• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strukturalisme Ferdinand De Saussure

Dalam dokumen Ebook Paradigma dan Teori (Halaman 159-166)

TEORI STRUKTURALISME

A. Strukturalisme Ferdinand De Saussure

Ferdinand de Saussure  (1857–1913) adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Swiss. Ia merupakan pelopor kajian linguistik modern.

Saussure juga merupakan salah satu tokoh pemikir tentang semiotika sebagai teori sastra. Ia memperkenalkan semiologi yang mengkaji makna dari suatu tanda sebagai bagian dari sistem bahasa. Pemikiran- pemikirannya mengenai linguistik disampaikannya dalam bukunya yang berjudul Course de Linguistique Generale yang diterbitkan tahun 1916 setelah beliau anumerta. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh paham strukturalisme dan modernisme.

Strukturalisme muncul dari perkembangan berbagai macam bidang kajian, tetapi sumber strukturalisme modern yang perkem- bangannya sangat kuat adalah linguistik. Analisis struktural mem- fokuskan pada aturan-aturan dasar yang mengorganisasi fenomena sistem sosial, menganalisis hal-hal seperti praktik-praktik “totemik”

(pemberhalaan) dalam frasa divisi antara sesuatu yang sakral dengan sesuatu yang profan dalam masyarakat tradisional, atau hidangan- hidangan masyarakat modern dalam frasa aturan-aturan masak- memasak. Analisis struktural ditujukan pada objektivitas, koherensi, kekuatan, dan kebenaran, serta mengeklaim status ilmiah teori-teori ini yang akan dibersihkan dari penilaian dan pengalaman subjektif (Best & Kellner, 2003, 20). Menurut Barthes (1962, 213), tujuan seluruh aktivitas strukturalis dalam bidang pemikiran linguistik dan

Buku ini tidak diperjualbelikan.

TEORI STRUKTURALISME 137

puisi adalah untuk membentuk kembali sebuah objek dan melalui proses ini juga akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi atau fungsi dari objek ini. Dengan demikian, struktur secara efektif merupakan sebuah kesan-kesan (simulacrum) yang menghasilkan sesuatu yang bisa dilihat, atau jika Anda mau, menghasilkan ketidakjelasan dalam sebuah objek natural (Best & Kellner, 2003).

Oleh karena itu, revolusi strukturalis menjelaskan fenomena sosial dalam istilah struktur, aturan, kode, dan sistem linguistik serta sosial, tetapi di lain sisi, menolak humanisme yang sebelumnya telah menentukan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora. Althusser, misalnya, memunculkan antihumanisme teoretis dan menghapus praktik manusia dan subjektivitas dari skema eksplanatoris versi Marxisme ini. Kritik strukturalis adalah ingin menghapus konsep sub- jek yang telah mendominasi tradisi filsafat yang berasal dari Descartes sampai Sartre. Subjek dihilangkan atau didesentralisasikan secara radikal, seperti halnya efek bahasa atau ketidaksadaran dan sebab yang tertolak atau kemanjuran kreatif. Strukturalisme menekankan pada penurunan subjektivitas dan makna yang berbeda dengan keutamaan sistem simbol, ketidaksadaran dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan ciptaan dari tujuan subjek otonom transparan, melainkan subjek itu sendiri dibentuk melalui hubungan di dalam bahasa sehingga subjektivitas dilihat sebagai sebuah kon- struksi sosial dan linguistik. Parole, atau kegunaan khusus bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue atau sistem bahasa itu sendiri (Saussure, 1916/1986, 120; Best & Kellner, 2003, 21). Saussure menekankan dua sifat bahasa yang merupakan sesuatu yang sangat penting dalam memahami pengembangan teoretis kontemporer.

Pertama, dia melihat bahwa tanda linguistik bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan petanda, hanya sebuah kesatuan tanda kebudayaan. Kedua, dia menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu bagian dari sistem makna yang di dalamnya kata memperoleh signifikansinya hanya dengan mengacu pada apa yang 'bukan mereka'.

Buku ini tidak diperjualbelikan.

