua keyakinan dan praktik kultural dan sosial yang sudah mapan atau standar adalah fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk individu dan masyarakat. Pandangan ini secara tersirat menyatakan bahwa berbagai bagian sistem sosial pasti menunjukkan integrasi
Buku ini tidak diperjualbelikan.
tingkat tinggi. Akan tetapi, Merton berpendapat bahwa meski hal ini mungkin benar bagi masyarakat primitif yang kecil, generalisasi tak dapat diperluas ke tingkat masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Kedua, ditujukan terhadap postulat fungsionalisme universal.
Artinya, dinyatakan bahwa seluruh bentuk kultural dan sosial dan struktur yang sudah mapan standar mempunyai fungsi positif. Merton menyatakan bahwa postulat ini bertentangan dengan realitas yang ditemukan dalam kehidupan nyata. Yang jelas adalah bahwa tak setiap struktur, adat, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya mempunyai fungsi positif. Sebagai contohnya, nasionalisme fanatik dapat menjadi sangat tidak fungsional dalam dunia yang mengembangkan senjata nuklir.
Ketiga, adalah terhadap postulat tentang indispensability. Argu- mennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah mapan dan standar, tak hanya mempunyai fungsi positif, tetapi juga mencer- minkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan. Postulat ini mengarah kepada pemikiran bahwa semua struktur dan fungsi secara fungsional adalah penting untuk masyarakat. Tak ada struktur dan fungsi lain mana pun yang dapat bekerja sama baiknya dengan struktur dan fungsi yang kini ada dalam masyarakat. Terhadap postulat tersebut, kritik Merton adalah bahwa kita sekurang-kurangnya tentu ingin mengakui tentang adanya berbagai alternatif struktur dan fungsional yang dapat ditemukan di dalam masyarakat
Merton (1967) dan Ritzer dan Goodman (2004), berpendapat bahwa ketiga postulat fungsional itu bersandar pada pernyataan nonempiris atau berdasarkan sistem teoretis abstrak. Karena itu, menjadi tanggung jawab sosiolog untuk menguji setiap postulat itu secara empiris, bukan hanya pernyataan teoretis. Pemikiran itu mendorong Merton untuk mengembangkan “paradigma” analisis fungsional konstruksi dari dirinya sendiri sebagai pedoman untuk mengintegrasikan teori dan riset empiris.
Merton menjelaskan bahwa analisis fungsionalisme struktural me- musatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat dan kultur.
Buku ini tidak diperjualbelikan.
TEORI FUNGSIONALISME (FUNGSIONALISM) ... 123
Setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural fungsional tentu mencerminkan hal yang standar (artinya terpola dan berulang).
Dalam pikiran Merton, sasaran studi fungsionalisme struktural antara lain adalah peran sosial, pola institusi, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organi sasi kelompok, struk- tur sosial, dan perlengkapan untuk pengendalian sosial.
Menurut Merton, para analis cenderung mencampuradukkan motif subjektif dengan fungsi struktur atau institusi. Perhatian analisis struktural fungsional mestinya lebih dipusatkan pada fungsi sosial daripada pada motif individual. Definisi fungsi menurut Merton ada- lah “Konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu” (Merton, 1967, 105).
Namun, jelas ada bias ideologi apabila orang memusatkan perhatian pada adaptasi atau penyesuaian diri karena adaptasi dan penyesuaian diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa satu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam fungsionalisme-struktural awal, Merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi, yaitu selain struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial. Misalnya, perbudakan di bagian selatan Amerika Serikat tidak hanya mempunyai akibat positif, tetapi juga mempunyai aspek disfungsi.
Merton juga mengembangkan konsep nonfunctions (akibat- akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan). Dalam hal ini termasuk bentuk-bentuk sosial yang
“bertahan hidup sejak zaman kuno meski mempunyai akibat-akibat positif atau negatif, bentuk sosial itu tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap masyarakat masa kini. Contohnya, pada gerakan kesederhanaan wanita Kristen, apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi atau sebaliknya. Untuk membantu menjawab pertanyaan itu, ia mengembangkan konsep keseimbangan bersih (net balance). Oleh karena persoalan tersebut begitu kompleks dan subjektif, analisis sosiologis diarahkan pada pertanyaan apakah
Buku ini tidak diperjualbelikan.
suatu sistem tertentu (misalnya perbudakan) lebih fungsional atau disfungsional bagi masyarakat.