Kajian Ferdinand de Saussure (1857–1913) yang menonjol dan menarik dalam perkembangan struktur linguistik adalah pembedaan antara langue dan parole, suatu distingsi yang memiliki signifikansi tidak hanya terhadap strukturalisme, tetapi juga pascastrukturalisme dan pascamodernisme serta berpengaruh dalam berbagai ranah lain (Culler, 1987; Ritzer, 2003, 52). Menurut Saussure, langue adalah sistem formal gramatika bahasa. Ia adalah sebuah sistem elemen- elemen phonic (yang berhubungan dengan bunyi) yang hubungannya dipercayai oleh Saussure dan pengikutnya diatur menurut hukum- hukum yang determinan. Eksistensi parole menjadi niscaya karena parole adalah wicara aktual, yaitu suatu cara pewicara setiap hari menggunakan bahasa untuk mengekspresikan diri mereka. Pemakaian bahasa setiap hari seperti itu acapkali dilakukan dengan cara-cara yang subjektif dan idiosinkratik sehingga tidak bisa menjadi perhatian pengguna teorisasi secara ilmiah. Pengguna bahasa seperti itu harus fokus pada langue, sistem formal bahasa, tidak pada cara-cara subjektif ketika itu digunakan oleh aktor.

Langue kemudian dapat dipandang sebagai sebuah sistem tanda, sebuah tanda dapat dilihat secara keseluruhan sebagai suatu struktur yang terdiri dari signifier (petanda)—citra bunyi ketika si penerima mendengar kata-kata yang diucapkan, dan signified (penanda)—citra bunyi yang digunakan untuk menyatakan; makna kata yang disam- paikan pada pikiran si penerima. Saussure, tidak hanya tertarik dalam signifier dan signified, tetapi juga hubungannya satu sama lain.

Bagi Saussure, bahasa adalah “suatu sistem yang tertutup (a closed system) di saat semua bagian terinterelasi”. Contohnya, hubungan perbedaan (difference) yang oposisional (biner opposition) tentang kata hot (panas) bukan berasal dari sifat intrinsik “dunia yang nyata”

tetapi berasal dari hubungan kata itu dengan oposisi binernya, kata cold (dingin). Makna-makna, pikiran, dan akhirnya dunia sosial dibentuk oleh struktur bahasa. Jadi, dunia eksistensial manusia bukan membentuk keadaan sekitar dan aspek-aspek lain dunia sosial, tetapi dibentuk oleh struktur bahasa dan kodenya atau peran arbitrernya untuk menggabung kata-kata. Bahasa bekerja seperti sebuah model

Buku ini tidak diperjualbelikan.

TEORI STRUKTURALISME 139

dalam semua aspek kehidupan manusia. Selain pembahasan tentang struktur dalam bahasa, Saussure dan pengikutnya juga memperluas pemikiran-pemikiran lain untuk mempelajari seluruh sistem tanda yang tidak terdapat dalam bahasa. Pembahasan pada struktur sistem tanda ini dinamai 'semiotika'. Semiotika memiliki domain kajian yang lebih luas daripada struktur linguistik karena semiotika tidak hanya meliputi bahasa, tetapi juga sistem tanda dan sistem simbol (Geertz, 1973; Eco, 1976; Hawkes, 1977; Ritzer, 2003; Jorgensen & Phillips, 2010), seperti ekspresi muka, bahasa tubuh, semua bentuk-bentuk komunikasi, dan semua elemen-elemen budaya dapat dipandang sebagai teks. Teks dipandang sebagai bentuk penting praktik sosial.

Tokoh utama yang dipandang penemu utama semiotik adalah Roland Barthes (1962, 1975). Dia memberi sumbangan yang luar biasa dalam mengembangkan ide-ide Saussure pada semua area kehidupan sosial, sebagaimana Barthes jelaskan,

“Semiologi—bertujuan untuk memahami sistem tanda, apa pun substansi dan limitnya; image, gestur, suara musik, objek, dan segala yang terkait dengan semuanya, yang membentuk isi ritual, hiburan, konvensi atau aktivitas publik tersebut; merupakan bentuk tanda bahasa; jika tidak tanda-tanda bahasa, sekurang- kurangnya sistem signifikansi” (Barthes, 1962, 9).

Dengan ungkapan lain, tidak hanya bahasa, pertandingan gulat, fesyen, aktivitas memasak, yang disiarkan TV, dan segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari merupakan praktik penandaan (Lash, 2004, xi). Pendekatan atas berbagai fenomena kebudayaan seba- gai sistem tanda-tanda mengalami masa keemasannya pada akhir ta- hun 1960-an sampai dengan pertengahan tahun 1970-an (berbarengan dengan perkembangan Etnosains di Amerika Serikat). Para pengikut aliran strukturalisme dalam antropologi di Prancis, selain Lévi-Strauss, antara lain adalah Edmund Leach, Mary Douglas, Rodney Needham, dan lainnya. Varian lain strukturalisme yang berkembang di Prancis (dan belahan dunia yang lain) adalah Marxisme struktural, yang terutama adalah episteme dari Louis Althuser, Nicos Paulantzas, dan

Buku ini tidak diperjualbelikan.

Maurice Godelier. Meskipun Marxisme struktural dan strukturalisme secara umum tertarik dalam “struktur-struktur”, Menurut Godelier (1977) keduanya mengonsepsualisasi struktur secara berbeda. Struk- turalisme menitikberatkan pada struktur atau sistem yang terbentuk di luar pengaruh relasi sosial atau struktur lingustik. Kedua mazhab ini sama-sama melihat struktur sebagai suatu yang nyata (sekalipun tidak kelihatan), tetapi mereka memiliki perbedaan dalam melihat struktur yang nyata itu. Bagi Lévi-Strauss, struktur yang nyata adalah model atau mungkin mind, sebaliknya, bagi strukturalis Marxis, struktur yang nyata adalah struktur masyarakat, terutama kelas bawah (buruh). Sekalipun demikian, apabila ditelaah atas pernyataan berikut ini, akan tampak ada titik temu di antara keduanya:

“Bagi Marx, sebagaimana Lévi-Strauss, sebuah struktur bukanlah sebuah realitas yang langsung tampak dan karenanya langsung dapat diobservasi, tetapi tingkat realitas berada di balik hubungan nyata antara manusia dan fungsi hubungan nyata itu merupakan sistem logika yang terletak di bawah alam sadar. Jika ada tatanan yang dipraktikkan lebih konkret keberadaannya, maka penjelasan maknanya akan lebih mudah dipahami” (Godelier, 1977).

Semisal, makna urutan penempatan kata “di meja makan” dengan

“di makan meja”, akan mudah dipahami dan dijelaskan oleh ahli linguistik ketimbang oleh yang bukan ahli linguistik. Meskipun ada persamaan-persamaannya, Marxisme struktural tidak mengambil peran yang menonjol dalam lingkaran linguistik dan juga dalam ilmu- ilmu sosial di Prancis karena perhatian sentralnya tetap pada ihwal sosial dan ekonomi (basis infrastruktur), tidak pada linguistik dan struktur (bahasa) sehingga Marxisme struktural tetap diasosiasikan dengan teori Marxian.

Strukturalisme pada dasarnya merupakan suatu cara berpikir tentang dunia yang secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur, aksi, dan transformasi (Hawkes, 1977).

Di luar linguistik struktural, pengaruh kuat strukturalisme dalam disiplin antropologi dan mendominasi studi kebudayaan pada masa

Buku ini tidak diperjualbelikan.

TEORI STRUKTURALISME 141

itu adalah berkat adanya aplikasi linguistik struktural oleh Claude Lévi-Strauss untuk mengkaji beberapa fenomena budaya di luar bahasa (extra-linguistic phenomena), yaitu mitos, ritual, hubungan kekerabatan, totemisme, dan sebagainya. Fenomena semacam ini dipahami Lévi-Strauss sebagai sistem tanda-tanda dan dengan demikian, terbuka untuk dianalisis secara linguistik.

Secara paradigmatik, strukturalisme memiliki empat anggapan dasar, yaitu sebagai berikut.

1) Berbagai aktivitas sosial dan hasilnya secara formal dapat dikata- kan sebagai bahasa-bahasa, atau tepatnya merupakan seperangkat tanda-tanda yang menyampaikan pesan-pesan tertentu.

2) Dalam diri manusia terdapat kemampuan dasar yang diwariskan secara genetik sehingga kemampuan ini dimiliki oleh setiap manusia normal, yaitu kemampuan untuk “menstruktur atau menempelkan suatu struktur tertentu pada gejala-gejala yang dihadapinya”.

3) Suatu istilah ditentukan maknanya berdasarkan relasi-relasinya pada suatu titik tertentu, yaitu secara sinkronis, dengan istilah- istilah yang lain.