Untuk mengatasi masalah itu, Merton mengembangkan gagasan bahwa harus ada “tingkatan analisis fungsional”. Ia menjelaskan bahwa analisis fungsional tidak hanya membatasi diri pada masyarakat sebagai satu kesatuan, tetapi juga dapat dilakukan terhadap organisasi institusi atau kelompok. Jadi, tidak harus studi terhadap masyarakat sebagai keseluruhan saja. Contohnya, kembali ke persoalan perbudak an, kita bisa mengajukan pertanyaan mengenai fungsi dan disfungsi perbudakan bagi keluarga kulit hitam, keluarga kulit putih, organisasi politik kulit hitam, organisasi politik kulit putih, dan seterusnya.
Dilihat dari sudut keseimbangan bersih (net balance), perbudakan mungkin lebih fungsional bagi unit sosial tertentu dan lebih disfung- sional bagi unit sosial yang lain.
Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi tersembunyi (latent). Kedua istilah ini memberikan tambahan bagi analisis fungsional. Secara sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi (latent) adalah fungsi yang tidak diharapkan. Contoh fungsi nyata perbudakan adalah untuk meningkatkan produktivitas ekonomi masyarakat Amerika bagian selatan, tetapi di dalamnya terkandung fungsi tersembunyi, yakni menyediakan sejumlah besar anggota kelas rendah yang mem- bantu meningkatkan status orang kulit putih di wilayah bagian selatan, baik yang kaya maupun yang miskin.
Pemikiran tersebut berhubungan dengan konsep lain yang dikem- bangkan Merton, yakni akibat yang tak diharapkan (unanticipated consequences). Tindakan mempunyai akibat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Meski setiap orang menyadari akibat yang diharapkan, analisis sosiologi diperlukan untuk menemukan akibat yang tak diharapkan ini, bahkan beberapa pakar menganggap ini adalah esensi dasar sosiologi. Peter Berger (1963) menyebutnya studi “untuk menghilangkan prasangka” (debt-bunking) atau mem- perhatikan jauh melampaui pengaruh yang termanifes.
Buku ini tidak diperjualbelikan.
TEORI FUNGSIONALISME (FUNGSIONALISM) ... 125
Merton menjelaskan bahwa akibat yang tak diharapkan tak sama dengan fungsi yang tersembunyi. Fungsi yang tersembunyi adalah satu jenis dari akibat yang tidak diharapkan, satu jenis yang fungsional untuk sistem tertentu. Ada dua tipe lain dari akibat yang tak diharapkan, “yang disfungsional untuk sistem tertentu”, yaitu disfungsi tersembunyi dan yang tidak relevan dengan sistem yang dipengaruhinya, baik secara fungsional maupun disfungsional, atau konsekuensi nonfungsional.
Sumbangan lain dari pemikiran Merton terhadap fungsionalisme- struktural dan sosiologi adalah analisisnya mengenai hubungan antara kultural, struktur, dan anomi. Merton mendefinisikan kultural sebagai
“seperangkat nilai yang terorganisasi yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota kelompok.” Struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang terorganisasi yang dengan berbagai caranya melibatkan anggota masyarakat atau kelompok di dalamnya. “Anomi terjadi apabila ada keterputusan hubungan antara norma kultural dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai kultural.” (Merton, 1967, 216; Ritzer & Goodman, 2004). Artinya, karena posisi mereka di dalam struktur sosial masyarakat, beberapa orang tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai normatif. Kultur menghendaki tipe perilaku tertentu yang justru dicegah oleh struktur sosial. Misalnya, dalam masyarakat Amerika, kulturnya menekan- kan pada kesuksesan material melalui pendidikan. Akan tetapi, karena ada hambatan struktural (miskin dan hanya bisa sekolah sampai tingkat sekolah menengah), mereka terhambat untuk bisa memenuhi budaya tersebut, atau terjadi ketidaksesuaian antara nilai kultural dengan cara-cara struktur sosial mencapai nilai kultur itu.
Akibatnya, terjadi perilaku menyimpang dalam bentuk tindakan yang ilegal seperti menjadi penyalur obat-obatan terlarang atau menjadi pelacur untuk mencapai tingkat ekonomi tertentu. Inilah cara yang ditempuh fungsionalisme-struktural dalam upaya menjelaskan perilaku me nyimpang dan tindakan kejahatan. Pandangan Merton terhadap anomi ini menjadi sikap kritis terhadap pandangan fungsi stratifikasi sosial dari David dan Moore.
Buku ini tidak diperjualbelikan.
D. Sumbangan dan Kritik terhadap Teori