4) Relasi-relasi yang berada pada struktur dalam dapat diringkas atau disederhanakan lagi menjadi oposisi-oposisi berpasangan, oposisi biner yang paling tidak memiliki dua pengertian, yakni oposisi biner yang bersifat eksklusif, seperti pada kategori menikah-tidak menikah, kaja-kelod, panas-dingin, dan oposisi biner yang tidak eksklusif yang dapat ditemukan dalam berbagai macam kebu- dayaan, seperti air-api, gagak-elang. Ambisi besar Lévi-Strauss adalah untuk menunjukkan bahwa struktur dasar kebahasaan yang biasa diamati para ahli bahasa pun dapat ditemukan di dalam sejumlah besar gejala kultural lainnya.

Dalam analisis strukturalnya, Lévi-Strauss mengkaji mitos seba- gai dasar kajian teorinya. Menurutnya, mitos tersusun dari satuan- satuan yang disebut mytheme (mythemes) atau gross constituent unit.

Setiap mytheme terdiri atas relasi yang bukan merupakan relasi yang

Buku ini tidak diperjualbelikan.

terisolasi, melainkan suatu bundel relasi. Satu bundel relasi adalah relasi-relasi dalam satu kolom yang akan menghasilkan makna jika menetapkan satu bundel relasi dan mengombinasikannya. Dengan kata lain, apabila substansi mitos adalah cerita dan satuan-satuan yang membentuknya adalah bukan sebagaimana yang terdapat dalam bahasa, satuan-satuan mitos tersebut tidak dapat ditemukan dalam fonem, morfem, ataupun semantik, melainkan pada tataran yang lebih tinggi lagi sehingga untuk mengidentifikasinya dan mengisolasi mytheme yang ada, sebaiknya dicari dalam tataran kalimat (Lévi- Strauss, 1963a, 1978).

Dalam antropologi struktural, ada dua pemikiran yang mendasari pandangan strukturalisme Lévi-Strauss:

1) Makna sebuah teks bergantung pada makna dari bagian-bagiannya sehingga jika makna suatu bagian berubah, maka sedikit banyak makna keseluruhan teks tersebut akan berubah pula.

2) Makna dari setiap bagian atau peristiwa dalam sebuah teks ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat meng- gantikannya tanpa keseluruhan teks menjadi tidak bermakna atau tidak masuk akal.

Dalam konteks ini, terlihat bahwa makna dari sebuah peristiwa baru akan muncul setelah peristiwa dengan latar belakang yang ada tersebut dihubungkan dan dibandingkan, yang terdiri atas berbagai macam alternatif peristiwa yang dapat menggantikan peristiwa tersebut dalam keseluruhan konteks. Dalam analisis strukturalnya, struktur dibedakan menjadi dua, yakni struktur luar (surface structure) dan struktur dalam (deep structure). Struktur luar adalah relasi-relasi antarunsur yang dapat kita buat berdasarkan ciri-ciri luar atau ciri-ciri empiris dari relasi-relasi tersebut. Struktur dalam adalah susunan tertentu yang dibangun berdasarkan struktur lahir yang telah dibuat, tetapi tidak selalu tampak pada sisi empiris dari fenomena yang dipelajari. Struktur dalam inilah yang lebih tepat disebut sebagai model atau mind untuk memahami fenomena yang diteliti karena melalui struktur ini, peneliti dapat memahami berbagai fenomena budaya yang dipelajari.

Buku ini tidak diperjualbelikan.

TEORI STRUKTURALISME 143

Seperti halnya di dalam pendekatan fenomenologis, di dalam pendekatan struktural ini bahasa juga mendapatkan kedudukan yang sangat sentral. Bagi Lévi-Strauss sendiri, bahasa telah menjadi model kegemarannya dalam menganalisis pelbagai fenomena budaya. Setiap perilaku insani, demikian pendapat Lévi-Strauss, adalah bahasa:

a vocabulary and grammar of order. Akan tetapi, sebuah catatan tambahan perlu dikemukakan di sini, yaitu bahwa konsepsi tentang bahasa tidak sebagaimana dipergunakan sehari-hari sebagai tuturan (parole), tetapi sebagai struktur atau sistem kaidah yang mesti dipatuhi para penuturnya agar bisa berkomunikasi (langue). Dalam hal inilah dapat dimengerti bahwa tugas seorang strukturalis adalah mengkaji langue atau hal-hal lain yang analog dengannya. Kajian seperti ini pada dasarnya bersifat sinkronis dengan tujuan untuk menemukan relasi-relasi di antara unsur-unsur yang mengondisikan sebuah sistem.

B. Strukturalisme Antropologi: Claude Lévi-Strauss

Dalam dokumen Ebook Paradigma dan Teori (Halaman 159-166)